Professional Documents
Culture Documents
11 Mata di Kepala
Karya Radhar Panca Dahana
BABAK PERTAMA
SEORANG YANG BERJALAN PELAN DARI TEMPAT TIDUR KE MEJA KERJA ATAU
KACA RIAS, MISALNYA. SEEKOR KUCING YANG MELINTAS TAMAN, DISUSUL
TIKUS YANG SEOLAH MENGEJARNYA, BISA SAJA. ATAU TEKO TEH POCI YANG
MENGANGKAT DAN MEMIRINGKAN DIRINYA UNTUK MENUANGKAN ISINYA
KE SEBUAH CANGKIR, HINGGA AIR TEH ITU LUBER, MENIMBULKAN KERCIK
YANG HENING.
ADA DUA-TIGA ATAU LEBIH HIDUP DALAM RUANG, WAKTU, DAN CINTA YANG
SEAKAN BERHUBUNGAN. BAHKAN KEMUDIAN MELAKUKAN KONTAK SATU
DENGAN YANG LAINNYA. BAIK ANTARA RUANG, WAKTU DAN CINTA ITU,
MAUPUN DI ANTARA PARA AKTORNYA.
DENGAN KODE YANG SAMA, RUANG BARU YANG LAIN PUN MUNCUL, DALAM
UKURAN YANG LEBIH KECIL. DENGAN KODE YANG SAMA, RUANG BARU
YANG LAIN PUN MUNCUL, DALAM UKURAN YANG LEBIH KECIL LAGI.
DENGAN KODE YANG SAMA, RUANG BARU YANG LAIN PUN MUNCUL, DALAM
UKURAN YANG LEBIH KECIL LAGI. BEGITU SETERUSNYA, HINGGA AKHIRNYA
RUANG ITU BEGITU KECILNYA, SEHINGGA HANYA KIBASAN CAHAYA KECIL
SAJA YANG TAMPAK OLEH MATA.
BABAK KEDUA
SEJARAH SATU
ADA TEMPAT SAMPAH YANG SUDAH PENUH, BAHKAN LUBER ISINYA. PAPAN
LAMPU AGAK TERANG DI SEPUTAR KACA ITU, BERASAL DARI LAMPU BACA DI
MEJA KERJA YANG MENYOROT KE ARAHNYA. TAMPAK BOTOL PEWANGI ITU
SEPERTI BERGESER PERLAHAN. HMPIR TAK TERLIHAT DAN TAK TERASA,
BOTOL ITU MENGGESER KE TEPI KACA TEMPATNYA BERADA. HINGGA
KEMUDIAN, WUSSS, PRANG! BOTOL ITU JAUH DAN PECAH DI LANTAI. BAU
HARUM YANG ANEH, SEMACAM BAU LAUT BERCAMPUR BAU MELATI DAN
SUP JAGUNG PANAS MEREBAK, MENYERBU HALUS SEMUA BULU HIDUNG
PENONTON YANG PEKA.
SESEORANG :
Tidak mungkin...tidak mungkin. (Pause) Ini tidak mungkin!
LALU DISUSUL OLEH MUSIK. SEMULA MUSIK BERBAU BLUES, TAPI KEMUDIAN
GELOMBANG SEPERTI DIPINDAH BERGANTI DENGAN MUSIK DANGDUT
DENGAN SYAIRNYA YANG SUNGGUH MERATAP.
“...dunia adalah pohon tua daun-daunya kuning coklat gugur, kering, jadi pupuk. oo sonia,
gadisku kedua tubuhmu basah mengkilat kau biarkan cintaku membusuk...”
SESEORANG :
Tidak mungkin!!
SESEORANG :
Mariam...Mariam...seharusnya itu tidak terjadi. Seharusnya itu tidak terjadi. Tidak terjadi!
Tidak mungkin terjadi. Tidak, Mariam. Itu tidak mungkin!!
SESEORANG :
Aku tahu kau tak pernah lupa apa yang kukatakan sebelumnya: hidup dan dunia ini sudah
tidak lagi dapat kita hidupi, sudah bukan dunia kita lagi. Mereka sudah milik orang, karena
orang lain yang mengaturnya, orang lain yang menentukannya, orang lain yang
memproduksinya. Tidak kita. Kita tidak bisa menentukan, atau memproduksi hidup dan kita
sendiri. Bukankah begitu, Mariam? Bukankah bukan kita yang menciptakan rumah tangga?
