You are on page 1of 13

Mekanisme Dan Efek Toksikologi Terhadap Lingkungan

Pendahuluan

Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,
gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus, bakteri, atau jasad
renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
Penggunaan pestisida dengan dosis besar dan dilakukan secara terus menerus akan
menimbulkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan terakumulasi pada produk-
produk pertanian, pencemaran pada lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, keracunan
pada hewan,
keracunan pada manusia yang berdampak buruk terhadap kesehatan. Manusia akan mengalami
keracunan baik akut maupun kronis yang berdampak pada kematian.
Toksikologi adalah sifat bawaan pestisida yang menggambarkan potensi pestisida untuk
menimbulkan kematian langsung (atau bahaya lainnya) pada hewan tingkat tinggi, termasuk
manusia. Toksisitas dibedakan menjadi toksisitas akut, toksisitas kronik, dan toksisitas
subkronik. Toksisitas akut merupakan pengaruh merugikan yang timbul segera setelah
pemaparan dengan dosis tunggal suatu bahan kimia atau pemberian dosis ganda dalam waktu
kurang lebih 24 jam. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di
reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme,
paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sedangkan toksisitas merupakan
sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau
penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme(Wirasuta,2006).
Bahan aktif pestisida
1. Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)
Organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neuro toxins) yang merangsang
sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia, menyebabkan tremor dan kejang-
kejang.
2. Organofosfat (Organo phosphates – Ops)
Ops umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara akut terhadap
binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal (cicak) dan mamalia),
mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat dapat
menghambat aktifitas dari cholinesterase, suatu enzim yang mempunyai peranan penting
pada transmisi dari signal saraf.
3. Karbamat (carbamat)
Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat enzim-enzim tertentu,
terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat efek toksik dari efek bahan
racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami proses penguraian yang sama pada
tanaman, serangga dan mamalia. Pada mamalia karbamat dengan cepat diekskresikan dan
tidak terbio konsentrasi namun bio konsentrasi terjadi pada ikan.
4. Piretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang
disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus Chrysantemum. Jenis pyretroid
yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvlerate.
Sedangkan yang tidak stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga
adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,
flusitrinate. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan
alergi pada orang yang peka, dan mempunyai keunggulan diantaranya: diaplikasikan
dengan takaran yang relatif sedikit, spekrum pengendaliannya luas, tidak persisten, dan
memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik.
Sifat dan cara kerja racun pestisida (djojosumarto, 2008)
1. Racun kontak
Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga sasaran lewat kulit
(kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh serangga tempat pestisida aktif bekerja.
2. Racun pernapasan
Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat sistem pernapasan
3. Racun lambung
Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta masuk ke dalam
organ pencernaannya.
4. Racun sistemik
Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan herbisida. Racun
sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada bagian tanaman akan terserap ke
dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang
berada di dalam jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik,
serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah
disemprot
5. Racun metabolisme
Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses metabolismenya.
6. Racun protoplasma
Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.

Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Lingkungan


Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia, atau bahanbahan lain yang
bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida itu bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun
pestisida dibuat, dijual, dan digunakan untuk meracuni organisme pengganggu tanaman (OPT).
Setiap racun berpotensi mengandung bahaya Terhadap lingkungan, Oleh karena itu,
ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif.
Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida antara lain :
1. Dampak bagi keselamatan Pengguna
2. Dampak bagi konsumen
3. Dampak bagi kelestarian lingkungan (satwaliar)
1. Dampak bagi keselamatan Pengguna
Penggunaan pestisida bisa mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini, keracunan bisa dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu, keracunan akut ringan, akut berat dan kronis. Keracunan akut ringan
menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare.
Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas,
keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat. Keracunan yang sangat
berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan bisa mengakibatkan
kematian.
Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak
menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronis dalam jangka
waktu lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang
sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya iritasi mata dan kulit,
kanker, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.
2. Dampak bagi konsumen
Dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang
tidak segera terasa. Namun, dalam jangka waktu lama mungkin bisa menimbulkan
gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula menyebabkan
keracunan akut, misalnya dalam hal konsumen mengkonsumsi produk pertanian yang
mengandung residu dalam jumlah besar.
3. Dampak bagi kelestarian Lingkungan (satwaliar)
Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan keracunan yang
berakibat kematian pada satwa liar seperti burung, lebah, serangga penyubur dan satwa
liar lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi secara langsung karena kontak dengan
pestisida maupun tidak langsung karena melalui rantai makanan (Bio Konsentrasi).
Setiap racun berpotensi mengandung bahaya terhadap lingkungan khusus satwa
liar yang dilindungi. Parameter yang tepat dalam melakukan pengukuran efek-efek
pestisida pada satwaliar adalah kadar ld 50.
Tingkat Keracunan Pestisida terhadap satwaliar
Pestisida masuk kedalam tubuh binatang sedikit demi sedikit dan mengakibatkan
berbagai efek keracunan ;
Keracunan Akut
Keracunan Kronis
Keracunan Akut
Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat
dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida. Parameter yang tepat dalam
melakukan pengukuran efek-efek pestisida pada satwaliar adalah kadar ld 50 yang tepat.
Data utama keracunan akut bisa memberikan urutan keracunan pestisida secara umum
dan juga dapat mengungkapkan hubungan kerentanan binatang terhadap pestisida.

