You are on page 1of 7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Epidemiologi

Peripheral artery disease (PAD) atau penyakit pembuluh darah perifer


merupakan penyakit yang mempengaruhi banyak orang di dunia. Tercatat pada
tahun 2010 terdapat lebih dari 200 juta penderita PAD di seluruh dunia.2
Sementara Hiatt et al, memperkirakan jumlahnnya mencapat 12-14 % dari
populasi umum dengan kecenderungan semakin bertambah sesuai usia. Meskipun
data pasti yang menyatakan jumlah pasien PAD belum ada. Namun penelitian-
penelitian di berbagai regio tertentu menunjukkan jumlah persentasenya yang
besar. Sebagai contoh pada penelitian tentang PAD di negara Singapura terhadap
3280 sampel populasi ras Melayu berusia 40-80 tahun di negara tersebut ,
diketahui bahwa prevalensi PAD adalah 10.4% (95% CI: 8.3%-13.0%).3

Keberadaan PAD kadang ditutupi oleh jumlah prevalensi intermittent


claudiacatio (IC) yaitu salah satu bentuk PAD dengan manifestasi nyeri yang jelas,
yang berulang terutama berhubungan dengan aktivitas. Padahal kenyataannya
jumlah PAD diperkirakan 5x lipat jumlah IC.8

Seperti yang disebutkan sebelumnya, prevalensi PAD sangat dipengaruhi usia


yang semakin bertambah. Pada survey yang dilakukan di San Diego, AS diketahui
bahwa pada usia 60-69 tahun, prevalensi PAD adalah 2,5% dari populasi,
kemudian 18,8% pada usia di atas 70 tahun.8
1.2. Definisi

Peripheral Artery Disease (PAD) adalah suatu kondisi yang ditandai


dengan adanya penyumbatan arteri bagian perifer. Penyebab sumbatan tersebut
dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu atherosklosis maupun
nonatherosklerosis seperti trauma dan emboli.

PAD sering disebabkan oleh atherosklerosis (penimbunan lemak atau


kolesterol pada dinding arteri). Diabetes mellitus mempercepat proses

29
atherosklerosis ini. Selain itu faktor lain seperti bertambahnya usia, merokok,
dislipidemia, dan hipertensi dapat meningkatkan risiko terjadinya PAD.

Diabetes mellitus memiliki hubungan yang kuat dengan peningkatan risiko


PAD. Empat dari lima studi mendukung hal tersebut setelah penyesuaian beberapa
variabel. Variabel seperti lamanya menderita DM, umur >65 tahun, gula darah
yang tak terkontrol, dan penggunaan insulin meningkatkan risiko PAD. Risiko
PAD meningkat 30% setiap kenaikan HbA1c sebanyak 1% pada pasien dengan
diabetes.

Selain itu, menariknya terdapat hubungan antara PAD dan ras. Penelitian
mengenai hubungan dua variabel ini masih minim. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa PAD lebih sering terjadi pada pasien kulit hitam. Salah satu
penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan CHS. Penelitian tersebut
menggunakan 5084 sampel yang bertempat tinggal di United States, ditemukan
ras kulit hitam berhubungan dengan PAD. Penelitian pada 933 wanita kulit hitam
dengan usia ≥65 tahun memiliki PAD (36,3%) dibanding non PAD (24,8%).
Sebuah studi di Honolulu, Hawai melaporkan bahwa ras Asia memiliki prevalensi
yang lebih rendah dibanding ras non-hispanic white. Penelitian yang dilakukan di
Jepang pada populasi berusia >40 tahun mendukung hal tersebut. Data lain
tentang PAD di Asia yang dilakukan terhadap 3280 populasi sampel ras Melayu di
Singapura berusia 40-80 tahun, menunjukkan bahwa prevalensi PAD adalah
10.4% (95% CI: 8.3%-13.0%) dengan faktor risiko di antaranya adalah usia tua
(OR 1.05; 95% CI: 1.01-1.09, per year increase), wanita (OR 4.18; 95% CI: 1.67-
10.43), perokok (OR 2.55; 95% CI: 1.05-6.20), tekanan darah tinggi (OR 1.28;
95% CI: 1.13-1.45), riwayat infark miokardium (OR 3.69; 95% CI: 1.79-7.61) dan
stroke (OR 3.06 95% CI: 1.25-7.50).

