Professional Documents
Culture Documents
TESIS
Oleh
THESIS
By
TESIS
Oleh
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Aznan Lelo, Ph.D., Sp. FK) (Dra. LinaTarigan, M.S., Apt)
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp. A(K) selaku
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
4. Prof. Dr. dr. Aznan Lelo, Ph.D., Sp. F(K) selaku komisi pembimbing yang
telah memberikan masukan dan arahan selama proses pelaksanaan tesis ini
6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan dr. Fauzi, S.K.M selaku penguji
tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan
7. Suamiku tercinta dan tersayang Mhd. Ismail Lubis, S.T serta buah hatiku
Farhan Abiyyu Syafiq Lubis dan Faiz Rhayzan Thabrani Lubis, Ayahanda
dan Ibunda tercinta H. Hasdar Amir Saragih dan Hj. Aminah serta Ayahanda
dan Ibunda Mertua tercinta H. Mhd. Isya Lubis dan Hj. Farida Hanum
kesabaran, motivasi dan doa dalam memberikan dukungan moril agar dapat
8. Dr. Nanang Fitra Aulia, Sp.PK selaku Direktur RSUD. dr. H. Kumpulan Pane
Kota Tebing Tinggi dan seluruh staf yang telah mendukung penulis dalam
selama ini.
11. Rekan-rekan sekerja di Instalasi Farmasi RSUD. dr. H. Kumpulan Pane Kota
Tebing Tinggi atas pengertian dan dukungannya selama proses pendidikan ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
Hanya Allah SWT yang dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah
diperbuat. Penulis menyadari atas segala keterbatasan tesis ini, untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini
dengan harapan tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
penelitian selanjutnya.
Penulis
Herita Amalia Sari Asih lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 20 Maret 1976,
Amir Saragih dan Ibunda Hj. Aminah, saat ini bertempat tinggal di Jalan Ahmad
Negeri No. 164326 Tebing Tinggi tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama Negeri 5
Tebing Tinggi tahun 1991, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tebing Tinggi tahun
1994, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Farmasi Universitas
Sumatera Utara tahun 1999, Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara
tahun 2000. Tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan lanjut S2 di Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada
Lubis, S.T dan sampai saat ini telah dikaruniai 2 orang putra yang bernama Farhan
Saat ini penulis bekerja sebagai Kepala Instalasi Farmasi RSUD. dr. H.
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii
BAB 5. PEMBAHASAN................................................................................... 76
LAMPIRAN ............................................................................................................ 96
4.1 Jumlah Ketenagaan RSUD. dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
berdasarkan Jenis Pendidikan Tahun 2011................................................... 64
banyak diderita oleh penduduk dunia dan hingga saat ini belum ditemukan
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.
Penyakit DM sering disebut The Great Imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan bermacam keluhan. Gejala sangat
bervariasi dan secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum menjadi lebih banyak, buang air kecil menjadi lebih sering
terjadinya penyakit lain yaitu 24 kali berisiko terjadi penyakit jantung, 25 kali
berisiko terjadi kebutaan, 17 kali terjadi gagal ginjal, 5 kali terjadi gangren dan 2 kali
terjadi gangguan pembuluh darah otak. Dampak lain dari penyakit DM adalah
masyarakat. Hal ini terjadi karena masih ada stigma masyarakat yang menganggap
bahwa dari 14 juta orang menderita DM, 50% diantaranya sadar telah mengidapnya
(30% diantaranya yang mau berobat teratur dan 70% lainnya belum mengikuti
pengobatan secara teratur), selain itu masih ada 50% lainnya yang tidak menyadari
5,4% pada tahun 2025. Jumlah penderita DM di Cina dan India mencapai 50 juta
penyebab kematian. Selanjutnya dinyatakan bahwa 10% jenis DM tipe 1 dan 90%
berfluktuasi setiap tahunnya sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Pada
tahun 2010 diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia lebih dari 5 juta penderita
Tebing Tinggi pada tahun 2010, diketahui penyakit DM menempati urutan nomor 1
kurun waktu satu tahun terakhir sebanyak 5100 kunjungan, yang terdiri dari 394
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh petugas kesehatan
(Smet, 1994). Shilinger (1983) yang dikutip Travis (1997) menyatakan bahwa
yang dapat meningkatkan kesehatan dan menerima regimen yang akan memulihkan
kesehatannya.
baik dan tepat akan menggugah kesadaran penderita untuk mau melaksanakan
penderita DM yang tidak mendapatkan edukasi memiliki risiko 4 kali lebih tinggi
hubungan interpersonal dengan pasien sehingga akan tercipta suasana yang kondusif
1989). Kondisi saling percaya yang telah dibangun antara petugas kesehatan dan
pengobatan (Stuart G.W.,et al, 1998). Komunikasi yang baik dapat meningkatkan
(Anggraini,2009).
Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh
apoteker rumah sakit dalam memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan
terkini baik kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya dan terutama kepada
benar mengenai penggunaan obat dan pengobatan kepada pasien, meliputi: (1) nama
obat, (2) tujuan pengobatan, (3) jadwal pengobatan, (4) cara menggunakan obat, (5)
lama penggunaan obat, (6) efek samping obat, (7) tanda-tanda toksisitas, (8) cara
penyimpanan obat, dan (9) penggunaan obat lain-lain, serta upaya meningkatkan
diharapkan dapat mencapai output PIO berupa penggunaan obat yang tepat dan benar
serta melaksanakan anjuran petugas terhadap tindakan pengobatan yang dijalani oleh
pasien.
satu penyebab kegagalan terapi. Hal ini sering disebabkan karena kurangnya
pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat dan segala sesuatu yang
Menurut Siregar (2004) PIO pada pasien rawat jalan sangat diperlukan
mengingat pasien rawat jalan tidak berada dalam lingkungan yang terkendali seperti
halnya pasien rawat inap. Pasien rawat jalan harus bertanggung jawab untuk
perawatan kesehatannya sendiri. Selain obat yang diresepkan oleh dokter, pasien
dapat menggunakan obat bebas yang diperolehnya dari luar Instalasi Farmasi Rumah
tepat oleh pasien. Petugas IFRS merupakan anggota terakhir dari tim pelayanan
kesehatan yang bertemu dengan pasien rawat jalan sebelum menggunakan obatnya
tanpa pengawasan medik langsung. Petugas IFRS juga bertanggung jawab untuk
memastikan penggunaan obat yang aman dan tepat serta memberikan informasi yang
Menurut Rantucci (2007), lebih dari 200 penelitian tentang penggunaan obat
oleh pasien yang tidak dirawat inap menunjukkan bahwa 50% pasien akan
menggunakan obat secara tidak benar. Menurut laporan Department of Health and
Human Services (DHS) tahun 2004, 48% dari seluruh penduduk Amerika Serikat, dan
55% manula, gagal mengikuti regimen pengobatan. Selain itu, sebuah penelitian
menunjukkan bahwa 32% pasien yang mendapat perintah pengulangan resep dari
membuat dokter berasumsi bahwa diagnosis penyakit salah akibat buruknya respon
terhadap obat yang dianjurkan. Hal ini juga dapat mengakibatkan dokter melakukan
informasi tentang beberapa hal yang menjadi keluhan pasien berkenaan dengan
informasi tentang khasiat/manfaat, efek samping, dan berbagai hal yang berkaitan
dengan obat yang tertulis dalam resep dokter; (2) 48 % menyatakan tidak mengetahui
adanya Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang diselenggarakan oleh Instalasi Farmasi
informasi yang lengkap tentang penggunaan obat secara tepat dan benar.
