Professional Documents
Culture Documents
ISBN:
Nomor Publikasi: 4102004.5304
Nomor Katalog: 5304.1741
Naskah :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Selatan
Gambar Kulit :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Selatan
Diterbitkan oleh :
@Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Selatan
Dicetak Oleh
Toko Bonex, Kupang
KATA PENGANTAR
Publikasi Indikator Kesejahteran Rakyat Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2016 merupakan
rangkuman berbagai data dasar yang bersumber dari sensus dan survei yang dilakukan oleh BPS
Publikasi ini diterbitkan dengan tujuan melihat sejauh mana perkembangan kesejahteraan rakyat
Kabupaten Timor Tengah Selatan dari tahun ke tahun. Publikasi ini diharapkan bermanfaat bagi pengguna
data, terutama sebagai masukan pemerintah pusat/daerah dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan/
program-program pembangunan terkait masalah sosial. Disadari sepenuhnya bahwa publikasi ini masih
belum sempurna, karena informasi yang tersaji dalam publikasi ini masih memiliki beberapa keterbatasan
diantaranya disebabkan belum optimalnya pengumpulan data yang berkaitan dengan data sosial di
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan publikasi ini,
disampaikan perhargaan tinggi dan ucapan terima kasih. Saran dan masukan untuk perbaikan publikasi
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 v
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar........................................................................................................................................................................... v
Daftar Tabel................................................................................................................................................................................ ix
Pendahuluan.............................................................................................................................................................................. xiii
Kependudukan ......................................................................................................................................................................... 1
Pendidikan ................................................................................................................................................................................. 11
Kesehatan .................................................................................................................................................................................. 21
Ketenagakerjaan ...................................................................................................................................................................... 37
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 vii
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
DAFTAR TABEL
Halaman
1.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2014-2016...................... 6
1.6 Persentase Penduduk Wanita Berumur 15-49 Tahun Yang Pernah Kawin Menurut
Kemampuan Membaca dan Menulis Huruf Serta Jenis Kelamin, Tahun 2015-2016....................... 18
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 ix
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Halaman
3.4 Persentase Anak Usia Kurang Dari 2 Tahun Menurut Lamanya Pemberian ASI,
x I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.2 Angka Harapan Hidup (Tahun) di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2011-2016.............. 29
5.1 Persentase Angkatan Kerja di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2013-2015...................... 40
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 xi
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
PENDAHULUAN
A. Ruang Lingkup
Indikator Kesejahteraan Rakyat (INKESRA) Kabupaten Timor Tengah Selatan 2016 ini merupakan
lanjutan dari seri publikasi tahunan di Timor Tengah Selatan yang diterbitkan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Timor Tengah Selatan. Diharapkan publikasi ini dapat memberikan gambaran
tentang perkembangan kesejahteraan sosial masyarakat Kabupaten Timor Tengah Selatan dan pada
gilirannya dapat dijadikan sebagai rujukan evaluasi dan perencanaan pembangunan bidang sosial
ekonomi dalam kerangka pembangunan nasional yang berkesinambungan.
Untuk menjaga konsistensi dan kesinambungan data, maka sebagian besar tabel tetap
dipertahankan seperti pada penerbitan sebelumnya. Sebagian kecil lainnya mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan kebutuhan data dari berbagai kalangan. Namun untuk mempermudah
pemahaman para pengguna data, sistematika penyajiannya mengalami beberapa penyesuaian.
1. Kependudukan
2. Kesehatan
3. Pendidikan
5. Ketenagakerjaan
Bentuk penyajian data selain tabel-tabel dasar, pada beberapa kelompok digunakan ukuran
statistik seperti persentase, rasio, proporsi atau rata-rata, yang semuanya ditujukan untuk memperjelas
perubahan atau fenomena yang terjadi dan berkaitan dengan keadaan kesejahteraan masyarakat.
Diharapkan dengan pola analisis data yang ada dapat mempermudah identifikasi berbagai masalah
yang menghambat perkembangan tingkat kesejahteraan rakyat dan kemudian dapat melahirkan
kebijakan-kebijakan yang bermuara pada perbaikan taraf hidup.
B. Sumber Data
Sumber data utama Inkesra Timor Tengah Selatan 2016 adalah Proyeksi Penduduk, Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). Semua sumber
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 xiii
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
data tersebut bersifat primer. Selain itu dipergunakan pula sumber data sekunder yang berasal dari
catatan administrasi atau pelaporan dinas/instansi pemerintah yang terkait.
Data hasil dari SUSENAS dan SAKERNAS dapat menggambarkan cukup banyak karakteristik
sosial dan ketenagakerjaan, namun cakupan datanya hanya mampu menggambarkan karakteristik
hingga ke tingkat kabupaten karena ukuran sampel masih relatif terbatas. Penyajian data statistik
untuk area yang lebih kecil seperti kecamatan dan desa masih belum dapat ditampilkan.
SUSENAS merupakan salah satu survei tahunan yang dilakukan oleh BPS untuk
mengumpulkan data sosial ekonomi masyarakat di samping Sensus Penduduk (SP) dan Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS). Sebagai survei lintas sektor dengan cakupan variabel yang
cukup luas, kegiatan SUSENAS dimaksud untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai
aspek kependudukan, kesehatan, pendidikan, fertilisasi, pengeluaran rumahtangga, kriminalitas
serta perumahan dan lingkungan. Ciri-ciri terpenting penduduk seperti umur, jenis kelamin,
status perkawinan, hubungan dengan kepala keluarga dan pendidikan dikumpulkan melalui
pertanyaan kor (pokok) yang dilakukan setiap tahun.
Keterangan lainnya yang lebih rinci dikumpulkan melalui pertanyaan modul yang
jenisnya berganti/berbeda setiap tahun dimana setiap tiga tahun kemudian modul yang sama
akan dikumpulkan kembali. Data Modul dikelompokan sebagai berikut :
xiv I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Selain data primer, digunakan juga beberapa data sekunder yang berasal dari catatan
administrasi Dinas/Instansi Pemerintah yang terkait.
C. Istilah Teknis
Kependudukan
Rasio Jenis Kelamin : Rasio antara banyaknya laki-laki dengan banyaknya perempuan
(biasanya dikalikan 100).
Angka Kelahiran : Banyaknya anak yang diperkirakan/ dilahirkan oleh wanita selama
Total masa reproduksi dengan anggapan bahwa perilaku kelahirannya
mengikuti pola kelahiran tertentu.
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 xv
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
KESEHATAN :
Angka Kematian : Besarnya probabilita bayi meninggal mencapai usia 1 tahun (biasanya
Bayi dinyatakan dengan per 1000 kelahiran hidup).
Angka Harapan : Suatu perkiraan lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh
Hidup penduduk
Konsumsi Makanan : Konsumsi makanan dalam segala bentuknya yang mungkin dimakan
TENAGA KERJA
Angkatan Kerja : Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja atau mencari
pekerjaan. Dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS)
batasan usia yang dipakai adalah 15 tahun ke atas.
xvi I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Kependudukan 1
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 1
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
dikarenakan penduduk adalah objek sekaligus subyek dalam proses pembangunan nasional.
Keadaan kependudukan, seperti jumlah, distribusi dan komposisi sangat mempengaruhi dinamika
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas yang memadai merupakan faktor
pendorong pertumbuhan ekonomi, apalagi bila distribusi dan komposisinya ideal. Akan tetapi, hal ini
akan berubah menjadi beban pembangunan apabila distribusi dan komposisi penduduk tidak merata
Jumlah penduduk Kabupaten Timor Tengah Selatan menunjukan pertambahan yang cukup
pesat. Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk Tahun 2016, pada tahun 2014 jumlah penduduk Kabupaten
Timor Tengah Selatan sebanyak 456.152 orang. Pada tahun 2015 jumlah penduduk meningkat menjadi
sebanyak 459.310 orang. Pada tahun 2016, jumlah penduduk Kabupaten Timor Tengah Selatan kembali
meningkat hingga mencapai 461.681 orang. Proyeksi Penduduk tahun 2016 juga menunjukkan bahwa
jumlah penduduk tertinggi di Kabupaten Timor Tengah Selatan terdapat di Kecamatan Kota Soe,
yakni sebanyak 40.934 orang. Hal ini disebabkan karena keberadaan Kecamatan Kota Soe sebagai
ibukota kabupaten, pusat pemerintahan dan ekonomi Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sementara itu,
kecamatan dengan jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Kokbaun dengan jumlah penduduk
sebesar 3.366 orang. Kecamatan Kokbaun merupakan hasil pemekaran wilayah Kecamatan Amanatun
Utara.
