You are on page 1of 16

LEARNING OBJECTIVE

1. Anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer ?
2. Perbedaan tremor fisiologis dan patologis serta pemeriksaan fisiknya ?
3. Efek samping obat levodopa, MOA – B, dan dopamin agonis ?
4. Jenis – jenis nyeri kepala dan pemeriksaannya?
5. Membedakan lesi pada sistem saraf dan bukan sistem saraf ?
6. Gangguan gerak : klasifikasi, diagnosis, tatalaksana ?
7. Gangguan keseimbangan : klasifikasi, diagnosis, tatalaksana ?
8. Sinkop (pingsan) dan koma : klasifikasi, diagnosis (GCS), tatalaksana ?
9. Infeksi pada sistem saraf : klasifikasi, diagnosis, tatalaksana ?
10. Kejang :klasifikasi, diagnosis, tatalaksana ?
JAWABAN
1. Anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer
A. Cranium
Cranium dibagi menjadi 2 bagian, yaitu neurocranium dan
viscerocranium:
- Neurocranium : struktur yang menutupi bagian otak, meninges, dan
nervus cranial. Disusun oleh 8 tulang, yaitu os frontal, Os ethmoidal, Os
spenoidal dan Os occipital, serta sepasang Os temporal dan Os parietal.
- Viscerocranium : struktur tulang yang terdiri atas tulang facial (yang
terbentuk dari mesenkim arcus pharyngeal embryonic). Viscerocranium
dibagi menjadi 15 tulang ireguler, yaitu Os mandibula, Os ethmoidale,
Os vomer, serta sepasang Os maxilla, concha nasalis inferior, Os
zygomatica, Os palatine, Os nasal, Os lacrimale.
B. Scalp
Kulit kepala tersusun atas 5 lapisan, yaitu : kulit, jaringan ikat,
aponeurosis, jaringan areolar longgar, dan pericranium.
C. Meninges
Meninges adalah pelapis dari otak yang terletak di dalam cranium,
penyusun cranial meninges yaitu ;
- Dura mater :
 Lapisan endosteal
 Lapisan meninigeal : falx cerebri, falx cerebelli, tentorium
cerebelli, dan diafragma sellae.
- Arachnoid mater
- Pia mater
D. Otak
 Lobus :
- Lobus frontal - Lobus occipital
- Lobus parietal - Lobus Insular
- Lobus temporal - Lobus limbic
 Sulcus :
- Sulcus lateralis - Sulcus Cinguli
- Sulcus central - Sulcus Corpus Callosum
1) Permukaan dorsolateral :
- Sulcus precentalis - Sulcus temporalis superior
- Sulcus frontalis superior - Sulcus temporalis mediale
- Sulcus frontalis inferior - Sulcus occipital transversalis
- Sulcus postcemtralis - Sulcus intraparietalis
2) Permukaan medial :
- Sulcus korpus callosum - Fissura calcarinus
- Sulcus cinguli - Sulcus parietooccipitalis
- Fissura colateralis - Sulcus hoppocampalis
- Sulcus temporalis inferior
3) Permukaan basal/ventral :
- Sulcus olfactorius - Sulcus orbitalis
- Sulcus rhinal - Sulcus collateralis
- Sulcus occipitotemporal - Sulcus temporalis inferior
4) Lobus insular :
- Sulcus Centralis
- Sulcus circular
 Gyrus :
a. Permukaan dorsolateral :
- Gyrus frontalis superior - Gyrus postcentralis
- Gyrus parietalis superior - Gyrus frontalis
- Gyrus supramarginalis - Gyrus frontalis inferior
- Gyrus angularis - Gyrus precentalis
- Gyrus temporalis superior - Gyrus temporalis mediale
- Gyrus temporalis inferior
b. Permukaan medial :
- Gyrus frontalis mediale - Gyrus Cinguli
- Gyrus subcallosum - Isthmus
- Gyrus rectus - Precuneus
- Gyrus parahippocampalis - Cuneus
- Occipitotemporal lateralis - Uncus
c. Permukaan basal :
- Gyrus rectus - Uncus
- Hippocampus - Gyrus orbitalis
- Gyrus prahippocampalis
- Gyrus occipitotemporal mediale
d. Lobus insular
- Gyrus breve
- Gyrus longi
E. Nervus Cranial
(Sumber : FKUG, 2016, Neurology Behaviour and Psychiatric, Faculty of Medicine
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Paulsen. F & Waschke. J, 2013, Sobotta Atlas Anatomi Manusia Kepala, Leher, dan
Neuroanatomi, jilid 3, edisi 23, EGC : Jakarta).