Selain itu PIO yang diselenggarakan oleh IFRS merupakan kegiatan yang
dilakukan hanya berdasarkan minat dan kesempatan yang dimiliki oleh IFRS guna
memenuhi Standar Pelayanan Minimal Farmasi Rumah Sakit (SPM-FRS), hal ini
1.2 Permasalahan
1.4 Hipotesis
pelayanan informasi obat terhadap kepatuhan minum obat pasien diabetes mellitus
1. Ilmu Pengetahuan
Kesehatan.
2. Rumah Sakit
konsumen.
3. Petugas PIO
penggunaan obat.
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.
antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia
dependent diabetes mellitus atau IDDM), tipe 2 (non insulin dependent diabetes
mellitus atau NIDDM), diabetes mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang
berhubungan dengan nutrisi. Selain itu terdapat dua kategori lain tentang
insulin secara absolut akibat proses autoimun, sedangkan diabetes mellitus tipe 2
mempunyai latar belakang resistensi insulin. Pada awalnya resistensi insulin belum
meningkat, selanjutnya terjadi kelelahan sel beta pankreas, baru terjadi diabetes tipe 2
kadar glukosa, yang berakibat pada pembentukan kadar glukosa yang tinggi. Keadaan
ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan
Gejala klasik diabetes mellitus tipe 2 adalah adanya rasa haus yang
berlebihan, sering buang air kecil terutama di malam hari, dan berat badan turun
cepat, kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat
lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun dan luka sukar sembuh
(Waspadji, 2007).
Diabetes mellitus tipe 2 meliputi lebih dari 90% dari semua populasi diabetes.
Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari
orang dewasa.
Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 dilaporkan lebih dari 40% adalah dewasa
dengan umur lebih dari 40 tahun, rata-rata prevalensi di Amerika Latin antara 15-41%
orang dewasa dengan umur lebih dari 45 tahun dengan gaya hidup barat dan sebesar
3% yang menderita diabetes mellitus tipe 2 dengan gaya hidup setempat. Prevalensi
umur 30-64 tahun di Pasific Island of Kiribati dan Samoa barat 11-16%, dan
Group, 2003).
Manado, Jakarta sebesar 12,8%, Jawa Barat sebesar 1,1%, dan Makasar sebesar 2,9%
(Soegondo, 2004).
terjadinya diabetes mellitus tipe 2 belum diketahui secara pasti, namun dari beberapa
mellitus tipe 2 misalnya umur, riwayat keluarga, pola makan, obesitas, aktifitas fisik,
masuknya agent tertentu dari luar tubuh penderita, melainkan karena disebabkan
oleh faktor individu itu sendiri. Beberapa teori tentang penyebab diabetes
mellitus tipe 2 telah diajukan tetapi belum ditemukan hasil yang memuaskan.
b. Host (Penjamu)
1. Umur
40%. Berdasarkan Perkeni (2003) DM diderita usia lebih dari 45 tahun, dan
diabetes.
2. Hipertensi
hipertensi meningkat dari kurang 5% pada orang normal menjadi 15-25% dengan
3. Obesitas
Obesitas adalah faktor risiko utama untuk diabetes mellitus. Berat badan yang
lebih dapat membuat dan menggunakan hormon insulin dengan baik. Diabetes
membantu mengurangi risiko peningkatan diabetes mellitus karena hal itu akan
membantu hormon insulin yang digunakan oleh tubuh lebih efektif. Orang-orang
yang berat badannya turun antara 5-7% akan mengurangi risiko terkena diabetes
Moore, et.al (2003) menunjukkan bahwa penurunan berat badan 3,7 – 6,8 kg
pada individu yang berusia 30-50 tahun mengurangi risiko diabetes mellitus
sebesar 33% dibandingkan dengan berat badan yang tetap gemuk. Hal ini
4. Riwayat Keluarga
Pada banyak keluarga dan studi kembar, komponen yang besar dari faktor
Hal yang menarik tentang diabetes mellitus dari beberapa studi menunjukkan
bahwa ibu kandung yang menderita diabetes mellitus lebih menurunkan kepada
anak dari pada bapaknya yang menderita diabetes mellitus (The Diabetes
c. Environment (Lingkungan)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah gaya hidup (lifestyle) yang terdiri
dari pola makan dan aktifitas fisik. Kedua faktor ini sangat berperan
1. Pola Makan
dengan makanan yang kurang dan makanan yang lebih pada populasi yang
banyak di Nauruans, dengan masukan kalori yang tinggi dan tingkat obesitas
mellitus.
akan memberikan efek berbeda pada kadar glukosa darah dan respon insulin,
walaupun diberikan dalam jumlah sama. Jumlah karbohidrat bukan dasar yang
2. Aktifitas Fisik
tahun menemukan bahwa kasus diabetes mellitus lebih tinggi pada kelompok
perminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama delapan tahun pada 87.353
Glukosa yang diserap dari usus ke pembuluh darah dan diedarkan keseluruh
tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ dalam tubuh sebagai bahan bakar, supaya
dapat berfungsi glukosa harus masuk kedalam sel untuk di metabolisme yang
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah bisa lebih dari
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel berkurang.
Glukosa yang masuk kedalam sel sedikit, maka sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Berbeda dengan diabetes
mellitus tipe 1, pada awalnya diabetes mellitus tipe 2 disamping kadar glukosa darah
tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal, hal ini disebut dengan resistensi insulin.
Penyebab resistensi insulin tidak begitu jelas, tetapi ada faktor-faktor yang berperan
seperti obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang aktifitas fisik dan
faktor keturunan.
herediter dan faktor lingkungan menuju ke keadaan diabetes mellitus tipe 2 yang
menetap. Munculnya diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada awal usia 18 tahun
berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi dengan orang
lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut
menjadi miliknya.
pemberitahuan sesuatu (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan
suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi satu sama lain.
Dalam kehidupan nyata mungkin ada yang menyampaikan pesan/ide; ada yang
menerima atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri; ada media dan tentu ada
respon berupa tanggapan terhadap pesan. Secara ideal, tujuan komunikasi bisa
disampaikan.
komunitas.
berupa ucapan, tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi dan lain
sebagainya.
spesifik yaitu :
3. Mengungkapkan perasaan
Gambar 2.1 :
Gangguan Gangguan
Balikan
Pengirim Penerima
pesan pesan
Simbol/Isyarat
Media (Saluran) Mengartikan
Kode/Pesan
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada
seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan
non verbal (melalui media poster, gambar, leaflet dan lainnya) dan pesan akan
lebih efektif (dapat lebih mudah diserap oleh penerima pesan) bila diorganisir
secara baik dan jelas melalui teknik dan metode yang dapat disesuaikan
berada).
b. Ajakan
c. Rencana kerja
2. Simbol/isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya
tertentu.
