You are on page 1of 7

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2016 Volume 25 Nomor 2 205

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI ERA GLOBALISASI DALAM


MENUMBUHKAN SEMANGAT NASIONALISME

Oleh
Tatik Fauziah*, Hafidh Maksum**, dan Yoserizal Bermawi***

Abstrak
Pertumbuhan sains dan teknologi yang semakin moderen akhir akhir ini menuntut
moralitas dan paham nasionalisme yang tinggi, sebab ilmu dan pengetahuan yang tidak
dibarengi dengan tingkat nasionalisme dan moralitas yang tinggi menyebabkan pendidikan
khususnya pendidikan kewarganegaraan (PKn) kehilangan keutamaannya sebagai wadah
yang humanis. Tidak sedikit orang memiliki pengetahuan kewarganegaraaan yang baik
dan prestasi yang gemilang secara formal akademik tetapi tidak memberikan keuntungan
yang bermakna dalam lingkungan masyarakatnya, bahkan menjadi penyakit masyarakat
yang sangat membahayakan bagi keberadaan budaya dan nilai-nilai kemanusiaan karena
semangat nasionalismenya dan moralitasnya rendah. Pengaruh Negatif globalisasi Tidak
sedikit kasus amoral terjadi yang dilakukan oleh anak-anak usia sekolah maupun oleh para
intelektual, baik melalui siaran televisi maupun media masa. Bagaimana seorang anak
membunuh ayahnya maupun ibunya sendiri, kecanduan obat-obat terlarang, minum-
minuman keras, bunuh diri dan lain sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa
pendidikan yang dilakukan selama ini belum menyentuh ranah kesadaran siswa.

Kata Kunci: PKn, Globalisasi, Nasionalisme.

PENDAHULUAN menjadi masyarakat yang rusak, masyarakat


Pelajaran PKn serta pendidikan moral yang tidak memiliki nilai-nilai budaya yang
yang disampaikan oleh guru di depan kelas, harus dijunjung tinggi, masyarakat yang
belum mampu menjiwai setiap gerak gerik melupakan jati dirinya sendiri. Masyarakat
siswa dalam kehidupan di lingkungan yang cerdas dari sisi keilmuan, namun tidak
masyarakatnya. Hal ini tentunya, disebabkan memiliki kemampuan untuk mengerti dan
oleh minimnya proses belajar yang diingini memahami orang lain bahkan masyarakat yang
siswa, pokok pokok bahasan pelajaran PKn tidak tahu dari mana dan kemana tujuan
dianggap sebagai pelajaran yang harus dihapal, mereka. Di sini akan terlihat masyarakat pada
kemudian ditagih disaat ujian. Setelah ujian kondisi yang sangat memperihatinkan, karena
selesai, materi itupun dilupakan tanpa bekas. jauh dari nilai-nilai moral dan budaya yang
Yang lebih serius lagi, di sekolah selama ini ada. Untuk itu, peranan guru sangat besar
terkesan tidak ubahnya seperti penjara yang dalam menanamkan nilai-nilai spiritual dan
terkekang, dimana peserta didik dikekang moralitas sedini mungkin, tentunya melalui
dengan aturan yang serba ketat dan materi pembelajaran yang memberikan ruang gerak
pelajaran yang begitu padat dan tidak sesuai yang lebih luas kepada siswa untuk mampu
dengan kebutuhan anak. Hampir tidak ide memahami diri dan orang lain disekitarnya
yang berasal dari siswa dapat berkembang dan serta mampu memahami dan menjiwai
menjadi perhatian. kenyataanya, ketika siswa semangat ke PKn an yang sifatnya doktrinal
selesai ujian akhir (Ujian Nasional), mereka secara baik dan benar. Guru hendaknya
dengan meriahnya mencoret coret baju, mampu berperan sebagai pembimbing untuk
berteriak dijalanan dan ngebut-ngebutan. menuntun siswa memulai proses belajar,
Seolah-olah mereka sudah bebas dan lepas dari memimpin siswa agar hasil proses belajar
semua pengekangan. sesuai dengan tujuan pengajaran, serta sebagai
Seperti inilah gambaran pendidikan fasilitator dalam mempersiapkan kondisi yang
Indonesia selama ini. Apabila kondisi ini memungkinkan siswa untuk melakukan
diabaikan, maka bisa jadi masyarakat akan kegiatan belajar.