Bahkan bukankan bukan kita yang menciptakan sebuah rumah tempat kita tinggal? Lebih
bahkan lagi, ketika kita menempatinya, kita tidak pernah bisa menentukan sedikitpun, apa-
apa kebutuhan kita. Apa yang harus kita adakan untuk kita memenuhi tugas dan
tanggungjawab kita sebagai istri dan suami, sebagai bagian dari sebuah keluarga, bagian dari
sebuah kampung, bahkan sebagai seorang manusia. Bukan begitu Maria? Apakah kamu yang
menentukan bahwa kita membutuhkan sebuah kursi tamu, bentuknya seperti ini, warnanya
itu, harganya sebegitu, dan seterusnya? Apakah kita juga menentukan saat kita memberi
microwave, te ve layar datar lengkap dengan home entertainmentnya, sebuah mobil keluaran
terbaru, yang sebenarnya terlalu besar untuk kebutuhan kita yang tak beranak? Apakah aku
atau kau yang menentukan, kita harus membeli tanah di pinggiran Selatan kota ini, membeli
saham pabrik plastik itu di bursa, mengambil lagi kartu anggota golf club dengan tawaran
tamasya keluar negeri setahun sekali, sementara sudah 12 kartu semacam kita punya? Adakah
kita yang menentukan memberi bea siswa 30 anak di panti asuhan kota kecil di Utara itu?
(tertawa keras).
Itu alasan yang kau gunakan untuk pergi? Untuk menempatkan aku sebagai manusia bodoh
yang tidak kuasa terhadap diriku sendiri. Hah! Mengapa kau balik-balik logika itu? Mengapa
kau tipu-tipu berkali-kali aku, walau sebenarnya kamu sendirilah yang kamu tipu.
Tidak...tidak, Mariam. Aku masih tidak percaya, tidak mengerti, kita begini...kita begini...
(pause)
Mariam....Mariam....MARIAMMM!!
SENYAP. TAK ADA APA-APA. TAK ADA WAKTU. TAK ADA SEJARAH.
SESEORANG :
Baiklah...baiklah, Mariam. Aku akan membuat keputusan. Aku pun bisa membuat keputusan.
Bukan..bukan aku akan meninggalkanmu, seperti yang sudah kau lakukan. Aku tidak
mungkin meninggalkanmu, tak akan pernah, tak akan pernah bisa. Aku akan tetap menjadi
suamimu. Sekalipun kau bersuami orang lain. Karena aku tahu, apapun yang kau lakukan dan
merasa kau putuskan, sebenarnya bukanlah dirimu yang sejati. Kau hanya malaikat yang
patah atau dilucuti sayapnya. Sehingga kau tinggal menjadi gadis cantik yang naif, cacat
dalam nasib, tak beruntung dalam takdir, tapi tetap sebuah makhluk yang ajaib dan
memesona. Aku akan mengawinimu dengan berbagai cara. Tapi tidak dengan cara yang
ditentukan oleh orang lain. Oleh kunci-kunci yang bergelantungan di saku belakangku, oleh
kartu-kartu yang memenuhi dompetku, oleh gelar-gelar, berbagai jabatan, atau mimpi-mimpi
kosong dan buruk yang jadi lalu lintas macet di setiap tidur malam kita.
Mariam..Mariam...seperti saat kita bocah dulu, saat kita menangis di pinggir kalicoklat itu,
karena boneka-boneka kertasku dan kapal tempur kulit jerukku merasa tolol, tak berguna, dan
bahkan jadi hantu yang kita usir, gara-gara asep anak tetangga kita yang kurangajar itu
tertawa-tawa memainkan game watch di depan kita. Membuat kita tidak mengenali dunia kita
sendiri lagi. Tak mengenali sejarah kita sendiri. Tak mengenali orangtua kita yang sampai
saat itu begitu rajin dan percayanya bahwa kita akan menyukai wayang kulit, sebagaimana
mereka mendengarkannya tiap malam, seolah nabi besar datang menjambangi mereka selalu.