2. Perbedaan tremor fisiologis dan patologis serta pemeriksaan fisiknya
a) Tremor fisiologis
Tremor fisiologis ini amplitudonya rendah, frekuensi tinggi tremor 10-12
Hz, terlihat pada orang normal, tidak terlihat dalam keadaan normal. Hal ini
ditekankan oleh peningkatan aktivitas simpatis karena obat atau penyakit.
obat umum yang meningkatkan aktivitas adrenergik termasuk beta agonis
adrenergik, seperti salbutamol, terbutalin, amfetamin, selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI), trisiklik antidepresan (TCA), levodopa, nikotin dan
xanthines.
Kecemasan, kegembiraan, kelelahan otot, hipoglikemia, alkohol dan
opioid penarikan, tirotoksikosis, demam dan pheochromocytoma juga
meningkatkan dorongan simpatik.
Peningkatan tremor fisiologis merupakan penyebab paling umum
dari tremor aksi - postural. Dengan demikian, obat – obtan utama neurologis
adalah penyebab untuk tremor aksi – postural umumnya harus dipertimbangkan.
Salah satu penyebeab reversibel yang dikoreksi. pasien dengan getaran yang
datang dan pergi dengan kelelahan, kecemasan, obat atau penggunaan kafein
tidak perlu pengujian lebih lanjut.
b) Tremor patologis
Tremor secara klinis diklasifikasikan terutama menjadi dua jenis, tremor
resting dan tremor aksi :
 Resting tremor terjadi ketika bagian yang terkena adalah benar-benar
didukung melawan gravitasi (misalnya tangan di pangkuan).
Amplitudonya meningkatkan stres mental, sementara itu gerakan
menurun dengan spesifik.
 tremor Action yang diprakarsai oleh kontraksi otot sukarela.
Mereka lebih lanjut dikelompokkan menjadi postural, isometrik dan
kinetik tremor :
- Tremor postural terjadi ketika bagian yang terkena
mempertahankan postur yang tidak didukung melawan gravitasi
(memperpanjang lengan di depan dada).
- Tremor isometrik terjadi pada kontraksi otot melawan tetap
benda (meremas jari orang lain, mendorong terhadap
dinding).
- Tremor Kinetic: ini dibagi dalam dua jenis, yaitu
tremor kinetik sederhana dan tremor kinetik intension. Tremor
kinetik sederhana meningkat pada gerakan ekstremitas seperti
flexion extension dan pronasi-supinasi, sementara tremor intension
meningkat pada gerakan target diarahkan seperti jari-hidung atau
Uji tumit-shin.
 Sindrom tremor
- Tremor esensial (tremor aksi)
Gambaran klinis: Tremor esensial yang paling sering
mempengaruhi tangan dan lengan dan dapat asimetris. Hal ini juga
dapat mempengaruhi kepala, suara, dagu, trunk dan kaki. Tremor
menjadi segera jelas di lengan ketika mereka ditahan di depan dada
bilateral, dan biasanya meningkat pada gerakan yang diarahkan
pada tujuan seperti minum dari gelas atau tes jari ke hidung.
Cerebellar outflow tremor harus dipertimbangkan ketika osilasi
tremor meningkat terus sebelum tiba di sasaran daripada di
penghentian diarahkan pada tujuan aktivitas, meskipun perbedaan
antara keduanya seringkali sulit. Tremor di kaki tidak biasa di ET.
 Neurology
- Tremor cerebrall
Hal ini hadir klasik sebagai frekuensi rendah tremor intension
dan umumnya disebabkan oleh stroke, tumor batang otak dan
beberapa sclerosis. Memburuk dengan pendekatan target yang
spesifik mengarah ke jari yang abnormal ke hidung, jari ke jari
(dysmetria) dan tumit untuk shin (dyssynergia) tes. Tanda-tanda
neurologis lain seperti gangguan cara berjalan, kesulitan dalam
cepat bergantiangerakan tangan dan kaki (dysdiadokokinesis),
gerakan mata abnormal.
- Tremos aksi uncommon
 Primary writing tremor: Banyak tremor tindakan sangat
parah selama tindakan menulis. Tremor yang terjadi secara
eksklusif saat menulis dan tidak selama aktivitas motorik
sadar lainnya adalah disebut sebagai primary writing tremor.
 tremor ortostatik: tremor ortostatik terbatas pada kaki dan
trunkus dan terjadi secara eksklusif sambil berdiri.
 tremor Rubral disebabkan oleh gangguan dari cerebello-
pontothalamic proyeksi. Hal ini biasanya hadir pada saat
istirahat, mencegah postur dan aktivitas sadar.
 tremor neuropatik: Kadang-kadang dikaitkan dengan serat
besar neuropati perifer.