2 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Jumlah Penduduk
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 3
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Luas
Kecamatan Persentase Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
Wilayah
(km2) 2015 2016 2015 2016
TIMOR TENGAH SELATAN 3.955,36 100,00 459 310 461 681 116 117
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Selatan
4 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tabel 1.2 memperlihatkan persebaran penduduk di Kabupaten Timor Tengah Selatan terlihat
tidak seimbang antar kecamatan. Hal ini tampak dari perbedaan kepadatan penduduk yang cukup
signifikan. Kecamatan Amanuban Selatan dengan luas wilayah sebesar 326,01 kilometer persegi,
merupakan kecamatan terluas di antara kecamatan lainnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan (sekitar
8,24 persen dari total luas Kabupaten Timor Tengah Selatan), memiliki kepadatan penduduk sebesar 76
orang per kilometer persegi di tahun 2016. Sementara kecamatan dengan luas wilayah terkecil, yaitu
Kecamatan Kota Soe, dengan luas hanya sekitar 28,08 kilometer persegi (sekitar 0,71 persen dari luas
Kabupaten Timor Tengah Selatan), pada tahun 2015 memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.451 orang
per kilometer persegi dan meningkat menjadi 1.458 orang per kilometer persegi pada tahun 2016.
Jumlah penduduk di Kecamatan Kota Soe pada tahun 2016 adalah sebanyak 40.934 orang,
merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak dan luas wilayah terkecil menyebabkan
kepadatan penduduk di Kecamatan Kota Soe jauh lebih tinggi dibandingkan kecamatan lainnya di
Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sementara itu, kecamatan dengan jumlah penduduk yang paling
sedikit adalah Kecamatan Kokbaun yaitu 3.366 orang dengan kepadatan sebesar 98 orang per kilometer
persegi. Secara umum di Kabupaten Timor Tengah Selatan, setiap kilometer persegi ditempati oleh
Tabel 1.3 memperlihatkan jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun), penduduk usia produktif
(15-64 tahun) dan penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) di Kabupaten Timor Tengah Selatan dari
tahun 2014 hingga tahun 2016 mengalami peningkatan. Pada tahun 2014, jumlah penduduk usia muda
(0-14 tahun) sebesar 171.580 orang, meningkat menjadi 172.779 orang di tahun 2015, dan pada tahun
2016 berjumlah 173.674 orang. Untuk penduduk usia produktif, yaitu penduduk usia 15 - 64 tahun,
pada tahun 2014 sebesar 261.229 orang, di tahun 2015 sebesar 263.019 orang dan mencapai jumlah
264.382 orang di tahun 2016. Sementara untuk penduduk usia lanjut (65 tahun keatas) juga mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 jumlah penduduk usia lanjut mencapai 23.343 orang,
dan di tahun 2015 meningkat menjadi 23.512 orang, dan di tahun 2016 menjadi sebanyak 23.625 orang.
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 5
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
0–4 30 971 31 198 31 358 30 364 30 567 30 726 61 335 61 765 62 084
5–9 30 358 30 576 30 736 29 570 29 770 29 922 59 928 60 346 60 658
JUMLAH 225 095 226 694 227 877 231 057 232 616 233 804 456 152 459 310 461 681
Sumber : Proyeksi Penduduk Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Selatan, 2014-2016
6 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tahun 2016
(1) (2)
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2016, angka beban tanggungan di Kabupaten Timor Tengah
Selatan sebesar 73,13 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa pada pada tahun 2016, untuk setiap 100
penduduk usia produktif di Kabupaten Timor Tengah Selatan menanggung beban 73 orang penduduk
usia tidak berproduktif (penduduk usia 15 tahun kebawah dan penduduk usia 65 tahun keatas).
Rasio jenis kelamin pada waktu lahir umumnya di atas angka 100, artinya jumlah bayi laki-laki
lebih banyak daripada jumlah bayi perempuan. Selanjutnya sejalan dengan perkembangan umur (sampai
umur belasan) maka rasio jenis kelamin ini turun mendekati 100. Pada umur-umur selanjutnya jumlah
penduduk perempuan biasanya melebihi banyaknya penduduk laki-laki, atau rasio jenis kelamin di
bawah angka 100. Pola semacam ini biasanya berkaitan dengan daya tahan hidup perempuan lebih
Secara umum tanpa memperhatikan umur, rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Timor Tengah
Selatan seperti disajikan pada Tabel 1.5 menunjukan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan
yang hampir seimbang. Rasio jenis kelamin di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2016 yaitu
97 atau dengan kata lain untuk setiap 100 perempuan hanya terdapat 97 laki-laki.
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 7
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Mollo Utara 98 98 98
Fatumnasi 98 98 98
Tobu 92 92 92
Nunbena 99 99 99
Mollo Selatan 103 103 103
Polen 98 98 98
Mollo Barat 99 99 99
Mollo Tengah 100 100 100
Kota Soe 103 103 103
Amanuban Barat 101 101 101
Batu Putih 102 102 102
Kuatnana 100 101 101
Amanuban Selatan 101 101 101
Noebeba 103 103 103
Kuanfatu 99 99 99
Kualin 101 101 101
Amanuban Tengah 98 98 98
Kolbano 97 97 97
Oenino 97 97 97
Amanuban Timur 97 97 97
Fautmolo 94 94 94
Fatukopa 93 93 93
Kie 92 92 92
Kotolin 94 94 94
Amanatun Selatan 90 90 90
Boking 94 94 94
Nunkolo 89 89 89
Noebana 93 93 93
Santian 89 89 89
Amanatun Utara 91 91 91
Toianas 95 95 95
Kokbaun 96 96 96
8 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Salah satu komponen yang dapat mempengaruhi proses demografi adalah kelahiran (fertilitas).
Banyaknya kelahiran yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi penduduk seperti pendidikan,
pendapatan dan tata nilai yang berlaku pada suatu masyarakat. Secara umum, di negara yang sedang
berkembang (pendapatan dan pendidikan relatif rendah) ditandai dengan angka kelahiran yang lebih
Dalam kurun waktu dua dekade terakhir terjadi penurunan jumlah kelahiran secara signifikan.
Pada tahun 1980-1981 seorang wanita di Kabupaten Timor Tengah Selatan secara rata-rata melahirkan
4 sampai 5 anak jika ia hidup sampai akhir masa reproduksinya. Angka ini dikenal dengan istilah Angka
Kelahiran Total (Total Fertility Rate). Pada tahun 1989-1990, Total Fertility Rate (TFR) turun menjadi 4,66,
kemudian turun lagi sebesar 3,48 pada tahun 1995-1996. Hingga tahun 1999-2000 TFR turun menjadi
sebesar 1,67. Penurunan angka kelahiran total dipengaruhi oleh keberhasilan pelaksanaan Program
Peningkatan jumlah akseptor KB tidak mutlak menyebabkan penurunan angka kelahiran karena
harus dilihat pula lamanya pemakaian alat kontrasepsi, artinya jumlah pengguna KB harus seiring
dengan lamanya pemakaian alat kontrasepsi untuk dapat menekan laju kelahiran (Azwini Kartoyo, 1981).
Tabel 1.6 Persentase Penduduk Wanita Berumur 15–49 Tahun Yang Pernah Kawin
(1) (2)
JUMLAH 100,00
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2016
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 9
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tahun 2016 persentase penduduk wanita berumur 15-49 tahun yang pernah dan/atau sedang
menggunakan alat/cara kontrasepsi sebesar 67,39 persen. Angka ini mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan persentase pada tahun 2015, yaitu sebesar 62,69 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
kepercayaan masyarakat akan manfaat pemakaian alat/cara kontrasepsi berkembang ke arah yang positif.
