You are on page 1of 31

FENOMENA SEGREGASI KROMOSOM (HUKUM MENDEL II)

PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster


STRAIN N♂><ecl♀ DAN N♂ ><bvg♀ BESERTA RESIPROKNYA

LAPORAN PENELITIAN PROYEK


UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Genetika I
yang dibina oleh Prof. Dr. H. Agr. M. Amin, Msi
dan Andik Wijayanto, M.Si

Oleh:
Offering H / Kelompok 16
Arik Anggara (160342606290)
Sinta Dewi Misbahol Kurnia (160342606214)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
April 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Drosophila melanogaster sebagai salah satu serangga yang memiliki peranan yang
sangat penting dalam perkembangan ilmu genetika serta dijadikan model organisme diploid di
laboratorium karena ukuran kecil, mempunyai siklus hidup pendek, jumlah keturunan yang
dihasilkan sangat banyak, murah biaya serta perawatannya (Stine, 1991). Drosophilla
melanogaster selama ini telah mengalami mutasi genetik sehingga dikenal dengan berbagai
macam strain.
Secara rasional perbedaan pada genotif paling tidak selain memberikan dampak
perbedaan pada fenotif akan dapat juga menyebabkan beberapa perbedaan dalam hal
fisiologik. Seperti dikatakan oleh Peterson (dalam Fowler, 1973) bahwa mekanisme
penggunaan sperma untuk pembuahan sel telur (fertilisasi) tidak selalu sama pada semua jenis
atau strain Drosophila melanogaster. Demikian juga Fowler (1973) melaporkan bahwa jumlah
sperma yang ditrasfer Drosophila jantan berkaitan dengan perbedaan strain. Dengan demikian
macam strain akan terkait dengan jumlah keturunan.
Banyak teori yang sudah dikemukakan oleh beberapa peneliti terkait hubungannya
dengan bidang ilmu genetika. Salah satunya adalah teori yang menjadi paradigma pertama
genetika yang telah dikemukakan oleh J.G. Mendel pada tahun 1865. Sejak tahun 1865 J.G.
Mendel berupaya mempelajari bagaimana suatu ciri tunggal dapat diwariskan. Tumbuhan
percobaan yang dipilih adalah kacang ercis dengan nama latin Pisum sativum. Berbagai
varietas Pisum sativum dikumpulkan dari para petani dan selama kurun waktu dua tahun J. G.
Mandel membiakkan Pisum sativum hanya untuk kepentingan seleksi strain. Strain hasil
seleksi inilah yang nantinya akan digunakan J.G. Mandel dalam merangkai percobaan yang
sudah dirancang sebelumnya. Sedangkan strain hasil seleksi yang akan digunakan pada
rangkaian percobaan adalah strain yang telah diseleksi atas dasar satu ciri (Corebima, 2013).
Selama percobaan penyilangan strain yang dikehendaki adalah sampai dasil dari
keturunan kedua (F2) yakni didapat dari penyilangan antar keturunan pertama (F1). Ciri-ciri
yang muncul pada F2 dicatatat frekuensinya untuk mengungkap perbandingan dari proporsi
ciri-ciri yang ditemukan. Analisis data yang sudah dicatat secara kuantitatif tersebut yakni
frekuensi ciri-ciri pada F2, dihubungkan dengan gambaran data ciri-ciri F1 maupun gambaran
ciri-ciri induk (P1) yang merupakan penyilangan pertama. Hingga pada akhirnya upaya
tersebut membuat J.G. Mendel bisa mengungkapkan hukum pemisahan dan hukum pemilihan
bebas yang diumumkan pada tahun 1865. Sampai saat ini hukum-hukum tersebut sudah
dikenal secara luas sebagai hukum pemisahan Mendel dan hukum pilihan bebas Mendel.
Hukum-hukum itulah yang sekarang dikenal sebagai hukum Mendel I dan hukum Mendel II,
dan hukum-hukum inilah yang pertama kali dikenal dalam bidang ilmu genetika (Corebima,
2013).
Hukum Mendel I merupakan uji persilangan monohibrid dengan satu sifat yang
bebeda. Hasil keturunan dari keturunan pertama (F1) akan menghasilkan sifat dominan
heterozigot dan jika disilangkan sesamanya akan menghasilkan keturunan kedua (F2) dengan
perbandingan rasio fenotip 3:1. Sedangkan pada Hukum Mendel II merupakan uji persilangan
dihibrid dengan dua sifat beda. Hasil keturunan pertama (F1) akan menghasilkan sifat
dominan heterozigot dan jika disilangkan sesamanya maka akan menghasilkan keturunan
kedua (F2) dengan perbandingan rasio fenotip 9:3:3:1 (Henuhili, 2003).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dalam
membuktikan adanya hukum pemisahan bebas dilakukan penelitian dengan salah satu objek
penelitiannya bisa menggunakan Drosophila melanogaster yang sebelumnya sudah diketahui
memiliki variasi fenotipe yang beragam dan sudah ditemukan. Pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan objek penelitian lalat buah (Drosophila melanogaster) dengan tiga
variasi strain, yakni strain N, ecl, dan bvg yang merupakan uji persilangan dihibrid dengan dua
sifat beda. Kedua sifat yang berbeda ini meliputi sifat dari warna mata dan warna tubuh.
Ada beberapa alasan Drosophila melanogaster dijadikan sebagai model organisme yaitu
karena D. melanogaster ukuran tubuhnya kecil, mudah ditangani dan dipahami, praktis, siklus
hidup singkat yaitu hanya dua minggu, murah, mudah dipelihara dalam jumlah besar
(Iskandar, 1987), mudah berkembangbiak dengan jumlah anak banyak, beberapa mutan
mudah diuraikan (King, 1962), memiliki empat pasang kromosom raksasa yang terdapat pada
kelenjar saliva pada fase larva (Strickberger, 1962).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana fenotip dari F1 dan F2 yang muncul pada Drosophila melanogaster hasil
persilangan strain ecl♂ >< N♀ beserta resiproknya?
2. Bagaimana rasio dari F2 pada Drosophila melanogaster hasil persilangan strain ecl ♂
>< N♀ beserta resiproknya?
3. Bagaimana fenotip dari F1 dan F2 yang muncul pada Drosophila melanogaster hasil
persilangan strain bvg♂ >< N♀ beserta resiproknya?
4. Bagaimana rasio dari F2 pada Drosophila melanogaster hasil persilangan strain bvg♂
>< N♀ beserta resiproknya?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui fenotip dari FI dan F2 yang muncul pada Drosophila melanogaster
hasil persilangan strain ecl♂ >< N♀ beserta resiproknya
2. Untuk mengetahui rasio dari F2 pada Drosophila melanogaster hasil persilangan strain
ecl ♂ >< N beserta resiproknya
3. Untuk mengetahui fenotip dari F1 dan F2 yang muncul pada Drosophila melanogaster
hasil persilangan strain bvg♂ >< N♀ beserta resiproknya
4. Untuk mengetahui rasio dari F2 pada Drosophila melanogaster hasil persilangan strain
bvg♂ >< N♀ beserta resiproknya