Dra. Tatik Fauziah, M.Pd* adalah Dosen Universitas Syiah Kuala


Hafidh Maksum, S.Pd, M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Drs. Yoserizal Bermawi, M.Pd*** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2016 Volume 25 Nomor 2 206

Hal ini dapat dilakukan oleh para guru yang sangat cepat maka persaingan
mulai dari pemilihan tehnik dan metode Internasional pun akan semakin ketat terutama
pembelajaran yang sesuai dengan Standar pada bidang ekonomi. khususnya bagi
materi PKn, serta karakteristik pembelajaran, Indonesia globalisasi ini tidak hanya diarahkan
dan pemilihan strategi yang tepat dalam pada kepentingan dalam negeri akan tetapi
menerapkan pembelajaran PKn di Kelas. juga diarahkan pada kepentingan global. Dari
Terdapat semacam sinyalemen, bahwa harapan segi kepentingan dalam negeri globalisasi ini
tumbuhnya sifat kreatif dan antisipatif serta memberi peluang positif terutama untuk
inovatif para guru PKn dalam praktek mengadopsi dan menerapkan inovasi yang
pembelajaran untuk pemahaman siswa dewasa datang dari luar untuk meningkatkan peluang
ini masih belum memadai. Hal ini, jelas terjadi kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia.
diawali dari tingkat pendidikan formal yang Selanjutnya dari segi keuntungan domestik,
paling rendah hingga perguruan tinggi. Semua pengaruh globalisasi ini dapat menjadikan
ini dianggap sebagai salah satu faktor masyarakat untuk memiliki pola pikir global
penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas dan pola tindak kompetitif, suka bekerja keras,
proses dan produk pembelajaran PKn. Kualitas memiliki etos kerja, kreatif, mau belajar untuk
proses pembelajaran PKn dapat dilihat dari meningkatkan keterampilan dan prestasi kerja.
pelaksanaan pembelajaran yang tidak lebih Dari segi global, hidup di dalam dunia lebih
dari kegiatan pembelajaran yang bersifat yang terbuka, dunia yang tanpa batas.
keseharian, dimana materi pembelajaran tidak Perdagangan bebas serta makin meningkatnya
sampai menyentuh kesadaran siswa, kerjasama regional misalnya MEA (
melainkan hanya sekadar sebagai syarat Masyarakat Ekonomi Asia) memerlukan
kelulusan ujian sekolah yang materi ajarannya manusia-manusia yang berkualitas tinggi.
harus dihafal sesuai dengan buku teks. Kehidupan global merupakan tantangan
Produk pembelajaran ini, jelas tidak sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi
memberikan makna apa-apa dalam pembangunan ekonomi dan bagi SDM
pembentukan moral, etika dan mental siswa Indonesia yang berkualitas tinggi untuk
apalagi perubahan watak siswa, sebagaimana memperoleh kesempatan kerja di luar negeri.
yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran. Di sinilah tantangan sekaligus peluang bagi
Tidak sedikit hambatan dalam mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan Indonesia baik
hasil belajar siswa, hambatan dalam proses untuk memenuhi SDM yang berkualitas bagi
merupakan inti dari proses pendidikan formal kebutuhan domestik maupun global.
di sekolah yang di dalamnya terjadi interaksi Tampubolon, (2001: 7-11)
antara berbagai komponen pengajaran. mengemukakan bahwa dengan perkembangan
Komponen-komponen itu dapat masyarakat industri dan pancaindustri,
dikelompokkan dalam tiga kategori utama Indonesia berada di bawah pengaruh empat
yaitu: guru, isi materi, dan siswa. Hubungn proses perkembangan sosial yang mendasar
timbal balik antara ketiga elemen utama dalam abad ke-21, bahkan sesungguhnya
tersebut melibatkan sarana dan prasarana sudah mulai dalam tiga dekade terakhir abad
seperti: model dan metode pembelajaran yang ke-20. Globalisasi diartikan sebagai proses
digunakan, media, dan penataan lingkungan saling berhubungan yang mendunia
tempat belajar, sehingga tercipta situasi belajar antarindividu, bangsa dan negara, serta
mengajar yang memungkinkan tercapainya berbagai organisasi kemasyarakatan, terutama
tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. perusahaan. Proses ini dibantu berbagai alat
komunikasi dan transportasi yang berteknologi
PEMBAHASAN canggih, dibarengi kekuatan-kekuatan politik
1. Globalisasi dan Pengaruhnya Terhadap dan ekonomi serta nilai-nilai sosial-budaya
Pendidikan yang saling mempengaruhi. .
Dimulainya era globalisasi dengan ciri- J. Soedjati Djiwandono dalam
ciri adanya saling keterbukaan dan makalahnya mengenai "Globalisasi dan
ketergantungan antarnegara sehingga negara Pendidikan Nilai" (dalam Sindhunata,
tidak mengenal batas batasnya. Akibat saling 2001:105) mengemukakan bahwa Negara-
keterbukaan dan ketergantungan ditambah negara dan bangsa-bangsa di dunia kini bukan
dengan arus informasi dan telekomunikasi saja saling terbuka satu sama lain, tapi juga