3. Media/penghubung
Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti : TV, radio, surat kabar, papan
oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dsb.
4. Mengartikan kode/isyarat
Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim
6. Balikan (feedback)
Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari sipenerima pesan
dalam bentuk verbal maupun non verbal. Tanpa balikan seorang pengirim
pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap si penerima pesan. Hal ini
penting bagi pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima
dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh
penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang
merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak balikan yang
diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap
perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan
hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang
Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan secara
terapi dari obat. Informasi obat mencakup nama kimia, struktur kimia, identifikasi,
mekanisme kerja, waktu mulai bekerja dan durasi obat, dosis dan jadwal pemberian,
keuntungan, tanda, gejala, dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif,
data klinik, data penggunaan obat, dan setiap informasi lain yang berguna dalam
terutama yang dapat mendukung tercapainya tujuan pengobatan (terapi) yang tepat,
rasional, efisien dan aman dalam penggunaannya. Informasi yang diperlukan oleh
pasien, paling tidak mencakup dua hal yaitu : (1) Informasi mengenai jenis
penyakitnya dan pengobatannya, dan (2) Informasi mengenai obat yang diberikan
(pasien) terkait penggunaan obat antara lain : (a) Nama obat ( merek dagang ) dan
kegunaannya, (b) Tujuan dan manfaat terapi, (c) Cara penyediaan obatnya, (d) Dosis,
bentuk obat, rute pemberian dan lama pemberian, (e) Efek samping, interaksi dan aksi
obat, (f) Pantangan selama penggunaan obat, (g) Cara Penyimpanan obat, (h)
Informasi pengulangan obat, (i) Interaksi dan kontraindikasi, (j) Cara monitoring
terapi atau keberhasilan tercapai, (k) Tindakan terhadap persediaan obat yang tersisa
padahal sakit sudah dirasakan sembuh, (l) Tindakan apabila terjadi kesalahan dosis
maupun kesalahan makan obat, (m) Tindakan pencegahan dari jangkauan anak kecil.
Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker
untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
menyebarkan informasi kepada pasien secara aktif dan pasif, (2) Menjawab
pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap
Sakit, tersedianya pedoman dalam rangka pelayanan informasi obat yang bermutu
2. Memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias
komersial.
dalam memberikan informasi tentang obat, baik kepada pasien maupun tenaga
dan kerjasama pasien terhadap peraturan obat yang telah diresepkan merupakan
1. Permintaan Informasi Obat, meliputi : (a) mencatat data permintaan informasi, dan
obat, perhitungan farmasi, stabilitas, dan toksisitas obat) (2)ketersediaan obat, (3)
keracunan.
menanyakan lebih dalam tentang karakteristik pasien, dan (b) menanyakan tentang
3. Penelusuran sumber data, meliputi : (a) Dimulai dari rujukan umum (b) Disusul
dengan rujukan sekunder (c) Bila perlu diteruskan dengan rujukan primer.
jelas, lengkap dan benar, (b) Jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal, dan
Langkah-langkah sistematis tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.2 berikut ini :
PIO
Isi Formulir
Klasifikasi
Penanya
Pertanyaan
Umpan
Informasi latar balik
belakang
Formulir jawaban
Dokumentasi
Komunikasi
ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang informasi latar belakang penyakit
data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban didokumentasikan oleh
respon penanya.
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit, (2)
dengan obat, terutama bagi panitia/Komite Farmasi dan Terapi (KFT), (3)
rasional.
kelompok orang, kepanitian, dan penerima informasi obat tersebut, seperti tertera di
bawah ini :
1. Dokter, dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta
apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional, yang bertujuan untuk :
(a) Menetapkan sasaran terapi dan titik akhir dari terapi obat, (b) Pemilihan zat
aktif terapi yang paling tepat untuk terapi obat yang bergantung pada variabel
Pemantauan efek dari terapi obat didasarkan pada indeks dari efek, dan (e)
Pemilihan metode untuk pemberian obat. Dokter harus dibuat waspada terhadap
efek samping yang mungkin timbul, sifat distribusi obat dalam tubuh, dan efek
obat pada metabolisme. Dokter juga harus diberi informasi tentang stabilitas
2. Perawat, dalam tahap penyampaian atau distribusi obat kepada perawat dalam
berbagai aspek obat pasien tertentu, terutama tentang pemberian obat. Sebagai
perlu diberikan pada waktu yang sama kepada pasien dengan hanya satu
paling banyak berhubungan dengan pasien. Oleh karena itu, perawatlah pada
keluhan mereka. Apoteker harus siap berfungsi sebagai sumber utama informasi
obat bagi perawat. Berbagai hal yang dipertanyakan oleh perawat misalnya bahan
samping.
3. Pasien, dalam tahap pemantauan efek obat serta tahap edukasi dan konseling
bertindak sebagai sumber utama dari informasi obat bagi professional kesehatan
lain, tenaga farmasi harus mempunyai akses kepustakaan sebagai acuan yang
membawa dampak yang positif baik bagi apoteker maupun bagi pasien yang
bersangkutan. Bagi Apoteker PIO memberi manfaat berupa : (1) legal protection,
karena sudah melakukan kewajiban profesi Apoteker yang diatur oleh undang-
undang, (2) pemilihan status keprofesian, dimana keberadaan Apoteker akan lebih
sehingga dapat mewujudkan hubungan yang lebih harmonis antara Apoteker dengan
berupa informasi obat, sehingga menjaga kepuasan pasien, dan (5) peningkatan
Pasien juga mendapat manfaat dengan adanya PIO, yaitu : (1) mengurangi
obat, (2) mengurangi resiko terjadinya efek samping obat, dan (3) menambah
sedang diobati, dan berbagai aspek yang berkaitan dengan situasi. Selain itu, ada
perlu diberikan pada aspek tertentu dalam konseling. Usia pasien dapat
dan mungkin mengalami reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat sebagai
akibat dari perubahan fisiologis di usia yang semakin menua. Oleh karena itu
apoteker kemungkinan harus meluangkan lebih banyak waktu untuk pasien ini
berbeda dari orang dewasa. Latar belakang budaya pasien juga dapat
memiliki cacat tertentu yang memengaruhi pemilihan tempat yang tepat untuk
yang mungkin dibutuhkan. Jenis pekerjaan dan gaya hidup pasien kemungkinan
juga perlu diperhatikan. Bentuk sediaan, jadwal dosis, dan efek samping
dilakukan. Sebagai contoh pengemudi truk akan mendapat kesulitan bila minum
saat melaksanakan suatu diskusi agar apoteker tidak membuat pasien malu atau
didapatkan oleh pasien, apakah obat resep atau obat tanpa resep. Selain itu, obat
harus memberi penekanan bila suatu obat diketahui beresiko tinggi mengalami
antihipertensi, dalam situasi seperti ini, hal yang penting dilakukan adalah
diagnosis dan prognosis tekanan darah tinggi sering sulit dipahami. Demikian
juga, diagnosis gangguan psikiatri dapat membuat pasien merasa malu dan
cemas akan reaksi orang lain. Khususnya, bila sakit yang diderita pasien fatal,
emosi sehingga memerlukan perhatian khusus dari apoteker. Selain itu, sangat
gejala yang muncul dan bukan menyembuhkan penyakit, serta konsekuensi bila
gaya hidup pada pasien dibandingkan kondisi lain. Sebagai contoh, merokok,
isu-isu ini, membuat rujukan bantuan lebih lanjut, dan memberikan konseling
membuat konseling berjalan sangat sulit bagi apoteker. Selain itu, apoteker
sesama manusia.