D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bagi Penulis
1. Mengetahui rasio dari F2 pada Drosophila melanogaster hasil persilangan strain ecl ♂
>< N beserta resiproknya
2. Mengetahui fenotip dari FI dan F2 yang muncul pada Drosophila melanogaster hasil
persilangan strain ecl♂ >< N♀ beserta resiproknya
3. Mengetahui rasio dari F2 pada Drosophila melanogaster hasil persilangan strain bvg♂
>< N♀ beserta resiproknya
4. Mengetahui fenotip dari F1 dan F2 yang muncul pada Drosophila melanogaster hasil
persilangan strain bvg♂ >< N♀ beserta resiproknya
5. Menambah pemahaman mengenai persilangan-persilangan menurut Hukum Mendel II
6. Menambah keterampilan, kecakapan, serta pengalaman dalam melaksanaan penelitian,
khususnya dengan menggunakan Drosophila melanogaster.
Bagi Pembaca
1. Memperoleh informasi, pengetahuan serta bukti tentang adanya fenomena Hukum
Mendel II yang terjadi pada Drosophila melanogaster hasil persilangan strain ecl ♂ ><
N beserta resiproknya
2. Memperoleh informasi, pengetahuan serta bukti tentang adanya fenomena Hukum
Mendel II yang terjadi pada Drosophila melanogaster hasil persilangan strain bvg♂
>< N beserta resiproknya
3. Memberikan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai mutasi yang
terjadi pada Drosophila melanogaster.

E. Batasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup, maka penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan
penelitian sebagai berikut:.
1. Strain Drosophila melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain N,
ecl dan bvg yang diperoleh dari laboratorium Genetika Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Negeri Malang.
2. Persilangan yang dilakukan pada Drosophila melanogaster yaitu antara strain ♂N ><
♀ecl dan ♂N>< ♀bvg beserta resiproknya.
3. Pengamatan dilakukan sebatas pada pengamatan fenotip (warna mata, warna tubuh,
keadaan sayap) dan jumlah keturunan F1 dan F2.
4. Persilangan untuk menghasilkan F1 dilakukan sebanyak 6 kali ulangan untuk masing-
masing ulangan
5. Persilangan untuk menghasilkan F2 dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk masing-
masing ulangan
6. Penelitian ini mengamati fenotip dan jumlah anakan F1 dan F2 pada persilangan
Drosophila melanogaster strain ♂N><♀ecl dan ♂N><♀bvg beserta resiproknya.
7. Pengamatan fenotip maupun jumlah anak pada F1 maupun F2 dilakukan selama tujuh
hari, dimana hari pertama dianggap sebagaihari ke-1 yang dihitung sejak pertama kali
telur menetas.

F. Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa.
1. Faktor internal seperti umur Drosophila melanogaster yang digunakan dalam
penelitian adalah sama.
2. Faktor eksternal seperti cahaya, intensitas cahaya, suhu, pH dan kelembaban selama
penelitian adalah sama.
3. Aspek biologis setiap individu pada strain Drosophila melanogaster selama penelitian
adalah sama.
4. Kondisi medium yang digunakan selama penelitian adalah sama.
5. Pengamatan fenotipe yang dilakukan adalah benar.

G. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya salah penafsiran, maka perlu diberikan definisi variabel
penelitian sebagai berikut:
1. Strain merupakan suatu kelompok-kelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu
atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya secara genetik homozigot untuk ciri-
ciri tersebut atau galur murni (Klug dan Cummings, 2000).
2. Hibrid adalah turunan dari suatu persilangan antara dua individu yang secara genetik
berbeda (Corebima, 2003).
3. Dihibrid adalah persilangan dengan dua sifat beda (Corebima, 2003).
4. Fenotip merupakan karakter yang dapat diamati dalam suatu individu yang merupakan
hasil persilangan suatu interaksi genotip dengan lingkungan tempat hidup dan
berkembang (Corebima, 2003).
5. Genotip merupakan keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung dalam
suatu makhluk hidup (Corebima, 2003).
6. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh sepasang alel yang identik (misal: AA
atau aa) (Corebima, 1997).
7. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh sepasang alel yang berbeda
dominasinya/tidak identik (misal: Aa) (Corebima, 1997).
8. Perkawinan resiprok merupakan perkawinan kebalikan dari perkawinan yang semula
dilakukan (misal: ♂ecl>< ♀N, maka resiproknya ♂N>< ♀ecl) (Suryo, 1998).
9. Generasi F1 adalah turunan pertama dalam fertilisasi silang genetik (Campbell, 2002).
10. Generasi F2 adalah turunan dari fertilisasi silang genetik antar F1 (Campbell, 2002).
11. Sifat dominan merupakan satu sifat yang mengalahkan sifat yang lain (Corebima,
2003).
12. Sifat resesif merupakan sifat yang dikalahkan oleh sifat dominan (Corebima, 2003).
13. Hukum pilihan bebas Mendel atau hukum Mendel II menyatakan bahwa faktor-faktor
yang menentukan karakter-karakter yang berbeda diwariskan secara bebas satu sama
lain (Corebima, 2003).
Untuk memberi informasi bagaimana cara pengukuran variabel, maka perlu diberikan
operasional variabel penelitian sebagai berikut:
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis strain Drosophila melanogaster yakni
N, ecl, dan bvg
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah dan rasio anakan F2.
3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah umur Drosophila melanogaster yang akan
disilangkan, Drosophila melanogaster yang digunakan adalah Drosophila
melanogaster yang belum pernah kawin, pemindahan hasil persilangan Drosophila
melanogaster dilakukan sebanyak 3 botol, yakni botol A, B, dan C.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Drosophila melanogaster