Dra. Tatik Fauziah, M.Pd* adalah Dosen Universitas Syiah Kuala


Hafidh Maksum, S.Pd, M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Drs. Yoserizal Bermawi, M.Pd*** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala
Tatik Fauziah, Peran Pendidikan Kewarganegaraan di Era Globalisasi 207

saling tergantung satu sama lain, kalaupun Indonesia yang bersatu serta demokratis; (5) di
ketergantungan itu akan senantiasa bersifat dalam menghadapi kehidupan global yang
asimetris, artinya satu negara lebih tergantung kompetitif dan inovatif, pendidikan harus
pada negara lain daripada sebaliknya. Karena mampu mengembangkan kemampuan
saling ketergantungan dan keterbukaan ini berkompetisi di dalam rangka kerjasama; (6)
tidak simetris, pengaruh globalisasi atas pendidikan harus mampu mengembangkan
berbagai negara juga berbeda kadarnya. kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu
Negara-negara berkembang akan cenderung masyarakat Indonesia yang bersatu di atas
lebih terbuka pada pengaruh globalisasi dari kekayaan kebhinekaan masyarakat, dan (7)
pada negara-negara industri maju, karena yang paling penting, pendidikan harus mampu
ketergantungan kelompok negara-negara meng-Indonesiakan masyarakat Indonesia
pertama pada kelompok negara kedua yang sehingga setiap insan Indonesia merasa bangga
memiliki kemampuan ekonomi, sumber daya menjadi warga negara Indonesia.
manusia, dan teknologi. Demikian juga Globalisasi yang membawa gaya hidup
negara-negara maju akan bertindak sebagai kebarat baratan cendrung melemahkan nilai-
pelaku atau subjek, sedangkan kelompok nilai kearifan lokal. Hal ini tentunya
negara berkembang lebih sebagai sasaran atau bertentangan dengan kenyataan hidup bahwa
objek globalisasi. manusia itu pertama dibesarkan di dalam
Dalam konteks pengertian globalisasi di lingkungan masyarakat dan kebudayaannya
atas, dapat diprediksi dampaknya terhadap sendiri. Globalisasi haruslah bertumpu dari
kelompok negara-negara berkembang sebagai lokalisme yaitu bertumpu kepada nilai-nilai
berikut: (1) kelompok negara-negara maju lokal yang relevan dengan perubahan zaman.
akan lebih dominan pengaruhnya terhadap Nilai-nilai lokal sebagai modal pertama dari
kelompok negara-negara berkembang terutama hal baru yang disodorkan oleh budaya global.
pada bidang politik dan ekonomi; (2) Tanpa kuatnya nilai-nilai lokal yang hidup
kelompok negara-negara berkembang tetap dalam seorang individu, tidak mungkin ia
pada posisi yang lemah dalam berkompetisi, memasuki dunia global dengan kekuatan-
walaupun secara teori kompetisi itu dilakukan kekuatannya yang sangat hebat, sehingga
dalam konteks kerjasama; (3) terjadi dengan demikian pribadi itu akan hanyut
perubahan dalam cara kehidupan masyarakat dibawa arus globalisasi tanpa tepi. Globalisasi
terutama generasi muda yang tinggal di kota- tidak dengan sendirinya membawa nilai-nilai
kota; (4) semakin mudahnya komunikasi kemanusiaan. Oleh sebab itu hanya nilai-nilai
internasional, masyarakat dapat mengetahui global yang ikut memelihara dan
inovasi global tentang perkembangan ilmu dan mengembangkan nilai-nilai lokal yang perlu
teknologi, sebaliknya dapat membawa disimak untuk diserap didalam proses
pengaruh negatif pada kehidupan generasi pendidikan suatu masyarakat atau bangsa
muda. Contohnya adalah masalah Narkoba (Tilaar, 2005;28)
yang sudah melanda generasi muda Indonesia Konflik-konflik sosial, tindakan-tindakan
termasuk siswa SLTP/SLTA dan mahasiswa diskriminasi, perilaku yang exklusif dan
perguruan tinggi. primordial muncul karena belum semua
Untuk menjawab tantangan sekaligus masyarakat merasa, menghayati dan bangga
peluang kehidupan global di atas, diperlukan sebagai insan Indonesia. Dan di sinilah para
paradigma baru pendidikan. H.A.R. Tilar pemimpin formal dan informal pada semua
(2000:19-23) mengemukakan pokok-pokok aspek kehidupan harus menjadi teladan. Untuk
paradigma baru pendidikan sebagai berikut: mencapai tujuan ini diperlukan aktualisasi
(1) pendidikan ditujukan untuk membentuk pendidikan nasional yang baru dengan prinsip-
masyarakat Indonesia baru yang demokratis; prinsip : (1) partisipasi masyarakat di dalam
(2) masyarakat demokratis memerlukan mengelola pendidikan (community based
pendidikan yang dapat menumbuhkan individu education); (2) demokratisasi proses
dan masyarakat yang demokratis; (3) pendidikan; (3) sumber daya pendidikan yang
pendidikan diarahkan untuk mengembangkan profesional; dan (4) sumber daya penunjang
tingkah laku yang menjawab tantangan yang memadai.
internal dan global; (4) pendidikan harus Paradigma baru pendidikan di atas
mampu mengarahkan lahirnya suatu bangsa mengisyaratkan bahwa tanggung jawab