Kondisi ini membuat pemerintah untuk lebih giat dalam mensosialisasikan program Keluarga Berencana.
Tabel 1.7 memperlihatkan persentase penduduk wanita usia 15 - 49 tahun berstatus kawin menurut
jenis alat/cara kontrasepsi yang digunakan. Pada tahun 2016, jenis alat/ cara kontrasepsi yang paling banyak
digunakan adalah suntikan, sebesar 62,82 persen. Selain suntikan, alat/cara kontrasepsi yang cukup banyak
digunakan adalah susuk KB (19,45 persen), Metode Menyusui Alami (5,31 persen), dan Pil (3,32 persen).
Tabel 1.7 Persentase Penduduk Wanita Berumur 15–49 Tahun Berstatus Kawin
(1) (2)
1. MOW/Tubektomi 1,23
2. MOP/Vasektomi 1,50
4. Suntikan 62,82
5. Susuk KB 19,45
6. Pil 3,32
9. Lainnya 0,47
JUMLAH 100,00
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2016
10 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Pendidikan 2
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 11
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
memajukan kesejahteraan umum. Strategi operasional dalam rangka mencapai tujuan tersebut adalah
melalui upaya pembangunan di sektor pendidikan. Pendidikan yang bermutu dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing sebagai asset penting dalam proses
pembangunan. Sejalan dengan itu maka kebijakan pembangunan pendidikan diarahkan pada upaya
perluasan dan pemerataan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia
yang dilaksanakan antara lain melalui penyediaan dan peningkatan fasilitas layanan pendidikan dan
fasilitas pendukungnya.
Dalam publikasi ini diuraikan beberapa indikator pendidikan guna mendapatkan gambaran
mengenai keadaan pendidikan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan perkembangannya dalam
kurun waktu tiga tahun terakhir serta perbandingannya dengan keadaan pada tiga dekade terakhir
Sesuai dengan program pemerintah penuntasan wajib belajar 9 tahun, sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bahwa warga negara yang berusia tujuh sampai
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (SD/sederajat dan SMP/sederajat), maka diharapkan
persentase penduduk yang menamatkan pendidikan minimal hingga jenjang SMP/sederajat meningkat.
Salah satu indikator untuk melihat pencapaian tersebut adalah dengan persentase jumlah penduduk
12 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tingkat Pendidikan
yang ditamatkan 2016
(1) (2)
1. SD/MI/Paket A 21,26
2. SMP/MTs/Paket B 5,68
3. SMA/SMK/MA/Paket C 3,28
Apabila dijabarkan lebih rinci menjadi tiap jenjang pendidikan, selama tahun 2016 seperti yang
ditunjukan pada Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah jumlah penduduk Kabupaten Timor
Tengah Selatan usia 5 tahun keatas telah tidak bersekolah lagi. Sebanyak 31,51 persen penduduk
Kabupaten Timor Tengah Selatan usia 5 tahun keatas sedang mengenyam bangku pendidikan sekolah.
Dari 31,51 persen penduduk yang masih bersekolah, sebanyak 21,36 persen menempuh pendidikan
sekolah dasar, yang menempuh pendidikan SMP atau sederajat sebanyak 5,68 persen, terdapat sebesar
3,28 persen duduk di bangku SMA atau sederajat, dan hanya 1,29 persen yang sedang kuliah (Diploma
I hingga Universitas). Pada Tabel 2.1 juga ditunjukkan persentase penduduk Kabupaten Timor Tengah
Selatan usia 5 tahun keatas yang tidak/belum pernah sekolah yaitu sebanyak 13,05 persen.
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 13
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Jika ditinjau menurut jenis kelamin (Tabel 2.2), tingkat pendidikan laki-laki secara keseluruhan
sedikit lebih baik dibandingkan dengan tingkat pendidikan perempuan. Ini terlihat dari persentase
penduduk laki-laki yang masih bersekolah lebih besar daripada persentasi penduduk perempuan. Pada
Tabel 2.2 terlihat sebanyak 31,54 persen penduduk laki-laki masih mengenyam bangku pendidikan
sementara penduduk perempuan hanya sebesar 31,48 persen. Dari total penduduk laki-laki yang masih
bersekolah, sebanyak 21,98 persen masih duduk di bangku sekolah dasar, 5,30 persen menginjak
pendidikan SMP, sebanyak 3,56 persen mengenyam pendidikan SMA, dan sebanyak 0,70 persen
sedang menempuh pendidikan tingkat lanjut. Sementara itu, dari total penduduk perempuan yang
masih bersekolah sebanyak 20,55 persen duduk di bangku sekolah dasar, di bangku SMP sebanyak 6,05
persen, di bangku SMA atau sederajat hanya sebanyak 3,01 persen, dan di pendidikan tingkat lanjut
sebesar 1,87 persen. Yang menarik terlihat perbedaan yang cukup signifikan pada jumlah penduduk
laki-laki yang sedang menempuh pendidikan tingkat lanjut hanya sebesar 0,70 persen sedangkan
14 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan baik kualitas maupun kuantitas, sangat
berpengaruh terhadap perkembangan dunia pendidikan di suatu daerah. Semakin banyak sarana
pendidikan seperti sekolah, akan mengakibatkan daya tampung di dunia pendidikan akan semakin besar.
Tabel 2.3 Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Menurut Tingkat Pendidikan ,
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Timor Tengah Selatan
Pada Tabel 2.3 dapat dilihat jumlah SD pada tahun ajaran 2015/2016 adalah 503 unit dengan
jumlah murid sebanyak 11.595 siswa. Di level yang sama jumlah tenaga guru yang mengajar sebanyak
5.503 orang. Untuk jenjang SMP jumlah sekolah yang tersedia sebanyak 149 unit dengan jumlah murid
sebesar 27.534 siswa dengan tenaga guru yang mengajar sebanyak 1.943 guru. Pada jenjang pendidikan
SMA baik kejuruan maupun umum jumlah sekolah 52 unit, dengan jumlah murid sebanyak 16.223
siswa dan tenaga guru sebanyak 1.081 orang. Secara umum jika dibandingkan antara jumlah sekolah
maupun murid dan guru maka terlihat bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, jumlah sekolah, guru
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 15
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Untuk dapat melihat secara lebih rinci mengenai profil pendidikan terutama menyangkut keadaan
sarana dan prasarana pendidikan, dapat dilihat beberapa indikator yang ditampilkan pada Tabel 2.4 dan
Tabel 2.5. Pada kedua tabel ini disajikan rasio murid guru dan rasio murid sekolah.
(1) (2)
Sekolah Dasar 2
SMP 14
SMA/SMK 15
Sumber : Data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Timor Tengah Selatan
Berdasarkan Tabel 2.4, pada tahun 2016 rasio murid guru untuk jenjang SD sebesar 2, artinya
setiap guru secara rata-rata mengajarkan sebanyak 2 siswa. Untuk jenjang pendidikan SMP rasio murid
guru pada tahun 2016 sebesar 14 sedangkan untuk SMA rasio murid guru sebesar 15. Terlihat bahwa
semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi jumlah rasio perbandingan murid dengan guru.