Drosophila melanogaster pertama kali diperkenalkan oleh Morgan dan Castel pada
tahun1900 dan diketahui bahwa Drosophila melanogaster dapat digunakan sebagai sumber
pembelajaran genetika pada organisme diploid. Hewan ini dianggap mempunyai peranan yang
sangat penting dalam perkembangan genetika selanjutnya (Chumaisah, 2002).
Menurut Borror (1992) tingkatan takson dari Drosophila yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Mandibulata
Kelas : Insecta
Subkelas : Pterygota
Ordo : Diptera
Subordo : Cyclorrapha
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Subgenus : Saphophora
Spesies : Drosophila melanogaster Meigen
Pada Drosophila melanogaster selain dari keadaan normal (N) ditemukan ada beberapa
strain yang merupakan hasil mutasi dan menghasilkan mutan-mutan yang berbeda dari
keadaan normalnya. Perbedaan tersebut terutama terkait dengan warna mata, bentuk mata, dan
bentuk sayap. Hal ini sesuai yang dikatakan Zarzen (2004) yang menyatakan beberapa jenis
mutasi pada Drosophila melanogaster yang dapat terlihat dari fenotipenya adalah mutasi
warna mata, bentuk mata, bentuk sayap dan warna tubuh.
Drosophilla melanogaster strain N, ecl, dan bvg memiliki ciri morfologi yang
berbeda.Perbedaan tersebut meliputi warna mata, warna tubuh, dan keadaan sayap yang
disebabkan karena adanya mutasi kromosom. Strain N memiliki fenotipe mata berwarna
merah, sayapnya panjang menutupi tubuh dengan sempurna dan tubuh berwarna coklat
kekuningan dan strain ini dikatakan sebagai strain normal. Strain ecl yang merupakan strain
mutan memiliki mata berwarna merah, sayap pendek akibat kerusakan gen pada kromosom
ketiga lokus 70.7, dan tubuh berwarna coklat kehitaman akibat kerusakan gen pada kromosom
kedua. Sedangkan pada strain bvg, mata berwarna cokelat kehitaman akibat kerusakan gen
pada kromosom kedua lokus 16.5, sayap panjang menutupi tubuh dengan sempurna, tubuh
berwarna coklat kehitaman akibat kerusakan gen pada kromosom kedua lokus 48.5 (Suryo,
2008).
Karakteristik Drosophilla melanogaster tipe normal dicirikan dengan mata merah, mata
majemuk berbentuk bulat agak ellips dan mata tunggal (oceli) pada bagian atas kepalanya
dengan ukuran relatif lebih kecil dibanding mata majemuk (Robert, 2005), warna tubuh
kuning kecokelatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Ukuran tubuh
Drosophilla melanogaster berkisar antara 3-5 mm (Indayati, 1999). Sayap Drosophilla
melanogaster cukup panjang dan transparan (Karmana, 2010), Posisi sayapnya bermula dari
thorak, vena tepi sayap (costal vein) memiliki dua bagian yang terinterupsi dekat dengan
tubuhnya. aristanya pada umumnya berbentuk rambut dan memiliki 7-12 percabangan
(Indayati, 1999). Crossvein posterior umumnya berbentuk lurus, tidak melengkung (Milkman,
1965). Thoraknya memiliki bristle, baik panjang dan pendek, sedangkan abdomen bersegmen
lima dan bergaris hitam (Chumaisah, 2002).
Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina,
yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada jantan agak
membulat (Gambar 2.1). Tanda hitam pada ujung abdomen juga bisa menjadi ciri dalam
menentukan jenis kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan
berwarna gelap, sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang
pada betina ada 7. Lalat jantan memiliki sex comb, berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas
kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek (Demerec dan Kaufmann, 1961). Lalat
betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan
hanya 3 garis hitam (Wiyono, 1986).
Gambar 2.1 Drosophila melanogaster jantan (kiri) dan betina (kanan) strain N
(Sumber: Gompel, 2013)