Tabel nilai ld 50 (insektisida) terhadap beberapa spesies satwaliar


Spesies Organoklorin Organofosfat Karbamat
DDT Dieldrin Endrin Abate Dursban Parathion Carbaryl Propoxur Zectran
Mallards 2240 381 5,64 80- 75,6 1,90 2179 11,9 3,0
100
Pheasants 1296 79 1,78 21,5 17,7 12,4 707 11,9 4,5
Coturnix 841 70 84,1 17 5,95 2290 28,3 3,2
Pigeons 4000 27 2,5 50,1 26,9 2,52 1000- 60,4 6,5
3000
Lesser 1200 25-50 40-60 1,0-4,5
sandhill
cranes
Bullfrogs 2000 2000 400 4000 595 283-
800
House 78 35,4 21 3,36 12,8 50,4
sparrows
Canada 50-150 80 1790 5,95 2,64
geese
Gray 9 16
partridge
Mule deer 75-150 22-44 200-400 100-350 20-30
Tuker dan Crabtree (1970) ; data 14-30 hari
Terlihat pada table di atas menunjukan bahwa Organofospat secara umum lebih beracun
dari pada Drusbun atau abate dan DDT insektisida yang paling sedikit kadar racunnya,
pada table tersebut kodok merupakan hewan yang tahan terhadap insektisida, diantara
beberapa jenis burung bebek liar lebih tahan terhadap insektisida dibandingkan angsa
kecuali untuk parathion yang lebih beracun terhadap ketiga binatang tersebut.
Dalam banyak kasus sifat racun dari beberapa jenis tertentu insektisida terhadap
organisme makhluk hidup. Contohnya: ikan secara umum sangat rentan terhadap
pyrethroid dan clorined,sementara mamalia lebih sensitif terhadap organofospat dan
karbamat (cope, 1971). Diflubenzuran secara khusus beracun terhadap hewan-hewan
invetebrata air seperti copepod,diaptomus spp,cladoceran dan amphipod (ali dan mula,
1978). (macek dan mcallister, 1970) menemukan 12 spesies ikan 5 diantara yang
mewakili jenis family ikan, jenis family ikan salmon yang sangat rentan terhadap ujicoba
semua jenis insektisida (nine chlorinated hydrocarbon,organophospat dan carbamat);
ictalurids dan cyprinids merupakan jenis yang lebih tahan terhadap ujicoba pestisida.
Ikan memilik sistem pernapasan yang tidak effisien untuk melakukan detoksifikasi
terhadap insektisida yang menyebabkan ikan lebih mudah terkontaminasi. Kumpulan data
mengenai tingkat racun pestisida untuk beberapa jenis non target kini bisa diperoleh
(Pimentel,1971).

Keracunan Kronis
Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu
yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk
kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau mutagenitas.
Telah semakin jelas terlihat bahwa data mengenai keracunan akut itu sendiri tidak
bisa mewakili secara kesuluruhan bahaya pestisida dari ekologi. (Data 10-6), misalnya
mungkin salah menyimpulkan Bahwa DDT adalah insektisida yang paling aman terhadap
margasatwa(binatang liat) dan Zectran merupakan paling berbahaya. Bagaimanapun
keracunan dampak kronis dari sebuah insektisida mungkin sedikit berbeda dengan
keracunan jangka pendeknya, seperti pada kasus DDT dan Zectran.(terdapat banyak
alasan untuk perbedaan ini antara akut Ld 50, kerapuhan dan kerentanan ekologi).
Tabel Ration perbedaan Acute Ld 50 dan minimum kronis Ld dari perlakuan beberapa
insektisida pada burung Mallard
Pestisida Minimum kronis LD Jumlah Perbandingan
(EMLD) (mg/kg/hari) (acute ld 50/EMLD)
DDT 50 44,8
Dieldrin 1,25 76
Endrin 0,125 45
Abate 2,5 32-40
Dursban 2,5 30
Parathion 3-6 2,7-5,3
Sevin 125 17,4
Baygon 1,25 2,4
(tucker dan crabtree,1970)