 Resting tremor
Resting tremor biasanya karena parkinson akibat obat atau
penyakit Parkinson idiopatik.
- Parkinson
Parkinsonisme adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
bradikinesia, kekakuan, tremor (hadir dalam 50%), instabilitas
postural dan dengan menambahkan fitur facies bertopeng, kiprah
menyeret dan Micrographia.
Hal ini frekuensi rendah resting tremor nondisabling,
yang dimulai pada umumnya di tangan ipsilateral dan kaki,
terkait dengan bradikinesia, kekakuan dan ketidakstabilan postural.
 Tremor psychogenic
tremor psikogenik ditandai dengan onset mendadak, spontan
remisi, rendah dengan gangguan dan perubahan pola tremor.
Biasanya, pasien disuruh memukul anggota badan berlawanan dengan
yang terkena ekstremitas. Jika tremor menurun (distractibility) atau
frekuensi bergeser (Entrainment) untuk penyadapan, maka diduga
tremos psyvhogenic.
 Tremor wilson
Penyakit Wilson merupakan penyebab yang jarang tetapi penting
tremor diobati biasanya menyajikan bawah 40 tahun dengan pola wing -
beating dalam bentuk yang khas. Hal ini dikonfirmasi oleh
cerruloplasmin serum dan 24 jam ekskresi tembaga urin. klinis
tambahan termasuk asites, penyakit kuning dan penyakit hati kronis di
muda pasien non-alkohol dan dengan kehadiran cincin Kayser
Fleischer, dystonia, dysarthria, air liur pada pasien fenotip neurologis.
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dimulai dengan pengamatan tremor selama
anamnesis. Banyak pasien dengan tremor gejala lebih selama bagian awal
dari pemeriksaan. Pasien harus diamati sementara duduk, berbaring dengan
bagian tubuh yang terkena didukung sepenuhnya dan sementara berjalan.
Horizontal atau vertikal tremor kepala biasanya terkait dengan ET, tetapi
juga bisa terjadi pada cervical dystonia dan garis tengah sindrom serebelar.
Localized wajah, rahang dan bibir tremor lebih sering manifestasi parkinson.
suara penting tremor adalah mudah terdengar dan dapat lebih ditingkatkan
dengan pasien melakukan membuat note yang panjang.
Tremor di lengan diamati dengan anggota badan yang terkena
sepenuhnya didukung saat istirahat, dengan tungkai ditinggikan melawan
gravitasi dan selama gerakan yang diarahkan pada tujuan.
Kebanyakan resting tremor berhenti dengan tindakan tetapi muncul
kembali lagi menjaga postural (munculnya kembali). Pasien dengan resting
tremor harus diperiksa lebih lanjut untuk tanda-tanda mendukung parkinson.
Intension tremor umumnya diidentifikasi oleh jari ke hidung atau
jari untuk menguji jari. Pasien-pasien ini harus dianalisa lebih lanjut untuk
bukti stroke (sakit kepala, vertigo, kesulitan dalam keseimbangan, tidak
merata kiprah, nistagmus) dan multiple sclerosis (kesulitan dalam visi,
beragam tanda-tanda neurologis).
Postural dan action tremor yang terbaik dengan melakukan lengan
diadakan terentang, dengan bahu abduksi, siku tertekuk dan jari telunjuk
memegang inci terpisah di depan dada. menulis dan menggambar dapat
menunjukkan besar, gemetar, loop angulated dari ET atau
Micrographia parkinson.
(Sumber : Jha Kumar. D, Singh. K. A, 2013, A Clinical Approach To Tremor,
Pp: 1 – 4, from : http://www.apiindia.org/medicine_update_2013/chap119.pdf).
3. Efek samping obat levodopa, MOA – B, dan dopamin agonis
 Levodopa
Efek samping levodopa terutama disebabkan terbentuknya dopamin
diberbagai organ. Karena tujuan pemberian levodopa adalah peningkatan DA –
striatum maka efek terhadap organ lain menjadi egfek samping obat ini :
- Sistem cerna : sampai 80% pasien mengalami mual, muntah dan tidak nafsu
makan terutama bila dosis awal terlalu tinggi (akibat perangsangan
chemoreceptor tringger zone) oleh DA.
