Professional Documents
Culture Documents
SWOT adalah singkatan dari Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats yang
dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang dan
Ancaman dan faktor internal Kekuatan dan Kelemahan. Analisis SWOT merupakan penilaian
mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang mempengaruhi proses pencapaian
tujuan institusi. Dengan analisa SWOT akan didapatkan karakteristik dari kekuatan dan
kelemahan berdasarkan analisa lingkungan internal dan eksternal. Asuransi syariah sudah
mulai dikenal di Indonesia semenjak berdirinya Syarikat Takaful pada tahun 1994 pada
tahun 2015 diperkirakan bahwa potensi penerimaan premi syariah di Indonesia akan
mencapai US$ 1,20 miliar. Hasil analisis SWOT terhadap asuransi syariah akan
menggambarkan beberapa hal yang menjadi penyebab relatif rendahnya penetrasi pasar
asuransi syariah dalam dua puluh tahun terakhir seperti rendahnya dana yang memback up
perusahaan asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar yang relatif belum dilakukan
secara efektif, belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah, produk dan layanan
belum diunggulkan diatas produk konvensional, posisi pasar yang masih ragu antara
penerapan konsep syariah yang menyeluruh dengan kenyataan bisnis di lapangan, dukungan
kapasitas reasuransi yang masih terbatas dan belum adanya inovasi produk serta layanan
yang benar-benar digali dari konsep dasar syariah.
A. PENDAHULUAN
Asuransi merupakan bisnis yang unik, dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian (timbal balik) yang mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu (onzeker woral),
sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1992 menyebutkan
bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua orang atau lebih yang mana
pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari sebuah peristiwa yang tidak pasti
atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. Dari kedua pengertian asuransi tersebut diketahui adanya
tiga unsur pokok dalam asuransi yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai syari’ah
yaitu bahaya yang dipertanggung jawabkan, premi pertanggungan dan sejumlah uang ganti
rugi pertanggungan.
Asuransi pada awalnya adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan
untuk meringankan beban keuangan individu dan menghindari kesulitan pembiayaan. Secara
umum, konsep asuransi merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang
masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila
kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang menjadianggota perkumpulan itu,
maka kerugian akan ditnggung bersama oleh mereka.
Kebutuhan akan jasa perasuransian semakin dirasakan baik oleh individu maupun
dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan rumah
tangga, baik dalam menghadapi resiko yang mendasar atau dalam menghadapi resiko atas
harta yang dimiliki. Demikian pula hukumnya dalam dunia usaha yang menjalankan
kegiatannya saat manghadapi berbagai resiko yang mungkin dapat mengganggu
kesinambungan usahanya.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar sekaligus merupakan
negara berpenduduk muslim yang terbesar ditambah lagi dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk semakin mengekspresikan identitas kemusliman mereka merupakan pasar
yang empuk dan berpotensi besar. Data menyatakan dalam beberapa kurun waktu terakhir
penjualan-penjualan produk Islami, mengalami kenaikan yang signifikan. Di lain sisi
kebutuhan kenyamanan bermuamalah dalam transaksi keuangan pun meningkat pesat,
sehingga diperlukan lebih banyak lembaga-lembaga keuangan ataupun lembaga pembiayaan
yang bernuansa syariah.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Konsep Analisa SWOT
Analisa SWOT (SWOT Analysis) adalah suatu metode perencanaan strategis
yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan
(Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats)
yang mungkin terjadi dalam mencapai suatu tujuan dari kegiatan proyek/kegiatan usaha atau
institusi/lembaga dalam skala yang lebih luas. Untuk keperluan tersebut diperlukan kajian
dari aspek lingkungan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun eskternal yang
mempengaruhi pola strategi institusi/lembaga dalam mencapai tujuan.
Dilihat dari sejarahnya dan penggunaannya saat ini, metode SWOT banyak dipakai di
dunia bisnis dalam menetapkan suatu perencanaan strategi perusahaan (strategic planning)
sehingga literatur mengenai metode ini banyak berkaitan dengan aspek penerapan di dunia
bisnis meskipun pada beberapa analisa ditemukan pula penggunaan SWOT untuk
kepentingan public policy.
Metode SWOT pertama kali digunakan oleh Albert Humphrey yang melakukan
penelitian di Stamford University pada tahun 1960-1970 dengan analisa perusahaan yang
bersumber dalam Fortune 500. Meskipun demikian, jika ditarik lebih ke belakang analisa ini
telah ada sejak tahun 1920-an sebagai bagian dari Harvard Policy Model yang dikembangkan
di Harvard Business School. Namun pada saat pertama kali digunakan terdapat
beberapa kelemahan utama di antaranya analisa yang dibuat masih bersifat deskripstif
dan belum/tidak menghubungkan dengan strategi-strategi yang mungkin bisa dikembangkan
dari analisa kekuatan-kelemahan yang telah dilakukan.
Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama
yang ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi
membutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang
mempengaruhi proses pencapaian tujuan institusi. Dengan analisa SWOT akan didapatkan
karakteristik dari kekuatan utama, kekuatan tambahan, faktor netral, kelemahan utama dan
kelemahan tambahan berdasarkan analisa lingkungan internal dan eksternal yang dilakukan.
Walaupun terdapat beberapa metode penentuan faktor SWOT, secara umum
terdapat keseragaman bahwa penentuan tersebut akan tergantung dari faktor lingkungan
yang berada di luar institusi. Faktor lingkungan eksternal mendapatkan prioritas lebih
dalam penentuan strategi karena pada umumnya faktor-faktor ini berada di luar
kendali institusi (exogen) sementara faktor internal merupakan faktor-faktor yang lebih
bisa dikendalikan.
Kekuatan adalah faktor internal yang ada di dalam institusi yang bisa digunakan untuk
menggerakkan institusi ke depan. Suatu kekuatan / strenghth (distinctive competence) hanya
akan menjadi competitive advantage bagi suatu institusi apabila kekuatan tersebut
terkait dengan lingkungan sekitarnya, misalnya apakah kekuatan itu dibutuhkan atau bisa
mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Jika pada instutusi lain juga terdapat kekuatan yang
dan institusi tersebut memiliki core competence yang sama, maka kekuatan harus diukur dari
bagaimana kekuatan relatif suatu institusi dibandingkan dengan institusi yang lain. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak semua kekuatan yang dimiliki institusi harus dipaksa
untuk dikembangkan karena adakalanya kekuatan itu tidak terlalu penting jika dilihat dari
lingkungan yang lebih luas. Hal-hal yang menjadi opposite dari kekuatan adalah kelemahan.
Sehingga sama dengan kekuatan, tidak semua kelemahan dari institusi harus dipaksa untuk
diperbaiki terutama untuk hal-hal yang tidak berpengaruh pada lingkungan sekitar.
