You are on page 1of 20

A.

PENGERTIAN
Campak adalah suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang ditandai dengan
demam, korisa, konjungtivitis, batuk, ruam makulopapular menyeluruh.
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbilia dan rubeola (Bahasa Latin),
yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa
Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris.
Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus,
dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lender dan saluran
pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna
merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.
Campak merupakan penyakit virus yang dapat mendatangkan komplikasi serius.
Jadi, campak adalah penyakit infeksi yang menular disebabkan oleh virus yang ditandai
dengan kemerahan atau ruam di kulit.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya,
yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m. Rata- rata tebal kulit 1-2 mm.
Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm)
terdapat di penis. Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau
korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.
a. Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan yaitu :
1) Lapisan Basal atau Stratum Germinativum
2) Lapisan Malpighi atau Stratum Spinosum
3) Lapisan Granular atau Sratum Granulosum
4) Lapisan Tanduk atau Stratum Korneum

Pada telapak tangan dan kaki terdapat lapisan tambahan di atas lapisan granular
yaitu Stratum Lusidium atau lapisan-lapisan jernih. Stratum Lusidium, selnya
pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya sudah banyak yang
kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar.
Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening, batas- batas sel sudah tidak
begitu terlihat, disebut stratum lusidium. Lapisan basal atau germinativum,
disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal. Stratum
germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel
induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya
terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut disusun
seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran
yang disebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis
merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini
tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis
tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah
korium. Tonjolan ini disebut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan
masing–masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk
memberikan kekuatan kepada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar
kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada helai tersebut.
b. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan–kumpulan sel–sel lemak dan di antara
gerombolan ini berjalan serabut–serabut jaringan ikat dermis. Sel–sel lemak ini
bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti
cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama
pada tiap–tiap tempat dan juga pembagian antar laki–laki dan perempuan tidak
sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau
pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau
untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan
tubuh. Di bawah subkurtis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.
2. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus seluruh
bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan
kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit
merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan
melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning–
kuningan, kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya
kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit.
Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaan marah, akan terjadi
perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah
seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat
membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku
bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol,
kulit putih dari eropa dan lain-lain. Perasaan pada kulit adalah perasaan
reseptornya yang berada pada kulit. Pada organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan
yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas, dan sakit. Kulit mengandung berbagai jenis
ujung sensorik termasuk ujung saraf telanjang atau tidak bermielin. Pelebaran
ujung saraf sensorik terminal dan ujung yang berselubung ditemukan pada
jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik berakhir sekitar folikel rambut, tetapi
tidak ada ujung yang melebar atau berselubung untuk persarafan kulit.
Penyebaran kulit pada berbagai bagian tubuh berbeda-beda dan dapat dilihat dari
keempat jenis perasaan yang dapat ditimbulkan dari daerah-daerah tersebut. Pada
pemeriksaan histologi, kulit hanya mengandung saraf telanjang yang berfungsi
sebagai mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap rangsangan raba.
Ujung saraf sekitar folikel rambut menerima rasa raba dan gerakan rambut
menimbulkan perasaan (raba taktil). Walaupun reseptor sensorik kulit kurang
menunjukkan ciri khas, tetapi secara fisiologis fungsinya spesifik. Satu jenis
rangsangan dilayani oleh ujung saraf tertentu dan hanya satu jenis perasaan kulit
yang disadari.
c. Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin
kelangsungan hidup secara umum yaitu :
1) Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat
menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya
radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan
jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–
serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan
fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari
dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).
2) Proteksi rangsangan kimia
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap
berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit
yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit
terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan
keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi
jamur dan sel–sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.
3) Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut
dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di
antara sel, menembus sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan
yang lebih banyak melalui sel–sel epidermis.
4) Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini
karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur
panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-
37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan
vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler
melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar
keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan
vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin,
hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).
5) Ekskresi
Kelenjar–kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi atau zat
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena
lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang
berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan
keringat menyebabkan keasaman pada kulit.
6) Persepsi
Kulit mengandung ujung–ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis,
terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila
dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis.
Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
7) Pembentukan Pigmen
Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum
dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap
sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis
melalui tangan–tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh
melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit
melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.
8) Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal
yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum.
Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.
Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang
amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit
melalui proses sintesis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang
berlangsung kira–kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit
terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
9) Pembentukan vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut.
Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.