Dra. Tatik Fauziah, M.Pd* adalah Dosen Universitas Syiah Kuala


Hafidh Maksum, S.Pd, M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Drs. Yoserizal Bermawi, M.Pd*** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2016 Volume 25 Nomor 2 208

pendidikan tidak lagi dipikulkan kepada urusan sosial, yakni sebatas menjagai tegaknya
sekolah, akan tetapi dikembalikan kepada social fairness dalam pelaksanaan pengajaran
masyarakat dalam arti sekolah dan masyarakat PKn di sekolah, demi keharmonisan kehidupan
sama-sama memikul tanggung jawab. Dalam bersama antar warga negara . Kalau siswa
paradigma baru ini, masyarakat yang selama diajar PKn sesuai dengan PKn yang
ini pasif terhadap pendidikan, tiba-tiba dipahaminya dan diajar oleh guru PKn (inilah
ditantang menjadi penanggung jawab yang diatur oleh negara melalui Undang-
pendidikan. Tanggung jawab ini tidak hanya Undang tersebut), kiranya rasa keadilan
sekedar memberikan sumbangan untuk masyarakat tidak perlu terusik. Lagi pula,
pembangunan gedung sekolah dan membayar dengan cara demikian sekolah-sekolah swasta
uang sekolah, akan tetapi yang lebih penting bermisi kePKnan akan lebih terdorong untuk
masyarakat ditantang untuk turut serta melakukan "promosi" PKn tidak secara vulgar
menentukan jenis pendidikan yang sesuai di kelas dengan mengajarkan PKn pada siswa.
dengan kebutuhan, termasuk meningkatkan Mengingat pentingnya pembangunan
mutu pendidikan dan memikirkan karakter siswa, meskipun pendidikan PKn
kesejahteraan tenaga pendidik agar dapat sudah dilakukan oleh keluarga dan
memberikan pendidikan yang bermutu kepada masyarakat, akan lebih baik kalau juga
peserta didik. Hal ini bukanlah sesuatu yang dilakukan sekolah. Yang menjadi masalah
mudah karena banyak kendala yang adalah paradigma pendidikan PKn seperti
mempengaruhi, antara lain: (1) bagi apakah yang dikembangkan sekolah-sekolah
masyarakat hal ini merupakan masalah baru selama ini. Masih sangat mengecewakannya
sehingga perlu proses sosialisasi; (2) bagi perilaku moral siswa, juga masih sering
masyarakat yang tinggal di ibukota propinsi, terjadinya ketegangan dan keretakan sosial
kotamadya dan kabupaten, masalahnya lebih bernuansa PKn (seperti yang berlangsung di
sederhana karena tingkat pendidikan dan seputar masalah UU Sisdiknas) serta maraknya
ekonomi relatif baik, sehingga tidak sulit fenomena kemerosotan moral masyarakat,