Proses aterosklerosis lebih sering terjadi pada percabangan arteri dimana


merupakan tempat peningkatan turbulensi aliran pembuluh darah. Hal ini
memudahkan terjadinya kerusakan tunika intima arteri. Atherosklerosis pada
pasien usia lanjut dan diabetes melitus sering terjadi pada ekstremitas bagian
bawah9. Terhambatnya suplai darah ke kaki dapat dirasakan pasien sebagai nyeri.

29
Nyeri yang dirasakan dikenal sebagai klaudikasi intermiten yaitu nyeri ketika
berjalan dan berkurang dengan istirahat.

Terdapat klasifikasi pasien PAD menurut gejalanya :

1.2.1 Asimptomatis PAD

Pasien dengan asimptomatis PAD sering tidak sengaja ditemukan ketika


melakukan pemeriksaan umum. Screening awal untuk menemukan PAD dapat
dilakukan dengan menghitung Ankle-Brachial Index (ABI). Penghitungan ABI
merukan tes yang sederhana yang dapat dilakukan di praktek umum untuk
mengkonfirmasi adanya PAD pada pasien. ABI didapatkan dari pembagian antara
tekanan ankle dan tekanan brachial tertinggi. ABI <0.9 merupakan angka
abnormal yang mengindikasikan kecurigaan adanya PAD. ABI antara 0.7-0.9
termasuk kategori ringan, 0.5-0.69 kategori sedang, dan <0.5 merupakan kategori
berat. Semakin rendah ABI, semakin tinggi terjadinya infark miokard baik fatal
maupun nonfatal serta kematian. American Diabetes Association
merekomendasikan skrining PAP dengan ABI setiap 5 tahun pada pasien dengan
diabetes.

1.2.2 Klaudikasio Intermiten

Klaudikasio intermiten didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman pada


otot ekstremitas bawah saat beraktivitas yang berkurang setelah beberapa menit
beristirahat. Pasien mungkin mengeluhkan sakit atau kram saat aktivitas. Gejala
sering dirasakan pada ekstremitas bawah yaitu pada betis, paha atau daerah glutea.
Klaudikasio intermiten khas terjadi pada sepertiga dari semua pasien PAP. Namun
hal ini mungkin tidak dirasakan pasien dengan aktivitas minimal yang tidak cukup
menyebabkan timbulnya gejala. Pada saat aktivitas, adanya hambatan aliran darah
menyebabkan timbulnya gejala nyeri/sakit. Sedangkan setelah beristirahat, aliran
darah kembali normal. Pada kondisi berat, klaudikasio intermiten sudah muncul
walaupun pasien hanya berjalan dengan jarak pendek. Risiko klaudikasio
intermiten dua kali lebih besar pada pasien dengan diabetes daripada pasien non
diabetes

1.2.3 Chronic Limb Ischemia

29
Chronic Limb Ischemia (CLI) adalah nyeri pada ekstremitas bagian bawah
saat istirahat, sebagian dirasakan saat berbaring di tempat tidur pada malam hari
atau adanya ulcer disertai atau tanpa disertai nekrosis jaringan. Penanganan
agresif sering dilakukan seperti amputasi. Pasien dengan ABI < 0.5 sering
dilakukan tindakan amputasi. Pada pasien ulser dilakukan penanganan dengan
revaskularisasi, debridement, kontrol infeksi dan penyembuhan luka. Pasien
dengan ulser ditemukan dengan DM (70.4%).