- Diskinesia dan gerakan spontan abnormal : gerakan spontan abnormal terjadi
pada 50% pasien dalam 2 – 4 bulan pengobatan. Gerakkan ini diduga berdasarkan
“supersensitivitas” reseptor dopaninergik pascasinaps dan bentuknya bervariasi
seperti gerakan bukolingual, meringis, gerakan kepala, dan berbagai gerakan
distonik dan koreiform dari lengan/tungkai atau kombinasi. Diskinesia terjadi
pada diafragma sehingga pasien terengah – engah atau mengalami hiperventilasi.
- Pembekuan gerakan (freezing). Secara mendadak pasien yang sedang
berjalan tidak bisa melangkah atau langkahnya pendek – pendek sekali.
- Psikis. Sejumlah pasien mengalami gangguan tingkah laku yang cukup
segera setelah pengobatan.
- Sistem kardiovaskular. Memperlihatkan hipotensi ortostatik asimtomatik.
- Efek metabolik dan endokrin. Menghambat sekresi prolaktin
- Efek terhadap sistem lain. Pada ginjal : meningkatkan aliran plasma ginjal,
laju fitrasi glomerulus dan eksresi natrium dan kalium.
 MOA – B
Efek samping berat tidak dilaporkan terjadi, efek samping kardiovaskular
jelas kurang dari penghambatan MOA – A. Hipotensi, mual, kebingungan dan
psikosis pernah dilaporkan.
 Agonis dopamin
Efek samping bromokriptin : mual, muntah, dan hipotensi ortostatik
merupakan efek samping awal. Gangguan psikis berupa halusinasi penglihatan
dan pendengaran lebih sering dutemukan dibandingkan dengan pada pemberian
lovodopa.
Efek samping yang jarang terjadi : eritromelalgia, nyeri, panas dan
edema ditungkai bawah. Hipotemsi dan levido retikularis kulit juga lebih sering,
diskinesia lebih jarang terjadi.
(Sumber : FKUI,2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Badan Penerbit FKUI,
jakarta).
4. Jenis – jenis nyeri kepala dan pemeriksaannya
 Jenis – jenis sakit kepala
 Kriteria diagnosis
 nyeri tegang otot (tension type headache)
- Minimal ada 10 kali episode serangan nyeri kepala berupa nyeri terasa
berat seperti diikat, ditekan, tegang seperti dibebani, biasanya di daerah
frontal dan tengkuk, kadang – kadang dapat menyeluruh atau bilateral.
- Nyeri berlangsung dari 30 menit akan tetapi dapat terus menerus sampai
7 hari.
- Nyeri bertahan pada siang hari dan berkurang setalh istirahat.
- Tidak ditemukan fotofobia dan fonofobia.
- Tidak ada nausea dan vomiting.
- Berkaitan erat dengan stress psikologik.
- Pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan
 Terapi farmakologi
- Serangan akut (tidak boleh lebih dri 2 hari/minggu)
 Analgetik : aspirin 1000mg/hari, asetaminofen1000 mg/hari,
NSAID (naroxen 660 – 750 mg/hari), ketoprofen 25 – 50 mg/hari,
ibuprofen 800 mg/hari, diklofenat 50 – 100 mg/hari.
 Kafein 65 mg.
 Kombinasi : 325 mg aspirin atau asetaminofen + kafein 40 mg.
- Untuk akut dan kronik:
 Anti depresan : notriptilin (25 – 100 mg sebelum tidur – tidak lebih
dari 200 mg/hari), amitriptilin (25 – 100 mg/hari sebelum tidur –
tidak lebih dari 150 mg/hari).
 Anti ansietas : diazepam 5 – 30 mg/hari, klordiazepoksid 10 – 75
mg/hari, alprazolam 0.25 – 0.5 mg 3xhari.
 Nyeri kepala klaster (cluster headache)
- Minimal terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat di daerah
orbita, supraorbita, dan/atau temporal yang unilateral, berlangsung 15
– 180 menit bila tidak diobati.
- Nyeri kepala disertai setidak – tidaknya satu dari berikut :
 Injeksi konjunctiva dan atau lakrimasil ipsilateraal
 Kongesti nasal dan atau lakimasi ipsilateral
 Edema palpebra ipsilateral
 Dahi dan wajah berkeringan ipsilateral
 Miosis dan atau ptosis ipsilateral
 Perasaan gelisaj atau agitasi
- Frekuensi serangan : dari kali setiap 2 hari 8 kali perhari.
 Terapi farmakologi :
- Terapi abortif : inhalasi oksigen, dihidroergotamin, sumatriptan
injeksi SC, anestesi lokal : lidokain intrasal, indometasin, gabapentin
atau topiramat.
- Terapi profilaksis : verapamil, nimodipin, steroid, lithium, ergotamin.
 Migrain tanpa aura
- Sekurang – kurangnya 10 kali serangan termasuk B – D.
- Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4 – 72 jam dan diantara
serangan tidak ada nyeri kepala
- Nyeri kepala yang sering terjadi sekurang – kurangnya 3
karakteristik sbb:
 Riwayat,Lokalisasi unilateral
 Sifatnya mendenyut
 Intensitas sedang sampai berat
 Diperberat oleh kegiatan fisik
- Selama serangan sekurang – kurangnya ada satu dari hal tersebut
dibawah ini :
 Mual atau dengan muntah
 Fotofobia atau dengan fonofobia
- Sekurang – kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah :
 Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik.
 Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga ada kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuro – imaging dan pemeriksaan
tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan.
 Migrain dengan aura
- Sekurang – kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
- Sekurang – kurangnya terdapat 3 dari 4 karakteristik di bawah ini :
 Satu atau lebih gejala aura yang reversibel yang menunjukkan
disfungsi hemisfer dan/atau batang otak.
 Sekurang – sekurangnya satu gejala aura atau berkembang lebih
dari 4 menit, atau lebih gejala aura yang terjadi bersama –
bersama.
- Sekurang – kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini :
 Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik.
 Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga ada kelainan
organik, tetpai pemeriksaan neuro – imaging dan pemeriksaan
tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan.
 Neuralgia trigeminal
- Nyeri fasial mengenai 1 cabang atau lebih N. Trigeminus,
paroksismal
- Sifat neyeri tajam seperti ditusuk atau disetrum listrik, berlangsung
bebrapa detik sampai 2 menit, diikuti masa penyembuhan beberapa
detik sampai sekitar satu menit dan dapat diikuti serangan berikutnya
- Dapat disertai lakrimasi dan kontraksi otat – otot.
- Dapat dicetuskan oleh rangsangan ringan misalnya sewktu meraba,
menguap, berbicara, mengunyah, menguap, menyikat gigi, atau
kontak daereah trigger zone.
 Nyeri kepala tumor otak
- Nyeri kepala berdentum, seolah akan pecah, dapat disertai muntah
proyektil terutama dialami pada pagi hari
- Nyeri bertambah bila batuk, bersin dan mengedan.
- Gejala neurologis dapat timbul atau tidak tergantung lokasinya di
otak.
 Nyeri kepala akut pasca trauma
- Nyeri kepala, tidak khas
- Terdapat trauma kepala, dimana nyeri terjadi dalam 7 hari setelah
trauma atau sesudah kesadran penderita pulih kembali
- Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini :
 Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala
 Nyeri menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma
kepala]
(Sumber : Kuliah Pakar : Zahra. K. A, 2012, Clinical Anatomy of Brain
Vascularisation, Ventricular System, and Meninges, Bagian departemen anatomi
Notes Mini Medical,2015, Neurology Edition).
5. Membedakan lesi pada sistem saraf dan bukan sistem saraf
Lesi medulla spinalis menyebabkan hilangnya persepsi sensorik dan/atau fungsi
otonom, serta paralisis spastic atau flaksid. Sebaliknya, perangsangan neuron yang
abnormal, dapat menyebabkan sensai dan fungsi yang tidak adekuat. Daerah yang
dipengaruhi biasanya mengikuti distribusi dermatom.
Lesi pada struktur supraspinalis dapat juga mengakibatkan berbagai defisit atau
perangsangan abnormal, yang terbatas pada fungsi dan daerah tubuh tententu (misal,
lesi yang terlokalisasi di area korteks sensorik primer). Namun kelainan ini lebih
sering menyebabkan gangguan yang kompleks pada sistem sensorik dan motorik
dan/atau pengaturan otonom. Selain itu gangguan fungsi otak yang terintegrasi
seperti memori, emosi, dan kognitif dapat terjadi dalam berbagai perjalanan
penyakit.
(Sumber : Silbernagl, dkk, 2007, Teks dan Atlas Berwarna Fisiologi).

6. Gangguan gerak : klasifikasi, diagnosis, tatalaksana


 Klasifikasi
 Diagnosis
- Pemeriksaan motorik
Nilai Kekuatan otot
0 Tidak ada kontraksi/lumpuh total.
1 Ada sedikit kontraksi, tapi tidak didapatkan gerakan pasa
persendian yang harus digunakan oleh otot
2 Ada gerakan tapi tidak bisa lawan gravitasi
3 Ada gerakan dan bisa lawan gravitasi
4 Dapat melawan gaya berat dan dapat menahan
5 Tidak ada kelumpuhan/ normal

(Sumber : Abdo. F. W, et al, 2010, The Clinical Approach to Movement Disorder,


Nature reviwes Neurology, vol. 6, Pp: 29 – 37, from < www.nature.com/nrneurol>.