menyeleksi orang-orang yang akan duduk menunjukkan bahwa ada masalah serius dalam
pada posisi tanggung jawab ini; (3) bagi pembelajaran pendidikan PKn di sekolah.
masyarakat yang tinggal di ibukota kecamatan Pendidikan PKn di sekolah masih jauh dari
dan desa masalahnya menjadi rumit karena signifikansi peranannya dalam membangun
tingkat pendidikan masyarakatnya rendah moral bangsa. Salah kaprah mengenai
dengan kondisi kehidupan miskin. pendidikan PKn juga menyebabkan
menyempitnya ruang lingkup pendidikan PKn
2. Paradigma Pendidikan kewarganegaraan di sekolah-sekolah.
di Sekolah Berdasarkan dimensi diatas, maka
Pendidikan PKn di sekolah masih aspek-aspek pendidikan PKn di sekolah
diandaikan hanya sebatas doktrin Negara. haruslah dengan urutan skala prioritas dan
Padahal ilmu-ilmu PKn telah berkembang luas garapan materi pendidikan seperti berikut ini ;
melampaui batas-batas doktrin Negara. Kajian Pertama, pendidikan PKn sebaiknya
sosial mengenai perilaku warga negara berPKn mengutamakan dimensi konsekuensial
juga adalah kajian PKn. Dengan demikian, keberPKnan. Ajak dan latih siswa untuk
pengajaran PKn di lembaga-lembaga mempraktikkan suruhan-suruhan atau nilai-
pendidikan haruslah memenuhi standar- nilai PKn dalam kehidupan nyata di
standar ilmiah. Dengan begitu, para siswa akan masyarakat, seperti menjaga kebersihan,
memiliki pengetahuan PKn secara objektif dan bertindak jujur dalam ujian, tolong-menolong
tidak berdasar kepada pengetahuan subjektif untuk kebaikan, menghargai orang lain , dan
belaka. lain-lain sebagai bagian dari ekspresi iman
Dalam hal ini Tilaar (2005;14) mereka. Latih siswa menyisihkan uang jajan
berpandangan bahwa semakin banyak pihak untuk disumbangkan kepada fakir miskin.
yang peduli dan mengupayakan pembentukan Ajak siswa mengunjungi orang lain dan
manusia Indonesia menjadi religius, beriman, buatlah kegiatan bersama untuk membangun
bertakwa, dan berbudi pekerti luhur semakin sikap Nasionalisme, penghargaan, toleransi,
baiklah adanya. Negara, dalam kasus ini dan kerjasama antar warga negara . Ajarkan
tidaklah masuk ke urusan privat melainkan ke bahwa PKn adalah rahmat bagi kehidupan

Dra. Tatik Fauziah, M.Pd* adalah Dosen Universitas Syiah Kuala


Hafidh Maksum, S.Pd, M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Drs. Yoserizal Bermawi, M.Pd*** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala
Tatik Fauziah, Peran Pendidikan Kewarganegaraan di Era Globalisasi 209