pasien (konseling), tidak saja dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari
pasien yang dibicarakan dalam konseling juga penting karena apoteker harus
pasien dan profesional kesehatan lain yang terlibat dalam pengobatan pasien
seperti kemarahan, rasa malu, rasa takut, dan kebingungan yang umumnya
muncul dalam situasi seperti ini. Apoteker harus memiliki toleransi, empati, dan
ketertarikan pada masing-masing pasien. Hal ini akan dirasakan oleh pasien dan
tentang penyakit yang diderita pasien, serta hal-hal yang perlu dan dapat dilakukan
penyakit yang diderita. Dalam hal ini PKMRS berusaha menggungah kesadaran serta
minat pasien dan keluarganya untuk berperan secara positif dalam penyembuhan dan
yang tidak terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan di RS, karena dengan PKMRS
A. Visi PKMRS
Mewujudkan ”rumah sehat” yang para warganya hidup dengan perilaku yang
B. MISI
1. Mengupayakan adanya kebijakan rumah sakit yang Bersih dan Sehat baik
hidup bersih dan sehat bagi warga dan lingkungan rumah sakit.
C. KEBIJAKAN PKMRS
4. PKMRS dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat di rumah sakit secara
yang sedang diderita pasien atau penyakit terbanyak yang ditemukan di rumah sakit
(masalah lokal/SMF), atau masalah penyakit yang bersifat nasional (yang cenderung
meningkat secara nasional seperti : penyakit jantung, tekanan darah tinggi, TBC,
Secara garis besar, isi penyuluhan dapat dibagi menjadi 3 hal, yaitu :
kembali. Juga mencegah penularan penyakit kepada atau dari orang lain.
tanya jawab perorangan, ceramah pada kelompok, dan konseling. Penyuluhan tidak
seperti : radio kaset, video kaset, flipchart, poster, booklet, leaflet, dan pameran.
pasien/pengunjung.
Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, suka menuruti, disiplin.
Kepatuhan menurut Trostle dalam Niven (2002), adalah tingkat prilaku penderita
hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak
opname di rumah sakit merupakan akibat dari ketidaktaatan pasien terhadap aturan
faktor petugas, faktor obat, dan faktor penderita. Karakteristik petugas yang
penyembuhan, waktu yang lama, adanya efek samping obat. Faktor penderita yang
keluarga.
Tak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi
yang diberikan padanya. Ley dan Spelman (Niven, 2002) menemukan bahwa lebih
dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang
instruksi yang diberikan pada mereka. Hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional
medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien.
c. Jika seseorang diberikan suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat,
maka akan ada efek “keunggulan”, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal
d. Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non medis) dan hal-hal
2. Kualitas Interaksi
professional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk memberikan
umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien
membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang
keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program
pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan
secara benar dibedakan antara orang yang patuh dengan orang yang gagal. Orang-
sangat memerhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan
program pengobatan.
Menurut teori Feuerstein dalam Niven (2002), ada lima faktor yang
mendukung kepatuhan pasien, dimana jika faktor ini lebih besar daripada
1. Pendidikan
2. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat
memengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri harus dapat
diturunkan dahulu tingkat ansietasnya dengan cara meyakinkan dia atau dengan
Hal ini berarti membangun dukungan social dari keluarga dan teman-teman.
terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-
Adalah suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien
kondisinya, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi
Menurut Schwart dan Griffin (Bart, 1994), faktor yang berhubungan dengan
nasihat dokter yang pasif dan patuh. Pasien yang tidak taat dipandang sebagai orang
yang lalai, dan masalahnya dianggap sebagai masalah kontrol. Riset berusaha untuk
sosio ekonomi, pendidikan, umur, dan jenis kelamin. Pendidikan pasien dapat
pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara
mandiri. Usaha-usaha ini sedikit berhasil, seorang dapat menjadi tidak taat kalau
sering diartikan sebagai usaha pasien untuk mengendalikan perilakunya, bahkan jika
Menurut Dickson dkk (Bart, 1994), perilaku ketaatan lebih rendah untuk
penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau
resiko yang jelas), saran mengenai gaya hidup umum dan kebiasaan yang lama,
Menurut Sarafino (Bart, 1994), tingkat ketaatan rata-rata minum obat untuk
78%, untuk kesakitan kronis dengan cara pengobatan jangka panjang tingkat
(Bart,1994).
3. Variabel-variabel sosial
cenderung lebih mudah mengikuti nasihat medis, daripada pasien yang kurang
4. Ciri-ciri individual
Sebagai contoh : di Amerika Serikat, kaum wanita, kaum kulit putih, dan orang
banyak diderita oleh penduduk dunia dan hingga saat ini belum ditemukan
bahwa dari 14 juta orang menderita DM, 50% diantaranya sadar telah mengidapnya
(30% diantaranya yang mau berobat teratur dan 70% lainnya belum mengikuti
pengobatan secara teratur), selain itu masih ada 50% lainnya yang tidak menyadari
cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh petugas kesehatan (Smet, 1994).
Shilinger (1983) yang dikutip Travis (1997) menyatakan bahwa kepatuhan mengacu
beberapa tugas yang merupakan bagian dari sebuah regimen terapeutik. Trekas
kesehatannya.
Menurut teori Feuerstein dalam Niven (2002), ada lima faktor yang
dan tepat akan menggugah kesadaran penderita untuk mau melaksanakan anjuran
yang tidak mendapatkan edukasi memiliki risiko 4 kali lebih tinggi terkena
adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah
penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu.
Informasi yang diperoleh pasien dapat membantu pasien untuk lebih memahami
kondisi mereka dan tindakan pengobatan yang sedang mereka jalani, dalam hal ini
cara penggunaan obat yang benar. Untuk meningkatkan interaksi tenaga kesehatan
dengan pasien, diperlukan suatu komunikasi yang terjalin baik oleh tenaga kesehatan.
lengkap guna meningkatkan pemahaman pasien dalam setiap instruksi yang diberikan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Palestin (2000) pada pasien di poliklinik
suatu kepatuhan tergantung pada dua faktor disengaja atau tidak disengaja dan
biasanya didasari informasi yang benar harus selalu diberikan pada pasien yang tidak
patuh pada pelayanan medis yang mungkin secara langsung membantu mengingatkan
kembali. Sejak dia dipercaya dan patuh dengan nasehat, dia akan mengikuti
adalah pemberian informasi, pemberian informasi yang jelas pada pasien dan
keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. Dalam hal
ini pemberian informasi yang jelas tentang penggunaan obat secara benar, sehingga
Ley dan Spelman (Niven, 2002) menemukan bahwa lebih dari 60% pasien
yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi
yang diberikan pada mereka. Hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional
medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien.