(Pause)
Tapi sekarang, sesakit apa pun, aku sudah mengambil keputusan, Mariam. Keputusan yang
kuambil semata karenamu. Semata karena kamu perempuan. Semata karena aku merasa jadi
manusia karena ada kau sebagai manusia. Mungkin itu sebabnya kamu menjadi perempuan,
atau disebut lawan jenis. Aku harus tetap ada untukmu. Aku akan mengawinimu, dimanapun
kamu merasa ada.
(Pause)
Mariam...inilah keputusanku. Aku menolak masa kini yang gelap dan menekan...sangat
menekan...sehingga bahkan membuatku sulit mengatupkan kedua pelupuk mataku. Aku juga
menolak kedua orangtuaku, baik secara politis, biologis, religius, kultural, apa pun.
Aku...juga kamu kurasa, adalah dua makhluk yatim piatu yang diaborsi dari rahim langit.
Sebagai manusia yang dalam ukuran dunia ini gagal, aku tidak mau lagi menjadi sampan
yang diombang-ombang laut dan daratan. Aku tak mau membagi, tepatnya membelah diriku
(yang kini telah membelah siapa saja menjadi beberapa diri, begitu banyak diri, skizofrenik
akut).
Aku mau menjadi sesuatu yang lain, yang aku sendiri tidak bisa membahasakannya padamu.
Karena aku tahu, keputusanku itu pasti terasa ganjil bahkan akan menakutkanmu.
Jangan...jangan takut, Mariam. Tak ada yang mengerikan. Aku tidak akan melibatkanmu. Aku
(seseorang bangkit dari tempat tidur. berdiri dengan mantap, merapikan bajunya dengan
sebaik mungkin. merapikan tempat tidur dan perabot sekitar sebisanya. lalu berdiri tegak di
samping tidur. dari bawah tempat tidur ia mengambil sebuah kotak plastik, semacam dirigen,
lalu menuangkan isinya merata ke seluruh sudut ruang tidur. kemudian dengan nafas yang
teratur baik, ia memandangi sekali lagi sekelilingnya. berjalan pelan mematikan semua
lampu, sehingga ruang tidur itu gelap gulita. senyap sesaat lalu. dan cess...sebuah api kecil
dari pemantik api menyala, tepat di bawah wajah seseorang. dengan bantuan cahaya minim
itu, seseorang menatap keras ke depan)
Mariam...sekarang tamat sudah riwayat seseorang bernama Hajjira. Bukan karena ia gagal
jadi manusia. Tapi karena ia menolak keberadaannya sebagai sebuah anggota dari peradaban
yang tak berhenti memecah belah dirinya. Ia akan mengubah dirinya menjadi sesuatu yang
lebih pasti, yang mungkin sangat tidak pasti bagi lainnya. Ia akan kembali menjadi debu,
sebagaimanya asalnya. Menjadi asap, sebagai keberadaan yang paling mungkin di semua
kenyataan. Menjadi sesuatu yang paling purba dan menjadi identitas paling asal dari sebuah
negeri. Negeri kita ini. Sampai jumpa, Mariam. Sampai jumpa, bakal istriku. Maukah kau
kawin denganku?
DI DETIK ITU, ADA SEBUAH BAYANGAN YANG BERGERAK DARI TEMPAT TIDUR
MELEWATI BATAS IMAJINER DENGAN POTONGAN RUANG SEBELAHNYA,
DIMANA MEJA KERJA BERADA.
KETIKA BAYANGAN ITU MELINTAS BATAS IMAJINER ITU, SEGALA DARI TUBUH
BAYANGAN ITU BERUBAH. YANG SEMULA GELAP DAN HANYA SEMACAM
RUANG TIDUR ITU KINI GELAP TOTAL. SEPERTI SUMUR TERLALU DALAM,
SEPERTI LUBANG GELAP DI SEJARAH ANGKASA.