B. Siklus Hidup Drosophila melanogaster


Drosophila melanogaster memiliki empat tahap dalam siklus hidupnya yaitu telur,
larva, pupa, dan dewasa. Drosophila melanogaster akan menghasilkan keturunan baru dalam
waktu 9- 10 hari. Jika dipelihara pada suhu 25ºC dalam kultur segar, lima hari pada tahap telur
dan tahap larva, lalu empat hari pada tahap pupa. Drosophila melanogaster mempunyai siklus
hidup yang sangat pendek yaitu sekitar 12 hari pada suhu kamar. Pada lalat betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 100 butir dan separuh dari jumlah telur tersebut akan
menjadi lalat jantan dan separuhnya lagi akan menjadi lalat betina. Siklus hidup lalat ini
akan semakin memendek apabila lingkungannya tidak mendukung (Borror, 1992). Empat
tahap siklus hidup Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut:
a. Telur
Telur berukuran 0,5 mm dan berbentuk lonjong. Telur dilapisi oleh dua lapisan, yang
pertama selaput vitelin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan yang kedua selaput tipis tetapi
kuat (korion) di bagian luar dan di anterior terdapat dua tangkai tipis. Permukaan korion
tersusun atas lapisan kitin yang kaku, berwarna putih transparan. Pada salah satu ujungnya
terdapat filamen-filamen yang mencegah supaya telur tidak tenggelam di dalam medium
(Stickberger, 1962).
b. Larva
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva berwarna putih, memiliki
segmen, bentuknya menyerupai cacing, mulut berwarna hitam dengan bentuk kait sebagai
pembuat lubang. Pada stadium ini aktifitas makan semakin meningkat dan geraknya relatif
cepat. Drosophila melanogaster pada tahap larva mengalami dua kali molting. Tahap antara
molting satu dengan selanjutnya disebut instar (Strickberger, 1962).
Larva Drosophila melanogaster memiliki tiga tahap instar yang disebut dengan larva
instar-1, larva instar-2, dan larva instar-3 dengan waktu perkembangan berturut-turut selama
24 jam, 24 jam dan 48 jam diikuti dengan perubahan ukuran tubuh yang makin besar. Larva
instar-1 melakukan aktivitas makan pada permukaan medium dan pada larva instar-2 mulai
bergerak ke dalam medium demikian pula pada larva instar-3. Aktivitas makan ini berlanjut
sampai mencapai tahap pre pupa. Sebelum mencapai tahap ini larva instar-3 akan merayap
dari dasar botol medium ke daerah atas yang relatif kering). Selama tahap perkembangan
larva, medium mengalami perubahan dalam komposisi dan bentuk (Mulyanti, 2005).
c. Pupa
Proses perkembangan pupa sampai menjadi dewasa membutuhkan waktu 4-4,5 hari.
Pada awalnya pupa berwarna kuning muda, bagian kutikula mengeras dan berpigmen. Pada
tahap ini terjadi perkembangan organ dan bentuk tubuh. Dalam waktu yang singkat, tubuh
menjadi bulat dan sayapnya menjadi lebih panjang. Warna tubuh Drosophila melanogaster
dewasa yang baru muncul lebih mengkilap dibandingkan Drosophila melanogaster yang lebih
tua (Stickberger, 1962).
d. Dewasa
Lalat dewasa jantan dan betina mempunyai perbedaan morfologi pada bagian posterior
abdomen. Pada lalat betina dewasa terdapat garis-garis hitam melintang mulai dari permukaan
dorsal sampai bagian tepi. Pada lalat jantan ukuran tubuh umumnya lebih kecil dibandingkan
dewasa betina dan bagian ujung segmen abdomen berwarna hitam. Pada bagian tarsal pertama
kaki depan lalat jantan terdapat bristel berwarna gelap yang disebut sex comb (Stickberger,
1962).
Hukum II Mendel merupakan prinsip tentang pengelompokan gen secara bebas, atau
Principle of Independent assortment. Hukum ini diperoleh dari hasil penelitian Johann Gregor
Mendel pada persilangan tanaman ercis (Pisum sativum) (Yatim, 1986). Selain melakukan
penelitian tentang pewarisan satu sifat beda, Mendel juga melakukan percobaan dengan
tumbuhan yang berbeda dalam dua sifat.
Beliau menyilangkan tanaman yang menghasilkan biji berwarna kuning berbentuk bulat
dengan tanaman yang menghasilkan biji berwarn hijau keriput.Tujuan dari eksperimen ini
adalah untuk mengetahui apakah dua sifat biji, warna dan tekstur, diwariskan secara bebas.
Semua anakan F1 dari hasil persilangan kedua tanaman tersebut berbiji kuning bulat. Hal ini
menunjukkan bahwa alel dari kedua sifat ini bersifat dominan. Kemudian, sesama tanaman F1
tersebut disilangkan. Hasil persilangan dari F1 tersebut kemudian dikelompokkan dan
dihitung berdasarkan fenotipe. Hasilnya menunjukkan ada empat macam fenotipe yang
terdapat pada F2 yang masing-masing menunjukkan semua kombinasi dari warna dan tekstur.
Dua kelompok, biji berwarna kuning bulat dan biji hijau keriput, memiliki kemiripan dengan
strain parentalnya. Dua lainnya, biji berwarna hijau dan berbentuk bulat dan biji berwana
kuning dan keriput, menunjukkan kombinasi baru dari sifat-sifat parentalnya. Jumlah dari
masing-masing kelompok mendekati rasio 9:3:3:1. Bagi Mendel, hubungan numerik ini
menunjukkan suatu penjelasan sederhana. Masing-masing sifat diatur oleh gen yang berbeda
yang memisah menjadi dua alel, dan dua gen tersebut diwariskan secara bebas. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, Mendel merumuskan suatu prinsip tentang pengelompokan gen
secara bebas atau The Principle of Independent Assortment. Prinsip tersebut menyatakan
bahwa alel-alel dari gen yang berbeda memisah, atau mengelompok secara bebas. Prinsip ini
merupakan hukum lain tentang pewarisan sifat berdasarkan perilaku dari pasangan-pasangan
kromosom yang berbeda selama meiosis. Namun, hukum Mendel II ini tidak berlaku pada
semua gen (Snustad, 2012).
Hukum pemisahan Mendel dan hukum pelihan bebas Mendel terjadi pada makhluk
hidup tertentu dan pada tempat tertentu juga. Peristiwa yang mengikuti hukum tersebut di atas
berlangsung di kalangan makhluk hidup yang berkembangbiak secara seksual, tetapi tidak
semua makhluk hidup berkembangbiak secara seksual mengalami peristiwa yang mengikuti
hukum-hukum tersebut. Makhluk hidup yang mengalami peristiwa tersebut hanya makhluk
hidup yang diploid dan berkembangbiak secara seksual. (Corebima, 2003).
G. Kerangka Konseptual
Proyek ini dilakukan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada persilangan
Drosophila melanogaster strain ♂N >< ♀ecl dan ♂N>< ♀bvg beserta resiproknya. Kerangka
konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sifat yang dimiliki induk akan diwariskan pada keturunanya oleh


adanya faktor gen-gen melalui gamet secara bebas

Persilangan Drosophila melanogaster

♂N >< ♀ecl beserta ♂N >< ♀bvg beserta


resiproknya resiproknya

Turunan pertama (F1) memiliki fenotip normal karena gen yang


membawa sifat normal bersifat dominan sedangkan turuna kedua
(F2) mempunyai rasio 9:3:3:1