Merujuk pada teori dan penelitian diatas dan berdasarkan survei pendahuluan
yang dilakukan peneliti terkait dengan kepatuhan pasien dalam konsumsi obat, maka
kajian komunikasi petugas informasi obat terhadap kepatuhan minum obat pasien
dalam penelitian ini dapat kita lihat dalam bagan dibawah ini :
dengan pertimbangan : (1) adanya keluhan pasien rawat jalan atas kurangnya
informasi yang diberikan petugas dalam penggunaan obat, (2) tingginya angka
lapangan, pengumpulan data, analisa data serta penyusunan laporan penelitian atau
seminar hasil. Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan yang dimulai dari bulan
pasien yang rutin berkunjung dalam waktu tertentu (≥ 2 bulan), (2) merupakan pasien
ditentukan, dan (3) Merupakan pasien yang memperoleh hak menerima pelayanan
Tinggi.
populasi, maka sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus
rawat jalan RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yang memenuhi kriteria
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer penelitian ini dihimpun melalui wawancara langsung dengan
dilakukan uji coba pada 30 orang pasien diabetes mellitus di RS. dr. Djasamen
Saragih Kota Pematang Siantar, dengan pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut
digunakan pada penelitian kepada responden yang kriterianya sama dengan sampel
penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur atau untuk mengetahui kelayakan
mengkorelasikan skor setiap pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah
skor setiap pertanyaan. Syarat minimal untuk dianggap memenuhi adalah apabila
probabilitas lebih kecil dari α = 0,05. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan
analisis korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan jika r hitung > r
dalam beberapa kali pengukuran terhadap subjek yang sama diperoleh hasil yang
relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah.
Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat konsistensi suatu alat ukur didalam
mengukur gejala yang sama. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban dari responden terhadap pertanyaan yang sama adalah tetap atau konsisten
dari waktu ke waktu. Riyanto (2009) menyatakan teknik yang digunakan dalam
ketentuan jika nilai r alpha > r tabel maka dinyatakan reliabel. Adapun hasil uji
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas terdiri dari: isi informasi, metode informasi, dan peran petugas.
Variabel terikat adalah kepatuhan minum obat. Sampel adalah pasien diabetes
mellitus rawat jalan di RSUD. dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.
1. Isi informasi adalah segala sesuatu yang harus disampaikan oleh petugas PIO
a. Nama obat adalah uraian tentang obat yang digunakan meliputi identitas obat
b. Tujuan pengobatan adalah hasil akhir yang ingin dicapai dalam pengobatan.
d. Cara menggunakan obat adalah rincian khusus yang berkaitan dengan dosis
obat, frekwensi penggunaan obat setiap hari, dan kapan saja obat digunakan
dalam waktu satu hari serta uraian tentang konsumsi makanan yang
g. Tanda – tanda toksisitas adalah gejala atau indikasi keracunan obat yang
h. Cara penyimpanan obat adalah perlakuan terhadap obat sesuai bentuk sediaan
obat.
i. Penggunaan obat lain adalah pemakaian sediaan di luar resep dan sejauh mana
obat yang diresepkan, melakukan pemeriksaan kadar gula darah secara rutin,
mengambil obat sesuai jadwal yang telah ditentukan dan menaati segala nasehat
kuantifikasi tertentu pada variabel sehingga dapat diketahui nilai atau besaran
Untuk mengukur variabel bebas yaitu komunikasi petugas PIO ( isi informasi,
metode informasi, dan peran petugas) dipergunakan alat ukur kuesioner dengan
melampirkan 32 buah pertanyaan yang terdiri dari 13 buah pertanyaan isi informasi, 8
buah pertanyaan metode informasi dan 11 buah pertanyaan peran petugas, dengan 5
pilihan jawaban yaitu : sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak
setuju. Sedangkan untuk mengukur variabel terikat yaitu kepatuhan minum obat
Variabel bebas terdiri dari 3 (tiga) sub variabel yaitu : isi informasi, metode
informasi, dan peran petugas. Untuk mengukur variabel bebas dipergunakan alat ukur
apabila jawaban yang dipilih sangat setuju maka nilainya adalah 5, setuju nilainya
4, ragu-ragu nilainya 3, tidak setuju nilainya 2, dan apabila jawaban yang dipilih
sangat tidak setuju maka nilainya adalah 1. Hasil pengkategorian kriteria interval
akan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu : baik, kurang baik, dan tidak baik dengan
pertanyaan dengan skor tertinggi 65 dan skor terendah 13, kategori terdiri dari :
pertanyaan dengan skor tertinggi 40 dan skor terendah 8, kategori terdiri dari :
pertanyaan dengan skor tertinggi 55 dan skor terendah 11, kategori terdiri dari :
Guttman dimana apabila jawaban yang dipilih ya maka nilainya adalah 2 dan apabila
jawaban yang dipilih tidak maka nilainya adalah 1. Skor tertinggi adalah 12 dan skor
Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan analisis univariat yaitu untuk
pengaruh yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji chi-
berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien diabetes mellitus rawat jalan di
RSUD. dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dilakukan dengan uji regresi
Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
terletak di lokasi yang strategis yaitu di tengah kota dan mudah dijangkau. Dari segi
pelayanan dan peralatan kedokteran masih lebih unggul dari rumah sakit swasta yang
ada di Kota Tebing Tinggi. Saat ini RSUD dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing
Tinggi juga masih merupakan pilihan bagi masyarakat kabupaten di luar Kota Tebing
Tinggi untuk tempat rujukan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya tingkat kunjungan
Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
berdiri tahun 1958 yang sebelumnya bernama Rumah Sakit Kota Praja. Dibangun di
atas areal tanah seluas 11.675 M2 dengan luas bangunan 3.296 M2. Berdasarkan
1983 UPTD RSU Kota Tebing Tinggi ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum
dan mengenang jasa salah seorang dokter pribumi pertama yang berpraktek di Kota
Tebing Tinggi dan merupakan tokoh masyarakat yang banyak bergerak di bidang
kesehatan, maka nama Rumah Sakit diubah menjadi RSUD dr. H. Kumpulan Pane.
dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi. Pada tanggal 28 Juli 2009 Rumah Sakit
Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi telah ditetapkan menjadi
Kelas Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dengan
status kepemilikan adalah Pemerintah Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara.
Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi juga
Sakit Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi juga telah ditetapkan
sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kota Tebing Tinggi berdasarkan
Surat Keputusan Walikota Tebing Tinggi Nomor : 900/832 tahun 2011 tentang
Penetapan Status Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-
BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.
maka tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane
2. Fungsi
1. Visi
Rumah Sakit yang terpercaya, profesional, terkini, aman, nyaman dan terjangkau
2. Misi
3. Motto
4. Nilai-Nilai Dasar
produk layanan yang terdiri dari berbagai instalasi. Sistem dan kegiatan utama dari
a. Poliklinik Umum
k. Poliklinik Jiwa
l. Poliklinik Jantung
m. Poliklinik Neurologi
n. Poliklinik DOTS
6. Pelayanan radiologi
penduduk miskin Kota Tebing Tinggi yang tidak termasuk dalam cakupan program
miskin. Jumlah kunjungan pasien yang terus meningkat menunjukkan Rumah sakit
semakin diminati masyarakat Kota Tebing Tinggi dan sekitarnya untuk berobat.
