You are on page 1of 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50

tahun 2017 tentang pengendalian vektor menyatakan vektor adalah

antropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi

sumber penular penyakit terhadap manusia. Salah satu upaya yang

bisa dilakukan dalam pengendalian penyakit menular adalah dengan

pengendalian vektor (serangga penular penyakit) untuk memutuskan

rantai penularan penyakit. Salah satu dari vektor tersebut adalah

lalat.

Lalat dewasa aktif pada siang hari dan selalu berkelompok atau

berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya.

Pada malam hari biasanya lalat beristirahat walaupun mereka dapat

beradaptasi dengan cahaya lampu lebih terang. Penyebaran lalat

sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur dan kelembaban. untuk

istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 350C-400C,kelembaban 90%.

Aktifitas terhenti pada suhu <150C.


Lalat serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya, pada

malam hari tidak aktif namun dapat aktif dengan adanya sinar

buatan. Jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada suhu 20 0C-

250C dan akan berkurang jumlahnya pada suhu <100C atau >490C

serta kelembaban yang optimum 90%. . (Dani, 2011:113).

Lalat tersebar merata di berbagai penjuru dunia. Beberapa penyakit

yang ditularkan melalui makanan oleh lalat ini seperti disentri,kholera

typoid, diare, gatal-gatal pada kulit penyakit tersebut disebabkan

karena sanitasi lingkungan yang buruk. Penularan ini terjadi secara

mekanis,dimana kulit tubuh dan kakinya yang kotor tadi merupakan

tempat menempelnya microorganisme penyakit perut kemudian lalat

tersebut hinggap pada makanan. (Dani, 2011:113).

Lalat pengganggu kesehehatan tergolong kedalam ordo diptera,

subordo cyclorhapa,dan anggotanya terdiri atas lebih dari 116.000

spesies lebih diseluruh dunia. Lalat adalah insekta yang lebih banyak

bergerak dengan menggunakan sayapnya (terbang). hanya sesekali

bergerak dengan kakinya. Oleh karena itu,daerah jelajahnya cukup

luas. Berbagai jenis famili yang penting di pemukiman antara lain

adalah Muscidae (berbagai jenis lalat rumah,lalat kandang,lalat

tanduk), Calliphoridae (berbagai jenis lalat hijau) dan Carcophagidae

(berbagai jenis lalat daging). (Dani, 2011:105)


Lalat rumah (musca domestica) dan lalat kandang (stomoxys calcitrans)

dapat di temukan dalam jumlah banyak di area peternakan. Sebagian besar

peternakan di indonesia terletak di sekitar pemukiman penduduk sehingga

memiliki potensi konflik terutama berkaitan dengan masalah sanitasi

(kaufman et al,2010). Melimpahnya limbah organik hewan ternak

menyediakan tempat bertelur dan menjadi media tumbuh bagi larva lalat

rumah terutama di daerah-daerah dengan suhu dan kelembaban udara

tinggi (learmount et.al, 2010). Sehingga diperlukan suatu strategi untuk

mengendalikan populasi lalat di area peternakan kandang ayam dan

pemukiman sekitarnya.

Upaya pengedalian lalat dapat dilakukan dengan berbagai metode,baik

secara fisik,kimia,biologi,maupun kultural. Metode pengendalian fisik dapat

digunakan dengan mudah untuk mengurangi dampak negatif penggunaan

insektisida. Salah upaya pengendalian lalat Secara fisik dapat

menggunakan fly trap yang berbentuk kubus. (rozendaal, J.A., 1997)

Berdasarkan hasil penelitian nelson tanjung (2016) dari ketiga bentuk fly

trap,bentuk yang paling disenangi lalat adalah fly trap berbentuk kubus

dengan umpan basah insang ikan.

Menurut sayono (2005) lebih banyak lalat yang terperangkap dengan

umpan aroma buah durian daripada aroma buah lainnya seperti mangga

dan nanas. Aroma buah dipilih sebagai dasar pengamatan karena baunya

sedap (bukan bau busuk),sehingga tidak mengganggu aktifitas manusia.


Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang ‘’ efektifitas berbagai bentuk fly trap dan umpan dalam

pengendalian lalat”

1.2. Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat di rumuskan bahwa
1.3.

You might also like