Sumber : Data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Timor Tengah Selatan
16 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Pada Tabel 2.5 bisa dilihat rasio murid sekolah menurut jenjang pendidikan. Untuk jenjang SD,
rasio murid sekolah pada tahun ajaran 2015/2016 adalah sebesar 23. Hal ini berarti satu SD di Kabupaten
Timor Tengah Selatan secara rata-rata menampung sebanyak 23 siswa. Pada jenjang pendidikan
SMP rasio murid sekolah sebesar 185. Untuk tingkatan SMA, rasio murid sekolah pada tahun ajaran
Tabel 2.6 menyajikan persentase penduduk usia 7 - 24 tahun di Kabupaten Timor Tengah Selatan
berdasarkan status pendidikan dan jenis kelamin. Penduduk usia 7 - 24 tahun merupakan penduduk
yang seharusnya sedang menempuh pendidikan sesuai dengan jenjang umurnya. Berdasarkan Tabel
2.6, sebanyak 71,73 persen penduduk laki-laki usia 7 - 24 tahun masih mengenyam bangku pendidikan
sementara penduduk perempuan sebesar 75,37 persen. Dari total penduduk laki-lakiusia 7 - 24 tahun
yang masih bersekolah, sebanyak 49,27 persen masih duduk di bangku sekolah dasar, 13,04 persen
menginjak pendidikan SMP, sebanyak 8,75 persen mengenyam pendidikan SMA, dan sebanyak 0,67
persen sedang menempuh pendidikan tingkat lanjut. Sementara itu, dari total penduduk perempuan
usia 7 - 24 tahun yang masih bersekolah sebanyak 48,48 persen duduk di bangku sekolah dasar, di
bangku SMP sebanyak 15,79 persen, di bangku SMA atau sederajat hanya sebanyak 7,86 persen,
dan di pendidikan tingkat lanjut sebesar 3,24 persen. Terlihat perbedaan yang cukup signifikan pada
jumlah penduduk laki-laki yang sedang menempuh pendidikan tingkat lanjut hanya sebesar 0,67
persen sedangkan penduduk perempuan terdapat sebanyak 3,24 persen. Dari Tabel 2.6 juga dapat
dilihat bahwa sebanyak 25,86 penduduk laki-laki usia 7-24 tahun tidak lagi menempuh pendidikan,
dan sebanyak 21,70 persen penduduk perempuan untuk umur 7 - 24 tahun telah tidak bersekolah lagi.
Hal ini mengindikasikan bahwa sekitar 23,82 persen penduduk usia 7 - 24 tahun baik penduduk laki-
laki maupun penduduk perempuan tidak lagi menempuh pendidikan yang seharusnya diikuti sesuai
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 17
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Pada Tabel 2.7 disajikan informasi mengenai kemampuan baca tulis. Indikator kemampuan baca
tulis ini merupakan gambaran yang paling tepat dan sederhana untuk melihat sejauh mana keberhasilan
pendidikan dasar karena merupakan gambaran dari kemampuan penduduk dalam menyerap informasi
dari berbagai media untuk dapat berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.
Kepandaian Membaca dan Menulis Huruf Serta Jenis Kelamin, Tahun 2015-2016
18 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Dari Tabel 2.7 dapat diketahui bahwa hingga tahun 2016 sekitar 85,04 persen penduduk usia 15
tahun ke atas di Kabupaten Timor Tengah Selatan telah bebas dari buta huruf. Dari total 85,04 persen
tersebut, penduduk perempuan usia 15 tahun ke atas yang telah bebas buta huruf sebesar 82,56 persen,
sementara penduduk laki-laki usia 15 tahun ke atas yang bebas buta huruf sebesar 87,66 persen.
Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai
evaluasi program penuntasan wajib belajar 9 tahun. APM menggambarkan seberapa besar partisipasi
dan akses penduduk bersekolah di jenjang tertentu sesuai kelompok usia pada jenjang tersebut.
Pada Tabel 2.8 di atas disajikan APM menurut jenjang pendidikan. APM untuk SD di Kabupaten
Timor Tengah Selatan sebesar 94,86 persen. Hal ini menggambarkan bahwa dari total penduduk usia
7-12 tahun, sekitar 95 persen di antaranya sedang duduk di bangku SD. Dengan demikian target nasional
belum terjawab hingga tahun 2016. APM pada jenjang pendidikan SMP, dan SMA jauh lebih rendah
dibandingkan SD. APM untuk tingkatan SMP sebesar 62,85 persen dan untuk SMA sebesar 46,90 persen.
Nilai APM untuk SMP, dan SMA yang belum mencapai 100 persen dapat mengindikasikan bahwa akses
dan partisipasi penduduk untuk bersekolah pada jenjang pendidikan tersebut masih rendah. Hal ini
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 19
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Kesehatan 3
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 21
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tujuan pembangunan bidang kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
setiap orang memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara
adil dan merata. Selain itu upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit serta peningkatan sarana
penunjangnya terus dilakukan oleh Pemerintah. Dengan upaya tersebut diharapkan akan tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang baik dan diharapkan mempunyai implikasi dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara umum. Derajat kesehatan masyarakat sebagai ukuran yang menunjukan
status kesehatan masyarakat antara lain angka kematian kasar, angka kematian bayi dan balita, angka
Beberapa faktor yang dapat memperburuk kesehatan adalah rendahnya konsumsi makanan
bergizi, kurangnya sarana kesehatan, keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak memadai. Disadari
bahwa faktor terpenting dalam upaya peningkatan kesehatan yakni ada pada manusianya sendiri,
dimana dia sendiri menjadi subyek sekaligus obyek dari upaya tersebut. Penanganan masalah kesehatan
masyarakat harus dilakukan secara terarah dan terpadu dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi
Penyediaan sarana kesehatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan menuju peningkatan taraf
kesehatan masyarakat secara umum idealnya harus terus ditingkatkan mengikuti perkembangan
demografi daerah. Sarana kesehatan tersebut berupa Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas pembantu,
Fasilitas kesehatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2016 adalah Rumah Sakit
sebanyak 3 unit, Puskesmas sebanyak 35 unit, Posyandu sebanyak 788 unit, Posyandu aktif sebanyak
22 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tahun 2016
(1) (2)
Rumah Sakit 3
Puskesmas 35
Posyandu 788
Polindes 60
Banyaknya tenaga kesehatan yang meliputi dokter, perawat, bidan, dan paramedis lainnya
menjadi salah satu faktor kunci dalam menentukan standard pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Pada Tabel 3.2 disajikan jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan sepanjang tahun
2016. Pada tahun 2016, jumlah dokter yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebanyak 25 orang,
jumlah dokter gigi sebanyak 11 orang. Sementara jumlah perawat sebanyak 122 orang, dan jumlah
bidan sebanyak 151 orang. Untuk tenaga paramedis non perawatan terdapat sebanyak 106 orang
yang terdiri dari tenaga farmasi sebanyak 19 orang, tenaga Kesmas sebanyak 46 orang, dan tenaga
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 23
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tahun 2016
(1) (2)
Dokter 25
Dokter Gigi 11
Perawat 122
Bidan 151
Keadaan keluarga sesungguhnya dapat tercermin melalui kesehatan balita, karena balita sangat
bergantung terhadap perawatan dan perlakuan yang diterima dari orang tua, khususnya ibu. Balita
yang sehat mencerminkan perlakuan dan perawatan secara baik dari orang tua.
Secara umum kesehatan balita tergantung pada beberapa faktor antara lain, persalinan,
pemberian Air Susu Ibu (ASI), dan imunisasi. Penolong persalinan merupakan salah satu indikator
penting dalam mengukur kinerja pembangunan bidang kesehatan, karena penolong persalinan sangat
berpengaruh terhadap resiko kematian bayi dan ibunya, baik pada saat proses persalinan maupun pada
masa pasca melahirkan. Persalinan yang aman dan memenuhi standar kesehatan juga akan berpengaruh
pada kondisi bayi saat dilahirkan karena pada banyak kasus kematian bayi salah satu pendorongnya
24 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tahun 2014-2016
Berdasarkan Tabel 3.3, penolong kelahiran utama untuk tiga tahun terakhir yang terbanyak di
Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah bidan dan kemudian diikuti oleh dukun. Jika dibandingkan
dari tahun 2014 hingga tahun 2016, persentase penolong kelahiran oleh bidan tetap mendominasi
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 sebanyak 42,96 persen dan meningkat pada tahun 2015 menjadi
sebesar 51,52 persen, dan pada tahun 2016 persentasenya kembali meningkat menjadi 53,27 persen.