Perkembangan ini merupakan salah satu hasil peningkatan pelayanan baik dari segi
sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan administrasi manajemen Rumah
Secara rinci data ketenagaan RSUD dr. H. Kumpulan Pane dapat dilihat pada
tabel berikut:
42 D3 Keuangan 5
43 Sarjana Ekonomi 6
44 Sarjana Hukum 4
45 Sarjana Psikologi 1
46 SLTA 43
47 SLTP 9
48 SD 4
Jumlah 485
Sumber : Data kepegawaian RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi, 2011.
Tabel 4.2. Gambaran Sepuluh Penyakit Terbesar Rawat Jalan RSUD dr. H.
Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Tahun 2010
Tebing Tinggi. Jumlah kunjungan penderita DM rawat jalan selama kurun waktu satu
RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi terus meningkat dari tahun ketahun,
yang berobat jalan ke RSUD .dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yang
memenuhi kriteria populasi yang telah ditetapkan selama pengumpulan data sebanyak
46 orang, terdiri dari 7 orang peserta Jamkesmas, 10 orang peserta Jamkesda, dan 29
1 Umur
a. ≥ 50 Tahun 21 45,7
b. < 50 Tahun 25 54,3
Total 46 100,0
2 Jenis Kelamin
a. Laki-laki 25 54,3
b. Perempuan 21 45,7
Total 46 100,0
3 Pendidikan
a. SD 7 15,2
b. SMP 11 23,9
c. SMA/Sederajat 20 43,5
d. Diploma/Universitas 8 17,4
Total 46 100,0
4 Pekerjaan
a. Pegawai/Pensiunan 30 65,2
b. Buruh, dsb 16 34,8
Total 46 100,0
5 Penghasilan
a. ≥ UMP (≥ Rp. 1.035.000) 30 65,2
b. < UMP (< Rp. 1.035.000) 16 34,8
Total 46 100,0
6 Lama Menderita Diabetes mellitus
a. ≤ 5 Tahun 29 63,0
b. > 5 Tahun 17 37,0
Total 46 100,0
Sumber : Lampiran 4 (diolah)
berobat jalan ke RSUD .dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi berusia dibawah
≥
50 tahun yaitu sebanyak 25 orang (54,3%) dan berusia 50 tahun yaitu 21 orang
(45,7%).
(15,2%).
(UMP) tahun 2011 yaitu sebanyak 30 orang (65,2%), dan memiliki penghasilan lebih
pelayanan informasi obat yang terdiri dari isi informasi, metode informasi, dan peran
a. Isi Informasi
Dari Tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan
bahwa isi informasi yang disampaikan dalam PIO baik yaitu sebanyak 17 orang (37,0
%), kurang baik sebanyak 15 orang ( 32,6%), dan tidak baik sebanyak 14 orang
(30,4%).
b. Metode Informasi
bahwa metode informasi yang dilaksanakan dalam PIO baik yaitu sebanyak 18 orang
(39,1%), diikuti tidak baik sebanyak 16 orang (34,8%), dan kurang baik sebanyak 12
orang (26,1%).
c. Peran Petugas
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran Petugas PIO di RSUD. dr.
H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
Dari Tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan
peran petugas PIO di RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi kurang baik
yaitu sebanyak 23 orang (50,0%), diikuti baik sebanyak 13 orang (28,3%), dan tidak
mayoritas tidak patuh yaitu sebanyak 24 orang (52,2%), sedangkan patuh sebanyak
22 orang (47,8%).
dengan variabel dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dikatakan ada
hubungan yang bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p < 0,05.
RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Hubungan Isi Informasi dengan Kepatuhan Pasien Diabetes mellitus
di RSUD. dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
Kepatuhan
No Isi Informasi Patuh Tidak Patuh Nilai Sig.
n % n %
1 Baik 12 26,1 5 10,9
2 Kurang Baik 6 13,0 9 19,6 0,032
3 Tidak Baik 4 8,7 10 21,7
Total 22 47,8 24 52,2
*) nilai p = 0,032 dan dapat dimasukkan dalam analisis multivariat (p<0,25)
Pada tabel 4.9 hasil analisa uji chi-square menunjukkan dari 22 responden
yang patuh (47,8%) menyatakan bahwa isi informasi yang disampaikan dalam PIO
dengan kategori baik sebanyak 12 orang (26,1%), kurang baik sebanyak 6 orang
(13,0%), dan tidak baik sebanyak 4 orang (8,7%). Dari 24 responden yang tidak patuh
(52,2%) menyatakan bahwa isi informasi yang disampaikan dalam PIO dengan
(19,6%), dan tidak baik sebanyak 10 orang (21,7%). Secara statistik ada hubungan
antara isi informasi yang disampaikan dalam PIO dengan kepatuhan minum obat,
mellitus di RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dapat dilihat pada Tabel
4.10.
Kepatuhan
No Metode Informasi Patuh Tidak Patuh Nilai Sig.
n % n %
1 Baik 12 26,1 6 13,0
2 Kurang Baik 7 15,2 5 10,9 0,014
3 Tidak Baik 3 6,5 13 28,3
Total 22 47,8 24 52,2
*) nilai p = 0,014 dan dapat dimasukkan dalam analisis multivariat (p<0,25)
Pada tabel 4.10 hasil analisa uji chi-square menunjukkan dari 22 responden
yang patuh (47,8%) menyatakan bahwa metode informasi yang dilaksanakan dalam
PIO dengan kategori baik sebanyak 12 orang (26,1%), kurang baik sebanyak 7 orang
(15,2%), dan tidak baik sebanyak 3 orang (6,5%). Dari 24 responden yang tidak patuh
(52,2%) menyatakan bahwa metode informasi yang dilaksanakan dalam PIO dengan
kategori baik sebanyak 6 orang (13,0%), diikuti kurang baik sebanyak 5 orang
(10,9%) dan tidak baik sebanyak 13 orang (28,3%). Secara statistik ada hubungan
mellitus di RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dapat dilihat pada Tabel
4.11.
Tabel 4.11. Hubungan Peran Petugas PIO dengan Kepatuhan Pasien Diabetes
Mellitus di RSUD. dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
Kepatuhan
No Peran Petugas Patuh Tidak Patuh Nilai Sig.
n % n %
1 Baik 12 26,1 1 2,2
2 Kurang Baik 6 13,0 17 37,0 0,001
3 Tidak Baik 4 8,7 6 13,0
Total 22 47,8 24 52,2
*) nilai p = 0,001 dan dapat dimasukkan dalam analisis multivariat (p<0,25)
Pada tabel 4.11 hasil analisa uji chi-square menunjukkan dari 22 responden
yang patuh (47,8%) menyatakan bahwa peran petugas PIO dengan kategori baik
sebanyak 12 orang (26,1%), kurang baik sebanyak 6 orang (13,0%), dan tidak baik
sebanyak 4 orang (8,7%). Dari 24 responden yang tidak patuh (52,2%) menyatakan
bahwa peran petugas PIO dengan kategori baik hanya 1 orang (2,2%), diikuti kurang
baik sebanyak 17 orang (37,0%), dan tidak baik sebanyak 6 orang (13,0%). Secara
statistik ada hubungan antara peran petugas PIO dengan kepatuhan minum obat,
dari isi informasi, metode informasi, dan peran petugas dengan kepatuhan pasien
dapat dimasukkan dalam analisis multivariat karena nilai pada uji chi square
variabel dependen, dan dalam penelitian ini menggunakan uji regresi logistik dengan
metode enter. Hasil analisis statistik penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.12
berikut ini.
