You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

Disusun Oleh :
Laras Setio Anggraini
SN.151154

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
SURAKARTA
2015
A. Konsep penyakit
1. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda
klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam
atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak,
yang menyebabkan cacat atau kematian (ariani, 2012)
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan
yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu
stroke embolik dan stroke trombotik (Rismanto. 2006).
2. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2006) stroke non hemoragik biasanya
diakibatkan dari salah satu dari tiga kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
Faktor resiko terjadinya stroke menurut (Aurynvizara, 2007)adalah:
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga,
riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit
meningkat
3. Manifestasi klinik
Menurut Price & Wilson (2006) manifestasi klinik penyakit stroke
adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda
atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri
kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit
memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali
bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
Menurut Rismanto (2006) Gejala stroke non hemoragik yang timbul
akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
1) Buta mendadak (amaurosis fugaks).
2) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
3) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
1) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
2) Gangguan mental.
3) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
4) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
5) Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
1) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan.
2) Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
3) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
4) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
1) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
2) Meningkatnya refleks tendon.
3) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
4) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo).
5) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
6) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria).
7) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan
daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
8) Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah
lapang pandang
9) Gangguan pendengaran.
10) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
4. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke non hemoragik
menurut Price & Wilson (2006) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima
akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
5. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti
yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian
sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit
(non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri
serebral dan arteri karotis Interna (Aurynvizara, 2007).
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui tiga mekanisme (Potter & Perry, 2006), yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan
sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
c. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit
perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan
melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat.
Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana
jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang
baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang
ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah
adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan
sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada
daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang
tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi
kerusakan jaringan secara permanen (Potter & Perry, 2006)

6. Pathway
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan medis menurut menurut Price & Wilson (2006)
meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Menurut Price & Wilson (2006) pada pasien stroke non hemoragik paling
sering ditemui pada pasien dengan riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan
hematokrit meningkat, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung
koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Pola gordon
1) Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
3) Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih,
dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
5) Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
6) Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang
sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma
pada tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah
terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan,
kejang.
7) Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot
8) Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,
timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
9) Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek,
gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam
menelan, gangguan dalam memutuskan.
10) Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11) Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
c. Pemeriksaan fisik
Terjadi kelemahan otot pada ekstremitas atas dan bawah, terjadi
hiperparalisis pada wajah, gangguan komunikasi verbal dan kesulitan
bicara.
d. Pemeriksaan penunjang
Menurut Ariani, (2012) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah
1) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
2) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia
Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
4) MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5) Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
7) Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah: penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia, flaksid / paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan
perceptual / kognitif.
c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus / kontrol otot fasial /
oral, kelemahan/kelelahan umum.
3. Perencanaan keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi;
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala GCS
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
b. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan.
Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan
tepat, terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, T A. (2012). Sistem Neurobehavior. Edisi Pertama, Salemba
Medika Jakarta

Aurynvizara, (2007), Mengenal Dan Memahahi Stroke, Penerjemah Abdul


Qadir, Penerbit Katahati, Yogyakarta

Junaidi , I. (2011) STROKE, Waspada Ancamannya. Disi Pertama. CV.


ANDI OFFSET . Yogyakarta

Muttaqin, A . 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Persyarafan Sdisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta

Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses Dan


Praktik Edisi 4 Vol 1. Jakarta: EGC

Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Vol 2. Jakarta: EGC

Rismanto. 2006. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di


Instalasi Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.
FKM UNDIP.Semarang. Http://Www.Fkm.Undip.Ac.Id.

You might also like