Peluang adalah faktor yang di dapatkan dengan membandingkan analisa internal yang
dilakukan di suatu institusi (strenghth dan weakness) dengan analisa internal dari kompetitor
lain. Sebagaimana kekuatan peluang juga harus diranking berdasarkan success probbility,
sehingga tidak semua peluang harus dicapai dalam target dan strategi institusi. Peluang dapat
dikatagorikan dalam tiga tingkatan :
a. Low, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang kecil dan
peluangpencapaiannya juga kecil.
b. Moderate : jika memiliki daya tarik dan manfaat yang besar namunpeluang
pencapaian kecil atau sebaliknya.
c. Best, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang tinggi serta
peluangtercapaianya besar.
Ancaman adalah segala sesuatu yang terjadi akibat trend perkembangan (persaingan)
dan tidak bisa dihindari. Ancaman juga bisa dilihat dari tingkat keparahan pengaruhnya
(serousness) dan kemungkinan terjadinya (probability of occurance). Sehingga dapat
dikatagorikan :
a. Ancaman utama (major threats), adalah ancaman yang kemungkinan
terjadinya tinggi dan dampaknya besar. Untuk ancaman utama ini,diperlukan
beberapa contingency planning yang harus dilakukan institusiuntuk
mengantisipasi.
b. Ancaman tidak utama (minor threats), adalah ancaman yang dampaknya kecil
dan kemungkinan terjadinya kecil
c. Ancaman moderate, berupa kombinasi tingkat keparahan yang tinggi namun
kemungkinan terjadinya rendah dan sebaliknya.
Sehingga dari kacamata analisa lingkungan eksternal dapat dijelaskan bahwa :
a. Suatu institusi dikatakan memiliki keunggulan jika memiliki major
opportunity yang besar dan major threats yang kecil
b. Suatu institusi dikatakan spekulatif jika memiliki high opportunity dan threats
pada saat yang sama
c. Suatu institusi dikatakan mature jika memiliki low opportunity dan threat
d. Suatu institusi dikatakan in trouble jika memiliki low opportinity dan high
threats.
Pengertian analisis SWOT adalah salah satu bentuk analisis dalam manajemen dengan
menggunakan prinsip SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, and Threats). Analsis
SWOT digunakan untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang akan
dihadapi oleh perusahaan. Dengan melihat kekuatan yang dimiliki serta mengembangkan
kekuatan tersebut dapat dipastikan bahwa perusahaan akan lebih maju dibanding pesaing
yang ada. Demikian juga dengan kelemahan yang dimiliki harus diperbaiki agar perusahaan
bisa tetap eksis. Peluang yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh perusahaan agar
volume penjualan dapat meningkat. Dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan
haruslah dihadapi dengan mengembangkan strategi pemasaran yang baik.
Apabila teknik swot analisis tersebut diterapkan dalam kasus menentukan tujuan
strategi manajemen pemasaran dapat diutarakan sebelum menentukan tujuan-tujuan
pemasaran yang ingin dicapai hendaknya perusahaan menganalisis : kekuatan dan
kelemahan, peluang bisnis yang ada, berbagai macam hambatan yang mungkin timbul.
Kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal.
Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan
dari lingkungan Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities
dan Thearts yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor
eksternal Peluang dan Ancaman dan faktor internal Kekuatan dan Kelemahan.
Asuransi syariah sudah mulai dikenal semenjak berdirinya Syarikat Takaful Indonesia
pada tahun 1994. Pada tahun 2015 diperkirakan bahwa potensi penerimaan premi syariah di
Indonesia akan mencapai US$ 1,20 miliar. Pencapaian posisi ini menempatkan pada posisi
terbesar kedua setelah Malaysia yang diperkirakan oleh penelitian Institute of Islamic
Banking and Insurance di London sebesar US$ 1,22 miliar. Tetapi jika dibandingkan dengan
asuransi konvensional jumlah premi ini sangatlah kecil.1
Beberapa hal yang menjadi penyebab relatif rendahnya penetrasi pasar asuransi
syariah dalam sepuluh tahun terakhir adalah rendahnya dana yang memback up perusahaan
asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar yang relatif belum dilakukan secara efektif
(terkait dengan lemahnya dana), belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah seperti
broker-broker asuransi syariah, agen, adjuster, dan lain sebagainya, produk dan layanan
belum diunggulkan diatas produk konvensional, posisi pasar yang masih ragu antara
penerapan konsep syariah yang menyeluruh dengan kenyataan bisnis di lapangan yang
terkadang sangat jauh dari prinsip syariah, dukungan kapasitas reasuransi yang masih terbatas
(terkait jua dengan dana) dan belum adanya inovasi produk dan layanan yang benar-benar
digali dari konsep dasar syariah.
Selain dapat mengatasi hambatan agama tersebut, sifat alami asuransi syariah akan
berpotensi untuk berkembang di Indonesia karena beberapa alasan antara lain mayoritas
penduduknya beragama Islam akan cenderung menghormati solusi yang berasal dari
agamanya sendiri, ekonomi Indonesia yang secara signifikan bergantung pada sektor usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) akan cocok dengan pendekatan pengelolaan risiko
melalui konsep tolong menolong dalam asuransi syariah, sifat alami asuransi syariah yang
memungkinkan peserta mendapatkan bagian hasil akan lebih adil diterapkan pada masyarakat
karena tidak secara berlebihan menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, era
penerapan Good Corporate Governance (GCG) akan mendorong proses bisnis yang bersih
sehingga berdampak kondusif bagi timbulnya asuransi syariah dan sifat asuransi syariah
antara lain menghindarkan praktik-praktik yang mengandung unsur-unsur ketidakpastian dan
1
Alif Reza, http://www.vibiznews.com dan
http://prudentialindonesia.wordpress.com/2008/02/04/seberapa-banyak-orang-memerlukan-
asuransi-jiwa/
judi akan sejalan dengan praktik usaha yang penuh kehati-hatian di lingkungan ekonomi
global.
Asuransi syariah yang menggunakan Al-Quran dan sunnah nabi sebagai rujukannya
memiliki sumber inspirasi dan inovasi yang tidak habis-habisnya dalam memberi
kemaslahatan pada umat. Konsep dasar asuransi syariah terutama yang menggunakan sistem
wakalah merupakan konsep asuransi yang akan terbebas dari ketidakpastian usaha di sektor
asuransi, prinsip dasar asuransi syariah yang mendorong orang atau badan untuk saling
tolong menolong sesama dengan bantuan operator asuransi syariah sangat berbeda dengan
prinsip dasar asuransi konvensional yang memposisikan nasabah sebagai tertanggung dan
perusahaan asuransi sebagai penanggung dan asuransi syariah memberikan kepastian
kehalalan bagi para pesertanya.2
Sistem asuransi Islam takaful memiliki dua mekanisme utama yang merupakan
prinsip dasar operasional perusahaan takaful yaitu asas al mudharabah dan asas tabarrru’.
Dengan adanya kedua prinisip dasar menjadikan sistem asuransi takaful ini selaras dengan
hukum syariat. Selain dari itu, perusahaan takaful juga mempunyai konsep wakalah dan
wadiah dalam menljalankan perniagaannya.3
a. Kekuatan
Dalam upaya pengembangan operator asuransi syariah baru di Indonesia, yang dapat
menjadi kekuatan positif adalah sebagai berikut :
1. Tenaga kerja profesional/ sumber daya manusia inti yang kompeten dan memilki
integritas moral dan ghirah Islam, yang berada dalam sebuah teamwork yang
solid.