Tabel 4.12. Hasil Uji Regresi Logistik Pengaruh Komunikasi Petugas PIO
Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien DM Rawat Jalan di
RSUD. dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
Pada tabel 4.12 diatas menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji regresi
logistik ketiga variabel komunikasi petugas PIO yaitu isi informasi, metode
informasi, dan peran petugas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan
minum obat pasien DM rawat jalan RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi adalah peran petugas dengan nilai p
value 0,003 dimana nilai p value tersebut paling kecil dari variabel lainnya.
Isi informasi dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang harus
disampaikan oleh petugas PIO kepada pasien DM ketika melakukan komunikasi yang
berkaitan dengan obat dan tindakan pengobatan yang akan dijalani oleh pasien.
informasi yang disampaikan petugas PIO baik, 12 (70,6%) patuh minum obat, dari
15 responden yang menyatakan isi informasi kurang baik, 6 (40,0%) patuh minum
obat, dan dari 14 responden yang menyatakan isi informasi yang disampaikan petugas
PIO tidak baik, hanya 4 (28,6%) patuh minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa isi
adalah pemberian informasi, pemberian informasi yang jelas pada pasien dan
keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. Dalam hal
ini pemberian informasi yang jelas tentang penggunaan obat secara benar dan
tindakan pengobatan yang harus dijalani pasien DM, sehingga pasien dapat paham
Menurut Niven (2002) tak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah
paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Hasil penelitian Ley dan Spelman
dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Hal ini
yang menyatakan bahwa isi informasi yang disampaikan oleh petugas PIO tidak baik,
dan 9 responden (60,0%) yang menyatakan isi informasi yang disampaikan kurang
baik, dan ini berdampak secara langsung terhadap kepatuhan minum obat pasien DM.
Hal ini kemungkinan disebabkan masih kurangnya sumber informasi yang dimiliki
oleh petugas PIO dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien, seperti
kurangnya kemampuan petugas PIO dalam menyusun isi/pesan agar mudah dipahami
dan tepat pada sasaran. Hal ini kemungkinan karena tidak terfikirkan oleh pimpinan
mudah dipahami, jumlah pesan yang tidak terlalu banyak dan dikemukakan secara
sistematis, serta disesuaikan dengan pendidikan, tingkat ekonomi, dan adat istiadat
sasaran. Oleh sebab itu perlu dilakukan konsultasi redaksi kepada ahli bahasa agar isi
informasi baik, 5 (10,9%) tidak patuh minum obat, dan dari 14 responden yang
menyatakan isi informasi tidak baik, 4 (8,7%) patuh minum obat. Berarti walaupun
telah dilakukan pemberian informasi yang baik kepada pasien tidak serta merta
menyebabkan kepatuhan, dan pemberian informasi yang tidak baik kepada pasien,
masih dapat menimbulkan sikap patuh minum obat pada pasien, hal ini kemungkinan
pendidikan, lama menderita penyakit dan lama menjalani pengobatan, serta dukungan
keluarga.
faktor individu penderita (faktor internal) antara lain umur penderita, jenis kelamin
dan pendidikan dan faktor di luar diri penderita (faktor eksternal) seperti lama
menderita penyakit dan faktor dukungan keluarga. Hasil penelitian diatas sama
(2008) di Kabupaten Asahan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor
internal yaitu umur, jenis kelamin dan pendidikan, dan faktor eksternal yaitu lama
Menurut pendapat La Greca dalam Smet (1994) bahwa kepatuhan minum obat
pasien berusia lanjut lebih rendah karena daya ingat yang semakin berkurang, oleh
dipengaruhi faktor dari dalam penderita antara lain jenis kelamin. Menurut pendapat
untuk dapat berpenampilan menarik, karena setiap penyakit yang berakibat buruk
pendidikan yang aktif. Smet (1994) mengatakan bahwa pendidikan yang kurang akan
menyebabkan penderita tidak patuh minum obat, apalagi kalau penderita buta huruf,
perlu penanganan lebih teliti untuk mengartikan instruksi tatacara penggunaan obat.
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat
juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga
juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota
Menurut Dickson dkk (Bart, 1994), perilaku ketaatan lebih rendah untuk
penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko
yang jelas), saran mengenai gaya hidup umum dan kebiasaan yang lama, pengobatan
yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, dan perilaku yang tidak pantas.
Menurut Sarafino (Bart, 1994), tingkat ketaatan rata-rata minum obat untuk
dukungan lingkungan sosial termasuk keluarga, model terapi dan lama pengobatan
0,032), dan hasil uji regresi logistik menunjukkan variabel isi informasi berpengaruh
secara signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien DM. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin baik informasi yang disampaikan oleh petugas PIO
akan semakin meningkatkan kepatuhan minum obat pasien DM, maka akan semakin
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Palestin
(2000) pada pasien di poliklinik penyakit dalam RSU. dr. Sardjito Yogyakarta
menyatakan bahwa secara statistik terdapat pengaruh yang bermakna isi informasi
terhadap kepatuhan dalam pengobatan pada pasien diabetes mellitus. (Palestin, 2002).
apoteker sebagai petugas PIO dalam memberikan informasi kepada pasien tentang
petugas PIO melakukan teknik informasi dengan cara bertatap muka secara langsung
informasi yang dilakukan petugas PIO baik, 12 (66,7%) patuh minum obat, dari 12
responden yang menyatakan metode informasi kurang baik, 7 (58,3%) patuh minum
obat, dan dari 16 responden yang menyatakan metode informasi yang dilakukan
petugas PIO tidak baik, hanya 3 (18,8%) patuh minum obat. Hal ini menunjukkan
bahwa metode informasi yang dilakukan oleh petugas PIO penting dalam
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Palestin
(2000) pada pasien di poliklinik penyakit dalam RSU. dr. Sardjito Yogyakarta dengan
teknik komunikasi tatap muka secara langsung (face to face) secara statistik
yang menyatakan bahwa metode informasi yang dilakukan oleh petugas PIO tidak
baik, dan 5 responden (41,7%) yang menyatakan metode informasi yang dilakukan
petugas PIO kurang baik. Hal ini berdampak secara langsung terhadap kepatuhan
minum obat pasien DM. Berarti metode informasi yang dilakukan oleh petugas PIO
lain sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari orang yang bersangkutan. Faktor
adanya ciri-ciri individu yang berbeda-beda. Oleh sebab itu dalam memberikan
seperti ceramah dan konseling serta menggunakan media penyuluhan seperti poster,
leaflet, video/film, kaset suara, flipchart dan pameran. Dengan metode dan media
0,014), dan hasil uji regresi logistik menunjukkan variabel metode informasi
berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien DM. Hal ini
mendapatkan PIO.