Sedangkan penolong kelahiran oleh dukun yang jika dilihat dari tahun ke tahun ternyata mengalami
penurunan, yaitu dari 33,48 persen di tahun 2014, menurun menjadi 25,43 persen pada tahun 2015
dan di tahun 2016 kembali berkurang hingga hanya sebesar 21,44 persen.
tinggi. Tingginya persentase penolong persalinan pertama dengan menggunakan tenaga dukun pada
tiga tahun terakhir menunjukkan secara umum kesadaran keluarga untuk melakukan persalinan pada
tenaga kesehatan masih kurang. Sedangkan pada tahun 2016 menunjukkan adanya pergeseran perilaku
persalinan yang ditandai dengan besarnya persentase penolong kelahiran oleh bidan sebesar 53,27
persen sedangkan persalinan oleh dukun hanya sebesar 21,44 persen. Ini merupakan suatu pertanda
bahwa masyarakat di Timor Tengah Selatan semakin sadar untuk melakukan persalinan ke tenaga
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 25
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Menurut standar kesehatan, pemberian ASI yang baik minimal 18 bulan. Tabel 3.4 menunjukkan
pola lamanya pemberian ASI bagi balita berumur kurang dari 2 tahun di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, terlihat bahwa pada tahun 2016 terdapat sebesar 14,50 persen balita di Kabupaten Timor Tengah
Selatan sudah memenuhi standar kesehatan pemberian ASI tersebut. Kondisi ini menunjukkan belum
tumbuhnya kesadaran masyarakat terutama ibu-ibu terhadap pentingnya pemberian ASI kepada anak-
anaknya, disebabkan oleh masih terdapat sebanyak 58,57 persen yang memberikan ASI selama 11 bulan .
(1) (2)
0 - 11 58,57
12 - 15 20,28
16 - 19 14,50
20 - 23 6,65
JUMLAH 100,00
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2016
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan suatu ukuran yang menggambarkan proporsi bayi
yang meninggal setelah dilahirkan sebelum mencapai usia tepat satu tahun. AKB ini merupakan salah
satu indikator derajat kesehatan masyarakat yang sensitif terhadap perubahan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan, karena besarnya nilai AKB berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga, keadaan
sosial ekonomi, kebersihan dan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan yang tersedia, sejarah nilai
dan adaptasi setempat, juga dipengaruhi oleh masa persalinan, pemberian ASI dan makanan, serta
pemberian imunisasi.
26 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Dari Gambar 3.1 terlihat bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) yang dilaporkan menurut catatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2013 sebesar 13, mengindikasikan
bahwa dari sekitar 1.000 kelahiran hidup yang terjadi terdapat sebanyak 13 orang bayi meninggal.
AKB Kabupaten Timor Tengah Selatan ini cukup tinggi. Pada tahun 2015, jumlah AKB masih stabil,
tetap berada di angka 13. Sementara pada tahun 2015, AKB meningkat mencapai angka 16, yang
mengindikasikan dari sebanyak 1.000 kelahiran hidup di Timor Tengah Selatan terdapat sebanyak 16
Gambar 3.1 Angka Kematian Bayi (Dilaporkan) di Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Tahun 2013 - 2015
16
13 13
2013
2014
2015
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 27
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tabel 3.5 menunjukkan fasilitas tempat berobat yang dirujuk oleh penduduk Kabupaten Timor
Tengah Selatan untuk melakukan pengobatan yang dominan sebagai tempat rujukan pertama adalah
puskesmas/pustu yaitu sebesar 67,56 persen di tahun 2016, mengalami penurunan jika dibandingkan
tahun 2015 sebesar 81,66 persen, sedangkan fasilitas tempat berobat yang paling sedikit dikunjungi
adalah Praktek Dukun yang hanya sebesar 0,20 persen pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan semakin
Lainnya 1,80 -
28 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Angka Harapan Hidup (AHH) dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai taraf kesehatan
masyarakat. AHH tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai kesehatan, sebab angka inilah yang
mempunyai kaitan langsung dengan taraf kesehatan, disamping fungsinya sebagai indikator keberhasilan
program kesehatan.
AHH merupakan hasil perhitungan tidak langsung dari data Susenas. Pada dasarnya AHH
untuk jangka pendek relatif stabil, karena program pembangunan dalam bidang apapun, termasuk di
bidang kesehatan yang diterapkan pada masyarakat bukanlah program yang bersifat instan, sehingga
Hubungan antara pembangunan sosial ekonomi dengan AHH berkaitan sangat erat dan
positif. Bila pembangunan sosial ekonomi semakin baik, maka AHH juga semakin tinggi. Begitu juga
sebaliknya, bila AHH tinggi maka dapat menjadi indikasi bahwa pembangunan sosial ekonomi suatu
wilayah semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, bila AHH tinggi maka dapat menjadi indikasi bahwa
pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah semakin maju. Kenyataan ini diperkuat dengan hasil survei
BPS yang menunjukkan bahwa di beberapa daerah yang kondisi sosial ekonominya di bawah rata-rata
Gambar 3.2. Angka Harapan Hidup (Tahun) di Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Tahun 2011 - 2016
65.65 65.60
65.6 65.55
65.55
65.5 65.45
65.45 65.42
65.4 65.37
65.33
65.35
65.3
65.25
65.2
65.15
2011 2012 2013 2014 2015 2016
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 29
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Dari Gambar 3.2 tersebut terlihat bahwa Angka Harapan Hidup di Kabupaten Timor Tengah
Selatan dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Secara umum dari tahun 2011 hingga
tahun 2016, Angka Harapan Hidup penduduk Kabupaten Timor Tengah Selatan berkisar 65 tahun. Pada
tahun 2011 AHH Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar 65,33 tahun dan meningkat menjadi 65,37
tahun pada 2012, kembali meningkat menjadi 65,42 tahun pada tahun 2013, sebanyak 65,45 tahun
di tahun 2014, di tahun 2015 sebesar 65,55 tahun, dan pada tahun 2016 meningkat kembali menjadi
sebesar 65,60 tahun. Kenaikan AHH ini mengindikasikan perbaikan kualitas kesehatan di Kabupaten
30 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Konsumsi
& 4
Pengeluaran
Rumah
Tangga
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 31
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
penghasilan. Semakin besar pendapatan/penghasilan dapat juga berarti bahwa semakin meningkatnya
kesejahteraan masyarakat, begitu juga sebaliknya, semakin kecil tingkat pendapatan masyarakat berarti
Perhitungan pendapatan masyarakat secara langsung melalui survei sering kali sulit dilakukan
karena adanya hambatan teknis pada saat wawancara sehingga untuk mengatasi kesulitan tersebut
maka perhitungan pendapatan dilakukan dengan pendekatan pengeluaran, dalam hal ini pengeluaran
Pengeluaran rumah tangga dibedakan berdasarkan dua jenis, yaitu pengeluaran rumah tangga
untuk makanan dan pengeluaran rumah tangga bukan makanan. Dari dua jenis pengeluaran tersebut,
selain dapat diketahui jumlah pendapatan juga dapat diketahui pola konsumsi masyarakat. Semakin
rendah persentase pengeluaran masyarakat untuk makanan terhadap total pengeluaran dapat
menunjukkan semakin baiknya pola konsumsi masyarakat. Sebaliknya, semakin tinggi persentase
pengeluaran untuk konsumsi makanan berarti pola konsumsi masyarakat menjadi kurang baik. Bagi
rumah tangga yang berpenghasilan tinggi, lebih separuh penghasilannya akan dimanfaatkan untuk
Di negara sedang berkembang biasanya jenis pengeluaran makanan masih merupakan bagian
terbesar (lebih dari 50 persen) dari total pengeluaran rumah tangga. Sehingga adanya perubahan angka
tersebut setiap tahunnya menunjukkan tingkat perkembangan taraf kehidupan masyarakat/daerah itu.