SEJARAH DUA
ADA SEBUAH PINTU DI BAGIAN KIRI RUANG ITU YANG SEDIKIT TERBUKA. DI
DINDING SISINYA BERGANTUNG SEBUAH TELEPON FIKS, PENSIL
ADA SETUMPUK SAYURAN DI SALAH SATU BAGIAN KITCHEN SET, DAN BUAH-
BUAHAN, JUGA BUNGA YANG BELUM TERTATA. SANG PEREMPUAN TAMPAK
SEDANG BEBENAH SAAT LAMPU RUANG ITU MULAI MENYALA. TAK ADA
SUARA APA PUN. KECUALI SARU SAPU YANG MENGGESEK DI LANTAI, YANG
SAYUP-SAYUP MUNGKIN SUDAH TERDENGAR KETIKA RUANGAN ITU MASIH
PEKAT GELAP.
TAK ADA SENTI YANG TERLEWAT. TERMASUK SAAT IA MELAP MEJA, KURSI,
KITCHEN SET, PERABOTAN DAPUR DAN SELURUH BENDA DI RUANG ITU. IA
MERAWAT DAN MENGANGGAP BENDA APA PUN DI RUANG ITU SEOLAH IA
BAGIAN TUBUHNYA YANG TERBAIK, YANG TIDAK MUNGKIN IA LALAIKAN.
PEREMPUAN :
“Ya, Jira...Halo!”
PEREMPUAN :
Ya halo...Jira?... Bukan...
(pause)
Ya, saya sudah membayarnya. Kenapa Anda tidak percaya, apakah Anda memang bertugas
untuk tidak mempercayai seluruh pelanggan listrik?
(pause)
(pause)
(ia membanting telepon ke dinding. melihatnya sejenak dengan dua ribu rasa kecewa, pedih,
di beberapa detik saja.)
(ATAU:
PEREMPUAN :
Ya Halo, Jira...kenapa kau...
(ia membanting telepon ke dinding. melihatnya sejenak dengan dua ribu rasa kecewa, pedih,
di beberapa detik saja.)
Itu baik untuk pencernaanmu. Bakteri-bakterinya positif. Dan bukankah rasanya nikmat?
(tersenyum)
(memandang dengan seksama. seperti menekuni satu persatu proses atau upacara makan
dari lawan mainnya saat itu)
Kau tampak agak gelisah. Ada apalagi? Bukan masalah Jerom, kepala bagianmu itu lagi kan?
Katamu ia sudah dimutasi? Apa kau punya kesulitan dengan tugasmu yang baru? Atau ada
temanmu yang mulai kurang ajar? Salah satu komisarismu menjengkelkan.. atau...
(pause)
ada pegawai, kenalan baru, yang cantik dan berdada besar seperti kesukaanmu?
Aku mengerti Jira, aku mengerti. Kau tidak lagi tipe seperti itu. Kau sudah berubah. Aku
menghargainya. Karena itu bekerja sebenar-benarnya, melayanimu sesungguh-sungguhnya,
menjadi perempuan sesejati-sejatinya. Semata karena kamu. Semua untuk kamu, Jira. Begitu
kau berusaha jadi sempurna, sebagai seorang lekaki, sebagai suami, sebagai calon bapak anak
kita...aku pasti akan mendahuluimu...menjadi sempurna.
Aku tak mau gagal lagi, Jira. Aku tak mau ibumu, bapakmu, kakakmu, nenekmu, sampai
supirmu pun bergiliran berusaha menggagalkan usaha kita untuk bersama, untuk menjalin
rumah tangga. Aku sudah menganggap kau suamiku, dan aku sudah menjadi pasangan hidup
yang sempurna. Biar kutahu, mungkin benar aku tidak terlalu pantas untukmu, tepatnya untuk
bayangan-bayangan di kepala orang-orang sekelilingmu. Aku bukan wanita dengan baju
sempit yang menekan payudara, pantat dan pahaku. Aku bukan perempuan yang membawa
kertas-kertas kosong untuk ditandatangani atau gadis dengan bibir yang berwarna terang,
berlarian kesana kemari mengucapkan “halo, selamat siang. Apa kabar, saya Mariam istri
(menghela nafas)
Tidak, Jira. Aku bukan wanita seperti itu. Aku orang sederhana, mungkin terlalu sederhana.