2. Pemegang saham yang memiliki visi dan misi syariah yang jelas.
3. Kelompok pemegang saham mampu mengusahakan ”captive market” awal.
4. Kelompok pemegang saham diharapkan memiliki infrastruktur teknologi dan
potensi tenaga ahli (mislanya: Fund manager).
5. Dalam aspek legal, sifat perjanjian yang memenuhi syarat syariah mampu
memberi rasa aman kepaa peserta asuransi syariah, selain unsur duniawi semata.
6. Adanya unsur dakwah.
2
ibid
3
Nurul Ichsan, Takaful Konsep Asuransi Dalam Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2011
7. Produk asuransi bersifat transparan.
Sebagai fakta dari kekuatan asuransi syariah adalah jika pada tahun 2000 jumlah
asuransi yang berbisnis dengan berdasarkan prinsip syariah adalah sebanyak 4 buah. Sebagai
perbandingan adalah pada tanggal 21 Agustus 2007 asuransi syariah yang sudah
mendapatkan rekomendasi dari DSN MUI sebanyak 37 asuransi syariah, 3 reasuransi syariah
dan 5 broker asuransi dan reasuransi yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah.
b. Kelemahan
Sistem asuransi syariah dan “core team” asuransi syariah baru ini memiliki
kelemahan yang masih dalam tahap peningkatan yaitu:
Kekuatan dan kelemahan dalam memperluas jaringan bisnis asuransi syariah terutama
di Indonesia, penjelasannya adalah sebagai berikut : SDM pendukung (lapisan kedua, dst.)
belum banyak memahami bisnis syariah, dalam hal pemasaran, alternatif distribusi relatif
masih terbatas dibanding pola konvensional, kompleksitas dalam administrasi syariah
(misalnya: perhitungan bagi hasil dan tingkat hasil investasi) memerlukan dukungan sistem
yang andal, permodalan yang terbatas akan mempengaruhi:
c. Peluang
Asuransi syariah di Indonesia sudah berjalan selama 14 (empat belas) tahun semenjak
pertama kali didirikan pada tahun 1994 yaitu dengan diresmikannya PT. Takaful Keluarga.
Dibandingkan dengan asuransi konvensional yang sudah beroperasi sejak tahun 1912 dengan
berdirinya asuransi Bumiputera maka usia asuransi syariah masih tergolong relative muda.
Namun dilihat dari jumlah pertumbuhan perusahaan, asuransi syariah sangatlah
menggembirakan yaitu 40 % setiap tahun sementara yang konvensional hanya 25 %.4
Melihat pertumbuhan yang pesat ini menunjukkan betapa besar peluang asuransi
syariah untuk lebih berkembang lagi. Setidaknya ada dua faktor penting yang bisa menjadi
momentum berharga bagi berkembangnya asuransi syariah di Indonesia, yaitu :
1. Ruang penetrasi produk asuransi di Indonesia masih sangat luas mengingat persentase
pemegang polis individual di Indonesia baru mencapai kisaran tiga persen (6,6 juta)
dari total penduduk sebesar 220 juta jiwa
2. Mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat Islam, dan kehadiran produk yang
sejalan dengan konsep serta nilai-nilai beragama berpeluang besar untuk bisa diterima
oleh masyarakat luas.5
Sedikitnya masyarakat Indonesia yang ikut berasuransi menjadi peluang bagi asuransi
syariah untuk meningkatkan pangsa pasar, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan jasa asuransi misalnya untuk kebutuhan meningkatkan pendidikan anak,
meningkatnya biaya kesehatan dan lain-lainnya.
4
Muchamad Na,” Tumbuh Cepat Banyak Aral”. Hlm 92
5
Eddy KA. Berutu, “Prospek Cerah”, dalam Media Asuransi, September 2007, hlm. 25
Keunggulan konsep asuransi syariah yang dapat memenuhi rasa keadilan juga
menjadi peluang bagi berkembangnya asuransi syariah, misalnya konsep bagi hasil dalam
asuransi syariah dimana jumlah yang dibagi tergantung hasil yang didapat sehingga tidak ada
yang dirugikan. Konsep bagi hasil ini pula yang membuat perusahaan asuransi syariah dapat
bertahan terhadap krisis ekonomi tahun 1997, sehingga banyak perusahaan asuransi
konvensional mulai melirik produk asuransi syariah.
Konsep yang sesuai dengan syariah ini pula yang menjadikan asuransi syariah tidak
hanya hadir di negara yang berpenduduk mayoritas muslim melainkan juga di negara-negara
yang berpenduduk non muslim. Hingga kini di seluruh dunia sudah ada sekitar 45 (empat
puluh lima) asuransi syariah, misalnya di Singapura, Swiss, Amerika Serikat, Jeneva,
Bahamas dan lain-lain.6
Peluang dari bisnis asuransi syariah di Indonesia adalah keunggulan konsep asuransi
syariah dapat memenuhi peningkatan tuntutan fairness/rasa keadilan dari masyarakat, jumlah
penduduk beragama Islam di Indonesia lebih dari 180 juta orang, meningkatnya kesadaran
bermuamalah sesuai syariah, tumbuh subur khususnya pada masyarakat golongan menengah,
meningkatnya kebutuhan jasa suransi karena perkembangan ekonomi umat, tumbuhnya
lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya seperti bank dan reksadana, kompetitor dalam
bisnis asuransi syariah ini masih sedikit, berlakunya undang-undang ototnomi daerah yang
kan memacu perkembangan ekonomi daerah, kebutuhan meningkatkan pendidikan anak,
meningkatnya risiko kehidupan, meningkatnya bea-bea kesehatan (harga obat,dll),
menurunnya rasa tolong menolong di masyarakat (tidak membudaya lagi), globalisasi
(teknologi internet sebagai penunjang bisnis), adanya UU Dana Pensiun, dan “Employee
Benefits” sebagai bagian dari paket perusahaan dalam rekrutmen karyawan.
Sedikitnya masyarakat Indonesia yang ikut berasuransi menjadi peluang bagi asuransi
syariah untuk meningkatkan pangsa pasar, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan jasa asuransi misalnya untuk kebutuhan meningkatkan pendidikan anak,
meningkatnya biaya kesehatan dan lain-lainnya.
6
Hidayat Gunadi, dkk., “Gairah Takaful Bebas Ideologi”, dalam Gatra, 24 Oktober 2007, hlm. 28
pilihan utama, demikian juga dalam hal pilihan berasuransi tentunya seorang muslim akan
lebih memilih yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu asuransi syariah dari pada asuransi
konvensional yang selama ini masih diragukan kehalalannya.
Sebagaimana disebut di atas, ada lebih dari 180 juta Muslim di Indonesia dan
kesadaran akan keislamannya terus meningkat, merupakan peluang pasar yang lebar.