Sebaliknnya di negara/daerah yang sudah maju, jenis pengeluaran untuk bukan makanan merupakan
Pengeluaran perkapita sebulan adalah hasil bagi antara total pengeluaran penduduk selama satu
bulan dengan jumlah penduduk untuk masing-masing kelompok pengeluaran. Dari Tabel 4.1 kita dapat
melihat persebaran penduduk Kabupaten Timor Tengah Selatan menurut kelompok pengeluarannya
per bulan selama periode tahun 2014-2016. Pada tahun 2014, sebagian besar penduduk di Kabupaten
Timor Tengah Selatan berada pada kelompok pengeluaran 300.000 – 499.999 rupiah, yaitu sebesar
40 persen. Persentase pengeluaran terbesar selanjutnya berada pada golongan pengeluaran 200.000
– 299.999 rupiah sebanyak 31,261 persen. Pada tahun 2015, kelompok pengeluaran sebagian besar
penduduk Timor Tengah Selatan tidak mengalami pergeseran di pengeluaran 300.000 – 499.999 rupiah
32 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
(42,78 persen), disusul oleh kelompok pengeluaran 200.000 - 299.000 rupiah sebesar 31,44 persen. Pada
tahun 2016, pola pengeluaran masih serupa dengan kondisi tahun sebelumnya, mayoritas penduduk
berada pada kelompok pengeluaran 300.000 – 499.999 rupiah dengan besaran persentase 35,58 persen.
tahun terakhir, terlihat bahwa pada semua golongan pengeluaran menunjukan angka yang berfluktuasi.
Terlihat tiga kelompok pengeluaran terbawah (100.000 s.d 299.999) menunjukan pola perubahan
menurun dari tahun 2014 ke tahun 2016. Sedangkan untuk kelompok pengeluaran 500.000 ke atas
justru meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 persentase kelompok ini meningkat cukup
signifikan hingga mencapai 28,35 persen. Hal ini mengindikasikan terjadi pergeseran pola pengeluaran
konsumsi masyarakat Timor Tengah Selatan yang berpenghasilan menengah ke atas pada periode tahun
tahun 2014-2016 menunjukkan peningkatan terutama pada konsumsi non makanan, sebagai akibat
dari semakin besarnya daya beli masyarakat terhadap konsumsi non makanan. Rentang pengeluaran
per kapita penduduk Kabupaten Timor Tengah Selatan secara rinci disajikan dalam Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Persentase Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita Sebulan
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 33
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Berdasarkan Gambar 4.1 di bawah terlihat bahwa pada tahun 2015, sebagian besar penduduk
berada pada golongan pengeluaran menengah, yaitu pada golongan pengeluaran 300.000-499.999,
sementara persentase penduduk yang memiliki pengeluaran perkapita per bulan lebih dari 500.000
rupiah masih kecil. Pada tahun 2016, sebanyak 35,83 persen dari penduduk Kabupaten Timor Tengah
Selatan termasuk ke dalam golongan pengeluaran 300.000-499.999 rupiah. Hal ini menggambarkan
Jika dilihat dari pengeluaran berdasarkan jenisnya, melalui Tabel 4.2 dapat kita ketahui bahwa
rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2016 sebesar
576.627 rupiah.
34 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Makanan 244 416 62,08 249 181 62,85 259 686 55,31
Bukan Makanan 149 288 37,92 147 285 37,15 209 789 44,69
JUMLAH 393 704 100,00 396 466 100,00 469 475 100,00
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2014 - 2016
Bila dibandingkan dengan pengeluaran per kapita per bulan pada tahun 2015 yang sebesar
396.466 rupiah, pada tahun 2016 telah terjadi kenaikan pengeluaran per kapita per bulan sebesar 73.009
Tingkat kesejahteraan penduduk dapat dilihat tidak hanya melalui besarnya pengeluaran
secara total, tetapi juga dari proporsi pengeluaran makanan dan non makanan. Jika sebagian besar
pengeluaran penduduk masih berupa pengeluaran makanan, maka dapat dikatakan bahwa penduduk
masih tergolong kurang sejahtera. Hal ini dikarenakan makanan merupakan kebutuhan pokok sehingga
pengeluaran makanan biasanya diutamakan. Jika sebagian besar penghasilan penduduk habis digunakan
untuk pengeluaran makanan mengindikasikan bahwa penduduk masih belum mampu untuk memenuhi
kebutuhan penting lainnya seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sebagainya. Proporsi
pengeluaran penduduk berdasarkan golongan pengeluaran total dan distribusi pengeluaran makanan
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 35
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tabel 4.3 Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Menurut Golongan Pengeluaran dan Jenis Pengeluaran
Jenis Pengeluaran
Makanan Non Makanan Jumlah
Golongan Pengeluaran
Rata-rata % Rata-rata % Rata-rata %
(Rp) (Rp) (Rp)
100 000 - 149 999 95 507 67,51 45 971 32,49 141 478 100.00
150 000 - 199 999 133 133 71,10 54 117 28,90 187 249 100.00
200 000 - 299 999 156 270 63,22 90 905 36,78 247 174 100.00
300 000 - 499 999 230 717 59,80 155 081 40,20 385 798 100.00
500 000 - 749 999 349 997 57,77 255 822 42,23 605 819 100.00
750 000 - 999 999 461 413 52,09 424 370 47,91 885 783 100.00
≥ 1 000 000 618 182 41,43 873 976 58,57 1 492 158 100.00
Mengacu pada Tabel 4.3, penduduk dengan golongan pengeluaran 100.000-149.000 rupiah
hingga golongan pengeluaran 750.000-999.999 rupiah menghabiskan lebih dari 50 persen uang yang
dimiliki untuk kebutuhan makanan. Seperti pada golongan pengeluaran perkapita 100.000-149.999
rupiah dengan rata-rata pengeluaran selama sebulan sebesar 141.478 rupiah. Dari rata-rata pengeluaran
sebesar 141.478 rupiah tersebut, sebanyak 67,51 persen atau 95.507 rupiah dikeluarkan untuk membeli
makanan, dan hanya 32,49 persen atau 45.971 rupiah yang digunakan untuk kebutuhan non makanan.
Sedangkan pada penduduk dengan golongan pengeluaran lebih dari 1.000.000 rupiah, terlihat
adanya pola yang berbeda. Dari rata-rata total pengeluaran sebesar 1.492.158 rupiah, hanya digunakan
sebanyak 618.182 rupiah atau 41,43 persen untuk kebutuhan makanan. Sementara untuk memenuhi
kebutuhan bukan makanan menghabiskan porsi yang lebih besar, yaitu sebanyak 873.976 rupiah atau
36 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Ketenagakerjaan 5
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 37
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
penduduk yang tinggi secara tidak langsung akan berpengaruh pada tingginya penawaran/penyediaan
tenaga kerja. Penawaran yang tinggi tanpa diikuti penyediaan kesempatan kerja akan menimbulkan
masalah pengangguran. Semakin tinggi jumlah penduduk yang tidak memperoleh lapangan pekerjaan,
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Timor Tengah Selatan kurun waktu tahun 2000-2010
mencapai 1,27 persen per tahun. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, maka
pergerakan penduduk usia kerja juga akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pula. Semakin
banyak penduduk yang memasuki angkatan kerja maka dibutuhkan penyediaan lapangan pekerjaan
yang banyak.
Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional
(SAKERNAS) di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2013 sebanyak 289.483 orang. Pada tahun
2014 bertambah menjadi 293.453 orang. Sementara pada tahun 2015 terdapat sebanyak 297.050 orang.
Dari jumlah tersebut yang termasuk angkatan kerja pada tahun 2013 sebesar 71,22 persen atau
206.171 orang, sedangkan pada tahun 2014 sebesar 77,37 persen atau 227.040 orang dan di tahun
2015 sebanyak 71,75 persen atau sebesar 213.135 orang. Terlihat bahwa jumlah angkatan kerja selama
kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami peningkatan baik secara persentase maupun angka absolut.
38 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
1. Angkatan Kerja :
a.Bekerja 203 391 70,26 223 194 76,06 205 746 69,26
Jumlah 206 171 71,22 227 040 77,37 213 135 71,75
JUMLAH 289 483 100,00 293 453 100,00 297 050 100,00
Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2013 - 2015
Pada tahun 2013 jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bukan angkatan kerja sebanyak
83.312 orang atau 28,78 persen. Pada tahun 2014 berkurang menjadi 66.413 orang atau sebesar 22,63
persen. Sementara di tahun 2015 bertambah hingga mencapai 83.915 orang atau 28,25 persen dari
seluruh penduduk berusia di atas 15 tahun. Dari jumlah keseluruhan penduduk usia 15 tahun ke atas yang
bukan angkatan kerja di tahun 2015 tersebut (28,25 persen), sebanyak 9,78 persen masih bersekolah,
16,20 persen mengurus rumah tangga, dan melakukan kegiatan lainnya sebesar 2,27 persen.