Dilakukan analisis berdasarkan data hasil penelitian dengan


menggunakan rekontruksi kromosom tubuh dan uji Chi Square

Pembahasan

Kesimpulan
H. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Fenotip yang muncul pada persilangan ♂N >< ♀ecl dan ♂N>< ♀bvg beserta
resiproknya adalah N heterozigot
2. Perbandingan rasio fenotip F2 pada persilangan Drosophila melanogaster ♂N ><
♀ecl beserta resiproknya tidak menyimpang dari rasio Hukum Mendel II 9:3:3:1
dengan strain N : e : cl : ecl
3. Perbandingan rasio fenotip F2 pada persilangan Drosophila melanogaster ♂N ><
♀bvg beserta resiproknya tidak menyimpang dari rasio Hukum Mendel II 9:3:3:1
dengan strain N : b : vg : bvg
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu teknik analisa yang
dilakukan dalam bentuk data atau angka yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikam
dalam bentuk uraian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenotipe dari F1 dan F2 beserta
rasio fenotipe F2 dari persilangan Drosophila melanogaster strain ♂N >< ♀ecl dan ♂N ><
♀bvg beserta resiproknya. Persilangan sebanyak 6 kali ulangan dengan medium botol A, B
dan C untuk memperoleh data F1 dan F2.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Waktu pelaksanaan proyek dimulai pada tanggal 1 Maret sampai 22 April 2018
bertempat di gedung O5 Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang lantai 3
ruang Genetika 310

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Drosophila melanogaster.
Populasi pertama diperoleh dari Laboratorium Genetika Jurusan Biologi Universitas Negeri
Malang.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Drosophila melanogaster strain N,
ecl, dan bvg. Untuk persilangan parental 1 (P1), sampel diperoleh dari hasil ampulan yang
berasal dari populasi hasil peremajaan sedangkan untuk persilangan parental 2 (P2), sampel
diperoleh dari hasil ampulan yang berasal dari populasi F1.
D. Instrumen Penelitian
1) Alat:
- Botol selai - Timbangan
- Selang ampul - Panci
- Selang plastik - Kardus
- Kuas kecil - Pengaduk
- Kantong plastik - Alat tulis
- Kompor gas - Kamera
- Pisau daput - Wadah medium
- Blender - Timbangan
- Mikroskop stereo - Cutter
- Kain kasa
2) Bahan:
- Drosophila melanogaster strain N
- Drosophila melanogaster strainecl
- Drosophila melanogaster strainbvg
- Pisang raja mala
- Gula merah
- Tape singkong
- Air
- Tisu
- Yeast
- Gabus penutup
- Kertas label
- Kertas pupasi
- Cotton bud
E. Prosedur
1. Prosedur Pembuatan Medium
a) Disiapkan bahan yang akan digunakan untuk membuat medium, meliputi pisang raja
mala, tape singkong, gula merah, dan air.
b) Ditimbang masing-masing bahan dengan perbandingan 7:2:1 untuk satu resep
medium.
c) Bahan dipotong hingga menjadi ukuran yang lebih kecil, kemudian dimasukkan ke
dalam blender dan ditambahkan air secukupnya.
d) Bahan-bahan untuk membuat medium dihaluskan dengan menggunakan blender
selama kurang lebih 5 menit atau hingga halus.
e) Panci diletakkan diatas kompor kemudian ditambah dengan air dan gula merah,
kemudian ditunggu hingga gula merah larut dalam air.
f) Medium yang telah halus dituangkan ke dalam panci.
g) Medium dimasak selama 45 menit dengan ditambahkan air sedikit demi sedikit dan
diaduk secara terus-menerus.
h) Disiapkan botol selai dan gabus penutup sesuai dengan kebutuhan, kemudian
disterilisasi dengan uap dari medium.
i) Medium dituangkan ke dalam botol selai sebanyak satu atau dua centong, kemudian
langsung ditutup dengan gabus penutup agar tidak terkontaminasi.
j) Medium didinginkan sebelum digunakan, kemudian setelah dingin ditambahkan tiga
sampai empat butir yeast dan kertas pupasi lalu ditutup kembali dengan gabus penutup.
k) Medium siap digunakan untuk peremajaan atau persilangan.

2. Prosedur Peremajaan
a) Disiapkan botol selai yang telah diisi medium dan siap dipakai
b) Dimasukkan minimal 3 pasang Drosphila melanogaster untuk setiap strain pada botol
yang berbeda untuk masing-masing strainnya
c) Diberi label pada botol sesuai strain dan tanggal peremajaan
d) Peremajaan dilakukan secara berkala untuk menyediakan stok selama proyek
dilakukan
3. Prosedur Pengampulan
a) Disiapkan pisang raja mala, selang ampulan, cotton bud, kertas label, alat tulis, dan
Drosophila melanogaster strain N, ecl, dan bvg yang pupanya sudah berwarna hitam.
b) Selang ampulan ditusukkan pada pisang raja mala, kemudian pisang diarahkan ke
bagian tengah selang ampulan dengan kuas.
c) Dicari pupa yang sudah menghitam dari botol peremajaan, kemudian diambil dengan
cotton bud yang sudah dibasahi dengan air.
d) Pupa yang sudah diambil dimasukkan ke dalam selang ampulan, satu selang berisi dua
pupa, kemudian kedua ujung selang ampulan ditutup dengan gabus penutup.
e) Diberikan label pada selang ampulan dengan menulis strain dan tanggal pengampulan.
f) Ditunggu hingga pupa menetas, setelah dua hari menetas Drosophila melanogaster
siap untuk disilangkan.