Permintaan terhadap kehadiran lembaga keauangan syariah di berbagai tempat terus
meningkat. Krisis ekonomi dalam dua setengah tahun terakhir ini memperlihatkan bahwa
Indonesia memerlukan konsep lain dalam menata perekonomiannya. Lembaga ekonomi
syariah adalah pilihan yang paling sesuai. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pasar,
di samping juga mendidik masyarakat, diperlukan lebih banyak bank syariah, – dan kini telah
mulai bermunculan-, serta asuransi syariah sebagai ‘counterpart’nya. Kehadiran lembaga
keuangan syariah baru akan memacu persaingan yang sehat untuk pengembangan kualitas
yang pada akhirnya akan menguintungkan bangsa dan negara.
Sebagaimana disebut di atas, ada lebih dari 180 juta Muslim di Indonesia dan
kesadaran akan keislamannya terus meningkat, merupakan peluang pasar yang lebar.
Permintaan terhadap kehadiran lembaga keauangan syariah di berbagai tempat terus
meningkat. Krisis ekonomi dalam dua setengah tahun terakhir ini memperlihatkan bahwa
Indonesia memerlukan konsep lain dalam menata perekonomiannya. Lembaga ekonomi
syariah adalah pilihan yang paling sesuai. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pasar,
di samping juga mendidik masyarakat, diperlukan lebih banyak bank syariah, – dan kini telah
mulai bermunculan-, serta asuransi syariah sebagai ‘counterpart’nya. Kehadiran lembaga
keuangan syariah baru akan memacu persaingan yang sehat untuk pengembangan kualitas
yang pada akhirnya akan menguintungkan bangsa dan negara.
Persaingan.
7
http://nitigama.wordpress.com/2010/02/11/prospek-bisnis-asuransi-syariah-takaful
Pada saat ini, jumlah perusahaan asuransi jiwa di Indonesia ada 53. Salah satunya
adalah PT Asuransi Takaful Keluarga yang merupakan satu-satunya perusahaan asuransi jiwa
syariah di Indonesia sampai saat ini. Tabel 1 menunjukkan daftar perusahaan asuransi jiwa
secara alfabet. Tiga dari empat perusahaan terbesar adalah milik negara, yang keempat masih
berhubungan dengan program pemerintah. Mereka memiliki ‘captive market’ atau pangsa
pasar yang berkaitan dengan pemerintah. Dua diantaranya adalah perusahaan kawakan yang
telah ada sejak jaman kolonial Belanda. Yang menarik dalah bahwa PT Asuransi Takaful
Keluarga ternyata mampu menyisihkan 42 perusahaan lain yang sudah jauh lebih lama
beroperasi.
Prospek asuransi Islam di Indonesia akan cerah dan semakin prospektif jika umat
Islam dapat membaca dan memberdayakan peluang dan kekuatan yang dimiliki. Di samping
itu, asuransi Islam juga harus bisa meminimalisir ancaman atau tantangan yang sudah dan
akan muncul sekaligus memperbaiki kelemahan atau kekurangan yang ada. Sebagai sebuah
lembaga keuangan syariah, asuransi Islam tidak boleh berkutat pada dataran simbol-simbol
keagamaan. Konsekuensi sebagai bagian dari lembaga keuangan syariah sangat tinggi. Oleh
karena itu, konsistensi menjalankan usaha sesuai dengan syariah baik dalam manajemen,
produk, investasi, promosi dan lain-lainjuga harus diperhatikan dan diaplikaskan. Sebagai
lembaga keuangan yang tentunya juga berorientasi keutungan (profit oriented), asuransi
Islam tidak boleh melupakan tujuan awal berdirinya asuransi Islam yang menggusung
semboyan sosial oriented sebagai wujud ta’awun ‘ala al birr wa at taqwa.
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri asuransi syariah bersumber pada dua
hal utama yaitu permodalan dan sumber daya manusia. Tantangan-tantangan lain seperti
masalah ketidaktahuan masyarakat terhadap produk asuransi syariah, image dan lain
sebagainya merupakan akibat dari dua masalah utama tersebut.8
1. Minimnya Modal
Beberapa hal yang menjadi penyebab relative rendahnya penetrasi pasar asuransi
syariah dalam sepuluh tahun terakhir adalah rendahnya dana yang memback up perusahaan
asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar yang relative belum dilakukan secara efektif
(terkait dengan lemahnya dana), belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah seperti
broker-broker asuransi syariah, agen, adjuster, dan lain sebagainya, produk dan layanan
belum diunggulkan diatas produk konvensional, posisi pasar yang masih ragu antara
penerapan konsep syariah yang menyeluruh dengan kenyataan bisnis di lapangan yang
terkadang sangat jauh dari prinsip syariah, dukungan kapasitas reasuransi yang masih terbatas
(terkait jua dengan dana) dan belum adanya inovasi produk dan layanan yang benar-benar
digali dari konsep dasar syariah.
2. Kurangnya SDM yang Profesional
Terus bertambahnya perusahaan asuransi syariah merupakan kabar baik bagi
perkembangan industri tersebut. Namun, sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan
ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) asuransi syariah yang berkualitas. Seringkali,
pembukaan cabang atau divisi asuransi syariah baru hanya didukung jumlah SDM terbatas.
Berdasarkan data Islamic Insurance Society (IIS) per Maret lalu, sekitar 80 persen dari
seluruh cabang atau divisi asuransi syariah belum memiliki ajun ahli syariah. IIS
mengestimasi asuransi syariah Indonesia per Maret lalu memiliki sekitar 200 cabang dan
hanya didukung 30 ajun ahli syariah. Jumlah yang cukup sedikit bila dibandingkan kondisi
SDM di asuransi konvensional. Per Maret lalu, sebagian besar cabang asuransi konvensional
telah memiliki sedikitnya seorang ajun ahli asuransi syariah. Jumlah tersebut sesuai dengan
ketentuan departemen keuangan (Depkeu). Padahal, keahlian ajun ahli syariah sangat
8
http://irfan-kurniadi.blogspot.com/2010/05/asuransi-syariah-prospek-tantangan-dan.html
dibutuhkan dalam mendorong perkembangan inovasi produk asuransi syariah. Hal tersebut
berdampak pada kurang berkembangnya produk inovatif di industri asuransi syariah. Saat ini,
sebagian besar cabang atau divisi asuransi syariah lebih memilih untuk meniru produk
asuransi konvensional lalu dikonversi menjadi syariah (mirroring).
3. Ketidaktahuan Masyarakat Terhadap Produk Asuransi Syariah
Ketidaktahuan mengenai produk asuransi syariah (takaful) dan mekanisme kerja
merupakan kendala terbesar pertumbuhan asuransi jiwa ini. Akibatnya, masyarakat tidak
tertarik menggunakan asuransi syariah, dan lebih memilih jasa asuransi konvensional. Itulah
hasil riset Synovate mengenai alasan pemilihan asuransi syariah. Ketua Umum Asuransi
Syariah Indonesia Mohammad Shaifie Zein mengatakan, dari hasil survei Synovate, sebagian
besar responden tidak tertarik kepada asuransi jiwa syariah.
4. Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Meski sudah menunjukkan eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi bagi
pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Soal pemahaman masyarakat hanya salah
satunya. Kendala lainnya yang cukup berpengaruh adalah dukungan penuh dari para
pengambil kebijakan di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang
memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi. Pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang pada masa kampanye pemilu kemarin menyatakan mendukung
ekonomi syariah, belum sepenuhnya mewujudkan dukungannya itu dalam bentuk program
kerja tim ekonomi kabinetnya. Kendala lainnya adalah masalah regulasi. Penerapan syariah
yang makin meluas dari industri keuangan dan permodalan membutuhkan regulasi yang tidak
saling bertentangan atau tumpang tindih dengan aturan sistem ekonomi konvensional. Para
pelaku ekonomi syariah sangat mengharapkan regulasi untuk sistem ekonomi syariah ini bisa
memudahkan mereka untuk berekspansi bukan malah membatasi. Saat ini, peraturan tentang
permodalan masih menjadi kendala perbankan syariah untuk melakukan penetrasi dan
ekpansi pasar.
5. Image.
Salah satu tantangan besar bisnis asuransi syariah di Indonesia dan negara lainnya,
menurut Zein, adalah meyakinkan masyarakat akan keuntungan menggunakan asuransi
syariah. “Perlu sekali mensosialisasikan asuransi syariah bukan saja berasal dari agama,
tetapi memperlihatkan keuntungan.” Kenyataan di lapangan menunjukkan, bahwa para
pelaku ekonomi syariah masih menghadapi tantangan berat untuk menanamkan prinsip
syariah sehingga mengakar kuat dalam perekonomian nasional dan umat Islamnya itu sendiri.
Perkembangan asuransi syariah di Malaysia bisa disimak sebagai contoh yang bagus.
Asuransi syariah di Malaysia mulai muncul pada tahun 1984, dimana Pemerintah Malaysia
ketika menumbuhkan asuransi syariah terlebih dahulu membuat Takaful Act atau Islamic
Banking Act baru kemudian dikeluarkan license pembukaan perusahaan. Berbeda dengan
Malaysia, di Indonesia asuransi syariah berkembang dengan cepatnya sedangkan perundang-
undangan khusus asuransi syariah belum ada hingga sekarang. Keadaan ini merupakan
tantangan bagi berkembangnya asuransi syariah karena dikhawatirkan akan menimbulkan
kesemrawutan. Menurut Agus Edi Sumanto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Asuransi Syariah
Indonesia, payung hukum asuransi syariah masih sangat minim idealnya mesti ada undang-
undang yang secara khusus mengatur asuransi syariah.9
9
30 Hidayat Gunadi, “Payung Hukum Sebatas SK”, dalam Gatra, 24 Oktober 2007, hlm. 30
konvensional, sehingga adanya anggapan bahwa asuransi syariah hanya mensyariahkan
produk asuransi konvensional dapat dieliminasi.
Menurut Muhaimin Iqbal, Ketua Asosiasi Asuransi Syariah dan Agus Edi Sumanto,
Direktur Utama Asuransi Takaful Keluarga, bahwa asuransi syariah hanya sekedar
memodifikasi produk asuransi konvensional.10 Dalam hal PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan) asuransi syariah kebanyakan juga masih memodifikasi dari PSAK
asuransi konvensional, karenanya perbedaan hakiki dari asuransi konvensional dengan
syariah menjadi tidak terlihat misalnya dana tabarru’ tidak bisa disajikan dalam laporan
keuangan resmi yang ada hanya total premi demikian juga dengan entry bagi hasil tidak
terlihat. Padahal PSAK ini penting untuk dimiliki asuransi syariah untuk membuat
pengukuran kinerja asuransi syariah menjadi lebih valid.11
Modal yang kecil juga menjadi tantangan bagi perkembangan asuransi syariah di
Indonesia. Di dalam Keputusan Nomor 426 Tahun 2003, Menteri Keuangan hanya
mensyaratkan modal kerja perusahaan 2 milyar sehingga menurut Muhammad Syakir Sula,
Ketua Islamic Insurance Society banyak yang asal membuka cabang syariah, padahal
dengan dana sekecil itu perhitungan bisnisnya menjadi kurang masuk akal. Karena itulah
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mendorong pelaku industri asuransi syariah
untuk meningkatkan modal.12
Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal di bidang asuransi dan syariah sangat
diperlukan untuk mendukung perkembangan asuransi syariah di Indonesia, sayangnya
menurut Walter L. Gaol, Direktur Asuransi Jiwa Great Eastern bahwa salah satu kendala
penting yang dihadapi adalah kurangnya SDM syariah. 13 Demikian juga Agus Haryadi
menyebutkan bahwa salah satu tantangan bagi perkembangan asuransi syariah di Indonesia
adalah langkanya ketersediaan SDM yang “qualified” dan memiliki semangat syariah.
10
“Bukan Asuransi Peniru”, dalam Sharing, edisi Khusus Thn I – Oktober 2007, hlm. 26
11
“Bangkit Meski Tanpa Infrastruktur Memadai”, dalam Sharing, edisi Khusus Thn I – Oktober 2007, hlm. 29
12
Edi Santoso, “Asuransi Syariah Memerlukan Lompatan”, dalam Media Asuransi, September 2007, hlm. 27
13
“Asuransi Syariah Masih Butuh Perjuangan”, dalam InfoBank, edisi Khusus 2007, hlm. 110
Tentang Perasuransian dengan maksud untuk meningkatkan gairah masyarakat untuk
memanfaatkan jasa asuransi yang sekaligus juga sebagai sarana mobilisasi dana untuk
pembangunan. Hal ini karena dipengaruhi adanya keraguan tentang kehalalan jasa asuransi
konvensional.14
Kesadaran masyarakat yang masih rendah ini menjadi tantangan bagi asuransi syariah
untuk memberikan pemahaman tentang asuransi syariah yang terlepas dari unsur maisir,
gharar dan riba.15 Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat umum sampai saat ini masih sulit
menerima keberadaan lembaga asuransi dengan melihat kenyataan bahwa selain faktor
ekonomi, faktor transparansi dan banyaknya penyimpangan bisnis juga ikut berperan dalam
memberikan citra buruk bagi institusi keuangan ini. Data pengaduan terhadap perkara
asuransi yang masuk ke YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) maupun YLKAI
(Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia) menunjukkan angka-angka yang relatif
masih tinggi. Jenis pengaduan yang muncul biasanya berkisar pada masalah klaim yang
ditolak, prosedur klaim dipersulit, masalah nilai tunai, dan-lain-lain. Praktek-praktek seperti
inilah yang menurut kacamata konsumen dipandang sangat merugikan mereka.
Sumber Daya Manusia dalam bidang Asuransi Syariah masih sangat rendah.