C. ETIOLOGI
Campak disebabkan oleh RNA virus genus Morbillivirus, virus parainfluenza, virus
human metapneumovirus, family paramyxoviridae, dan RSV (Respiratory Syncytial
Virus).

D. TANDA DAN GEJALA


1. Stadium prodromal
Berlangsung kira-kira 2-4 hari, ditandai dengan demam yang dapat mencapai 39,5oC.
Selain demam dapat timbul gejala berupa malaise coryza (peradangan akut membran
mukosa rongga hidung), konjungtivitis, dan batuk. Gejala saluran pernapasan yang
disebabkan oleh virus. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitive
terhadap cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa buccal
yang disebut koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. Bercak ini
terbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang di tengahnya terdapat noda
putih keabuan.
2. Stadium eksantem
Timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal yang dimulai dari batas
rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dada, ektremitas
atas, bokong, dan ektremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari. Demam
umumnya memuncak sampai 40oC pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam. Jika
demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan adanya
komplikasi.
3. Stadium penyembuhan
Setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola
timbulnya. Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang akan
menghilang dalam 7-10 hari.

E. PATOFISIOLOGI
Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui saluran pernafasan dan
masuk ke sistem retikulo endothelial, berkembang biak dan selanjutnya menyebar ke
seluruh tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran
cerna, konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam
kulit. Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi
virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi
virus.
Patofisiologi Organisme (virus morbili) menular melalui rute udara, dalam waktu 24
jam, dari awal muncul reaksi terhadap virus morbili maka akan terjadi eksudat yang
serius dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar
kapiler. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan
konjungtiva (Ngastiyah, 1997).
Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang ser[us dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini terdapat
pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva (IKA,FKUI Volume
2,1985).

F. KOMPLIKASI
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:
1. Usia muda, terutama di bawah 1 tahun
2. Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)
3. Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
4. Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV, malnutrisi,
atau keganasan
5. Anak dengan defisiensi vitamin

Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain:

1. Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup)


2. Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi
3. Telinga: otitis media
4. Susunan saraf pusat:
a. Ensefalitis akut: timbul pada 0,01 – 0,1% kasus campak. Gejala berupa demam,
nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya muncul antara
hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam. Umumnya self-limited
(dapat sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang
cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa kehilangan pendengaran, gangguan
perkembangan, kelumpuhan, dan kejang berulang.
b. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE): suatu proses degeneratif susunan
saraf pusat yang disebabkan infeksi persisten virus campak, timbul beberapa
tahun setelah infeksi (umumnya 7 tahun). Penderita mengalami perubahan
tingkah laku, retardasi mental, kejang mioklonik, dan gangguan motorik.
5. Mata: keratitis
6. Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri sekunder
G. TES DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni. Dimana jumlah leukosit
cenderung menurun disertai limfositosis relative.
2. Pemeriksaan serologic dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement
fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya ras dan puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.
3. Biakan virus
Isolasi dan identifikasi virus : Swab nasofaring dan sampel darah yang diambil dari
pasien 2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam kulit
(terutama selama masa demam campak) merupakan sumber yang memadai untuk
isolasi virus. Selama stadium prodromal, dapat terlihat sel raksasa berinti
banyak pada hapusan mukosa hidung.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah baring,
antipiretik (paracetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4 jam),
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A.
Vitamin A dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons antibodi
terhadap virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian
komplikasi seperti diare dan pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2
hari dengan dosis sebagai berikut:
1. 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
2. 100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
3. 50.000 IU pada anak < 6 bulan
4. Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai umur
penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan gejala
defisiensi vitamin A.