4. Prosedur Persilangan
a) Disiapkan Drosophila melanogaster hasil ampulan, medium, botol selai, gabus
penutup, pupasi, kertas label, alat tulis, dan yeast.
b) Setelah medium siap, Drosophila melanogaster yang akan disilangkan dimasukkan ke
dalam botol. Persilangan yang dilakukan adalah Drosophila melanogaster strain ♂N
><♀ecl dan ♂N><♀bvg beserta resiproknya. Melakukan persilangan dengan botol
selai yang sudah tertutup oleh gabus penutup.
c) Diberikan label pada botol selai dengan menuliskan jenis strain yang disilangkan,
tanggal persilangan, ulangan, botol A, serta F1 atau F2.
d) Ditunggu selama 2 hari, kemudian jantan dilepaskan.
e) Ditunggu lagi hingga muncul larva, lalu betina dipindahkan ke botol B. Apabila pada
botol B sudah muncul larva, kemudian betina dipindahkan ke botol C.
f) Ditunggu hingga muncul anakan, setelah muncul dihitung jumlah anakan dan diamati
fenotipe yang muncul.
F. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara menghitung
jumlah anakan dan mengamati fenotipe F1 dan F2 dari masing-masing persilangan dan
ulangan. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel pengamatan.

1. Format Tabel Untuk Pengamatan F1 Adalah Sebagai Berikut.

Fenotip Ulangan Total


Persilangan Botol
F1 1 2 3 4 5 6

Jumlah
2. Format Tabel Untuk Pengamatan F2 Adalah Sebagai
Berikut.

Fenotip Ulangan Total


Persilanga
n Sex
F2 1 2 3 4 5 6


G. Analisis Data
Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square
untuk mengetahui rasio fenotip keturunan F2 antara hasil yang didapatkan pada penelitian dari
persilangan Drosophila melanogaster strain ♂N ><♀ecl dan ♂N><♀bvg beserta resiproknya
dengan Hukum Mendel II yang menghasilkan rasio fenotip keturunan F2sebesar 9:3:3:1.
Uji chi square digunakan dalam mengukur korelasi antar variabel yakni variabel yang
diamati dengan variabel yang diharapkan atau menguji hipotesis bahwa frekuensi data yang
diamati tidak berbeda dari frekuensi yang diharapkan (Junaidi, 2010).
Asumsi yang digunakan adalah data berasal sampel random. Frekuensi yang
diharapkan untuk masing-masing kategori harus lebih besar dari 1. Frekuensi yang diharapkan
yang bernilai kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20 % dari kategori. Rumus perhitungan chi-
square sebagai berikut:

Dimanaχ2 adalah nilai chi-kuadrat, E adalah frekuensi yang diharapkan, dan O adalah

frekuensi yang diperoleh atau diamati (Junaidi, 2010).


BAB IV
HASIL ANALISIS
A. Data Hasil Pengamatan
Fenotip Ulangan Total
Persilangan Botol
♂N ><♀ecl F1 1 2 3 4 5 6

♂=7 ♂=35 ♂=41


A ♀=0 ♀=35 ♀=30

♂=0 ♂= 11 ♂= 11
B ♀=0 ♀=15 ♀=9

♂=0 ♂= 2 ♂=1
C ♀=0 ♀=2 ♀=1

Jumlah
2. Format Tabel Untuk Pengamatan F2 Adalah Sebagai
Berikut.

Fenotip Ulangan Total


Persilanga
n Sex
F2 1 2 3 4 5 6


Fenotip Ulangan Total
Persilangan Botol
♂ecl ><♀N F1 1 2 3 4 5 6

♂=26 ♂=21 ♂=14


A ♀=30 ♀=19 ♀=13

♂=23 ♂=16 ♂=14


B ♀=17 ♀=12 ♀=19

♂=11 ♂=9 ♂=13


C ♀=7 ♀=11 ♀=8

Jumlah
2. Format Tabel Untuk Pengamatan F2 Adalah Sebagai
Berikut.