Secara umum perlakuan ekologi mengakibatkan pembangunan dalam jangka


waktu yang lama dari pestisida oleh konsentrasi lingkungan. Data ditunjukkan pada table
diatas diindikasikan perbandingan diantara acute ld 50 dan krosis dosis minimum, ratio
yang rendah dapat ditunjukkan sebagai data dari berkumpul racun,sejak ini diartikan
dosisnya tiap hari(1-3 dosis total) tidak kurang dari jumlah pestisida yang dibandingkan
untuk membu nuh binatang dalam sekali terpapar dalam suatu kasus, binatang secara
efektif meeliminasi racun melalui detoksifikasi atau mekanisme pencernaan di akhir
pada setiap harinya.perbedaannya rasionya tinggi seperti
DDT,Dieldrin,Endrin,diindikasikan pengkumulatifan dari insektisida Chlorinated
Hydrocarbon

Faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan

Ukuran dan umur


Merupakan dua faktor penting yang mempercepat kerentanan dan itu sudah
terbukti pada ikan dimana tingkat keracunan insektisida diukur dengan cara perubahan
konsentrasi pada kelarutan air (bukan pada jumlah yang dibedakan per berat badan,
seperti yang dilakukan pada binatang lain). Contohnya air danau Michigan mengandung
sekitar 1 ppt dari DDT,tetapi konsentrasi yang rendah itu cukup beracun untuk
mempengaruhi tempat penetasan telur untuk ikan salmon. Ikan yang lebih besar tidak
terpengaruh oleh konsentrasi tersebut.
(reinert, 1970) telah mengajukan teori yang menarik efek dari usia dan ukuran
dapat Diukur perkembangan tubuh bukti yang mendukung dating dari data yang didapat
dari ikan danau Michigan. Seperti ikan superior. Perbandingan alewives,bloaters,lake
trout dan yellowperch diindikasi bahwa ratio antara konsentrasi DDT dan persentasi
ukuran menjadi konstan dibandingkan terhadap spesies dan perbedaan ukuran contoh
bloaters menunjuk kan tiga kali kadar DDT lebih banyak dari yellow perch. Hal ini tidak
mudah walaupun begitu untuk menghubungkan interspesifik dalam akumulasi pestisida
dengan variasi kerentanan beberapa spesies dapat meakumulasi lebih dari yang lain tanpa
menunjukkan efek keracunan apapun.
Terlebih dalam ikan peran dari pergerakan ukuran dengan hasil kebalikan dari
pestisida yang disimpan tidak dapat dimengerti secara jelas. (brigde et all,1963) meneliti
bahwa residu DDT pada trout secara essensial ditinggalkan sama dalam 15 bulan setelah
perawatan pada kolam dengan 0,22 ppm, mengindikasikan rendah atau tidaknya timbale
balik dari DDT menilai berdasarkan data yang diperoleh (eberhardt at al, 1971). Ini juga
membuktikan bahwa tingkat DDT tidak diterima,sangat lambat pada kedua small green
fish,smallcrap. Kesimpulan disini; kerentanan terhadap pestisida tergantung
kepada spesies,tetapi diantara tingkat keracunan dalam spesies dapat ditentukan
oleh ukuran dan usia dari hewan terse but sebanding dengan pestisida yang
diterimanya.

