Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard dan
kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak stroke tidak hanya
dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya.
Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus meningkat di berbagai negara berkembang,
termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk., 2013). Menurut WHO, sebanyak
20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta
jiwa telah meninggal dunia. Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah
stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus
stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan kanker.
Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan
oleh stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya
mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke atau kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Dinas Kesehatan Jawa
Tengah menunjukkan bahwa pravalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah tahun 2014
adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2013 sebesar 0,03%.
Sedangkan pada tahun 2014 di RSUD Sukoharjo saja terdapat kasus stroke non hemoragik
1.419 orang (DKK Sukoharjo, 2014).
Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus dan sering
kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit vaskular
seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan stres.
Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam keadaan kesadaran
yang sudah jauh menurun dan stroke merupakan penyakit yang memerlukan perawatan
dan penanganan yang cukup lama. Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik, serta diharapkan tidak
hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga psikologis penderita.
1
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
1.4. Manfaat
Diharapkan dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan atau teori tentang
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa
tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan
pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi
otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011). Stroke atau cedera
serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah kebagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak.
Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum, akibat
emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak
(Corwin, 2001).Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke
adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila
gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian sebagian sel saraf.
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan stroke
hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda, pada stroke
hemorhagic terdapat timbunan darah di subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke
iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan
nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut Wardhana (2011), antara lain
sebagai berikut :
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah
yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. penyumbatnya
adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam
darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau
pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.
3
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam
pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan
tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan
terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-
lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan
pasokan darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah.
Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark
pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran
darah yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan
sebagai berikut :
4
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak
berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami
infark.
2. Stroke Hemoragik
5
4. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi
dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi
dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), biasanya diakibatkan dari salah satu
dari empat kejadian, yaitu: (1). Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah
otak atau leher). (2). Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawah ke otak dari bagian tubuh yang lain. (3). Iskemia (penurunan aliran darah ke
area otak). (4). Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau sensasi. Faktor resiko stroke meliputi
resiko yang tidak dapat diubah seperti umur, suku, jenis kelamin, dan genetik. Bila
faktor resiko ini ditanggulangi dengan baik, maka kemungkinan mendapatkan stroke
dikurangi atau ditangguhkan, makin banyak faktor resiko yang dipunyai makin tinggi
pula kemungkinan mendapatkan stroke sedangkan faktor resiko yang dapat diubah
merupakan faktor resiko terjadinya stroke pada seseorang yang keberadaannya dapat
dikendalikan ataupun dihilangkan sama sekali, gaya hidup merupakan tindakan atau
perilaku seorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau sudah menjadi kebiasaan.
Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat dengan kejadian stroke
berulang diantaranya hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan
merokok, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, minum alkohol, diit,
pengelolaan faktor resiko ini dengan baik akan mencegah terjadinya stroke berulang
(Husni & Laksmawati, 2001. Lumantobing, 2002. Smeltzer & Bare, 2002. Black &
Hawks, 2009. Wahyu, 2009. Pinzon & Asanti, 2010. Junaidi, 2011).
6
2.4.Patofisiologi stroke
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak
berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Stroke bukan
merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa penyakit
diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam
darah atau dislipidemia. Penyebab utama stroke adalah thrombosis serebral, aterosklerosis
dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya thrombus.
Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural dan intraserebral (Smeltzer & Bare,
2002).
7
Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri masih dapat ditolerir
tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata sedangkan adanya bekuan darah dalam
batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian (Smeltzer & Bare,
2002).
8
BAB III
PEMBAHASAN
Skenario
Seorang pria separuh baya, pensiunan guru SD berumur 63 tahun, diantar ke IGD oleh
keluarganya karena tiba-tiba mengalami kelemahan pada anggota gerak kiri sejak 3 jam yang
lalu, saat pasien bangun tidur. Pasien masih bisa berjalan dengan dipapah, mulutnya tampak
mencong ke kanan dan bicara menjadi pelo. Saat diperiksa di IGD, tekanan darahnya 170/ 100
mmHg. Pada pemeriksaan EKG tidak didapatkan kelainan jantung. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar gula darah sewaktu 290 mg/dl. Riwayat hipertensi (+), DM (+).
Merokok 2 bungkus sehari. Tidak ada riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga.
a) Anamnesis
Nama : -
Jenis kelamin : Pria (separuh baya)
Umur : 63 tahun
Keluhan utama : Pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak kiri sejak 3 jam yang
lalu, saat pasien bangun tidur.