(Sumber : Kuliah Pakar : Zahra. K. A, 2012, Clinical Oriented Anatomy of Brain,
Sensory, and Descending Pathway, Bagian departemen anatomi).
7. Gangguan keseimbangan : klasifikasi, diagnosis, tatalaksana
8. Sinkop (pingsan) dan koma : klasifikasi, diagnosis (GCS), tatalaksana
 Diagnosis
- Secara kualitatif, tingkat kesadaran :
 Kompos mentis : bereaksi secara adekuat
 Delerium : pasen tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak,
aktivitas motorik meningkat.
 Somnolen : keadaan mengantuk, dapat pulih penuh jika dirangsang.
 Stupor : penderita merasakan kantuk yang dalam dan masih dapat
dibangunkan dengan rangsangan yang kuat namun kesadaranya segera
menurun lagi (respons terhadap verbal samar, respon terhadap nyeri
namun tidak sadar sempurna).
 Koma ringan : tidak ada respon terhadap rangsangan verbal, hanya
terhadap rangsangan nyeri berupa gerakan. Namun, pasien tidak dapat
dibangunkan. Reflex pupil, kornea, dsb masih baik.
 Koma dalam : tidak ada gerakkan spontan meskipun dengan
rangsangan nyeri dan rangsangan verbal.
- Secara kuantitatif (Glasgow Coma Scale)
(Sumber : Notes Mini Medical,2015, Neurology Edition).
9. Infeksi pada sistem saraf : klasifikasi, diagnosis, tatalaksana
 Klasifikasi
- Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen/membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab – penyebab dari
meningitis :
 Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneukokus dan basil influenza.
 Virus yang disebabkan oleh agen – agen virus yang sangat bervariasi.
 Organisme jamur.
Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :
 Asepsis : mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan
iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, esensefalitis,
limfoma, leukemia, atau darah di ruang subarachinoid.
 Sepsis : mengitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh
organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basil
influenza.
 Tuberkulosis : meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basalus tuberkel.
- Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab
tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simplex, arbovirus,
dan jarang disebabkan oleh anterovirus, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis
juga bisa terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan
pascavaksinasi pertusis.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ensefalitis
supuratif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah staphylococcus
aureus, streptococcus, E. Coli, mycobacterium, dan T. Pallidum. Sedangkan
ensefalis virus dengan virus penyebab adalah virus RNA (virus partotitis),
virus morbili, virus rabies, virus rubella, virus dengue, virus polio,
cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
- Abses otak
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur – unsur infeksi dalam
jaringan otak. Abses ini dapat terjadi :
 Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan.
 Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi
(infeksi sinus paranasal, otitis media, seopsis gigi).
 Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru – paru, endokarditis
infektif) dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan
beberapa bentuk abses otak.
- Sindrom Gullian – bare
Sindrom gullian – bare (GBS) merupakan sindrom klinis yang
ditunjukkan oleh onset akut dari gejala – gejala yang mengenai saraf tepi
kranial. Proses penyakit mencakup demielinisasi dan degenerasi selaput
mielin dari saraf tepi kranial. Penyebab tidak diketahui, tetapi respons alergi
atau respons autonom sangat mungkin sekali.
- Bell’s palsy
Bell’s palsy (paralisis wajah) karena keterlibatan perifer saraf kranial VII
pada salah satu sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau paralisis otot
wajah. Penyebabnya tidak diketahui, meskipun kemungkinan penyebab
dapat meliputi iskemia vaskular, penyakit virus (herpes siplex, herpes
zoster), penyakit autoimun, atau kombinasi semua faktor ini.
- Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin
kuman clostridium tetani, yang bermanifestasi dengan kejang otot secara
paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekauan tonus otot ini
selalu tampak pada otot maseter dan otot rangka.
 Diagnosis
- Meningitis
 Anamnesis : keluhan utama : panas badan tinggi, kejang, dan penurusan
tingkat kesadaran.
 Riwayat penyakit saat ini : riwayat penyakit sangat enting diketahui
untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Keluhan gejala awal biasanya
sakit kepala dan demam. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk melakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis
bakteri.
 Riwayat penyakit terdahulu : pengkajian penyakit yang pernah dialami
yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah mengalami infeksi jalan napas
bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala,
dan adanya pengaruhg imunologis pada sebelumnya. Riwayat penyakit
TB paru perlu ditanyakan.
