You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard dan
kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak stroke tidak hanya
dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya.
Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus meningkat di berbagai negara berkembang,
termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk., 2013). Menurut WHO, sebanyak
20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta
jiwa telah meninggal dunia. Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah
stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus
stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan kanker.

Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan
oleh stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya
mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke atau kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Dinas Kesehatan Jawa
Tengah menunjukkan bahwa pravalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah tahun 2014
adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2013 sebesar 0,03%.
Sedangkan pada tahun 2014 di RSUD Sukoharjo saja terdapat kasus stroke non hemoragik
1.419 orang (DKK Sukoharjo, 2014).

Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus dan sering
kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit vaskular
seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan stres.
Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam keadaan kesadaran
yang sudah jauh menurun dan stroke merupakan penyakit yang memerlukan perawatan
dan penanganan yang cukup lama. Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik, serta diharapkan tidak
hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga psikologis penderita.

1
1.2.Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Stroke ?

2. Apa Saja Klasifikasi dari Stroke ?

3. Apa Etiologi dari Stroke ?

4. Apa Patofisiologi dari Stroke ?

5. Bagaimana Penatalaksanaan Stroke ?

1.3.Tujuan

Bertujuan untuk mengetahui penjelasaan tentang penyakit stroke.

1.4. Manfaat

Diharapkan dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan atau teori tentang

pengetahuan ilmu syaraf terutama pada penyakit stroke.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke

Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa
tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan
pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi
otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011). Stroke atau cedera
serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah kebagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak.

Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum, akibat
emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak
(Corwin, 2001).Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke
adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila
gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian sebagian sel saraf.

2.2. Klasifikasi Stroke

Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan stroke
hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda, pada stroke
hemorhagic terdapat timbunan darah di subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke
iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan
nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut Wardhana (2011), antara lain
sebagai berikut :

1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah
yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. penyumbatnya
adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam
darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau
pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.

3
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam
pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan
tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan
terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-
lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan
pasokan darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah.
Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark
pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran
darah yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan
sebagai berikut :

a. Transient Ischemic Attack (TIA)


Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya
TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa
teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark (Grofir, 2009; Brust,
2007, Junaidi, 2011).

b. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)


Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam,
biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.

c. Stroke In Evolution (SIE)


Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang
dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit
neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai
menjadi berat.

d. Complete Stroke Non Hemorrhagic

4
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak
berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami
infark.

2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau


pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau
menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau
menutupi ruang-ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel
otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi
pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat
juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage)
bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian.
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan
terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh
darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi
bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering
terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat
tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan
gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke hemoragik menurut Feigin
(2007), yaitu:

1. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah


neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti
dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri
meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah
mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.

2. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma subdural


yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan hematomanya
lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.

3. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid)


dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab
paling sering adalah kebocoran aneurisma.

5
4. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi
dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi
dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.

2.3.Etiologi Dan Faktor Resiko

Stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), biasanya diakibatkan dari salah satu
dari empat kejadian, yaitu: (1). Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah
otak atau leher). (2). Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawah ke otak dari bagian tubuh yang lain. (3). Iskemia (penurunan aliran darah ke
area otak). (4). Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau sensasi. Faktor resiko stroke meliputi
resiko yang tidak dapat diubah seperti umur, suku, jenis kelamin, dan genetik. Bila
faktor resiko ini ditanggulangi dengan baik, maka kemungkinan mendapatkan stroke
dikurangi atau ditangguhkan, makin banyak faktor resiko yang dipunyai makin tinggi
pula kemungkinan mendapatkan stroke sedangkan faktor resiko yang dapat diubah
merupakan faktor resiko terjadinya stroke pada seseorang yang keberadaannya dapat
dikendalikan ataupun dihilangkan sama sekali, gaya hidup merupakan tindakan atau
perilaku seorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau sudah menjadi kebiasaan.
Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat dengan kejadian stroke
berulang diantaranya hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan
merokok, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, minum alkohol, diit,
pengelolaan faktor resiko ini dengan baik akan mencegah terjadinya stroke berulang
(Husni & Laksmawati, 2001. Lumantobing, 2002. Smeltzer & Bare, 2002. Black &
Hawks, 2009. Wahyu, 2009. Pinzon & Asanti, 2010. Junaidi, 2011).

6
2.4.Patofisiologi stroke

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak
berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Stroke bukan
merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa penyakit
diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam
darah atau dislipidemia. Penyebab utama stroke adalah thrombosis serebral, aterosklerosis
dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya thrombus.
Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural dan intraserebral (Smeltzer & Bare,
2002).

Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya


pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam
ventrikel atau ke ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan
subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah
ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri
disekitar perdarahan. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil
karena terjadi penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan
mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga
terbentuk suatu rongga (Smeltzer & Bare, 2002)

Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh darah


yang mengalami gangguan biasanya arteri yang berhubungan langsung dengan otak.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering muncul
antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah
penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen menunjukan adanya darah dalam
cairan serebrospinal, dari semua pasien ini 70-75 % akan meninggal dalam waktu 1-30
hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel,
herniasi lobus temporal dan penekanan mesensefalon atau mungkin disebabkan karena
perembesan darah ke pusat-pusat yang vital.

7
Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri masih dapat ditolerir
tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata sedangkan adanya bekuan darah dalam
batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian (Smeltzer & Bare,
2002).

8
BAB III

PEMBAHASAN

Skenario

Seorang pria separuh baya, pensiunan guru SD berumur 63 tahun, diantar ke IGD oleh
keluarganya karena tiba-tiba mengalami kelemahan pada anggota gerak kiri sejak 3 jam yang
lalu, saat pasien bangun tidur. Pasien masih bisa berjalan dengan dipapah, mulutnya tampak
mencong ke kanan dan bicara menjadi pelo. Saat diperiksa di IGD, tekanan darahnya 170/ 100
mmHg. Pada pemeriksaan EKG tidak didapatkan kelainan jantung. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar gula darah sewaktu 290 mg/dl. Riwayat hipertensi (+), DM (+).
Merokok 2 bungkus sehari. Tidak ada riwayat hipertensi dan stroke dalam keluarga.

3.1. Penegakan Diagnosa

a) Anamnesis
Nama : -
Jenis kelamin : Pria (separuh baya)
Umur : 63 tahun
Keluhan utama : Pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak kiri sejak 3 jam yang
lalu, saat pasien bangun tidur.
Riwayat keluarga : -

b) Pemeriksaan Fisik
o Terdapat tekanan darahnya 170/ 100 mmHg
o Riwayat Hipertensi (+)
o Riwayat DM (+)
c) Pemeriksaan Laboratorium
o Didapatkan kadar gula darah sewaktu 290 mg/dl

9
d) Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non


hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah pemeriksaan yang
paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke akut jelas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).

Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan

biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada

>50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial

akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik.

Teknik-teknik neuroimaging berikut ini juga sering digunakan:

1) CT angiography dan CT scanning perfusi

2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

3) Scanning karotis duplex

4) Digital pengurangan angiography

Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau perdarahan

subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis tetap menjadi acuan.

10
 Siriraj Stroke Score
Tabel 2. Siriraj Stroke Score

Variabel Gejala Klinis Skor

Derajat Kesadaran Sadar 0

Apatis 1

Koma 2

Muntah
Iya 1

Tidak 0

11
Variabel Gejala Klinis Skor

Iya 1

Tidak 0
Sakit Kepala

Iya 1
Tanda tanda atheroma
Tidak 0
1. Angina Pectoris
Iya 1

2. Claudicatio
Tidak 0

Intermitten
Iya 1

3. Diabetus Melitus
Tidak 0

Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit

kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12 .Apabila skor yang

didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan apabila didapatkan skor

> 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.

12
 Algoritma Stroke Gadjah Mada

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran, nyeri
kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari ketiganya maka merupakan stroke
hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga merupakan
stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski positif atau tidak
didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka merupakan
stroke non hemoragik.

3.2. Diagnosis

Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi
cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
straumatik (Arif Mansjoer, 2000,Hal-17). Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya
iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Arif Muttaqin, 2008, hlm.
130).

3.3. Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik


Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,

tergantung pada lesi atau pembuluh darah mana yang tersumbat dan ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Defisit

neurologi pada stroke antara lain:

1) Defisit motorik

Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi atau hemiplegia

karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan stroke, gambaran klinis yang

muncul adalah paralisis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam atau penurunan

kekuatan otot untuk melakukan pergerakkan, apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali

13
biasanya dalam waktu 48 jam, peningkatan tonus disertai dengan spastisitas atau peningkatan

tonus otot abnormal pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat.

2) Defisit komunikasi

Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :


a. Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan dengan bicara yang sulit

dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk

menghasilkan bicara.

b. Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang terutama ekspresif

atau reseptif

c. Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya (apraksia)

seperti terlihat ketika penderita mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

3) Defisit persepsi sensori

Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan

sensasi. Gangguan persepsi sensori pada stroke meliputi:

a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan

korteks visual. Kehilangan setengah lapang pandang terjadi sementara atau permanen

(homonimus hemianopsia). Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang

paralisis. Kepala penderita berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cendrung

mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut yang disebut dengan

amorfosintesis. Pada keadaan ini penderita hanya mampu melihat makanan pada

setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat.

b. Gangguan hubungan visual-spasial yaitu mendapatkan hubungan dua atau lebih objek

dalam area spasial sering terlihat pada penderita dengan hemiplegia kiri. Penderita

14
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

c. Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau berat

dengan kehilangan propriosepsi yaitu kemampuan untuk merasakan posisi dan

gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam

d. menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

4) Defisit fungsi kognitif dan efek psikologi

Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan dalam pemahaman,

lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan penderita ini menghadapi masalah stress

dalam program rehabilitasi.