Lingkungan
Kebanyakan faktor lingkungan mempengaruhi tingkat racun dalam pestisida,
faktor ini termasuk temperature,kadar ph air dan tanah,keberadaan organisme
lain,karakteristik dasar lingkungan akuatik.
Keadaan fisik hewan itu sendiri juga mempengaruhi tingkat racun pestisida, terdapat dua
perbedaan jenis faktor lingkungan yang perlu diperhatikan ;
1. Faktor yang mempengaruhi ketersedian pestisida yang melewati proses penyerapan
dan
Degradasi
2. Faktor yang berhubungan dengan fisik atau biologis dan keadaan kimia hewan dan
keadaan kiwia pestisida
Diteliti secara berskala hewan dan tumbuhan pada tanah atau air,sejak dua media
mendukung tingkat yang tinggi dari pestisida yang dapat diserap dengan system berbeda
contoh; pestisida lebih sedikit terdapat ditanah organic,bagi tanaman yang tumbuh
ditanah non organic menyerap jumlah yang lebih besar pestisida( Lichtenstein dan schulz,
1960) dari tumbuhan yang tumbuh ditanah dengan komposisi organic yang tinggi.
Efek dari temperature lebih sedikit dimengerti sebagai contoh DDT dikenal lebih
beracun pada kebanyakan system biologis disuhu rendah. Terdapat bukti bahwa jumlah
faktor fisik mempengaruhi eksperimen keracunan kronis. (gish dan chura, 1970)
mempelajari efek dari berat badan,kondisi lingkungan,jenis kelamin dalam kerentanan
Japanese quail terhadap DDT dalam dua sel eksperimen pemeliharaan 21 hari mereka
menemukan bahwa burung yang kelaparan.kebanyakan terkena DDT. Burung yang lebih
berat bertahan lebih lama tapi pengurangan berat badan adalah ancaman bagi mereka.
Dalam hal lain yakni pada perbedaan jenis kelamin jantan lebih rentan dari betina.
(lincer et al,1970) mempelajari efek racun DDT dan edrin pada ikan fathead
dalam keadaan statis dan dinamis. Dia menemukan bahwa kedalam insektisida tersebut
lebih beracun pada ikan dalam kondisi standar biologis statis.hal ini karena pelepasan
konsentrasi O2 yang diikuti peningkatan sampah metabolis(ammonia,CO2
dll)meningkatkan kadar racun dalam DDT selama kondisi statis. (schoettger,1970)
menguji faktor yang mempengaruhi tingkat racun Thiodan ditemukan variasi konsentrasi
kalsium dan magnesium tidak mempengaruhinya secara signifikan.

Kelarutan pestisida dan adsorpsi di lingkungan


Dalam pengaplikasian pestisida di lingkungan dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan, karena ada sebahagian pestisida yang tidak mengenai sasaran. Proses yang
mempengaruhi efek bahaya dari pestisida di dalam lingkungan diantaranya adalah; Kelarutan
dan Adsorpsi
Kelarutan
Kelarutan pestisida di air dapat digunakan sebagai salah parameter patokan untuk
memprediksi akumulasi bahan pestisida di lingkungan (perairan). Secara umum,jika kelarutan
dalam air cukup besar dan bahan memiliki stabilitas tinggi,tinggalnya dalam lingkungan
memerlukan waktu yang lama dan dapat berakibat pencemaran pestisida(fatimah,2005). Selain
itu data kelarutan bahan pestisida berkaitan dengan interaksi senyawa aktif pestisida dengan
organisme di lingkungan melalui media transport air. Berdasarkan hal ini,kelarutan bahan
pestisida memberikan kontribusi pada sifat toksikologinya terhadap organisme di lingkungan.
Data kelarutan pestisida
No Nama Kelarutan No Nama Kelarutan
dalam air dalam air
(ppm) (ppm)
1 Cyanofenpos 0,6 10 Fensulfotion 700
2 Cyanofos 46 11 Etoprop 750
3 Diazonin 40 12 Fention 55
4 Diklofention 0,245 13 Fosfletan 50000000
5 Dimetoat 25000 14 Forat 22
6 Malation 145 15 Metil parathion 500
7 Pentoat 11 16 Temefos 1
8 Phosalon 10 17 Metamidofos 1000000
9 Karbofention 0,34 18 pirimiphos 9

Adsorpsi
adalah pengikatan pestisida untuk partikel tanah. Jumlah pestisida diserap ke dalam tanah
bervariasi dengan jenis pestisida, tanah, tekstur kelembaban, pH tanah, dan tanah. Pestisida yang
sangat teradsorpsi ke tanah yang tinggi di tanah liat atau bahan organik. Mereka tidak sekuat
teradsorpsi ke tanah berpasir. Sebagian besar tanah-terikat pestisida cenderung untuk
mengeluarkan uap atau leach melalui tanah. Mereka juga kurang mudah diambil oleh tanaman.
Untuk alasan ini, Anda mungkin memerlukan tingkat yang lebih tinggi yang tercantum pada
label pestisida untuk tanah tinggi di tanah liat atau bahan organik.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pencemaran pestisida di lingkungan :