Pada campak dengan komplikasi otitis media dan atau pneumonia bakterial dapat diberi
antibiotik. Komplikasi diare diatasi dehidrasinya sesuai dengan derajat dehidrasinya.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Data Dasar
Biodata
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan morbili yaitu demam terus-menerus berlangsung
2 – 4 hari (Pusponegoro, 2004).
3. Riwayat sekarang
Anamnese adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari, batuk, pilek, nyeri
menelan, mata merah, silau bila kena cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit
(Pusponegoro, 2004). Adanya nafsu makan menurun, lemah, lesu (Suriadi, 2001).
4. Riwayat dahulu Anamnese pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah
Sakit atau pernah mengalami operasi (Potter, 2005).
Anamnese riwayat penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, riwayat imunisasi
campak (Wong, 2003). Anamnesa riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi
campak (Suriadi, 2001).
5. Riwayat Keluarga
Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah, apakah klien
beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial (Potter, 2005).
6. Pemeriksaan Fisik
a) Mata : Terdapat konjungtivitis, fotophobia
b) Kepala : Sakit kepala
c) Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung
(pada stad eripsi).
d) Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
e) Kulit: Permukaan kulit (kering), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada
leher, muka, lengan dan eritema, panas (demam).
f) Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, ronchi, sputum
g) Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang, imunisasi.
h) Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
i) Status Nutrisi : Intake – output makanan, nafsu makanan (Potter, 2005).
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan suhu tubuh meningkat
2. Tidak efektif jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penggarukan pruritus
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau absorpsi nutrien yang
diperlukan.
5. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit, malaise.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection aseptif
 Prosedur Infasif control  Batasi pengunjung bila
 Kerusakan jaringan dan  Risk control perlu
peningkatan paparan Setelah dilakukan tindakan  Cuci tangan setiap
lingkungan keperawatan pasien tidak sebelum dan sesudah
 Malnutrisi mengalami infeksi dengan tindakan keperawatan
 Peningkatan paparan kriteria hasil:  Gunakan baju, sarung
lingkungan patogen  Klien bebas dari tanda tangan sebagai alat
 Imonusupresi dan gejala infeksi pelindung
 Tidak adekuat pertahanan  Menunjukkan  Ganti letak IV perifer
sekunder (penurunan Hb, kemampuan untuk dan dressing sesuai
Leukopenia, penekanan mencegah timbulnya dengan petunjuk
respon inflamasi) infeksi umum
 Penyakit kronik  Jumlah leukosit dalam  Gunakan kateter
 Imunosupresi batas normal intermiten untuk
 Malnutrisi  Menunjukkan perilaku menurunkan infeksi
 Pertahanan primer tidak hidup sehat kandung kencing
adekuat (kerusakan kulit,  Status imun,  Tingkatkan intake
trauma jaringan, gangguan gastrointestinal, nutrisi
peristaltik) genitourinaria dalam  Berikan terapi
batas normal antibiotik
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam

Bersihan Jalan Nafas tidak NOC:


efektif berhubungan dengan:  Respiratory status : Ventilation  Pastikan
 Infeksi, disfungsi  Respiratory status : Airway kebutuhan oral /
neuromuskular, patency tracheal
hiperplasia dinding  Aspiration Control suctioning.
bronkus, alergi jalan Setelah dilakukan tindakan  Berikan O2
nafas, asma, trauma keperawatan pasien menunjukkan  Anjurkan pasien
 Obstruksi jalan nafas : keefektifan jalan nafas dibuktikan untuk istirahat dan
spasme jalan nafas, dengan kriteria hasil : napas dalam
sekresi tertahan,  Mendemonstrasikan batuk  Posisikan pasien
banyaknya mukus, adanya efektif dan suara nafas yang untuk
jalan nafas buatan, sekresi bersih, tidak ada sianosis dan memaksimalkan
bronkus, adanya eksudat dyspneu (mampu mengeluarkan ventilasi
di alveolus, adanya benda sputum, bernafas dengan  Lakukan fisioterapi
asing di jalan nafas. mudah, tidak ada pursed lips) dada jika perlu
DS:  Menunjukkan jalan nafas yang  Keluarkan sekret
 Dispneu paten (klien tidak merasa dengan batuk atau
DO: tercekik, irama nafas, frekuensi suction
 Penurunan suara nafas pernafasan dalam rentang  Auskultasi suara
 Orthopneu normal, tidak ada suara nafas nafas, catat adanya
 Cyanosis abnormal) suara tambahan
 Kelainan suara nafas  Mampu mengidentifikasikan  Berikan
(rales, wheezing) dan mencegah faktor yang bronkodilator :
 Kesulitan berbicara penyebab.  Berikan pelembab
 Batuk, tidak efektif atau  Saturasi O2 dalam batas normal udara Kassa basah
tidak ada  Foto thorak dalam batas normal NaCl Lembab
 Produksi sputum  Berikan antibiotik
 Gelisah  Atur intake untuk
 Perubahan frekuensi dan cairan
irama nafas mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi
dan status O2
 Pertahankan
hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan
sekret
 Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Kerusakan integritas NOC : NIC : Pressure