Riwayat keluarga : -
b) Pemeriksaan Fisik
o Terdapat tekanan darahnya 170/ 100 mmHg
o Riwayat Hipertensi (+)
o Riwayat DM (+)
c) Pemeriksaan Laboratorium
o Didapatkan kadar gula darah sewaktu 290 mg/dl
9
d) Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada
akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik.
subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis tetap menjadi acuan.
10
Siriraj Stroke Score
Tabel 2. Siriraj Stroke Score
Apatis 1
Koma 2
Muntah
Iya 1
Tidak 0
11
Variabel Gejala Klinis Skor
Iya 1
Tidak 0
Sakit Kepala
Iya 1
Tanda tanda atheroma
Tidak 0
1. Angina Pectoris
Iya 1
2. Claudicatio
Tidak 0
Intermitten
Iya 1
3. Diabetus Melitus
Tidak 0
didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan apabila didapatkan skor
12
Algoritma Stroke Gadjah Mada
Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran, nyeri
kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari ketiganya maka merupakan stroke
hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga merupakan
stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski positif atau tidak
didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka merupakan
stroke non hemoragik.
3.2. Diagnosis
Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi
cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
straumatik (Arif Mansjoer, 2000,Hal-17). Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya
iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Arif Muttaqin, 2008, hlm.
130).
tergantung pada lesi atau pembuluh darah mana yang tersumbat dan ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Defisit
1) Defisit motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi atau hemiplegia
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul adalah paralisis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam atau penurunan
kekuatan otot untuk melakukan pergerakkan, apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali
13
biasanya dalam waktu 48 jam, peningkatan tonus disertai dengan spastisitas atau peningkatan
2) Defisit komunikasi
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
b. Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang terutama ekspresif
atau reseptif
seperti terlihat ketika penderita mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan
korteks visual. Kehilangan setengah lapang pandang terjadi sementara atau permanen
(homonimus hemianopsia). Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang
paralisis. Kepala penderita berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cendrung
mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut yang disebut dengan
amorfosintesis. Pada keadaan ini penderita hanya mampu melihat makanan pada
b. Gangguan hubungan visual-spasial yaitu mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial sering terlihat pada penderita dengan hemiplegia kiri. Penderita
14
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
c. Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau berat
Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan penderita ini menghadapi masalah stress
Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita pasca stroke mengalami
karena konfusi. Tonus otot meningkat dan refleks tendon kembali, tonus kandung kemih
15
Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra)
adanya kerusakan pada sisi sebelah kiri otak. Penderita biasanya mempunyai
motornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan
cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Gunakan lebih banyak bahasa
3.4. Patofisiologi
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder .
16
pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang
cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya
dinding pembuluh darah oleh emboli.
jika penderita stroke datang dengan keadaan koma saat masuk rumah sakit dapat
dipertimbangkan mempunyai prognosis yang buruk. Penderita sadar penuh saat masuk rumah
sakit menghadapi hasil yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai 72 jam dengan
mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas pada fase akut ini.
1. Penderita ditempatkan pada posisi lateral dengan posisi kepala tempat tidur agak
2. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita dengan stroke masif,
karena henti napas dapat menjadi faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini.
17
3. Pantau adanya kompliaksi pulmonal seperti aspirasi, atelektasis, pneumonia yang
4. Perikasa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas dalam ukuran dan
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum tiga sampai lima hari setelah
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular. Medikasi anti
trombosit dapat diresepkan karena trombosit berperan penting dalam mencegah pembentukan
Setelah fase akut berakhir dan kondisi pasien stroke stabil dengan jalan nafas adekuat
pasien bisa dilakukan rehabilitasi dini untuk mencegah kekakuan pada otot dan sendi pasien
serta membatu memperbaiki fungsi motorik dan sensorik yang mengalami gangguan untuk
3.5.1.Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi
dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau
insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan
18
3.5.2. Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan
selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar
35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25%
atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5%
penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya
15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum, akibat
emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak
(Corwin, 2001).Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke
adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila
gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian sebagian sel saraf.
4.2. Saran
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti, Egi
Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3.
Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States
Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Nasution, L.F. 2013. Stroke non Hemoragik pada Laki-laki Usia 65 tahun.
Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997.
Jurnal, Informasi Tentang Data Stroke, Obat Stroke, Pengobatan Stroke, Rehabilitasi Stroke.
Dalam bentuk Jurnal. Diambil dari http://data-
stroke.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. Diakses di internet 13 April 201
22
Linda Juall Carpenito, 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America:
Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
23