Volatilization adalah proses padat atau cairan mengkonversi menjadi gas, yang dapat
bergerak jauh dari situs aplikasi awal. Gerakan ini disebut uap melayang. Penyimpangan uap dari
beberapa herbisida dapat merusak tanaman di dekatnya. Pestisida volatize paling mudah dari
tanah berpasir dan basah. Cuaca panas, kering, atau berangin dan semprot kecil tetes penguapan
meningkat. Dimana direkomendasikan, menggabungkan pestisida ke dalam tanah dapat
membantu mengurangi penguapan.
Spray Drift adalah gerakan udara dari tetesan semprot menjauh dari situs pengobatan
selama aplikasi. Semprot melayang dipengaruhi oleh:
 ukuran tetesan semprot - semakin kecil tetesan, semakin besar kemungkinan mereka akan
melayang
 kecepatan angin - semakin kuat angin, semprot pestisida lebih akan hanyut
 jarak antara nozzle dan tanaman target atau tanah - semakin besar jarak, semakin angin
dapat mempengaruhi semprotan
Drift dapat merusak tanaman sensitif terdekat atau dapat mengkontaminasi tanaman siap panen.
Drift juga dapat menjadi bahaya bagi manusia, hewan domestik, atau serangga penyerbuk. Drift
dapat mengkontaminasi air di kolam, sungai, dan saluran air dan ikan membahayakan atau
tanaman air lainnya dan hewan. Penyimpangan yang berlebihan juga mengurangi pestisida
diterapkan pada target dan dapat mengurangi efektivitas pengobatan.
Runoff adalah gerakan pestisida dalam air di atas permukaan miring. Para pestisida baik
dicampur dalam air atau terikat ke tanah mengikis. Limpasan juga dapat terjadi ketika air
ditambahkan ke lapangan lebih cepat daripada yang dapat diserap ke dalam tanah. Pestisida
dapat bergerak dengan limpasan sebagai senyawa dilarutkan dalam air atau melekat pada partikel
tanah.
Jumlah limpasan pestisida tergantung pada:
- lereng
- tekstur tanah
- isi kelembaban tanah
- jumlah dan waktu dari peristiwa hujan (irigasi atau curah hujan)
- jenis pestisida yang digunakan
Limpasan dari daerah yang dirawat dengan pestisida dapat mencemari sungai, kolam, danau, dan
sumur. Residu pestisida dalam air permukaan dapat membahayakan tanaman dan hewan dan
mencemari air tanah. Pencemaran air dapat mempengaruhi ternak dan tanaman hilir.
Leaching adalah gerakan pestisida dalam air melalui tanah. Leaching terjadi ke bawah,
ke atas, atau ke samping. Faktor yang mempengaruhi apakah pestisida akan tercuci ke tanah
meliputi karakteristik tanah dan pestisida, dan interaksi mereka dengan air dari acara hujan
seperti irigasi atau curah hujan. Faktor-faktor ini dirangkum dalam tabel di bawah ini.
Leaching dapat meningkat ketika:
 pestisida larut air
 tanah berpasir
 hujan-peristiwa terjadi tak lama setelah penyemprotan
 pestisida tidak kuat teradsorpsi ke tanah
Faktor serupa mempengaruhi pergerakan pestisida di limpasan permukaan, kecuali bahwa
pestisida dengan kelarutan air rendah dapat bergerak dengan limpasan permukaan jika mereka
sangat teradsorpsi ke partikel tanah dan memiliki beberapa tingkat ketekunan. Karakteristik
tanah yang penting bagi gerakan pestisida. Tanah liat memiliki kapasitas tinggi untuk menyerap
bahan kimia, termasuk pestisida dan nutrisi tanah. Tanah berpasir memiliki kapasitas jauh lebih
rendah untuk menyerap pestisida. Bahan organik di dalam tanah juga dapat menyerap pestisida.
Struktur tanah mempengaruhi pergerakan air dan pestisida. Kasar tanah berpasir bertekstur
dengan ruang udara yang besar memungkinkan gerakan lebih cepat daripada air tanah bertekstur
atau dipadatkan baik dengan ruang udara lebih sedikit. Karakteristik lain dari situs, seperti
kedalaman air tanah, atau jarak ke air permukaan, adalah penting. Akhirnya, pola air yang jatuh
di tanah melalui irigasi atau curah hujan yang signifikan. Volume kecil air pada interval jarang
cenderung untuk memindahkan pestisida dibandingkan volume besar air pada interval lebih
sering.

You might also like