Karena melihat semua bahkan dirimu sendiri tak ada bedanya dengan orang kebanyakan,
yang kujumpai di terminal ketika aku menunggu busway, yang kujumpai di pasar sayuran
saat aku mencari kubis dan ikan asin kesukaanmu. Aku orang biasa. Jadi jangan paksa aku
untuk menerima pikiran dan ide-idemu yang terlalu tinggi, yang tak kumengerti, yang entah
milik siapa. Jangan, Jira...jangan paksa aku. Lama-lama aku ngeri dan mati berdiri, karena
aku histeris tak mampu menyanggupi dunia yang kau bentuk di kepalamu sendiri. Kawinlah
denganku, seperti kau mengawini tikus yang tak mungkin hilang dari garasi mobilmu, seperti
mengawini kali coklat di belakang rumah ibumu –rumah masa kecilmu—mengawini tetangga
yang sulit sekali bersahabat denganmu –dengan siapa saja tentunya. Eh..hei!
jangan...jangan kau sentuh itu. Itu hanya pajangan di sayuranmu, biar kau tahu, masakan
perlu keindahan. Jangan kau telan cabe itu! Aku tak ingin lagi perutmu mengejang dan
duburmu berdarah saat buang air besar. Tahanlah nafasmu.
(tersenyum)
Bukankah kau sendiri yang mengajarkan, untuk kita selalu mengontrol diri dengan
menghentikan apapun yang kita lakukan justru di puncak keinginan atau rasa puas kita?
Sudahlah, Jira. Jangan merajuk seperti itu. Kau jadi seperti anak kita yang belum dilahirkan.
Aku pasti nanti tak tega dan membiarkanmu berbuat kesalahan. Tidak, Jira. Jangan kau
sentuh ya. Jangan ya sayang, aku akan buatku es cincau kesukaanmu setelah ini. Pasti.
Segera. Tapi oke, lepaskan tanganmu perlahan-lahan dari bumbu pajangan
itu...yap....oke...bagus...begitulah Jiraku.
Sekarang segeralah, jangan kau perlambat minum susumu itu. Kau harus segera berangkat
kerja. Aku tahu justru wakilmu sendiri yang sangat ketat dalam waktu. Ingatlah harapan dan
rencana-rencana kita, biar kau lebih semangat lagi kerja. Dan itu...bekas susu di ujung
bibirmu, sekalah segera. Tas kerjamu sudah kusiapkan dari tadi dan kusiapkan di mobil.
Semoga semua lancar bagimu, itu doaku selalu. Semoga kau bisa menerimaku seutuhnya aku,
begitu usahaku setiap waktu. Biarlah...aku tahu..aku tahu.. sebagian dunia, mungkin sebagian
besarnya, tidak menerima kita. Tidak menerimaku, lebih tepatnya. Tapi apalah dunia di luar
kita? Sejak kecil kita merasa asing dengannya. Dan aku merasa tidak hidup dengannya.
Karena aku merasa sudah memiliki duniaku sendiri, menciptakan dan membangunnya
sendiri. Dunia kita. Percayalah aku tidak akan ditentukan oleh buku-buku yang kubeli dan
kau belikan untukku, biarpun habis kubaca semuanya. Aku tidak akan menjadi seseorang
yang ditentukan kalung gelang emas yang kau hadiahkan padaku, biar pun aku sendiri akan
membelinya seandainya kau tak menghadiahkan padaku. Aku pun tidak akan menjadi benda-
benda baru yang memenuhi seluruh rumah kita, isi kantong kita, bahkan isi hati kita,
betapapun aku akan coba mencari dan mengenali mereka. Percayalah Jira, aku akan jadi
Maria, Maria sesungguhnya. Mariamu.
HENING. SENYAP. SEMUA STATIS. WAKTU PUN SEPERTI LENYAP. SEJARAH PUN
DIAM. BEBERAPA SAAT.
SETELAH ITU, TERJADILAH APA YANG PERSIS SAMA DENGAN AWAL SEJARAH
KEDUA. BAIK URUTANNYA, GERAK DAN GAYANYA, DAN SEGALANYA. DUNIA
SEPERTI BERULANG. MUNGKIN KALI INI DALAM SPEED YANG DIPERCEPAT.
JIKA BISA SAMPAI PADA ADEGAN, PEREMPUAN MENUNGGU KEHADIRAN
DENGAN MEJA YANG SUDAH PENUH DENGAN HIDANGAN DAN MINUMAN.
SELESAI