kulit berhubungan Tissue Integrity : Skin Management
dengan : and Mucous  Anjurkan pasien untuk
Eksternal Membranes menggunakan pakaian
: Wound Healing : yang longgar
primer dan sekunder  Hindari kerutan pada
Setelah dilakukan tempat tidur
tindakan keperawatan  Jaga kebersihan kulit
kerusakan integritas agar tetap bersih dan
kulit pasien teratasi kering
dengan kriteria hasil:  Mobilisasi pasien
 Hipertermia atau  Integritas kulit (ubah posisi pasien)
hipotermia yang baik bisa setiap dua jam sekali
 Substansi kimia dipertahankan  Monitor kulit akan
 Kelembaban (sensasi, elastisitas, adanya kemerahan
 Faktor mekanik temperatur, hidrasi,  Oleskan lotion atau
(misalnya : alat yang pigmentasi) minyak/baby oil pada
dapat menimbulkan  Tidak ada luka/lesi derah yang tertekan
luka, tekanan, pada kulit  Monitor aktivitas dan
restraint)  Perfusi jaringan mobilisasi pasien
 Immobilitas fisik baik  Monitor status nutrisi
 Radiasi  Menunjukkan pasien
 Usia yang ekstrim pemahaman dalam  Memandikan pasien
 Kelembaban kulit proses perbaikan dengan sabun dan air
 Obat-obatan kulit dan hangat
Internal : mencegah  Kaji lingkungan dan
 Perubahan status terjadinya cedera peralatan yang
metabolik berulang menyebabkan tekanan
 Tonjolan tulang  Mampu  Observasi luka : lokasi,
 Defisit imunologi melindungi kulit dimensi, kedalaman
 Berhubungan dan luka, karakteristik,
dengan dengan mempertahankan warna cairan,
perkembangan kelembaban kulit granulasi, jaringan
 Perubahan sensasi dan perawatan nekrotik, tanda-tanda
 Perubahan status alami infeksi lokal, formasi
nutrisi (obesitas,  Menunjukkan terj traktus
kekurusan) adinya proses  Ajarkan pada keluarga
 Perubahan status penyembuhan luka tentang luka dan
cairan perawatan luka
 Perubahan  Kolaborasi ahli gizi
pigmentasi pemberian diet TKTP,
 Perubahan sirkulasi vitamin
 Perubahan turgor  Cegah kontaminasi
(elastisitas kulit) feses dan urin
 Lakukan tehnik
DO: perawatan luka dengan
 Gangguan pada steril
bagian tubuh  Berikan posisi yang
 Kerusakan lapisan mengurangi tekanan
kulit (dermis) pada luka
 Gangguan
permukaan kulit
(epidermis)

Ketidakseimbangan nutrisi NOC:  Kaji adanya alergi


kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: makanan
Berhubungan dengan : Adequacy of nutrient  Kolaborasi dengan ahli gizi
Ketidakmampuan untuk b. Nutritional Status untuk menentukan jumlah
memasukkan atau mencerna : food and Fluid kalori dan nutrisi yang
nutrisi oleh karena faktor Intake dibutuhkan pasien
biologis, psikologis atau c. Weight Control  Yakinkan diet yang
ekonomi. Setelah dilakukan dimakan mengandung
DS: tindakan keperawatan tinggi serat untuk
 Nyeri abdomen nutrisi kurang teratasi mencegah konstipasi
 Muntah dengan indikator:  Ajarkan pasien bagaimana
 Kejang perut  Albumin serum membuat catatan makanan
 Rasa penuh tiba-tiba  Pre albumin serum harian.
setelah makan  Hematokrit  Monitor adanya penurunan
DO:  Hemoglobin BB dan gula darah
 Diare  Total iron binding  Monitor lingkungan selama
 Rontok rambut yang capacity makan
berlebih  Jumlah limfosit  Jadwalkan pengobatan dan
 Kurang nafsu makan tindakan tidak selama jam
 Bising usus berlebih makan
 Konjungtiva pucat  Monitor turgor kulit
 Denyut nadi lemah  Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
 Kelola pemberian anti
emetik
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oval