5) Defisit kandung kemih

Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita pasca stroke mengalami

ketidakmampuan menggunakan urinal, mengalami inkontinensia urinarius sementara

karena konfusi. Tonus otot meningkat dan refleks tendon kembali, tonus kandung kemih

meningkat, dan spastisitas kandung kemih dapat terjadi.

3.3.1 Letak Kelumpuhan Stroke Non Hemoragik


Letak kelumpuhan pada pasien stroke non hemoragik yaitu :

 Kelumpuhan sebelah kiri (hemiparesis sinistra)


Kelemahan atau kelumpuhan tubuh sebelah kiri disebabkan karena adanya
kerusakan pada sisi sebelah kanan otak. Penderita dengan kelumpuhan sebelah kiri
sering kehilangan memori visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan
perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat
dilihat (Harsono, 2009).

15
 Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra)

Kelemahan atau kelumpuhan tubuh sebelah kanan disebabkan karena

adanya kerusakan pada sisi sebelah kiri otak. Penderita biasanya mempunyai

kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Persepsi dan memori visual

motornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan

cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Gunakan lebih banyak bahasa

tubuh saat berkomunikasi (Harsono, 2009).

 Kelumpuhan kedua sisi (paraparesis)


Terjadi karena adanya arterosklerosis yang menyebabkan adanya sumbatan
pada kanan dan kiri otak yang dapat mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan
diikuti satu sisi lainnya (Markam, 2008).

3.4. Patofisiologi
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder .

Gambar 3. Bekuan darah/Emboli


Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark

16
pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis.

Gambar 4. Bekuan darah

Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang
cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya
dinding pembuluh darah oleh emboli.

3.5. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik


Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) untuk penatalaksanaan penderita stroke fase akut

jika penderita stroke datang dengan keadaan koma saat masuk rumah sakit dapat

dipertimbangkan mempunyai prognosis yang buruk. Penderita sadar penuh saat masuk rumah

sakit menghadapi hasil yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai 72 jam dengan

mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas pada fase akut ini.

Penatalaksanaan dalam fase akut meliputi:

1. Penderita ditempatkan pada posisi lateral dengan posisi kepala tempat tidur agak

ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.

2. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita dengan stroke masif,

karena henti napas dapat menjadi faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini.

17
3. Pantau adanya kompliaksi pulmonal seperti aspirasi, atelektasis, pneumonia yang

berkaitan dengan ketidakefektifan jalan napas, imobilitas atau hipoventilasi.

4. Perikasa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas dalam ukuran dan

irama serta tanda gagal jantung kongetif.

Tindakan medis terhadap penderita stroke meliputi pemberian diuretik untuk

menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum tiga sampai lima hari setelah

infark serebral. Antikoagulan diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya

trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular. Medikasi anti

trombosit dapat diresepkan karena trombosit berperan penting dalam mencegah pembentukan

trombus dan embolisasi.

Setelah fase akut berakhir dan kondisi pasien stroke stabil dengan jalan nafas adekuat

pasien bisa dilakukan rehabilitasi dini untuk mencegah kekakuan pada otot dan sendi pasien

serta membatu memperbaiki fungsi motorik dan sensorik yang mengalami gangguan untuk

mencegah terjadinya komplikasi (Smeltzer & Bare, 2010).

3.5.1.Pencegahan

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol,

kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes

melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi

seimbang dan olahraga teratur.

Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi

dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau

insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan

obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.

18
3.5.2. Prognosis

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang

dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga

mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan

selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar

35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali

fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia,

diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25%

atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5%

penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya

15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.

19
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum, akibat
emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak
(Corwin, 2001).Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke
adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila
gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian sebagian sel saraf.

4.2. Saran

20
21
DAFTAR PUSTAKA

Artikel Kedokteran. Stroke Non Hemoragik.2011.http://stroke-non hemoragik.html.

(25 desember 2011)

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.

Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti, Egi
Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009.

Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3.
Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.

Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States
Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.

Nasution, L.F. 2013. Stroke non Hemoragik pada Laki-laki Usia 65 tahun.

Medula Unila. Vol. 1. No. 3 : Oktober 2013 : 2.

Gejala, Diagnosa & Terapi Stroke Non Hemoragik. Diambil dari


http://www.scribd.com/doc/28329428/Laporan-Pendahuluan-Asuhan Keperawatan-
Klien-Dengan-Stroke. Diakses di internet 13 April 2012

Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997.

Herdman Heather T, Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi,


Editor edisi bahasa Indonesia Monica Ester, Jakarata: EGC, 2009.

Jurnal, Informasi Tentang Data Stroke, Obat Stroke, Pengobatan Stroke, Rehabilitasi Stroke.
Dalam bentuk Jurnal. Diambil dari http://data-
stroke.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. Diakses di internet 13 April 201

22
Linda Juall Carpenito, 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America:
Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.

Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit.


Jakarta. EGC

23

You might also like