Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Laras Setio Anggraini
SN.151154
6. Pathway
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan medis menurut menurut Price & Wilson (2006)
meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Menurut Price & Wilson (2006) pada pasien stroke non hemoragik paling
sering ditemui pada pasien dengan riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan
hematokrit meningkat, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung
koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Pola gordon
1) Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
3) Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih,
dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
5) Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
6) Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang
sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma
pada tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah
terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan,
kejang.
7) Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot
8) Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,
timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
9) Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek,
gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam
menelan, gangguan dalam memutuskan.
10) Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11) Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
c. Pemeriksaan fisik
Terjadi kelemahan otot pada ekstremitas atas dan bawah, terjadi
hiperparalisis pada wajah, gangguan komunikasi verbal dan kesulitan
bicara.
d. Pemeriksaan penunjang
Menurut Ariani, (2012) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah
1) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
2) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia
Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
4) MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5) Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
7) Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah: penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia, flaksid / paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan
perceptual / kognitif.
c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus / kontrol otot fasial /
oral, kelemahan/kelelahan umum.
3. Perencanaan keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi;
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala GCS
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
b. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan.
Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan
tepat, terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, T A. (2012). Sistem Neurobehavior. Edisi Pertama, Salemba
Medika Jakarta
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Vol 2. Jakarta: EGC