Untuk penduduk usia 15 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja, dari tahun 2013 hingga
tahun 2015, jumlahnya berfluktuasi dimana pada tahun 2013 terdapat sebanyak 206.171 orang, dan di tahun
2014 meningkat hingga mencapai 227.040 orang, sedangkan di tahun 2015 turun menjadi 213.135 orang.
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 39
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Dari total 213.135 angkatan kerja pada tahun 2015, sebanyak 7.389 orang masih berstatus pengangguran,
Gambar 5.1. Persentase Angkatan Kerja di Kabupaten Tmor Tengah Selatan, Tahun 2013 - 2015
77,37
71,22 71,75
Angkatan Kerja
28,78 28,25
Bukan Angkatan Kerja
22,63
Dari Gambar 5.1 dapat kita lihat persentase perkembangan angkatan kerja di Kabupaten Timor
Tengah Selatan dari tahun 2013 sampai 2015. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dari tahun ke tahun
persentase angkatan kerja yang terserap di pasar tenaga kerja meningkat di tahun 2014 dan kembali
menurun di tahun 2015. Pada tahun 2013, persentase angkatan kerja sebesar 71,22 persen, bertambah
menjadi 77,37 persen di tahun 2014. Pada tahun 2015, persentase angkatan kerja mengalami penurunan
menjadi 71,75 persen. Hal ini menunjukan sebagian besar Angkatan Kerja di Kabupaten Timor Tengah
Selatan telah terserap oleh pasar tenaga kerja, namun tidak semua Angkatan Kerja yang ada sekarang
bekerja secara penuh, hal ini terlihat masih adanya persentase pengangguran yang cukup besar. Jumlah
pengangguran di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2015 adalah sebesar 28,25 persen.
Sementara pada tahun 2014, jumlah pengangguran hanya 22,63 persen. Jumlah ini jauh lebih kecil
40 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
TPAK
77,37
TPAK
71,75
71,22
Dari Gambar 5.2 dapat diketahui perkembangan TPAK dari tahun 2013 hingga tahun 2015
terjadi fluktuasi. TPAK menunjukan kesiapan penduduk usia kerja untuk terjun ke pasar kerja. TPAK
pada tahun 2013 sebesar 71,22 persen, yang berarti bahwa sekitar 71 persen penduduk usia kerja
merupakan mereka yang aktif dalam kegiatan ekonomi (bekerja atau mencari pekerjaan). TPAK paling
tinggi terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 77,37 persen. Kemudian TPAK menurun pada tahun 2015
Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) adalah perbandingan antara penduduk usia kerja yang bekerja,
baik sedang bekerja atau sementara tidak bekerja dengan total penduduk usia kerja yang termasuk dalam
angkatan kerja. Indikator TKK ini merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan yang memberikan
informasi mengenai jumlah tenaga kerja yang terserap dalam lapangan pekerjaan atau sektor usaha
yang ada. Selain besaran angka tersebut, informasi mengenai perubahan sektor dari tahun ke tahun
merupakan isu menarik untuk dibahas, karena terkait pula dengan perubahan struktur ekonomi wilayah.
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 41
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
TKK
98,65
98,31
TKK
96,53
Selama kurun waktu 3 tahun terakhir, TKK di Kabupaten Timor Tengah Selatan mengalami
penurunan. Pada tahun 2013, TKK tercatat sebesar 98,65 persen kemudian sedikit mengalami penurunan
tahun 2014 menjadi 98,31 persen. Pada tahun 2015 kembali menurun hingga mencapai angka 96,53
persen. TKK Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2015 sebesar 96,53 persen, yang berarti
bahwa dari total angkatan kerja yang ada, sekitar 97 persen di antaranya bekerja dan sisanya hampir
Proses pergeseran struktur ekonomi dari masyarakat tradisional yang bertumpu pada sektor
pertanian (primer), ke masyarakat modern yang bertumpu pada sektor industri (sekunder) yang
mempunyai nilai tukar (term of trade) yang lebih tinggi dari pada sektor pertanian, akan semakin
dirasakan dalam memasuki era global ini. Selanjutnya sektor jasa (tersier) akan berkembang mendukung
42 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Pergeseran dan perubahan struktur ketenagakerjaan pada dasarnya berkaitan erat dengan
kemampuan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan penyediaan tenaga kerja yang mendukungnya.
Agar perubahan tersebut dapat berlangsung cepat, maka penyiapan tenaga terdidik dan terlatih
merupakan salah satu aspek, yang sangat menentukan dalam pengembangan sumber daya manusia
yang mempengaruhi kemampuan penyediaan tenaga kerja.
Mencermati data kesempatan kerja tahun 2013 – 2015 pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa pola
penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Timor Tengah Selatan selama ini masih didominasi oleh sektor
primer, diikuti sektor tersier, dan terakhir sektor sekunder
Dari Tabel 5.2 terlihat bahwa sektor primer dari tahun 2013 hingga tahun 2015 masih menyerap
tenaga kerja terbesar yakni hampir mencapai 74 persen. Sementara penyerapan tenaga kerja di sektor
sekunder dari tahun 2013 hingga tahun 2015 menunjukan angka yang berfluktuasi, yaitu 8,91 persen
di tahun 2013, kemudian pada tahun 2014 secara signifikan mengalami peningkatan menjadi 15,92
persen dan pada tahun 2015 kembali menurun menjadi 6,33 persen. Sedangkan pada sektor tersier
(perdagangan, angkutan, keuangan, dan jasa) dalam kurun waktu tahun 2013-2015 mengalami kenaikan
penyerapan tenaga kerja yaitu 17,82 persen di tahun 2013, kemudian meningkat menjadi 19,53 persen
pada tahun 2014 dan di tahun 2015 meningkat hingga mencapai 19,74 persen.
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 43
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Perumahan
&
Lingkungan
6
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 45
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok disamping kebutuhan pangan, sandang,
pendidikan dan kesehatan. Arti fisik perumahan, dalam konteks yang diperluas disebut pemukiman,
yaitu tempat tinggal anggota masyarakat dan individu-individu yang biasanya hidup dalam ikatan
perkawinan atau keluarga beserta berbagai fasilitas pendukungnya. Perumahan menjadi tempat untuk
tumbuh, hidup, berinteraksi, perlindungan dari gangguan, dan fungsi lainnya bagi penghuninya. Dengan
demikian semakin tinggi status sosial ekonomi, keadaan rumah semakin lengkap dan bermutu baik.
Lengkap artinya fasilitas yang dimiliki rumah tersebut, seperti listrik, telepon, air dan jaringan drainase,
Baru sebagian kecil penduduk yang tinggal di rumah yang baik dan ideal tersebut. Untuk mengatasi
masalah perumahan ini, di masa lalu pemerintah melalui program PERUMNAS telah mengupayakan
membangun perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Penyediaan rumah tinggal juga dilakukan pihak swasta dengan bantuan kredit yang lebih dikenal
Masalah yang timbul dari pengadaan rumah seperti yang disebutkan tersebut adalah masalah
lingkungan, dimana umumnya fasilitas perumahan tersebut kurang memperhatikan sarana sanitasi
seperti pembuangan limbah rumah tangga yang mengakibatkan kesan kumuh dan kotor karena saluran
air pembuangan tidak lancar, diperburuk dengan kesadaran masyarakat penghuni perumahan yang
masih rendah.
Informasi penting mengenai keadaan perumahan dan lingkungan terus dikumpulkan dalam
SUSENAS Kor antara lain mengenai sumber penerangan, sumber air minum, tempat buang air besar,
dan luas lantai. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan diskripsi yang cukup lengkap mengenai keadaan
perumahan.