bersama. PKn harus menjadi faktor perekat, pesraman kilat yang sebenarnya hanya mengisi
bukan faktor disintegratif; faktor solusi, bukan waktu kosong sekolah dibulan libur dan
faktor masalah. Sebab, semua warga negara sebagai ajang bisnis para guru-guru PKn.
mendambakan kehidupan warga negara Maka, tidaklah mengherankan PKn justru
manusia yang damai, sejahtera, dan sering kali dijadikan landasan untuk
berkualitas. Siswa penting disadarkan bahwa menciptakan konflik.
keberPKnan haruslah membuahkan perilaku Pada konteks saat ini, dimana kesetaraan,
hidup baik. Tanpa itu, betapapun "rimbunnya" penghargaan terhadap HAM, dan kesadaran
tampilan keberPKnan seseorang, itu bagaikan terhadap pluralitas masyarakat menjadi
kerimbunan ilalang belaka. tuntutan, maka pertanyaan yang timbul adalah
Kedua, dimensi eksperiensial digarap masih relevankah pengajaran PKn pada
dengan upaya-upaya menghadirkan Tuhan lembaga pendidikan? Padahal kita tidak bisa
dalam kesadaran siswa di setiap saat dalam menutup mata dari kenyataan bahwa
ketakjuban pada keindahan, kedahsyatan, dan pembelajaran PKn di sekolah belum mampu
kecanggihan alam semesta ciptaan Tuhan, melahirkan individu-individu yang berkualitas,
serta dalam aktivitas keseharian siswa. Dengan yang hanya mau menerima kebenaran
begitu, Tuhan tidak hanya dihadirkan pada moralnya, yang menjadikan individu sebagai
momen-momen eksklusif ritual saja, patokan tertinggi kebenaran dan pada
melainkan terus menerus dalam setiap langkah gilirannya tidak mau menerima dimensi-
kehidupan. dimensi kebenaran dari individu lain. Kita juga
Ketiga, pengolahan dimensi ideologis sulit mengelak ketika PKn dinyatakan belum
dilakukan dengan tetap mengedepankan mampu dijadikan kosensus pemecah-belah
perlunya sikap nasionalisme. Keyakinan pada masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang
kebenaran yang dipahami siswa tidak boleh saling bermusuhan. Kita melihat bahwa
menghasilkan fanatisme sempit, arogansi pendidikan PKn hanyalah sebuah indoktrinasi
religius, kelumpuhan akal, dan sikap anti- yang belum mampu mengajarkan peserta didik
dialog. Kebenaran Ilahi tersebar di mana- untuk berpikir kritis sebagaimana yang
mana. Tanpa kesadaran ini orang mudah diharapkan.
tergoda untuk melakukan tindakan lain Perubahan-perubahan sosial yang terjadi
dengan dalih penyelamatan yang berakibat secara cepat dan meluas menghadapkan
keretakan sosial. manusia kembali dengan dirinya sebagai
mahluk susila dan mempertanyakan kembali
3. Pentingnya Pendidikan PKn di Sekolah makna dan arti hidupnya. Penghadapan ini
PKn bagaikan rel yang menuntun warga berkisar disekitar nilai-nilai konfigurasi nilai-
negara dalam menuju warga negara yang baik, nilai yang dipegangnya, haikatnya bersumber
yang tentu saja tidak dapat dilepaskan dari pada PKn. Maka, mau tak mau seseorang yang
dimensi manusia sebagai mahluk sosial. berPKn terpaksa merenungkan arti
Dalam berbagai realitas sosial nasionalisme pembangunan dan perubahan-perubahan sosial
kerap menjadi kambing hitam dari sebuah yang dialaminya serta kelakukan sendiri dalam
konflik yang umumnya bukan semata-mata keadaan baru dari perspektif masyarakat.
berasal dari perbedaan SARA tersebut. Sebut Karena keberadaan, manusia mampu untuk
saja konflik yang terjadi dinegeri sendiri membangun dan menjaga hukum
seperti Ambon dan Poso atau bahkan yang keseimbangan antara kehidupan duniawi dan
terjadi di Somalia ataupun Isarel-Palestina. akhirat, sehingga tidak terhanyut dalam
Dan, maraknya kembali aksi-aksi terorisme pengejaran dunia materialisme yang
yang berjubahkan nasionalisme membuat kita berlebihan. Moral yang baik membuahkan
semakin bertanya tentang peran pendidikan karakter yang baik menurut kaidah-kaidah
PKn di dunia sekolah khususnya sekolah nilai karakter dan usaha pembangunan sosial
umum. Seakan pendidikan PKn tidak mampu pada hakikatnya merupakan perluasan amal
menjawab perkembangan dan perubahan- untuk menghadapai kemiskinan dan
perubahan sosial yang terjadi secara cepat. keterbelakangan, bukan hanya pada tingkat
Pendidikan PKn disekolah-sekolah umum individual, melainkan sebagai masalah
selama ini hanya dilihat dalam tataran tekstual struktural masyarakat.
dan kalau pun secara praktis tidak lebih dari

Dra. Tatik Fauziah, M.Pd* adalah Dosen Universitas Syiah Kuala


Hafidh Maksum, S.Pd, M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Drs. Yoserizal Bermawi, M.Pd*** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2016 Volume 25 Nomor 2 210

Pemahaman PKn secara tekstual dan lebih dari ungkapan frustasi melihat gagalnya
kontekstual merupakan dua cara memahami pengajaran PKn di lembaga pendidikan.
konsep yang mempunyai efek yang luar biasa Betapa tidak, berkaca pada negara lain yang
berbeda. Mengajarkan warga negara untuk lebih sekular, ternyata tata kehidupan mereka
bisa memahami sebuah sloka secara lebih tidak korup, lebih bersih dan ber-etika.
kontekstual dengan tanpa keluar dari koridor- Pendidikan mempunyai peran besar
koridor nilai yang terkandung didalamnya sekali untuk menimbulkan perubahan pada diri
memang tidak mudah dan memakan waktu warga negara. Melalui pendidikan dapat
yang lama. Memang sangat lebih mudah untuk dibentuk kondisi mental yang lebih kondusif
mengajarkan warga negara supaya hafal untuk mengembangkan kebangkitan moral-
teksnya saja. Pemahaman hakiki dari sebuah spiritual yang dikehendaki. Demikian pula
sloka adalah hasil dari perenungan pribadi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan bantuan penerangan batin dari dapat diusahakan melalui pelaksanaan
sumberNya. Peran pengajar PKn hanya sebatas pendidikan yang tepat. Namun harus pula
mengarahkan dan memberikan panduan disadari bahwa hasil dari proses pendidikan
supaya pemahaman tersebut tidak lepas dari baru terasa secara sungguh-sungguh setelah
hakikatnya. Tetapi banyak dari pengajar PKn berlalunya satu generasi. Pendidikan harus
yang mengambil peran sebaliknya. Mereka dibarengi dengan terbentuknya Kepemimpinan
mendominasi dan memaksakan arti dari yang dapat menjalankan proses perubahan
sebuah sloka kepada warga negaranya. Warga tersebut sejak sekarang. Bahkan
negara hanya boleh patuh secara total, tanpa Kepemimpinan itu sangat penting untuk
boleh berpikir secara kritis sedikitpun. menimbulkan proses pendidikan yang
Pembanguan suatu bangsa membutuh diperlukan.
pengetahuan tentang kenyataan – kenyataan Proses pendidikan meliputi banyak segi,
sosial yang ada dan kemampuan untuk menilai dan setiap kegiatan manusia mengandung
kenyatan-kenyataan sosial berdasarkan kriteria unsur pendidikan. Namun secara umum dapat
yang ditarik dari suatu sistem nilai. Pendidikan dikatakan bahwa pendidikan meliputi sistem
PKn dalam membentuk manusia susila tidak sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua hal
dapat dan tidak boleh berjalan sendiri, kalau itu harus saling mendukung untuk mencapai
pendidikan PKn ingin mempunyai relevansi hasil yang optimal. Dalam pendidikan luar
terhadap perubahan-perubahan sosial yang sekolah yang amat besar perannya adalah
terjadi dalam masyarakat, ia harus berjalan dan pendidikan di lingkungan keluarga. Sebab di
bekerja sama dengan berbagai program mata lingkungan keluarga manusia lahir dan tumbuh
pelajaran pendidikan non PKn. Karena apabila di masa yang paling menentukan bagi
tidak ada sinkronisasi antara mata pelajaran pembentukan kepribadiannya. Hal ini terutama
pendidikan PKn dan pendidikan non PKn, terasa dalam globalisasi yang membuat setiap
maka pendidikan PKn hanya akan menjadi unsur masyarakat makin intensif hubungannya
“hiasan kurikulum” belaka, yang berarti dengan unsur masyarakat lainnya, demikian
pendidikan PKn yang hadir di dalam dunia pula dengan unsur masyarakat luar negeri.
sekolah selama ini tidak untuk membantu Hubungan itu dapat berupa kerjasama atau
terciptanya suatu generasi baru yang lebih persaingan yang dalam globalisasi makin
mampu dalam mengelola perubahan- intensif kondisinya. Akibatnya adalah bahwa
perubahan sosial di masyarakat dan tidak cukup hanya sebagian kecil masyarakat
pembanguan bangsa pun tidak akan pernah bermutu tinggi untuk mencapai kemajuan satu
berubah, bangsa ini hanya tinggal menunggu bangsa atau satu warga negara. Harus
detik-detik kehancurannya. sebanyak mungkin warga masyarakat
Kelompok fundamentalis PKn mempunyai mutu tinggi untuk dapat
menyatakan bahwa kegagalan pengajaran PKn melakukan kerjasama dan persaingan bangsa
membentuk moral di Indonesia adalah karena dan warga negara.
PKn yang disampaikan dalam pendidikan saat Hal ini menimbulkan tantangan yang
ini telah jauh melenceng dari jalan yang benar, amat berat, yaitu harus ada pendidikan yang
karena itu meskipun Indonesia mengklaim diri besar kuantitasnya sehingga meliputi sebanyak
sebagai bangsa beragama tetapi memiliki mungkin warga masyarakat, maupun setinggi
moral terburuk. Anggapan ini sebenarnya tak mungkin kualitasnya untuk seluruh pendidikan

Dra. Tatik Fauziah, M.Pd* adalah Dosen Universitas Syiah Kuala


Hafidh Maksum, S.Pd, M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Drs. Yoserizal Bermawi, M.Pd*** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala
Tatik Fauziah, Peran Pendidikan Kewarganegaraan di Era Globalisasi 211

yang diselenggarakan. Hal ini merupakan PKn yang luas dan bermutu. Hal ini membawa
tantangan besar untuk pengadaan dan konsekuensi bahwa tidak mustahil ada
penyediaan sumberdaya, baik sumberdaya sejumlah siswa yang bermutu, tetapi mayoritas
manusia, sumberdaya uang maupun siswa sebagai calon kader bangsa atau warga
sumberdaya material. Dan karena sumberdaya negara masih belum dapat dijamin mutunya
pada dasarnya adalah langka, maka timbul untuk mengisi dan menjalankan aneka ragam
tantangan kuat terhadap kemampuan pekerjaan dan professi yang ada dalam satu
manajemen pendidikan di satu pihak dan di masyarakat Abad ke 21.
pihak lain adanya komitmen yang kuat pada
kepemimpinan bangsa untuk pengadaan DAFTAR PUSAKA
sumberdaya itu. Arifin, Muzayyin, Prof., M.Ed. 2010.
Sebagaimana telah dikemukakan, FilsafatPendidikan Islam,Jakarta: PT
pengaruh dari pendidikan luar sekolah, BumiAksara.
khususnya pendidikan di lingkungan keluarga, Djiwandono, J. Soedjati. 2000. “Globalisasi
amat besar terhadap seluruh proses dan Pendidikan Nilai” dalam
pendidikan. Sedemikian besarnya peran orang Sindhunata (Ed), Menggagas
tua dalam membentuk kepribadian anak, yang Paradigma Baru Pendidikan:
sudah mulai dibentuk sejak kecil sebelum Demokratisasi, Otonomi, Civil
masuk sekolah. Sebab itu harus ada usaha Society, Globalisasi. Yogyakarta:
yang kuat dan sistematis agar para orang tua Kanisius.
memainkan peran itu dengan sebaik-baiknya. ZakiyaDaradjat, Prof., Dr., PenAl-Abrasyi, M.
Kondisi dan suasana masyarakat serta Athiyah. 1987. Dasar-dasar Pokok
lingkungan kehidupan pada umumnya Pendidikan Islam. Terj. oleh H.
berpengaruh kuat terhadap peran orang tua itu. Bustami A.Ghani. dan Djohar Bahry.
Jakarta: Bulan Bintang.
KESIMPULAN Fuad Amsari. 1995. “Pengajaran PKn di
Memperhatikan hal-hal di atas maka, Indonesia: Perspektif Sosio Historis”.
penyelenggaraan pendidikan PKn di Indonesia Makalah. Disampaikan dalam
dewasa ini harus terus ditingkatkan walaupun Seminar Nasional Pendidikan PKn di
menghadapi kendala yang cukup sulit dan Perguruan Tinggi Umum di
berat. Pendidikan PKn di sekolah masih sangat Yogyakarta tanggal 14-15 Oktober
banyak memerlukan perbaikan. Pendidikan 1995.
dasar dan menengah hanya mempunyai Tampubolon, Saur. 2014. Penelitian Tindakan
sekolah bermutu dalam jumlah terbatas, baik Kelas. Jakarta: Erlangga.
yang dekelola Pemerintah maupun Swasta, Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia Etnisitas
sehingga belum cukup menghasilkan lulusan dan Identitas Bangsa Indonesia.
yang memadai untuk pelaksanaan pendidikan Jakarta : Rineka Cipta.

Dra. Tatik Fauziah, M.Pd* adalah Dosen Universitas Syiah Kuala


Hafidh Maksum, S.Pd, M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Drs. Yoserizal Bermawi, M.Pd*** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala

You might also like