 Pemeriksaan fisik : pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1 – B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang telah
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluah pasien.dilakukan
pemeriksaan tanda – tanda Vital. B1 (breathing): inspeksi apakah pasien
batuk, produksi sputum, sesak napas, pengunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan yang sring didapatkan pada pasien
meningitis disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. B2
(blood) : infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan
meningitis meningokokus, dengan tanda – tanda septikemia,B3 (brain),
B4 (bladder), B5 (bowel), B6 (bone).
 Tingkat kesadaran
 Fungsi serebri
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan sistem mototik
 Periksaan refleks
 Gerakan involunter : biasanya pasien mengalami j]kejang umum,
terutama pada anak dengan meningitis disertai dengan peningkatan
suhu tubuh yang tinggi.
 Sistem snsorik : biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh.
 Pemeriksaan diagnostik : rutin meliputi klinik rutin (HB, leukosit, LED,
trombosit, retikulosit, glukosa)
- Ensefalitis
 Anamnesis : keluhan utama kejang disertai penurunan tingkat kesadran.
 Riwayat penyakit saat ini : keluhan gejala awal yang sering adalah sakit
kepala dan demam.
 Riwayat penyakit terdahulu : meliputimpernahkah pasien mengalami
campak, cacar air, herpes,dan brinkopneumonia. Pada anak riwayat
menderita penyakit yang disebabkan virus seperti virus influenza,
varicella, adenovirus, kokssakie, ekhinovirus atau parainfluenza, infeksi
bakteri, parasit satu sel, cacing, fungus, riketsia.
 Pemriksaan fisik : pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1 – B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang telah
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluah pasien.dilakukan
pemeriksaan tanda – tanda Vital. B1 (breathing): inspeksi apakah pasien
batuk, produksi sputum, sesak napas, pengunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan yang sring didapatkan pada pasien
meningitis disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. B2
(blood) : infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan
meningitis meningokokus, dengan tanda – tanda septikemia,B3 (brain),
B4 (bladder), B5 (bowel), B6 (bone).
 Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran ensefalitis biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
 Fungsi serebri
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan sistem mototik
 Periksaan refleks
 Gerakan involunter : ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia.
- Abses otak
 Anamnesis : keluhan utama adanya gejala neurologis (kelemahan
ekstremitas, penurunan penglihatan, kejang).
 Riwyat penyakit saat ini : keluhan biasa dengan kelemahan ekstremitas,
pemnurunan pengelihatan, dan kejang.
 Riwayat penyakit terdahulu : pernahkah mengalami riwayat langsung
dari trauma intrakranial atau pembedahan, pernahkah mengalami
infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, gigi (infeksi sinus
paranasal), otitis media, sepsis gigi)
 Pemeriksaan fisik : pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1 – B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang telah
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluah pasien.dilakukan
pemeriksaan tanda – tanda Vital. B1 (breathing): inspeksi apakah pasien
batuk, produksi sputum, sesak napas, pengunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan yang sring didapatkan pada pasien
meningitis disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. B2
(blood) : infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan
meningitis meningokokus, dengan tanda – tanda septikemia,B3 (brain).
 Tingkat kesadaran
 Fungsi serebri
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan sistem mototik
 Periksaan refleks
 Pemeriksaan diagnostik : CT scan sangat baik dalam menentukan
letak abses.
- Gullian – bare syndrome
 Anamnesis : keluhan utama kelemahan otot baik kelemahan fiik secara
umum maupun lokalis seperti melemahnya otot – otot pernapasan.
 Riwayat penyakit saat ini : komplikasi yang paling berat dari GBS
adalah gagal napas.
 Riwayat penyakit terdahulu : pernah mengalami ISPA, infeksi
gastrointestinal, dan tindakan bedah saraf.
 Pemeriksaan fisik : pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1 – B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang telah
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluah pasien.dilakukan
pemeriksaan tanda – tanda Vital. B1 (breathing): inspeksi apakah pasien
batuk, produksi sputum, sesak napas, pengunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan karena infeksi saluran pernapasan
dan yang paling sering didapatkan pada pasien GBS adalah penurunan
frekuensi pernapasan karena melemahnya fungsi otot – otot pernapsan.
B2 (blood) : infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan
meningitis meningokokus, dengan tanda – tanda septikemia,B3 (brain),
B4 (bladder), B5 (bowel), B6 (bone).
 Tingkat kesadaran
 Fungsi serebri
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan sistem mototik
 Periksaan refleks
- Bell’s palsy
 Anamnesis : keluhan utama kelumpuhan otot wajah terjadi pada 1 sisi.
 Riwayat penyakit saat ini
 Riwayat penyakit terdahulu : pernah mengalami penyakit iskemik
vaskular, otitis media, tumor intrakranial, trauma kapotis, penyakit
virus, penyakit autoimun, atau kombinasi semua faktor.
 Pemeriksaan fisik : pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1 – B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang telah
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluah pasien.dilakukan
pemeriksaan tanda – tanda Vital. B1 (breathing): inspeksi didapatkan
pasien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada pengunaan otot bantu
napas, dan frekuensi pernapsan dalam tingkat normal. B2 (blood) :
infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis
meningokokus, dengan tanda – tanda septikemia,B3 (brain), B4
(bladder), B5 (bowel), B6 (bone).
 Tingkat kesadaran
 Fungsi serebri
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan sistem mototik
 Periksaan refleks
 Tatalaksana :
- Meningitis : isoniazid, rifampisin, streptomisin, obat anti infeksi :
sefalosporin, amfisilin, kloramfenikol, antikonvulsi, antipiretik, antiedema
serebri, pemenuhan oksigenasi dengan O2.
- Abses otak : abses otak diobati dengan terapi antimikroba, pengobatan
antimikroba diberikan untuk menghilangkan organisme penyebab, dosis
besar melalui IV biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan
otak dan abses otak. Kortikosteroid dapat diberikan, obat antikonvulsan
(fenitoin, fenobarbital) dapat diberikan sebagi profilaksis terjadi kejang.
- Bell’s palsy : terapi kortikosteroid (prednison) dapat diberikan untuk
menurunkan radang dan edema.
- Tetanus : antitetanus serum (ATS), fenobarbital, diazepam, largactil,
antimikrobia.
(Sumber : Muttaqin. A, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Salemba Madika; jakarta).
10. Kejang : klasifikasi, diagnosis, tatalaksana
 Klasifikasi
Epilepsi dan status epileptikus merupakan bagian dari riwayat dari gejala
konvulsi. Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan berat dari fungsi
otak dengan karakteristik kejang berulang. Serangan kejang yang merupakan
gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan kelainan fungsional
(motorik, sensorik, atau psikis).
Ada dua golongan utama epilepsi, yaitu:
 Epilepsi parsial, dapat bermanifestasi dengan gejala – gejala dasar atau pun
kompleks. Epilepsi parsial dengan gejal – gejala dasar adalah yang
mencakup gejal – gejala motorik atau sensorik.
 Kejang umum lebih sering disebut sebagai kejang grand mall, melibatkan
kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin
ada kekakuan pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang
bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (kontaksi tonik – kolik
umum)
 Diagnosis
 Anamnesis : keluhan utama kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
 Riwayat penyakit dahulu : penting ditanyakan riwayat antenatal, intranatal,
dan pascanatal dari kelahiran pasien.
 Pemeriksaan fisik : pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem
(B1 – B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang telah terarah dan
dihubungkan dengan keluhan – keluah pasien.dilakukan pemeriksaan tanda –
tanda Vital. B1 (breathing): inspeksi didapatkan pasien tidak batuk, tidak
sesak napas, tidak ada pengunaan otot bantu napas, dan frekuensi pernapsan
dalam tingkat normal. B2 (blood) : infeksi fulminating terjadi pada sekitar
10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda – tanda
septikemia,B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel), B6 (bone).
 Tingkat kesadaran
 Fungsi serebri : aktivitas motorik pada pasien epilepsi tahap lanjut biasanya
mengalami perubahan status mental seperti gangguan perilaku, alam
perasaan, dn persepsi.
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan sistem mototik
 Periksaan refleks
 Pemeriksaan diagnostik : CT scan digunakan untuk mendeteksi adanya lesi
pada otak, fokal abnormal, serebrovaskular abnormal, dan perubahan
degenerasi serebral.
 Tatalaksana
 Farmakologi : terapi medis lebih untuk mengontrol daripada untuk
mengobati kejang. Obat diberikan susuai tipe kejang yang akan diobati,
keefektigfan, serta keamanan medikasi.
Antikonvulsan utama : fenobarbital dosis 2 – 4 mg/kgBB/hari, phenitoin
dosis 5 – 8 mg/kgBB/hari, carbamzepine 20 mg/kgBB/hari. Valproate 30 –
80 mg/kgBB/hari
 Pembedahan untuk epilepsi : diindikasikan untuk klien yang mengalami
epilepsi akibat tumor intrakranial, abses, kista, atau adanya anomali
vaskuler.
(Sumber : Muttaqin. A, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Salemba Madika; jakarta
Notes Mini Medical,2015, Neurology Edition).

You might also like