Perkembangan dan pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia masih mengalami kesulitan
ataupun kendala sebagai suatu hambatan dalam asuransi syariah. Adapun kendala ataupun
kesulitan yang dihadapi perusahaan asuransi dalam mengembangkan asuransi syariah adalah :
a. Belum adanya payung hukum mengenai asuransi syariah. Belum ada payung
hukum yang secara khusus mengatur mengenai asuransi syariah di
Indonesia.Selama ini, asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada
UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Secara operasional
asuransi syariah masih mengacu pada regulasi yang dikeluarkan oleh
14
Wirdayaningsih,dkk.,op.cit,hlm 175
15
http://hesiainantasari.wordpress.com/2013/03/30/ peluang –tantangan-asuransi-syariah-di Indonesia/
pemerintah baik berupa peraturan pemerintah melalui PP No. 73 Tahun 1992
jo PP No. 63 Tahun 1999 jo PP No. 39 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
usaha perasuransian, maupun regulasi menteri keuangan yang berkaitan
dengan asuransi syariah dan juga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI melalui
Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan asuransi syariah. Regulasi yang ada
tersebut sudah lebih baik dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan
asuransi syariah karena regulasi tersebut dikeluarkan pemerintah melalui
menteri keuangan berkaitan dengan asuransi syariah, namun regulasi yang ada
dan Fatwa DSN-MUI belum bisa mengakomodasi asuransi syariah karena
Fatwa DSN-MUI tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga diperlukan
peraturan perundang-undangan yang secara khusu mengatur asuransi syariah.
Namun, sampai saat ini belum ada payung hukum bagi asuransi syariah,
meskipun RUU Asuransi Syariah sudah lama diajukan ke DPR dan diharapkan
RUU ini akan segera disetujui DPR sebagaimana RUU Perbankan Syariah
yang telah lebih dulu disetujui belum lama ini.
b. Faktor sumber daya manusia. Masih terbatasnya sumber daya manusia yang
benar-benar mempunyai kualifikasi, mengerti mengenai syariah dan asuransi
syariah, serta mempunyai semangat perjuangan dan pengembangan ekonomi
syariah khususnya asuransi syariah. Minimnya sumber daya manusia ini
disebabkan karena sebagian besar dari sumber daya manusia yang ada
merupakan lulusan dari program studi konvensional dan kurang paham
mengenai syariah sehingga menyebabkan ketidakcocokan antara pengetahuan
yang dipelajari saat di perguruan tinggi dengan bidang kerja yang dijalaninya
dan kondisi ini dapat menghambat perkembangan ekonomi syariah. Selain
jumlah sumber daya manusia yang minim, kendala dari segi sumber daya
manusia yaitu masih rendahnya motivasi diri dan belum ada pemahaman yang
matang mengenai segmentasi pasar dari team marketing perusahaan sehingga
masih ada kekacauan pasar.
c. Manajemen kantor cabang. Berdasarkan hasil observasi lapangan ditemukan
fakta bahwa manajemen kantor cabang masih tumpang tindih. Kantor cabang
belum mempunyai pemisahan fungsi manajemen layaknya di kantor pusat
sehingga dimungkinkan terjadi tumpang tindih diantara fungsi manajemen
tersebut.
d. Kendala operasional. Kendala operasional ini berkaitan dengan prosedur
akseptasi lebih ketat, misalnya untuk dapat mengcover asuransi personal
accident diperlukan list peserta dan jika tidak ada maka berakibat jatuh ke
gharar, sedangkan di asuransi konvensional tanpa list peserta (no name) sudah
bisa di cover.Selain dalam hal prosedur akseptasi, kendala operasional ini juga
dapat terjadi dalam hal pembayaran yang tidak lancar (macet) karena suatu hal
peserta tidak dapat menyetorkan premi pada waktunya bahkan dapat
mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam pembayaran. Jika terjadi demikian
perusahaan memberikan toleransi kepada peserta sehingga hubungan antara
peserta dengan perusahaan tidak terputus dan tetap dapat proteksi dengan dana
tabarru’ dicover dengan jumlah nilai tunai yang ada dan apabila pembayaran
sudah kembali lancar, nilai tunai yang dipinjam akan dikembalikan. Namun
apabila peserta memutuskan untuk berhenti sebelum masa asuransi berakhir
maka akan diberikan seluruh nilai tunai yang sudah terkumpul. Selain itu
kendala operasional ini proses penyelesaian polis yang cenderung lama bisa
lebih dari 14 (empat belas) hari sejak surat permintaan diajukan oleh calon
peserta bahkan bisa mencapai 30 (tiga puluh) hari atau lebih, terutama bagi
Kantor Cabang yang belum menggunakan sistem online, belum diberi
kewenangan underwriting oleh Kantor Pusat serta harus melewati prosedur
seleksi field underwriting dan underwriting dimulai dari kantor cabang ke
kantor wilayah baru kemudian diteruskan ke kantor pusat untuk diproses
underwriting
e. Kurangnya kesadaran berasuransi. Kesadaran masyarakat Indonesia untuk
berasuransi masih sangat kurang (rendah), untuk jumlah pastinya secara
normatif tidak bisa disebutkan, namun partisipasi ekonomi syariah saat ini
baru 2%. Kurangnya kesadaran ini terbukti dengan ratio asuransi nasional
yang hanya mencapai 12% dari jumlah penduduk Indonesia dan untuk
asuransi syariah sekitar 1,2%.
f. ketidaktahuan masyarakat. Pada dasarnya masyarakat belum banyak yang
mengetahui mengenai asuransi syariah, operasional maupun produk asuransi
syariah serta keberadaan divisi atau kantor cabang syariah pada perusahaan
asuransi konvensional disebabkan karena sosialisasi yang dilakukan masih
kurang intens dan belum ke semua customer. Akibat ketidaktahuan akan
asuransi syariah ini, bagi masyarakat yang mempunyai pengalaman traumatik
dengan asuransi konvensional berpendapat bahwa asuransi ini tidak jauh
berbeda dengan asuransi yang pernah mereka ikuti dimana uang mereka akan
hilang dan sulit dalam prosedural sehingga mereka merasa enggan, cenderung
tidak simpatik dan non kooperatif ketika disinggung mengenai asuransi
syariah. Sedangkan bagi masyarakat yang masih netral, beranggapan bahwa
asuransi itu mahal sehingga diperlukan anggaran khusus dan ada dana lebih
untuk berasuransi, prosedur yang rumit dan masih binggung dengan produk
dalam asuransi syariah yang sekiranya sesuai dengan kondisi dirinya. Dua
kelompok masyarakat ini, setelah diberi penjelasan singkat mengenai asuransi
syariah mulai terbuka cakrawala pemikirannya.
g. adanya perasaan traumatik pada asuransi konvensional. Perasaan traumatik
ini lahir karena mempunyai pengalaman dengan asuransi konvensional yaitu
ketika mereka sebagai nasabah asuransi konvensional dan karena suatu hal
tidak dapat menunaikan kewajibannya membayar premi maka ketika mereka
akan mengurus asuransi tersebut mengalami kesulitan prosedural dan bahkan
dalam polis secara jelas dan terang terdapat klausa bahwa apabila tidak
sanggup melakukan pembayaran maka uang yang sudah dibayar tidak bisa
dikembalikan.