Pada Tabel 6.1 ditampilkan rumah tangga menurut sumber penerangan untuk mengetahui
persentase rumah yang telah menggunakan fasilitas listrik sebagai sarana penerangan, juga diharapkan
dengan menggunakan listrik maka akses rumah tangga terhadap sarana informasi elektronik seperti
46 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Tabel 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Penerangan yang Digunakan
Rumah Tangga
Jenis (%)
Penerangan 2014 2015 2016
Berdasarkan Tabel 6.1, pada tahun 2014 sebanyak 51,89 persen rumah tangga di Kabupaten
Timor Tengah Selatan telah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan, keadaan ini sebetulnya
relatif cukup baik, dibandingkan dengan persentase rumah tangga yang menggunakan non listrik
(petromak, lampu minyak, dan penerangan lainnya) sebesar 48,11 persen. Pada tahun 2015 persentase
rumah tangga yang menggunakan listrik sedikit mengalami peningkatan menjadi 55,39 persen, dan
pada tahun 2016 rumah tangga yang menggunakan listrik kembali mengalami kenaikan menjadi 56,76
persen. Ini merupakan suatu tantangan bagi pemerintah untuk dapat terus meningkatkan penyediaan
fasilitas listrik kepada penduduk, mengingat terdapat sebesar 43,24 persen penduduk yang belum
Masalah umum lainnya yang terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan menyangkut perumahan
adalah sarana air bersih. Persentase rumah tangga yang sudah menggunakan air bersih di suatu daerah
dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan. Semakin tinggi persentase rumah tangga
yang menggunakan air bersih menunjukkan semakin baiknya kondisi kesehatan rumah tangga di
daerah tersebut. Tabel 6.2 memperlihatkan bahwa rumah tangga di Kabupaten Timor Tengah Selatan
pada tahun 2016 paling banyak menggunakan mata air sebagai sumber air minum sebanyak 58,06
persen, diikuti oleh rumah tangga yang menggunakan sumur, yakni sebanyak 27,16 persen. Kondisi ini
memiliki pola yang sama dengan kondisi di tahun 2015, penduduk Kabupaten Timor Tengah Selatan
lebih banyak menggunakan mata air sebagai sumber utama air minumnya.
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 47
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Untuk penggunaan air ledeng sebagai sumber air minum, terlihat adanya penurunan dari tahun 2015
hingga tahun 2016. Sebanyak 10,15 persen di tahun 2015 turun menjadi 7,46 persen di tahun 2016.
Namun perlu diperhatikan juga bahwa masyarakat yang menggunakan air sungai sebagai sumber
air minum mengalami penurunan sebesar 2,49 persen dibandingkan kondisi tahun 2015. Air sungai
bukanlah sumber air yang layak untuk dijadikan sebagai sumber air minum.
Rumah Tangga
(%)
Sumber Air Minum
2014 2015 2016
48 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Kualitas rumah ditentukan oleh sarana sanitasi yang dimiliki, tanpa sarana pembuangan
limbah rumah tangga yang baik maka akan mempunyai dampak terhadap kesehatan penghuni secara
menyeluruh.
Tabel 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Buang Air Besar
Rumah Tangga
(%)
Fasilitas Buang Air Besar
2014 2015 2016
Pada tahun 2016, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Timor Tengah Selatan telah
mempunyai fasilitas buang air besar sendiri yaitu sebesar 80,44 persen, terjadi penurunan sebesar 8,22
persen bila dibandingkan dengan tahun 2015. Sementara itu persentase rumah tangga yang mempunyai
fasilitas buang air besar bersama memperlihatkan adanya kenaikan apabila dibandingkan dengan kondisi
di tahun 2015. Sebanyak 15,59 persen rumah tangga yang masih memiliki fasilitas buang air besar
bersama di tahun 2016. Secara keseluruhan terlihat adanya kesadaran masyarakat Kabupaten Timor
Tengah Selatan akan pentingnya memiliki fasilitas buang air besar. Namun, Tabel 6.3 memperlihatkan
masih adanya masyarakat yang belum memiliki fasilitas buang air besar, sebanyak 3,15 persen, jumlah
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 49
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Luas lantai rumah sesungguhnya berhubungan dengan keleluasaan setiap anggota rumah
tangga dalam menjalankan aktivitasnya dan berpengaruh terhadap derajat kesehatan penghuni rumah
semakin sempit lantai yang di tempati maka gerak dan pengelolaan ruang semakin terbatas. Hal ini
Rumah Tangga
Luas Lantai (%)
(m2) 2014 2015 2016
Tabel 6.4 memperlihatkan pada tahun 2014, rumah tangga dengan luas lantai 20-49 meter
persegi sebanyak 55,29 persen sementara dengan luas 50-99 meter persegi sebesar 32,38 persen . Di
tahun 2015 persentase untuk rumah tangga dengan luas lantai rumah sebesar 20-49 meter persegi
sebanyak 51,41 persen, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2014. Sementara untuk
luas lantai 50-99 meter persegi sebanyak 37,33 persen. Kemudian di tahun 2016, persentase rumah
tangga dengan luas lantai rumah kurang dari 20 meter persegi sebanyak 8,31 persen. Rumah tangga
dengan luas lantai 20 - 49 meter persegi tetap mendominasi dengan jumlah sebanyak 52,78 persen,
sementara yang luas lantainya antara 50 - 99 meter sebanyak 35,58 persen, dan yang memiliki luas lantai
lebih dari 100 meter persegi terdapat sebanyak 3,33 persen. Rumah tangga yang ada di Kabupaten
Timor Tengah Selatan tergolong masih memiliki lantai dengan ruang gerak yang agak terbatas. Tahun
2016 memperlihatkan pola perubahan yang cukup menarik ditandai dengan menurunnya persentase
rumah tangga dengan luas lantai di bawah 20 meter persegi dan semakin tingginya persentase rumah
tangga dengan luas lantai lebih dari 100 meter persegi. Pola pergeseran tersebut memperlihatkan
bahwa masyarakat di Timor Tengah Selatan mulai sadar untuk membangun rumah dengan luas lantai
50 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
Indikator fisik bangunan menunjukkan kualitas dan kuantitas tempat tinggal yang dikuasai, baik
milik sendiri ataupun bukan. Fisik bangunan yang kuat dan terbuat dari bahan yang tidak membahayakan
menjamin keamanan penghuni tidak saja dari ancaman tindak kriminal, tetapi juga dari kerentanan
bangunan itu sendiri dan kemungkinan terserang penyakit. Fisik bangunan yang kuat ditentukan oleh
Persentase
Ukuran / Indikator 2014 2015 2016
Perumahan (%) (%) (%)
Pada Tabel 6.5 ditampilkan beberapa indikator perumahan layak di Kabupaten Timor Tengah
Selatan. Untuk rumah tangga dengan bahan atap permanen (beton, genteng, sirap, dan asbes) terlihat
mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2014 sebesar 61,45 persen, naik menjadi
68,64 persen di tahun 2015 dan kembali mengalami kenaikan menjadi 71,29 persen di tahun 2016.
Rumah tangga yang menggunakan dinding permanen (tembok) juga menunjukan peningkatan. Pada
tahun 2014 persentasenya sebesar 22,84 persen dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 26,63 persen
kemudian kembali bertambah di tahun 2016 menjadi 29,95 persen. Persentase rumah tangga yang
menggunakan lantai bukan tanah (marmer/keramik/granit, tegel/teraso, semen, dan kayu) terlihat
mengalami peningkatan dari tahun 2014 hingga tahun 2016 hingga mencapai 40,76 persen dalam arti
bahwa sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Timor Tengah Selatan masih memiliki jenis lantai
yang kurang layak (lantai tanah). Untuk luas lantai, persentase rumah tangga dengan luas lantai lebih
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6 51
B A D A N P U S AT S TAT I S T I K
dari 20 meter persegi dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan akan tetapi secara umum
dapat memperlihatkan perubahan ke ke arah yang lebih baik. Tahun 2016 menunjukan persentase
rumah tangga dengan luas lantai lebih besar dari 20 meter adalah sebesar 91,69 persen mengalami
52 I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 6
I n d i k a t o r K e s e j a h t e r a a n R a k y a t T i m o r Te n g a h S e l a t a n 2 0 1 4