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, secara komprehensif
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level termasuk lokasi,
jaringan Setelah dilakukan tindakan karakteristik, durasi,
keperawatan pasien tidak frekuensi, kualitas dan
DS: mengalami nyeri, dengan faktor presipitasi
 Laporan secara verbal kriteria hasil:  Observasi reaksi
DO:  Mampu mengontrol nonverbal dari
 Posisi untuk menahan nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri nyeri, mampu  Bantu pasien dan keluarga
 Tingkah laku berhati-hati menggunakan tehnik untuk mencari dan
 Gangguan tidur (mata nonfarmakologi untuk menemukan dukungan
sayu, tampak capek, sulit mengurangi nyeri,  Kontrol lingkungan yang
atau gerakan kacau, mencari bantuan) dapat mempengaruhi nyeri
menyeringai)  Melaporkan bahwa nyeri seperti suhu ruangan,
 Terfokus pada diri berkurang dengan pencahayaan dan
sendiri menggunakan kebisingan
 Fokus menyempit manajemen nyeri  Kurangi faktor presipitasi
(penurunan persepsi  Mampu mengenali nyeri nyeri
waktu, kerusakan proses (skala, intensitas,  Kaji tipe dan sumber nyeri
berpikir, penurunan frekuensi dan tanda untuk menentukan
interaksi dengan orang nyeri) intervensi
dan lingkungan)  Menyatakan rasa nyaman  Ajarkan tentang teknik
 Tingkah laku distraksi, setelah nyeri berkurang non farmakologi: napas
contoh : jalan-jalan,  Tanda vital dalam dalam, relaksasi, distraksi,
menemui orang lain dan rentang normal kompres hangat/ dingin
atau aktivitas, aktivitas  Tidak mengalami  Berikan analgetik untuk
berulang-ulang) gangguan tidur mengurangi nyeri
 Respon autonom (seperti  Tingkatkan istirahat
diaphoresis, perubahan  Berikan informasi tentang
tekanan darah, nyeri seperti penyebab
perubahan nafas, nadi nyeri, berapa lama nyeri
dan dilatasi pupil) akan berkurang dan
 Perubahan autonomic antisipasi
dalam tonus otot ketidaknyamanan dari
(mungkin dalam rentang prosedur
dari lemah ke kaku)  Monitor vital sign
 Tingkah laku ekspresif sebelum dan sesudah
(contoh : gelisah, pemberian analgesik
merintih, menangis, pertama kali
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
 Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

L. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini dilakukan untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas
perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang
dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn,
dkk, 2000).

M. EVALUASI
Evaluasi didasarkan pada rencana yang telah dilaksanakan dalam upaya memodifikasi
tindakan selanjutnya, berdasarkan tujuan umum dan tujuan khusus. Evaluasi merupakan
kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar
yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Bila hasil evaluasi tidak atau
berhasil sebagian, perlu disusun rencana keperawatan yang baru. Evaluasi disusun
dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan pengertian S adalah ungkapan
perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan
implementasi keparawatan. O adalah keadaan objektif yang dapat di definisikan oleh
perawat menggunakan pengamatan atau pengamatan yang objektif setelah implementasi
keperawatan. A merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan
objekstif keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan
mengacu pada pada tujuan pada rencana keperawatan keluarga. P adalah perencanaan
selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Ricky Gutiam. 2016. Campak Pada Anak. Jurnal Keperawatan. Retrieved Oktober 3,
2016 from http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_238Campak%20pada%20Anak.pdf

John. 2005. Kamus Ringkas Kedokteran Stedman untuk Profesi Kesehatan Edisi Empat,
EGC: Jakarta

Suryanah. 2005. Buku keperawatan untuk SPK. Jakarta: EGC

Tommy. 2000. Campak. Jurnal kedokteran. Retrieved Oktober 4, 2016 from


https://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/campak.pdf
Wilkinson, J. M., & Ahern N.R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MORBILI (CAMPAK)

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar profesi anak

Oleh :
Marcelina Intisari Jamin
30190116086

PROGRAM STUDI PROFESI PERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2016
20

You might also like