Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui gagal ginjal kronik disertai dengan kejadian anemia
b. Untuk mengetahui terapi eritropoetin diindikasikan untuk pengobatan
anemia pada GGK
c. Untuk mengetahui tujuan penatalaksanaan anemia pada GGK
d. Untuk mengetahui anemia pada pasien dengan GGK
3
BAB 2
PEMBAHASAN
3
4
dilanjutkan dengan terapi EPO (KDIGO, 2012). Pada pasien ini terdapat
riwayat dirawat di rumah sakit karena keluhan lemah badan dan pucat. Hal
ini menandakan bahwa anemia pada pasien sudah terjadi berulang selama
pasien menjalani hemodialisis. Karena target Hb tidak dapat dicapai dengan
cara konservatif maka pada pasien ini dilakukan terapi eritropoetin.
Terapi EPO pada pasien GGK dengan anemia diberikan dengan syarat kadar
feritin serum > 100 mcg/L dan saturasi transferin > 20 %, pasien juga
disyaratkan tidak sedang mengalami infeksi berat. Terapi EPO dibagi
menjadi 2 fase yaitu fase koreksi dan fase pemeliharaan. Tujuan fase koresi
adalah untuk mengoreksi anemia renal hingga target Hb dan Ht tercapai
(KDIGO, 2012).
Pada pasien ini mendapat terapi EPO 3000 IU subkutan, dan diulang 2 kali
seminggu. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada fase koreksi pemberian
terapi EPO dimulai dengan 2000-4000 IU subkutan, diulang 2-3 kali
5
Apabila target respon tercapai maka dosis EPO dipertahankan hingga target
Hb tercapai (> 10 g/dL). Namun bila masih belum mencapai target respon
maka dosis EPO dinaikkan 50 %. Apabila setelah kenaikan dosis tersebut
Hb naik > 2,5 g/dL atau Ht naik > 8 % dalam 4 minggu maka sosis EPO
diturunkan 25 %.5,6 Fase pemeliharaan dilakukan apabila Hb sudah
mencapai target > 10 g/dL. Fase pemeliharaan dimulai dengan dosis 1-2 kali
2000 IU/minggu. Pemantauan Hb dan Ht dilakukan setiap bulannya
sedangkan status besi diperiksa setiap 3 bulan. Apabila pada fase
pemelharaan Hb mencapai >12 g/dL (dan status besi cukup) maka dosis
EPO fase pemeliharaan perlu diturunkan 25%. Apabila pasien gagal
mencapai taget Hb dan Ht setelah pemberian EPO selama 4 sampai 8
minggu, artinya respon pasien terhadap terapi EPO tidak adekuat (Am J
Kidney Dis, 2007).
Terapi penunjang lain terkadang diperlukan agar terapi EPO optimal, seperti
suplementasi asam folat, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C, vitamin D
dan vitamin E. Pada pasien ini diberikan tablet asam folat 5 mg peroral
setiap hari. Pasien juga mendapat terapi penunjang lain berupa injeksi
vitamin C 100 mg setiap kali menjalani hemodialisis. Pada pasien anemia
defisiensi besi fungsional yang mendapat terapi EPO dosis vitamin C yang
dianjurkan pada pasien adalah 300 mg diberikan secara intravena (Singh
AK et al, 2006).
Pada pasien ini diberikan terapi iron sucrose 100 mg parenteral. Manfaat
suplementasi besi parenteral adalah untuk terapi pencegahan defisiensi besi
pada pasien hemodialisis. Suplementasi besi juga efektif mengisi cadangan
besi sumsum tulang Singh AK et al, 2006). Ada beberapa keadaan yang
merupakan Indikasi pemberian preparat besi parenteral. Pertama, apabila
penderita akan mendapat terapi EPO namun kadar feritin serum awal < 100
ng/ml. Kedua, pada keadaan defisiensi besi fungsional, ketika pemberian
EPO tidak memberikan respon optimal atau tidak berespon sama sekali.