Berasuransi secara Islam merupakan bagian dari prinsip hidup yang berdasarkan
tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya setiap diri tidak memiliki daya
apapun ketika datang musibah dari Allah SWT, apakah itu berupa kecelakaan, kematian, atau
terbakarnya toko yang kita miliki. Ada berbagai cara bagaimana manusia menangani risiko
terjadinya musibah. Cara pertama adalah dengan menanggungnya sendiri (risk retention),
yang kedua, mengalihkan risiko ke pihak lain (risk transfer), dan yang ketiga, mengelolanya
bersama-sama (risk sharing).
Menarik untuk direnungi bahwa sejak dari awal keberadaannya, mekanisme asuransi
Islam senantiasa terkait dengan kelompok. Ini berarti, musibah bukanlah permasalahan
individual, melainkan kelompok.Sekalipun, misalnya, musibah itu hanya menimpa individu
tertentu (particular risks). Apalagi apabila musibah itu mengenai masyarakat luas
(fundamental risks) seperti gempa bumi dan banjir. Sehingga esensi keberadaan asuransi
dalam kehidupan dinilai penting.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat umum sampai saat ini masih sulit
menerima keberadaan lembaga asuransi dengan melihat kenyataan bahwa selain faktor
ekonomi, faktor transparansi dan banyaknya penyimpangan bisnis juga ikut berperan dalam
memberikan citra buruk bagi institusi keuangan ini. Data pengaduan terhadap perkara
asuransi yang masuk ke YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) maupun YLKAI
(Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia) menunjukkan angka-angka yang relatif
masih tinggi. Jenis pengaduan yang muncul biasanya berkisar pada masalah klaim yang
ditolak, prosedur klaim dipersulit, masalah nilai tunai, dan-lain-lain. Praktik-praktik seperti
inilah yang menurut kacamata konsumen dipandang sangat merugikan mereka.
Asuransi syariah berpeluang sangat besar untuk lebih berkembang lagi karena
Masyarakat Indonesia baru sedikit (3 %) yang ikut berasuransi, Mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam yang tentunya akan memilih asuransi syariah dari pada asuransi
konvensional Karena konsep asuransi syariah dapat memenuhi rasa keadilan. Keberhasilan
sistem asuransi tidak sepantasnya diukur berdasarkan total uang yang dapat dikumpulkan
atau keuntungan yang diraih melalui lembaga dan badan yang telah dibentuknya. Sebaliknya,
keberhasilannya harus diukur dari sudut seberapa besar sumbangan yang telah diberikannya
untuk keselamatan hidup anggota masyarakat dan baktinya untuk meringankan beban
bencana dan malapetaka yang dihadapi oleh mereka.
Indonesia diyakini akan menjadi tren perkembangan asuransi syariah global dalam
beberapa tahun kedepan. Dengan adanya ketentuan pemenuhan modal minimum yang
semakin besar dan pertumbuhan industri keuangan syariah lainnya seperti perbankan,
membuat Indonesia akan menjadi pemain asuransi syariah terkemuka di Asia Tenggara.
Landasannya, perkembangan perbankan syariah syariah yang saat ini telah diramaikan oleh
sembilan bank umum syariah , akan diikuti oleh asuransi syariah. Premi industri asuransi
syariah global pada tahun 2010 mencapai AS$ 8,9 miliar.16 Perkembangan signifikan ini
tidak terlepas dari faktor Indonesia dan Uni Emirat Arab. Indonesia sendiri mencatat
pertumbuhan rata-rata asuransi syariah masing-masing sebesar 35% dan 135%.
16
AM. Saefuddin, Membumikan Ekonomi Islam, Jakarta: Ppa Consultants, 2005, hlm. 309
akhir 2009 lalu, total premi asuransi syariah tumbuh hingga 78% dibandingkan tahun
sebelumnya dengan pencapaian pangsa pasar sebesar 2,9%. Premi bruto asuransi syariah di
tahun 2009 tercatat mencapai Rp 2,053 triliun, naik dari 2008 yang membukukan angka
sekitar Rp 1,4 triliun. Saat ini pelaku usaha asuransi syariah terdapat 43 buah yang terdiri dari
empat perusahaan asuransi syariah dan 39 unit asuransi dan reasuransi syariah.
Ketua Umum Asosiasi Syariah Indonesia Muhaimin Iqbal menyatakan hingga Januari
2008, di Indonesia sudah ada 3 perusahaan yang full asuransi syariah, 32 cabang asuransi
syariah, dan 3 cabang reasuransi syariah. Menurut beliau pertumbuhan premi industri bisa
menembus Rp 1 triliun tahun ini. Rencana masuknya asuransi raksasa di pasar asuransi
syariah diharapkan mendukung pencapaian target itu. Ia mengatakan perolehan premi industri
asuransi syariah tanah air diperkirakan kembali mengulang prestasi tahun lalu dengan tumbuh
sebesar 60%-70%. pada 2006, industri asuransi syariah membukukan pertumbuhan premi
sebesar 73% dengan nilai total Rp 475 miliar. Predikisnya hingga akhir 2007 bisa mencapai
Rp 700 miliar kalau tahun depan tumbuh 50% saja, sampai melebihi Rp 1 triliun.
Selain perbankan, sektor ekonomi syariah lainnya yang mulai berkembang adalah
asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak
mengadung judi dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi
umat Islam yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam
sepuluh tahun ke depan diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya
paling besar di dunia. Seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb
memperkirakan, tahun 2008 mendatang asuransi syariah bisa mencapai 10 persen > market
share asuransi konvensional.
Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan
ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi
konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri
keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat. Pada akhirnya, sistem ekonomi
syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-pelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa
wirausaha tapi juga berperilaku Islami, bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan
menjaga keharmonisan hubungan antara atasan dan bawahan. Bisa dibayangkan
kesejahteraan yang bisa dinikmati umat jika penerapan ekonomi syariah ini sudah mencakup
segala aktivitas ekonomi di Indonesia. Peluang penerapan ekonomi syariah masih terbuka
luas.17
Prospek asuransi Islam di Indonesia akan cerah dan semakin prospektif jika umat
Islam dapat membaca dan memberdayakan peluang dan kekuatan yang dimiliki. Di samping
itu, asuransi Islam juga harus bisa meminimalisir ancaman atau tantangan yang sudah dan
akan muncul sekaligus memperbaiki kelemahan atau kekurangan yang ada. Sebagai sebuah
lembaga keuangansyariah, asuransi Islam tidak boleh berkutat pada dataran simbol-simbol
keagamaan. Konsekuensi sebagai bagian dari lembaga keuangan syariah sangat tinggi. Oleh
karena itu, konsistensi menjalankan usaha sesuai dengan syariah baik dalam manajemen,
produk, investasi, promosi dan lain-lainjuga harus diperhatikan dan diaplikaskan. Sebagai
lembaga keuangan yang tentunya juga berorientasi keutungan (profit oriented), asuransi
Islam tidak boleh melupakan tujuan awal berdirinya asuransi Islam yang menggusung
semboyan sosial oriented sebagai wujud ta’awun ‘ala al birr wa at taqwa.