1.2.4 Acute limb Ischemia

Acute limb Ischemia (ALI) merupakan kasus emergensi dimana adanya


keadaan nyeri pada ekstremitas bawah tanpa aktivitas dengan pulsasi yang minim.
Aliran pembuluh darah tersumbat oleh adanya thrombus. ALI timbul karena
adanya ruptur plak yang diikuti thrombosis in situ yaitu agregasi platelet dan
aktivasi fibrinogen atau migrasi clot dari pembuluh darah proksimal.
PAD merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler dan
cerebrovaskuler. PAD dapat menyebabkan berbagai komplikasi dan dapat pula
berhubungan dengan terjadinya penyakit lainnya yang lebih serius termasuk
infark myocardium, stroke bahkan sampai kematian.

Pada pasien DM keparahan penyakit meningkat 3-4 kali namun dengan


gejala yang lebih sedikit dirasakan daripada pasien normal. Hal ini berhubungan
dengan adanya neuropati sensorik dan penurunan sistem kekebalan tubuh yang
menyebabkan mudahnya terjadi infeksi pada pasien DM yang memperburuk
gejala PAD. Dalam sebuah studi pada pasien DM yang menderita PAD memiliki
risiko 5x untuk dilakukan amputasi tungkai bawah dibandingkan dengan pasien
PAD. Oleh karena itu, deteksi dini dari pasien PAD dengan DM merupakan
informasi penting mengingat sering asimptomastis.

Adapun penyakit lain yang berhubungan dengan terjadinya PAD, seperti


penyakit jantung koroner yakni sebesar 30-50% dan stenosis carotis sebanyak 15-
25%4,5,6. Pasien dengan PAD berisiko sangat tinggi untuk mengalami kematian
akibat penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, dengan risiko semakin
meningkat sesuai derajat keparahan PAD. Bahkan menurut Criqui dkk disebutkan
bahwa angka ketahanan hidup 5 tahun pasien dengan PAD lebih rendah

29
dibandingkan dengan kanker payudara atau Hodgkin’s disease, serta angka
kematian 10 tahun pada pria sebesar 61,8% setelah 10 tahun pada pria dengan
PAD dibandingkan 16,9% pada pria normal, dan 33,3 % kematian setelah 10
tahun pada wanita PAD dibandingkan 11,6% pada wanita tanpa PAD..6
1.3 Patogenesis

Atherogenesis yang merupakan awal mula PAD. Atherogenesis terbentuk


karena adanya lesi di dinding arteri. Lesi pada arteri menyebabkan stenosis atau
oklusi yang biasanya terjadi pada arteri berukuran besar. Pada lesi tersebut terjadi
plak aterosklerotik dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika media,
destruksi otot dan serat elastis, fragmentasi lamina elastika interna, dan dapat
terjadi trombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Termasuk penimbunan
lemak atau kolesterol. Local leokocyte-mediated inflammation dan oxidized
lipoprotein species terutama low-density lipoproteins (LDL) berperan dalam
proses ini.
Lesi awal (tipe I) terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan. Terdapat
akumulasi lipoprotein intima dan beberapa makrofag yang berisi lipid. Makrofag
tersebut bermigrasi sebagai monosit dari sirkulasi ke lapisan intima subendotel.
Kemudian lesi ini berkembang menjadi lesi awal atau "fatty-streak" (tipe II), yang
ditandai dengan banyaknya "foam cell".
Lesi tipe II dengan cepat berkembang menjadi lesi preatheromic (tipe III).
Lesi tipe III ditandai dengan peningkatan jumlah lipid ekstraseluler dan sudah
timbul kerusakan jaringan lokal walupun minimal.
Perkembangan selanjutnya yaitu atheroma (tipe IV) ditunjukkan dengan
kerusakan jaringan stuktural yang luas pada tunika intima, selanjutnya
berkembang menjadi fibroatheroma (tipe V). Secara makroskopis fibroatheroma
terlihat sebagai bentuk kubah atau plak putih mirip mutiara. Fibroatheroma terdiri
dari inti nekrotik yang biasanya terdapat di dasar lesi dekat dengan lamina elastik
interna, terdiri dari lipid ekstraseluler, sel debris dan fibrotic cap. Fibrotic cap
sesuai dengan namanya merupakan jaringan keras yang terbentuk dari kolagen
dan sel otot polos di sekitarnya.
Lesi tipe VI (complicated lesion) digunakan untuk menggambarkan
berbagai lesi atherosklerotik yang lebih lanjut seperti lesi ulseratif (dibentuk oleh
erosi cap), lesi hemoragik (ditandai dengan pendarahan di inti nekrotik), atau lesi
trombotik (membawa deposit trombotik). Tipe VII adalah lesi kalsifikasi, ditandai