Fenotip Ulangan Total


Persilangan
♂ecl><♀N Sex
F2 1 2 3 4 5 6

♂ 10 12
N
♀ 16 14

♂ 5 4
e
♀ 6 4

♂ 2 0
cl
♀ 5 0

♂ 0 0
ecl
♀ 0 0
Fenotip Ulangan Total
Persilangan Botol
♂N ><♀bvg F1 1 2 3 4 5 6

♂=17 ♂=15 ♂=16


A ♀=22 ♀=18 ♀=14

♂=17
B ♀=17 34

Jumlah
2. Format Tabel Untuk Pengamatan F2 Adalah Sebagai
Berikut.

Fenotip Ulangan Total


Persilanga
n Sex
F2 1 2 3 4 5 6


Fenotip Ulangan Total
Persilangan Botol
♂bvg ><♀N F1 1 2 3 4 5 6

♂=42
A ♀=37 79

♂=23
B ♀=21 44

♂=0
C ♀=0 0

Jumlah
2. Format Tabel Untuk Pengamatan F2 Adalah Sebagai
Berikut.

Fenotip Ulangan Total


Persilanga
n Sex
F2 1 2 3 4 5 6


BAB V
PEMBAHASAN

DAFTAR RUJUKAN

Boror, J. D. Tripelhorn. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta: UGM Press.


Campbell, Neil A, dkk. 2002. Biologi Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Chumaisiah, N. 2002. Pengaruh Inbreeding Terhadap Viabilitas dan Fenotip Lalat Buah
(Drosophila melanogaster M.) Tipe Liar dan Mutan Sepia. Skripsi. Jember: FKIP
UNEJ Jurusan Biologi.
Corebima, A. D. 2003. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.
Corebima, A. D. 2013. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.
Corebima, A. D. 1997. Genetika Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press.
Demerec dan Kaufmann. 1961. Drosophila Guide. Introduction to the Genetics and Cytology
of Drosophila melanogaster. Washington D.C: Carnegie Institution of
Washington.Gardner, Eldon J., Michael J. S., D. Peter Snustad. 1991. Principles Of Genetics,
Eight Edition. New York: John Wiley & Sons.
Fowler, G.L. 1973. Some Aspect of Reproductive Bioloy of Drosophila: Sperma Transfer,
Sperma Storage, and Sperma Utilization. Genetics.
Henuhili, Victoria, dan Suratsih. 2003. Genetika (Common Texbook). Yogyakarta:
Unversitas Negeri Yogyakarta.
Indayati, N. 1999. Pengaruh Umur Betina dan Macam Strain Jantan Terhadap Keberhasilan
Kawin Kembali Individu Betina D. melanogaster. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Malang:
FPMIPA IKIP Malang.
Iskandar, D.T. 1987. Petunjuk Praktikum Genetika. Pusat Antar Unversitas Bidang Ilmu
Hayati, Bandung: ITB.
Karmana,I. W. 2010. Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina Terhadap Turunan Jumlah
Lalat Buah (Drosophila melanogaster). (online), (www.unmasmataram.ac.id/wp/wp-
content/.../1.-I-Wayan-Karmana1.pdf), diakses 25 Maret 2018.
King, R.C. 1962. Genetics 2nd Edition. New York: Oxford University Press.
Klug, W.S & Clummings M.R. 2000. Consep of Genetic. Nre Jersey: Pretince Hall Inc.
King, R.C. 1962. Genetics. 2nd Edition. New York: Oxford University Press.
Mulyanti,F. 2005. Mutagenesitas Perakuat dengan Uji Letal Resesif Terpaut Seks pada
Drosophila melanogaster M. Skripsi. Bandung: FMIPA UNPAD Jurusan Biologi.
Milkman. Roger. 1965. The genetic basis of natural variation. viii. synthesis of cue polygeni
combinations from laboratory strains of Drosophila melanogaster. Department of
Zoology, Syracuse Uniuersity, Syracuse, New York.
Robert.J.Brokers. 2005. Genetic Analysis dan Principles. Third Edition McGrow. Hill
International edition.
Shorrocks, B. 1972. Drosophila. London: Ginn and Company Limited.
Snustad and Simmons. 2012. Principles of Genetic Sixth Edition. United States of America:
John Wiley and Sons, Inc.
Strickberger, M.W. 1962. Experiments in Genetic with Drosophila. New York: John Wiley
and Sons Inc.
Stine, Gerald.J. 1991. Laboratory exercise in genetics. Department Of Natural Sciences.
New York. Universitas of North Florida.
Suryo.1998. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryo. 2008. Genetika. Yogyakarta: UGM Press.
Wiyono, H.T. 1986. Studi mengenai pentingnya lalat buah Drosophila Melanogaster sebagai
bahan praktikum genetika di SMA. Tesis. Fakultas Pasca sarjana Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Malang.
Yasin, M. HG, dkk. 2005. The Test of Mendel Law for Selected Opaque Seeds of Maize.
Jurnal Informatika Penelitian. Vol. 14. Page: 763-770. Peneliti Balai Penelitian
Tanaman Serealia Maros.
Yatim, W. 1986. Genetika. Bandung: Tarsito.

You might also like