Ketiga, pada keadaan defisiensi besi tapi preparat besi oral tidak ditoleransi
(KDIGO, 2012).
Pada pasien ini dilakukan injeksi iron sucrose 100 mg intravena bersamaan
dengan terapi EPO setiap kali hemodialisis, injeksi iron sucrose juga
diharapkan memberikan respon terapi EPO yang optimal (KDIGO, 2012).
Menentukan bentuk suplementasi zat besi yang akan diberikan pada pasien
yang menjalani hemodialisis diperlukan banyak pertimbangan. Pemberian
peroral banyak dipilih karena murah dan mudah, namun beberapa penelitian
menerangkan bahwa terapi besi peroral tidak dapat memperbaiki cadangan
besi sumsum tulang. Selain itu, efek samping dari pemberian peroral juga
sering menimbulkan keluhan tidak nyaman pada gastrointestinal seperti
gastritis, kejang perut, dan diare. Oleh karena itu, pada pasien ini dilakukan
pemberian besi parenteral untuk mengurangi efek samping yang merugikan
(Singh AK et al, 2006).
7
Pasien juga memiliki riwayat 4 kali transfusi darah sejak awal menjalani
hemodialisis. Setiap kali transfusi sebanyak 2 kantong. Pada pasien ini dapat
dilakukan pemberian transfusi darah pada apabila terdapat indikasi terjadi
perdarahan akut dengan gangguan hemodinamik, pasien dengan Hb < 7
g/dL dan tidak memungkinkan pemberian EPO, transfusi darah juga dapat
diberikan pada pasien dengan defisiensi besi ketika preparat besi IV/IM
belum tersedia (Mircescu G et al, 2006)
Berbeda dengan target Hb pada terapi EPO, target Hb pada transfusi darah
adalah 7 sampai 9 g/dL. Pemberian transfusi yang melebihi target hingga 10
sampai 12 g/dL tidak direkomendasikan karena tidak terbukti bermanfaat.11
Selain itu, transfusi juga harus diberikan secara hati-hati karena memiliki
risiko penularan penyakit seperti hepatitis virus B dan C, infeksi HIV dan
juga dapat terjadi reaksi transfusi (KDIGO, 2012).
8
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan anemia pada pasien GGK harus bersifat terpadu.
Penatalaksanaan secara tepat akan memberikan respon yang adekuat dan
secara nyata akan meningkatkan kualitas hidup pasien. Saat ini terapi EPO
masih menjadi pilihan utama terapi anemia pada pasien GGK. Agar
pemberian terapi EPO dapat memberikan hasil yang optimal, seorang dokter
hendaknya memperhatikan berbagai aspek dan mencari faktor utama
penyebab anemia. Terapi tambahan lain seperti injeksi iron sucrose, injeksi
vitamin C, dan suplementasi asam folat juga dapat diberikan sebagai
penunjang. Selain itu, Terapi yang adekuat dapat mempertahankan target Hb
pasien sehingga mengurangi kebutuhan pasien untuk dilakukan transfusi
darah.
3.2 Saran
Berharap agar mahasiswa lebih memahami tentang manajemen terapi
anemia pada pasien gagal ginjal kronik (GGK), bisa memberi pemahaman
untuk mahasiswa dan terakhir, makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu agar pembaca senantiasa memberikan kritik dan sarannya.
8
9
DAFTAR PUSTAKA
Foley RN, Curtis BM, Parfrey PS. Erythropoietin therapy, hemoglobin targets,
and quality of life in healthy hemodialysis patients: a randomized trial.
Clin J Am Soc Nephrol. 2009.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.
Singh AK, Szczech L, Tang KL, Banhart H, Sapp S, Wolfson M, dkk. Correction
of anemia with epoetin alfa in chronic kidney disease. N Engl J Med.
2006; 355.