29
pengerasan arteri. Sedangkan tipe VIII adalah lesi fibrotic yaitu lesi yang
predominan terdiri dari kolagen.

1.4 Diagnosis

Ankle Brachial Index (ABI) adalah tes skrining vaskular yang mudah
dilakukan. Tes ini non invasif dan dapat mengkonfirmasi adanya PAD. ABI
memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang sangat baik untuk mendeteksi PAD.
Selain itu, dapat digunakan untuk menentukan prognosisnya.
Pengukuran ABI ini dapat digunakan secara serial untuk memonitor
perjalanan penyakit. ABI memberikan informasi yang berguna untuk screening
awal sehingga dapat mengurangi keparahan penyakit. ABI merupakan
pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan oleh ACCF/AHA sebagai alat
diagnosis PAD.

Batas ABI yang digunakan untuk diagnosis PAD adalah ≤ 0,9. Batas ini
menurut penelitian memiliki sensitifitas dan spesifisitas >90% untuk
mendiagnosis PAP dibandingkan dengan angiografi. Sensitifitas dari ABI untuk
mendiagnosis PAP dengan >50% stenosis adalah 95%, dan spesifisitasnya 100%.
Pada penelitian meta analisis terbaru, sensitifitas dan spesifisitas pada ABI <0,90
untuk diagnosis PAP adalah 75% dan 86%. Pada pasien dengan DM, pasien
dengan lesi distal pada orang tua, dan pasien dengan stenosis ringan kurang dari
75%, diagnosis dengan nilai ABI menurun.

Walaupun sudah terdapat tes screening ABI yang non invasive dan simpel,
PAD tetap menjadi kasus yang terlambat ditemukan dan ditangani. Hal ini
disebabkan oleh gejala yang tidak segera dirasakan oleh pasien dan kurangnya
pemanfaatan alat screening.

Hasil screening dengan menggunakan ABI tidak jelas pada pasien dengan
PAD yang kurang berat atau kalsifikasi. ABI kurang dapat mengevaluasi PAD
pada orang tua dengan medial sclerosis. ABI dapat memberikan hasil negative
palsu pada pasien dengan stenosis aortailiaka moderate atau kolateral ekstensif.

1.5 Penanganan

29
Penangan pasien PAD memiliki tujuan sebagai berikut: 1) mengurangi
mortalitas kardiovaskular pada populasi berisiko tinggi, 2) meningkatkan kualitas
hidup pada klaudikatio berat, dan 3) menurunkan kemungkinan amputasi pada
pasien dengan CLI. Pengobatan PAD adalah: 1) untuk mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup, dan 2) untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular

1.5.1 Berhenti merokok dan olahraga

Penelitian pada pasien yang sudah berhenti merokok selama 20 tahun


memiliki ABI rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan yang masih merokok.
Penghentian merokok dan olahraga dianggap dua perawatan yang paling penting
untuk PAD. Latihan olahraga yang teratur dapat mengurangi gejala klaudikasio
yaitu memperpanjang waktu dan jarak berjalan bebas nyeri.

29

You might also like