Hasil analisis uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling
dominan mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien DM rawat jalan RSUD. dr. H.
Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi adalah peran petugas dengan nilai p value 0,003
peran petugas PIO baik, 12 (92,3%) patuh minum obat, dari 23 responden yang
menyatakan peran petugas PIO kurang baik, 6 (26,1%) patuh minum obat, dan dari
10 responden yang menyatakan peran petugas PIO tidak baik, hanya 4 (40,0%) patuh
minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa peran petugas PIO penting dalam
Hasil uji chi-square penelitian diatas sama dengan penelitian yang dilakukan
Hutabarat (2008) di Kabupaten Asahan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
peran petugas dengan kepatuhan minum obat. Hasil penelitian yang sama
Meningkatnya interaksi petugas kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting
untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang
penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi tersebut.
yang menyatakan bahwa peran petugas PIO tidak baik, dan 17 responden (73,9%)
yang menyatakan peran petugas PIO kurang baik. Dan hal ini berdampak secara
Dari data kepegawaian RSUD. Dr .H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
(tujuh) orang, sedangkan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Apoteker
dan waktu yang diberikan Apoteker sebagai petugas PIO dibandingkan dengan
Apoteker sebagai petugas PIO. Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan terhadap
pasien yang memperoleh PIO, misalnya PIO dilakukan hanya pada pasien dengan
penyakit kronik atau pasien yang tidak patuh saja atau dengan melakukan penyuluhan
dengan pasien serta memberikan toleransi dan empati dalam komunikasi tersebut
Menurut Bart (1994) berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan petugas
petugas kesehatan akan memberikan motivasi untuk patuh oleh penderita. Efektivitas
obat, dengan jelas mengutarakan berapa jumlah obat sekali pakai, berapa kali sehari
dan harus diteruskan berapa hari. Joenoes juga menyatakan apabila penderita tidak
dapat baca tulis maka petugas kesehatan memberikan keterangan secara lisan dan
diberikan.
peran petugas baik, ternyata hanya 1 (2,2%) tidak patuh minum obat, dan responden
yang menyatakan peran petugas tidak baik, ternyata 4 (8,7%) patuh minum obat. Hal
ini kemungkinan disebabkan adanya faktor internal seperti : umur, jenis kelamin,
dan menjalani pengobatan, sehingga menimbulkan motivasi diri untuk patuh terhadap
perintah pengobatan.
Hal ini mengindikasikan bahwa semakin maksimal peran petugas PIO akan
anjuran pengobatan yang harus dijalani, sehingga akan meningkatkan daya hidup
penderita DM.
baik dan tepat akan menggugah kesadaran penderita untuk mau melaksanakan
hubungan interpersonal dengan pasien sehingga akan tercipta suasana yang kondusif
1989). Kondisi saling percaya yang telah dibangun antara petugas PIO dan pasien
(Stuart G.W.,et al, 1998). Komunikasi yang baik dapat meningkatkan kepatuhan
apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu.
Informasi yang diperoleh pasien dapat membantu pasien untuk lebih memahami
kondisi mereka dan tindakan pengobatan yang sedang mereka jalani. Dengan
menjalankan terapi.
merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh Apoteker rumah sakit
dalam memberikan informasi penggunaan obat yang benar kepada sejawat kesehatan
Tebing Tinggi, hanya saja tidak dilakukan secara sistematis dan tidak terorganisir
secara terarah, melainkan hanya berdasarkan minat dan kesempatan yang dimiliki
oleh unit kerja terkait. Hal ini disebabkan belum adanya kebijakan rumah sakit yang
mengatur tentang pelayanan informasi di rumah sakit sehingga sistem, prosedur dan
Kota Tebing Tinggi telah memperoleh status Pola Pengelolaan Keuangan Badan
No: 900/832 tahun 2011, hal ini berarti rumah sakit bertanggung jawab terhadap
lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat guna mendukung pelayanan rumah
komplikasi, dan mengurangi penyakit nosokomial. Hal ini tentu saja akan
meningkatkan citra positif rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan sehingga
menarik minat konsumen untuk memanfaatkan pelayanan yang ada di rumah sakit
dan akan berdampak secara langsung terhadap pendapatan (income) rumah sakit.
masyarakat rumah sakit merupakan salah satu bentuk kepedulian rumah sakit dalam
kelompok kerja (pokja) yang mempunyai jabatan fungsional dan bertanggung jawab
secara langsung kepada bidang pelayanan, sehingga dalam pelaksanaannya isi pesan,
metode dan media, serta petugas penyuluh dapat dipersiapkan dengan sebaik
mungkin.
pasien.
isi kuesioner berbeda pada saat pengumpulan data, sehingga peneliti harus melakukan
6.1 Kesimpulan
obat yaitu peran petugas PIO dengan nilai p = 0,003 dimana nilai p value
dengan simpatik dan penuh empati. Isi informasi dan metode informasi
Anief, Moh., 2008. Manajemen Farmasi, cetakan kelima, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2001. Pedoman Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit. Jakarta: Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia.
Basuki., 2000. Penyuluhan Diabetes Mellitus, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP
Nasional RSCM, Jakarta.
Chan, C., 1997. Obesity Albuminuria and Hypertension among Hongkong Chinese
with Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Prosgrad Med
Journal. China.
Day, John L.et.al., 2002. Living With Diabetes. John Wiley and Sons, Ltd.
Depkes RI., 2004. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Rumah Sakit Umum dan Pendidikan.
Green,L., 2000., Communication and Human Behaviour, Prentice Hall, New Jersey.
Heilbronn, L.K.Noakes, M.Clifton, P.M (2002). The effect of high and low glycemic
index energy restricted diet on plasma lipid and glucose profile in type 2
diabetic subject with varying glycemic control, Journal of the American
College of Nutrition, (21):2.
Juliantini dan Widayati., 1996. Laporan Penelitian Kualitas Pelayanan informasi Obat
Instalasi Farmasi Rumah sakit Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
Palestin, B; Ermawan; Donsu, J.D.T; Hendarsih; dan Bakri, M.H., 2002. Penerapan
Komunikasi Teurapetik untuk mengoreksi Perilaku Klien Rawat Jalan
dengan Diabetes Mellitus, http ://annagustinazblogspot.com/. Diakses 19
April 2010.
Sabri,L dan Hastono,S.P., 1999. Biostatistik dan Statistika Kesehatan, Jakarta: FKM-
UI Press.
Siregar, C.J.P., 2004. Farmasi Rumah Sakit. Teori dan Penerapan, Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. and Sundeen, S.J., 1998. Principle and Practice of Psyciatric Nursing.
Ed ke-6. St.Louis, Mosby Year Book.
The Diabetes Prevention Program Research Group., 2003. Cost Associated With the
Primary Prevention of Type 2 Diabetes Mellitus in the Diabetes Mellitus
Program.www.preventiveservice.ahrg.go/arsip/diabetes.html. Diakses 19
April 2010.
Travis. T., 1997. Patient Perceptions of Factors That Effect Adherence to Dietary
Regiments for Diabetes Mellitus. Journal The Diabetes Educator Vol.23.
Widayati dan Zairina., 1996. Laporan Penelitian Kualitas Pelayanan Informasi Obat
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Orthopedi Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta.