You are on page 1of 14

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

( AKDK2201 )
“VARIASI INDIVIDUAL PESERTA DIDIK”

Dosen Pengajar :
Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si.
Juhairiah, S.Pd., M.Pd.
Mitra Pramita, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3 :

1. Andi Amrullah ( 1710131310005 )


2. Nisrina Rana Syifa ( 1710131120009 )
3. Nor Aini ( 1710118320028 )
4. Renaldi Al Amin ( 1710131310037 )
5. Rada Heriyani ( 1710118220025 )
6. Rismia Triani ( 1710118320037 )
7. Shafwan Rahmani Putera ( 1710131110015 )
8. Tri Hariyani ( 1710118320041 )
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PEMBAHASAN .......................................................................................... 1
A. Pengertian Peserta Didik ......................................................................... 1
B. Teori-teori Psikologi Tentang Hakekat Peserta didik ............................. 1
C. Peserta Sebagai Makhluk Individual ....................................................... 4
D. Perbedaan Individual Peserta Didik ........................................................ 6
E. Karakteristik Individu Sebagai Peserta Didik dan Implikasi
Terhadap Pendidikan ............................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peserta Didik


Undang- undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 1 ayat 4)
Peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakatyang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
Dalam kegiatan pendidikan peserta didik mempunyai posisi sentral, sebab semua
unsur yang di adakan untuk berlangsungnya proses pendidikan pada dasarnya di arahkan
pada sasaran pokok, yakni berkembangnya potensi peserta didik secara optimal menuju
terbentuknya manusia proses pendidikan, maka pihak-pihak terkait penyelenggaraan
pendidikan, khususnya pendidik, sangat penting memahami hakikat peserta didik. Sebab
dengan mempelajari hakikat peserta didik maka akan diperoleh beberapa keuntungan di
antaranya:
1. Akan mempunyai ekspektasi yang nyata tentang peserta didik.
2. Akan membantu pendidik untuk merespon sebagaimana mestinya pada perilaku
tertentu dari peserta didik
3. Akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang
normal.
B. Teori-teori Psikologi Tentang Hakekat Peserta Didik
Menurut Montessori Crain (2007) ada 14 teori perkembangan yang
dikemukakan ahli psikologi perkembangan yaitu: enviromentalisme,
naturalisme,etologis, komparatif dan organismik, perkembangan kognitif, perkembangan
moral, pengondisian klasik, pengondisian operan, pemodelan, sosial-historis,
psikonalitik, psiko-sosial, perkembanganbahasa, dan humanistik. Berikut ini penjelasan
masing-masing teoritentang perkembangan peserta didik:
1. Environmentalisme
Teori enviromentalisme menyatakan perkembangan ditentukan oleh
lingkungan. Teori ini dikemukakan filsuf Inggris John Locke (1632-1704). John
Locke (1632-1704) mengakui kalau individu memiliki temperamen yang berbeda,
namun secara keseluruhan, lingkunganlah yang membentuk jiwa.
Pada saat jiwa dalam kondisi lunak yaitu pada usia dini, anak-anak mudah dididik
menurut kemauan pendidiknya. Lingkungan membentuk jiwa anak-anak melalui
proses asiosiasi (dua gagasan selalu muncul bersama-sama), repetisi (melakukan
sesuatu berkali-kali), imitasi (peniruan), dan reward and punishment (penghargaan
dan hukuman).
2. Naturalisme
Teori naturalisme memandang anak berkembang dengan caranya sendiri
melihat, berpikir, dan merasa. Alam seperti guru yang mendorong anak
mengembangkan kemampuan berbeda-beda di tingkat pertumbuhan yang berbeda.
Belajar dari alam anak-anak mungkin berubah mungkin tidak, tetapi anak tetap saja
sebagai pribadi yang utuh dan kuat.
3. Etologis
Etologi adalah studi tentang tingkah laku manusia dan hewan dalam konteks
evolusi. Seleksi alam tidak hanya terjadi pada fisik seperti warna kulit, namun juga
pada beragam tingkah laku.
4. Komparatif dan Organismik
Teori komparatif dan organismik menyatakan bahwa perkembangan tidak
sekedar mengacu kepada peningkatan ukuran, tetapi perkembangan mencakup
perubahanperubahan di dalam struktur yang dapat didefinisikan menurut prinsip
ontogenik.
5. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif menyatakan bahwa tahapan berpikir manusia sejalan
dengan tahapan umur seseorang. Piaget(1989) mencatat bahwa seorang anak
berperan aktif dalam memperoleh pengetahuan tentang dunia. Tahap berpikir
manusia menurut Piaget bersifat biologis. Melalui penelitiannya Piaget menemukan
bahwa anak-anak melewati tahap-tahap perkembangan kognitif dengan urutan yang
tidak pernah berubah dengan keteraturan yang sama.
6. Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg(1958)
dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1925 di Bronxeville (New York).
Ketertarikannya tersebut mendorongnya untuk melakukan penelitian tentang proses
perkembangan “Pertimbangan Moral” pada anak. Penelitian tersebut yang
dilakukannya dalam rangka menyelesaikan disertasinya di Universitas Chicago
tahun 1958 dengan judul:
The Developmental of Modes Moral Thinking and Choice in (1958). Penelitian
tersebut dilakukan Kohlberg dengan mengadakan tes kepada 75 orang anak laki-laki
yang berusia antara 10 hingga 16 tahun. Tes tersebut berbentuk pertanyaan-
pertanyaan yang dikaitkan dengan serangkaian cerita di mana tokoh-tokohnya
menghadapi dilema moral. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral
menurut Kohlberg adalah internalisasi, yaitu perubahan perkembangan dari perilaku
yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara
internal.
7. Pengondisian Klasik
Teori pengondisian klasik dikemukakan oleh Ivan Pavlov (1849-1936) yang
menyatakan bahwa perkembangan manusia berasal prinsip stimulus dan respon.
Melalui eksprimennya Pavlov menemukan bahwa pengondisian dapat menimbulkan
respon-respon bawaan terjadi secara spontan melalui latihan berulang-ulang.
8. Pengondisian Operan
Pengondisian operan dikemukakan Skinner (1905-1990). Untuk menemukan
teori pengondisian operan sebagai sebuah teori perkembangan, Skinner membuat
“Skinner Box.” Di dalam kotak itu, Skinner mencoba perkembangan pengetahuan
latihan, yang disertai dengan reward dan punishment.
9. Pemodelan
Teori pemodelan dikemukakan Albert Bandura, pada tanggal 4 Desember
1925 di sebuah kota kecil, Mundare, yang terletak Alberta bagian utara, Kanada.
Sampai saat ini Bandura masih bekerja di Universitas Stanford. Bandura
menyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan hasil interaksi antara faktor
heriditas dan lingkungan.
10. Sosial-historis
Teori sosial-historis dikemukakan Vygotsky (1896-1934). Lev vygotsky
berpandangan bahwa konteks sosial merupakan hal yang sangat penting dalam
proses belajar seorang anak. Pengalaman interaksi sosial ini sangat berperan dalam
mengembangkan kemampuan berpikir anak. Interaksi antara anak dengan
lingkungan sosialnya akan menciptakan bentuk-bentuk aktivitas mental yang tinggi.
11. Psikoanalitik
Teori Psikoanalisa digagas oleh Sigmund Frued (1856-1939) yang
menekankan pada pentingnya peristiwa dan pengalamanpengalaman yang dialami
anak khususnya situasi kekacauan mental. Menurut Frued perkembangan seseorang
digambarkan sebagai sejumlah tahapan psikoseksual yang digambarkan pada
tahapan-tahapan: tahap moral, tahap anal, tahap phallic, tahap laten, dan genital.
Setiap tahapan tersebut berkaitan dengan kepuasan libido seksual yang dapat
memainkan peranan pada kepribadian seseorang ketika dia dewasa.
12. Psiko-sosial
Teori ini digagas Erik Erikson (1902) yang menyatakan bahwa perkembangan
terjadi sepanjang kehidupan manusia. Erikson meyakini bahwa setiap tahap
perkembangan berfokus pada upaya penanggulangan konflik. Kesuksesan atau
kegagalan menangani konflik dapat berpengaruh pada setiap tahap perkembangan.
13. Perkembangan Bahasa
Teori perkembangan bahasa digagas oleh Chomsky (1928). Chomsky
menyatakan kemampuan berbahasa adalah bawaan manusia yang tidak dimiliki
makhluk lain. Kemampuan berbahasa telah dibawa manusia sejak lahir.
14. Humanistik
Penggagas aliran humanistik adalah Abraham Maslow (1908-1970). Menurut
Maslow pertumbuhan dan perkembangan manusia ditentukan oleh hakikat batin
yang esensial dan biologis. Inti batin manusia mendorongnya untuk mencapai
perealisasian kemanusiaanya seutuhnya. Pada sejumlah orang yang melakukan
aktualisasi diri, mereka cenderung merdeka dari tekanan budaya, dan tetap
mempertahankan kapasitas untuk memandang dunia secara.
C. Peserta Sebagai Makhluk Individual
1. Perilaku siswa sebagai individu
Menurut Odum Sulwati (2007:15) perilaku siswa sebagai individual ialah:
Perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap
rangasangan dari luar subjek tersebut. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata
individu yang berarti yang tidak terbagi. Jadi merupakan suatu sebutan yang dapat
dipakai untuk menyatakan satu-kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Seseorang dapat di katakan sebagai makhluk individu apabila unsur-unsur jasmani
dan rohani menyatu dalam dirinya. Selain unsur jasmani dan rohani, didalam
makhluk individu juga terdapat unsur fisik dan psikisnya, atau unsur raga dan
jiwanya.
2. Macam-macam perilaku siswa sebagai makhluk individu
Menurut Deswita (2007:4) macam-macam perilaku siswa sebagai makhluk
individu sebagai berikut:
a. Karakteristik individu manusia bukan manusia yang pada umumnya yaitu
manusia yang memiliki ciri-ciri yang khas atau spesifik. Ciri-ciri khas bersifat
jasmani tetapi juga bersifat jasmani dan rohani. Artinya, perilaku siswa sebagai
makhluk individu adalah masing-masing siswa memiliki perilaku dan sifat yang
berbeda-beda pada setiap individunya.
b. Siswa sebagai makhluk individu yang unik, secara garis besar manusia terdiri
atas dua aspek yaitu aspek jasmani dan rohani. Aspek jasmani meliputi tinggi
dan besar badan, panca indra yang terdiri atas indra pengelihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan, dan pengecapan dan anggota badan yang meliputi kondisi
badan, peredaran darah, kondisi dan aktivitas hormon. Aspek rohani meliputi
kecerdasan, bakat, kecakapan hasil belajar, sikap, minat, motivasi, emosi dan
perasaa, watak, kemampuan sosial, kemampuan berbahasa dan berkomunikasi,
peranan dan interaksi sosial. Setiap individu memiliki sejumlah ciri-ciri yaitu
membentuk satu-keasatuan karakteristik yang khas yang memiliki keunikan
yang sendiri-sendiri. Tiap individu memiliki sifat unik sebab perpaduan antara
ciri-ciri tersebut bukan membentuk suatu penjumlahan, tetapi membentuk
integritas atau kesatupaduan.
c. Manusia berkembang dinamis, Perkembangan menunjukan pada suatu proses
kearah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali. Perkembangan
menunjukan pada perubahan yang bersifat dan tidak dapat di putar
kembali.perkembangan manusia jauh lebih tinggi dan kompleks di bandingkan
dengan perkembangan hewan. Sebagian besar dari kecakapan dan keterampilan
yang dimiliki manusia yaitu berkat usaha belajar.
3. Perilaku atau kegiatan individu
Menurut Reni Akbar Hawadi (2001) perilaku atau kegiatan individu
dikelompokkan menjadi 3 kategori :
a. Kegiatan kognitif atau mental berkenaan dengan penggunaan pikiran atau rasio
dalam mengenal, memahami, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya.
b. Kegiatan afektif berkanaan dengan penghayatan perasaan, sikap, moral, dan
nilai-nilai.
Sebagai rekapitulasi dapat dinyatakan bahwa perkembangan afektif manusia
merupakan perpaduan dan tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial.
Perkembangan afektif suatu tahap dapat berpengaruh secara positif maupun
negatif terhadap tahap berikutnya.
c. Kegiatan psikomotor menyangkut aktivitas-aktivitas yang mengandung
gerakan-gerakan motorik. Sebagian besar dari kegiatan atau perilaku
psikomotor dapat dilihat dari luar, sedangkan pada kegiatan kognitif dan afektif
hanya sebagian kecil saja yang dilihat dari luar.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku siswa sebagai makhluk hidup
Menurut Reni Akbar Hawdi(2001) menyatakan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi perilaku individu, baik yang bersumber dari dalam dirinya (faktor
internal) atau pun yang berasal dari luar dirinya (faktor eksternal). Faktor internal
merupakan segala sifat dan kecakapan yang dimiliki atau dikuasai individu dalam
perkembangannya. Diperoleh dari hasil keturunan atau karena interaksi keturunan
dengan lingkungan. Faktor ekstrnal merupakan segala hal yang diterima oleh
individu dari lingkungannya.
1. Faktor keturunan (faktor genetik atau faktor endogen) keturunan, pembawaan
atau heredity merupakan segala ciri sifat, potensi, dan kemampuan yang dimiliki
individu karena kelahirannya
2. Faktor lingkungan, faktor yang diperlihatkan oleh individu bukan sesuatu yang
dilakukan sendiri tetapi selalu dalam interaksiya dengan lingkungannya.
Demikian juga dengan sifat dan kecakapan-kecakapan yang dimiliki individu
sebagian besar, diperoleh memalui hubungannya dengan lingkungannya.
D. Perbedaan Individual Peserta Didik
Haryani (2015) mengungkapkan perbedaan individual terhadap peserta didik
diantaranya sebagai berikut:

1. Usia Kronologis
Dipergunakan untuk menetapkan tingkat kematangan peserta didik
menunjukkan kemungkinan untuk dapat dididik.
2. Konstitusi Fisik
Konstitusi fisik seperti kondisi panca indera, tinggi badan serta kondisi-
kondisi anggota tubuh yang lain cukup berpengaruh terhadap jalannya proses
pendidikan, apakah seorang peserta didik mampu menangkap pelajaran dengan baik
atau tidak.
3. Aspek Psikologis
Aspek psikologis misalnya tingkat stabilitas emosi, temperamen/watak,
motivasi, kreativitas, minat, dan sikap akan mempengaruhi kesuksesan belajar yang
mungkin dicapai.
4. Kemampuan Mental Umum atau Intelegensi
Kemampuan mental umum yang ditunjukkan oleh hasil tes inteligensi
memiliki pengaruh sebesar 20 % terhadap hasil belajar. Misalnya anak moron (IQ
50-70) hanya mampu menyelesaikan pendidikan setingkat SD. Seorang siswa dapat
berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah menengah bila memiliki IQ 105 ke atas,
dan untuk dapat berhasil pada pendidikan PT, mahasiswa harus memiliki IQ 115 ke
atas. Beberapa kenyataan tentang hal ini adalah :
a. Walaupun latar belakang lingkungan dan kondisi fisiknya menguntungkan, hal
tersebut tidak cukup membantu siswa yang lambat dalam mencapai batas akhir
pendidikan yang mungkin diikutinya secepat yang dilakukan oleh anak-anak
normal atau superior.
b. Pada kondisi yang baik dan menguntungkan siswa yang normal dapat
diharapkan untuk sukses pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu.
c. Jika kondisi-kondisinya baik dan menguntungkan, siswa yang superior dapat
memperoleh sukses yang gemilang pada kegiatan belajarnya, sejauh ia berminat
dan mempergunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya.
d. Jika kondisinya tidak menguntungkan, termasuk sikap siswa terhadap situasi-
situasi belajar, dapat menghalangi sukses yang mungkin dapat dicapai oleh
setiap pelajar, baik yang cerdas maupun bodoh.
5. Kemampuan Khusus atau Bakat
Bakat adalah sifat atau kualitas yang merupakan satu aspek dari keseluruhan
kepribadian individu. Bakat seseorang dapat dilihat melalui tes bakat.
6. Kesiapan Belajar
Anak-anak pada usia yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan
belajar yang sama. Perbedaan-perbedaan itu tidak saja disebabkan oleh bervariasinya
kecepatan kematangan, tetapi juga oleh bermacamnya latar belakang yang
mendahuluinya.
E. Karakteristik Individu Sebagai Peserta Didik dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan
1. Karakteristik Individu Sebagai Peserta Didik
Echols Jhon,M (1975) menyatakan bahwa Setiap individu mrmiliki ciri sifat
bawaan (heridity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan
sekitarnya. Ahli psikologi berpendapat bahwa kepribadian dibentuk oleh perpaduan
faktor pembawaan dan lingkungan. Karakteristik bawaan, baik yang bersifat biologis
maupun psikologis dimiliki sejak lahir. Apa yang dipikirkan, dikerjakan atau
dirasakan seseorang, atau merupakan hasil perpaduan antara apa yang ada diantara
faktor-faktor biologis yang diwariskan dan pengaruh lingkungan sekitarnya.
Karakteristik pribadi yang dibawa kesekolah terbentuk dari pengaruh
lingkungan. Hal itu berpenganruh cukup besar terhadap keberhasilan atau
kegagalannya disekolah dan pada masa-masa perkembangan selanjutnya.
Karakteristik yang berkaitan dengan faktor biologis lebih bersifat tetap, sedangkan
karakteristik yang berkaitan dengan faktor psikologis lebih mudah berubah karena
dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan.
2. Implikasi Peserta Didik Pada Usia Remaja
Menurut Desmita,M (2009) implikasi peserta didik pada usia remaja memiliki
4 karakteristik sebagai beriku:
a. Karakteristik Perkembangan Fisik dan Perilaku Motorik
Perkembangan psikomotorik pada masa remaja menunjukan gerakan
yang canggung dan kurang terkoordinasikan. Pada masa ini terjadi perbedaan
perkembangan psikomotor antara perkembangan remaja putrid dan remaja
putra. Perbedaan proporsi laju pertumbuhan antara berat badan dengan tinggi
badan sering menimbulkan eksespsikologisse pertisitiang listrik bagi yang
terlalu tinggi,dan lain-lain akibatnya keadaan remaja tersebut dapat
menimbulkan penolakan diri.Dengan memperhatikan perkembangan fisik anak
usia sekolah menengah, pendidikan sepatutnya menerapkan suatu model
pendidikan yang memisahkan antara pria dan wanita pada saat menjelaskan
tentang perkembangan anatomi dan fisiologi. Pendidikanjeniskelamin (lebih
dikenal dengan pendidikan seks) hendaknya diberikan secara bijaksana, supaya
anak mengenal lebih jauh tentang segala hal yang berkaitandengan seks.
b. Karakteristik Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif
Dalam hal ini perkembangan kognitif,siswa sekolah umum telah
mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal, sepertiasosiasi,
diferensiasi, komparasi dan hubungan sebab akibat meskipun masih bersifat
abstrak dan relatif terbatas. Kecakapan intelektual umum menjalani laju
perkembangan terpesat. Kecakapan-kecakapan menunjukan kecenderungan arah
perkembangan yang lebih jelas. Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif
remaja ini membawa implikasi terhadap pendidikan di sekolah. Guru hendaknya
menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan
individual siswa sekolah menengah. Guru juga dapat mengembangkan model
pembelajaran yang member peluang bagi siswa unggul memberikan imbas
terhadap siswa yang lambat.
c. Karakteristik Perilaku Sosial, Moralitas, dan Keagamaan
Perilaku sosial remaja yaitu adanya kecenderungan ambivalensi
keinginan menyendiri dengan keinginan untuk bergaul dengan banyak teman.
Anak memiliki ketergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai
dengan komformitas yang tinggi. Hal ini dapat menimbulkan kenakalan remaja
bersama kelompoknya. Usia remaja adalah usia yang kritis untuk menguji
kaidah-kaidah, nilai etika dan norma dengan kenyataan yang terjadi di dalam
kehidupan sehari-hari orang dewasa. Perkembangan ini seiringan dengan
perkembangan cara berfikir dan sikap usia remaja yang memasuki masakritis.
Sedangkan aspek keagamaan, anak memasuki masa kritis dan skeptis.
Pengahayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin atas
pertimbangan adannya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
Implikasi dari perkembangan perilaku sosial, moral, dan keagamaan anak
adalah pendidikan hendaknya dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok
belajar, atau perkumpulan remaja yang positif. Sekolah hendaknya menciptakan
suasana dan menyediakan fasilitas yang memungkinkan terbentuknya
kelompok-kelompok remaja yang mempunyai tujuan dan program-program
kegiatan yang positif berdasarkan minat siswa.
d. Karakteristik Perilaku Afektif, Kognitif, dan Kepribadian
Pada usia remaja, anak mulai menunjukan kecenderungan-
kecenderungannya. Reaksi dan ekspresi emosinya masih labil dan belum
terkendali, dan sering berubah dengan cepat.
Kecenderungan minat dan piihan-pilihan karier sudah relatif lebih jelas. Masa
ini merupakan masa krisis identitas. Sekiranya kondisi psikososialnya
menunjang maka akan tampak identitas yang positif, sebaliknya bila tidak
menunjangakan tampak identitas yang negatif. Ambivalensi penerapan nilai
dalam berbagai tataran masyarakat dengan disekolah akan menambah
kebingungan anak remaja. Oleh karena itu, guru hendaknya memberikan
peluang bagi anak usia sekolah menengah untuk belajar bertanggung jawab.
3. Implikasi Peserta Didik Pada Usia Dewasa
Digagas oleh JR Gibb (1960) cara belajar orang dewasa jauh berbeda dengan
cara belajar anak-anak. Oleh karen itu, proses penyelenggaraan belajar bagi orang
dewasa harus didekati dengan cara yang berbeda pula. Menyamakan pendekatan
pendidikan anak dengan pendekatan pendidikan orang dewasa dapat mengakibatkan
kegiatan pendidikan tersebut menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi orang
dewasa.
Kondisi yang menyakitkan tersebut tentu akan sulit untuk mengharapkan
hasil belajar yang maksimal. Ketika orang dewasa memasuki usia 40 keatas, jarak
pandang akan berkurang, pendengaran pun juga mengalami kemunduran. Selain
penurunan kemampuan fisik, Knowles (Syamsu Mappadan Anisah B, 1994:112)
menegaskan adanya perbedaan antar belajar bagi orang dewasa (Andragogi).
Dengan belajar anak-anak (Pedagogi) dilihat dari segi perkembangan kognitif
mereka.Menurut Syamsu Mappa dan Anisah B (2007:112) menyatakan bahwa
terdapat empat asumsi utama yang membedakannya, antara lain:
a. Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebasan yang
lebih bersifat pengarahan diri.
b. Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman yang makin
meluas, yang menjadi sumber daya yang kaya dalam kegiatan belajar.
c. Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari tentang permasalahan
yang kini mereka hadapi dan dianggap relevan.
d. Pebedaan dalam orientasi kearah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya
berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subjek.
Menurut Syamsu Mappa dan Anisah B (2007) dengan memperhatikan
perbedaan orang dewasa dengan anak-anak diatas, maka pembelajaran yang cocok
bagi orang dewasa adalah pembelajaran yang menerapkan :
a. Menemukan sendiri, Rogers R (1951) menyebutnya sebagai belajar
berpengalaman. Ada tiga unsur penting dalam belajar pengalaman ini, antara
lain:
1) Peserta didik dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan
pemecahannya.
2) Apabila kesadaran akan masalah sudah terbentuk, maka akan terbentuk pula
lah sikap terhadap masalah tersebut.
3) Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan
tertulis.
b. Belajar pemecahan masalah, tipe belajar ini hamper mirip dengan belajar
menemukan sendiri, dimana orientasinya pada adanya masalah.
c. Belajar konsep, tipe belajar orang dewasa lebih diarahkan kepada belajar
konsep, belajar atur-aturan yang merupakan kemampuan merespons terhadap
keseluruhan isyarat. Disamping ketiga model belajar tersebut, model pendidikan
yang tepatbagi orang dewasa adalah model pendidikan yang memadukan antara
pendidikan formal dengan pendidikan luarsekolah. Ciri khas pendidikan orang
dewasa adalah fleksibel dalam pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Chasiyah, C. H. (2009). Perkembangan Peserta Didik. Surakarta: Fakultas Keguruan dan


Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Darmayanti, N. (2009). Psikologi Belajar. Bandung: Citra Pustaka Media Perintis.

Haryani. (2015). Perbedaan Individual. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Ikhsanudin. (2012). Karakteristik Peserta Didik. Yogyakarta: FIP Universitas Negri


Yogyakarta.

Jayanti, R. (2010). Orang Dewasa. Surabaya: PT. Aksara Grafika Surabaya.

Desmita, M,Si. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosta
Keluarga.

Crain,M.W. (2007) Teori Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hawadi,Roni,A. (2001). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Deswita. (2007). Pendidikan Usia Lanjut. Jakarta: Pedagogiana press.

Mudyahardjo, R. (2001). Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Rudianto, O. (2011). Beberapa Karakteristik Peserta Didik. Jambi: Fakultas Keguruan Ilmu
Pendidikan Universitas Jambi.

Sofa. (2008). Perkembangan Orang Dewasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sumantri, M. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

You might also like