Asuransi Syariah di Indonesia Merupakan Peluang Bisnis yang Prospektif, karena
seiring dengan perkembangan ke arah stabilitas politik dan ekonomi, dengan jumlah
penduduk lebih dari 180 juta jiwa, Indonesia merupakan salah satu portofolio investasi yang
mulai kembali dilirik para investor manca negara. Kenyataan bahwa sekitar 90% penduduk
beragama Islam dan bahwa kesadaran untuk mengekspresikan identitas kemuslimannya
semakin meningkat, telah menjadi potensi pasar yang besar. Sebagai contoh, usaha di bidang
makanan dan minuman berlabel halal, pakaian dan asesori muslim dan muslimah, perjananan
haji dan umroh, pendidikan dan publikasi Islami, meningkat dengan pesat dalam kurun waktu
15 tahun terakhir ini. Selain itu, sebagian ummat Islam memerlukan jaminan bahwa segala
interaksi muamalah yang dilakukannya dalam upaya mencapai kesejahteraannya, sesuai
17
http://irfan-kurniadi.blogspot.com/2010/05/asuransi-syariah-prospek-tantangan-dan.html
dengan syariah. Kebutuhan akan lembaga keuangan Islami bertambah kuat seiring dengan
berkembangnya sektor industri jasa keuangan secara umum. Untuk memenuhi permintaan
ummat tersebut, diperlukan lebih banyak bank dan asuransi syariah. Kehadiran lembaga-
lembaga keuangan syariah lainnya dapat memacu persaingan yang sehat, yang akan
meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. 18
Berasuransi secara Islam merupakan bagian dari prinsip hidup yang berdasarkan
tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya setiap diri tidak memiliki daya
apapun ketika datang musibah dari Allah SWT, apakah itu berupa kecelakaan, kematian, atau
terbakarnya toko yang kita miliki.
Ada berbagai cara bagaimana manusia menangani risiko terjadinya musibah. Cara
pertama adalah dengan menanggungnya sendiri (risk retention), yang kedua, mengalihkan
risiko ke pihak lain (risk transfer), dan yang ketiga, mengelolanya bersama-sama (risk
sharing). Menarik untuk direnungi bahwa sejak dari awal keberadaannya, mekanisme
asuransi Islam senantiasa terkait dengan kelompok. Ini berarti, musibah bukanlah
permasalahan individual, melainkan kelompok. Sekalipun, misalnya, musibah itu hanya
menimpa individu tertentu (particular risks). Apalagi apabila musibah itu mengenai
masyarakat luas (fundamental risks) seperti gempa bumi dan banjir. Sehingga esensi
keberadaan asuransi dalam kehidupan dinilai penting.
18
http://nitigama.wordpress.com/2010/02/11/prospek-bisnis-asuransi-syariah-takaful/
fungsi-fungsi yang semestinya, antara lain edukasi pasar melalui berbagai media komunikasi
untuk menjelaskan keberadaan asuransi syariah, keunggulannya, manfaatnya serta kebersihan
dari keraguan, pengembangan produk secara berkelanjutan, back-uo keuangan yang kokoh
untuk membangkitkan kepercayaan publik.
Untuk Mengatasi kekurangan SDM yang Profesional dapat diatasi dengan akan
mendorong peningkatan kuantitas dan kualitas SDM asuransi syariah melalui beberapa
program sertifikasi agar perkembangan industri didukung ketersediaan fellow dan associate
berkualitas.
Penerapan syariah yang makin meluas dari industri keuangan dan permodalan
membutuhkan regulasi yang tidak saling bertentangan atau tumpang tindih dengan aturan
sistem ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat mengharapkan regulasi
untuk sistem ekonomi syariah ini bisa memudahkan mereka untuk berekspansi bukan malah
membatasi. Saat ini, peraturan tentang permodalan masih menjadi kendala perbankan syariah
untuk melakukan penetrasi dan ekpansi pasar.
Asuransi syariah juga masih menemukan kendala dari masyarakat yang memiliki
kesalahpahaman atas asuransi syariah. Asuransi syariah dipandang harus murah, mudah dan
untung. Padahal asuransi juga menghitung bisnis dan laba, Sementara itu lingkungan bisnis
ekonomi saat ini yang rentan terhadap penyogokan membuat asuransi syariah tak bisa masuk
ke dalam bisnis tersebut.
keberhasilan sistem asuransi tidak sepantasnya diukur berdasarkan total uang yang
dapat dikumpulkan atau keuntungan yang diraih melalui lembaga dan badan yang telah
dibentuknya. Sebaliknya, keberhasilannya harus diukur dari sudut seberapa besar sumbangan
yang telah diberikannya untuk keselamatan hidup anggota masyarakat dan baktinya untuk
meringankan beban bencana dan malapetaka yang dihadapi oleh mereka. Inilah sebenarnya
esensi dari tujuan Asuransi Syariah.
C. KESIMPULAN
Analisis Swot adalah sebuah bentuk analisis situasi dan kondisi yang bersifat
deskriptif (memberi gambaran). Analisis ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor
masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Analisis
Swot sangat penting perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan karena analisis dan
gambaran yang diberikan merupakan tolok ukur dalam mengembangkan lembaga/satuan
pendidikan lebih lanjut.Setelah analisis, perlu dirumuskan visi,misi, tujuan, dan program
kerja yang lebih konkrit.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar sekaligus merupakan
negara berpenduduk muslim yang terbesar ditambah lagi dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk semakin mengekspresikan identitas kemusliman mereka merupakan pasar
yang empuk dan berpotensi besar. Data menyatakan dalam beberapa kurun waktu terakhir
penjualan produk-produk islami (busana muslim dan muslimah, makanan dan minuman yang
berlabelkan ‘halal’, perjalanan haji dan umroh, dll.) mengalami kenaikan yang signifikan. Di
lain sisi kebutuhan kenyamanan bermuamalah dalam transaksi keuangan pun meningkat
pesat, sehingga diperlukan lebih banyak lembaga-lembaga keuangan ataupun lembaga
pembiayaan yang bernuansa syariah. Demikianlah gambaran mengenai analisis SWOT bisnis
asuransi syariah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.asuransibank.com
http://www.vibiznews.com
Jafril Khalil, Asuransi Syariah dalam Perspektif Ekonomi: Sebuah Tinjauan, Jurnal Hukum
Bisnis Volume 22, Nomor 2 Tahun 2003.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi Keenam, ctk. Kedelapan, Jakarta
RajaGrafindo Persada, , 2004.
Kasmir.. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi Keenam, ctk. Kedelapan, Jakarta
RajaGrafindo Persada, , 2004
Majalah Gatra, 24 Oktober 2007
Majalah Media Asuransi, September 2007
Majalah Tempo, 21 Oktober 2007
Majalah InfoBank, edisi Khusus 2007
Majalah Investor, 11 September – 10 Oktober 2007
Majalah Sharing, edisi khusus Thn I – Oktober 2007
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah : (life & general) konsep dan operasional, Gema
insani : 2004.
Nurul Ichsan, Takaful Konsep Asuransi Dalam Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2011
Training & Development Department, BasicTraining Modul 2002, Training & Development
Department Asuransi Syariah Takaful, Jakarta, 2002.
Wirdyaningsih, dkk. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, edisi Pertama, ctk. Kedua,
Jakarta Kencana, , 2006.