You are on page 1of 26

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 3
MODUL MUSKULOSKELETAL

Kelompok Diskusi 2

Solafide Binsar Hamonangan L. I11107069


Muhammad Redha Ditama I1011131046
Briegita Adhelsa M. Dommy I1011131057
Nur Al Huda I1011151023
Muhammad Faisal Haris I1011151024
Swiny Anniza I1011151029
Rhaina Dhifaa Maswibowo I1011151036
Muhammad Okti Ichsandra I1011151042
Nadya Siti Syara I1011151051
Irmaningsih I1011151063
Devi Oktavitalis I1011151067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016

1
BAB I

INTRODUCTION

1.1 Trigger
A 28 year old male was brought to the emergency department with
complaints of severe pain on his left lower leg and ankle. He stated that he was
involved in a traffic accident one day prior to his ED visit, his left leg was trapped
under his motorcycle. Soon after the accident, he was brought by his parents to
the traditional massage therapist since he felt a sharp pain in his left leg. Four
hours later he started to feel worsening pain in his left leg and ankle, as well as
increased walking difficulty. Upon arrival in he ED, he started that the pain was
intolerable, accompanted by swelling, tightness and numbness. On physical
examination the pasient was only able to move his toes slightly and plantar
flexion of the ankle intensified the pain in the front of the calf. The calf was
swollen, pale, and very sensitive to palpation. The left dorsalis pedis of posterior
tibial pulses were palpable but weak.
Anteroposterior view of the leg demonstrated a transverse fracture of mid tibial
shaft with minor displacement soft tissue swelling.

1.2 Clarification and Definition


- Fracture : a breaking of a part, especially bone
- Transverse fracture : a fracture at right ankle to the axis of the bone
- Numbness : inplecise term for abnormal sensation including abrent or reduced
sensory perception as well as parethesias
- Tightness : lack a movement or room for movement

1.3 Keyword
- A 28 year old male
- Traffic accident
- Traditional massage therapist
- Lower leg and ankle

2
- Worsing pain
- Transverse fracture
- Sharp pain
- Walking difficulty
- Dorsalis pedis still palpable
- Soft tissue

1.4 Problem Identification


What happened with 28 years old male with worsening pain at the region
tibia once the traffic accident ?

1.5 Problem Analysis


Male, 28 year old

Anamnesis : Physical examination radiologi - Fracture


- Pain on his left leg - Sharp pain simple
and ankle - Numbness Fracture - Fracture
- - Arteri dorsalis complete
Tradisional transverse
massage pedis palpable - Fracture
- Calf sensitive incomplat
palpable e

Diagnosis banding

- Simple two
complete
- complate

Treatment

- Operative
- Medical (pain killer)
- Non medical

Education

- Bed rest
- ETC
3
prognosis
1.6 Hypotesis
28 years old men saffeled complete, simple and close fracture with

1.7 Learning Issue


1. Fracture
a. Definition
b. Clasification
c. Etiology
d. Epidemiology
e. Pathogenesis
f. Pathophysiology
g. Clinical manifestations
h. Diagnosis
i. Treatment
j. Prognosis
k. Complication
2. Case study
a. How the effects of massage on the case ?
b. How the proper management on the case ?
c. How the prognosis on the case ?
3. Bone nutrition
4. Fracture healing

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Fractur
2.1.1 Definisi1
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa
retakan, pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang
bergeser. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas
tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain
seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian
fraktur

2.1.2 Klasifikasi
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar2,3,4
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :
 Derajat I :
 Luka <1 cm
 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
 Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
 Kontaminasi minimal
 Derajat II :
 Laserasi >1 cm
 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
 Fraktur kominutif sedang
 Kontaminasi sedang

5
 Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
terbuka derajat III terbagi atas:
 Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
 Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
atau kontaminasi masif.
 Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

Berdasarkan bentuk patahan tulang2,3,4


a. Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam
ini biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
b. Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi
ekstremitas atau pada alat gerak.Fraktur jenis ini hanya menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak.
c. Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d. Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang
yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah.

6
e. Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f. Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga
periosterum.Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
g. Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga
yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.
h. Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti,
fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

Berdasarkan lokasi pada tulang fisis2,3,4


Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng
pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat
berakibat pemisahan fisis pada anak – anak.Fraktur fisis dapat terjadi
akibat jatuh atau cedera traksi.Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena
kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang
paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi
fraktur :
a. Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng
pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b. Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui
tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c. Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis
dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng
pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi
anatomi.

7
d. Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan
terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan
mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e. Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari
gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

2.1.3 Etiologi5
Terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa
patologis.
a. Peristiwa Trauma (kekerasan)
 Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil,
maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah
tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang
atau miring.
 Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh
patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang
jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah
selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan
kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang.Demikian
pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat
menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan
bawah.
 Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah
tulang.Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang
terjadi.Contohnya patah tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang

8
patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi.
b. Peristiwa Patologis
 Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang
– ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas
yang lebih berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan
struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau
peningkatan beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka
akan terjadi retak tulang.
 Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya
suatu tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang
misalnya osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan
pada daerah tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

2.1.4 Epidemiologi
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih
dari delapan juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan
sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden
kecelakaan yang memiliki angka kejadian yang cukup tinggi yakni insiden
fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang
terjadi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia
terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987
peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%),
dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak
1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang
mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).

9
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2007 didapatkan sekitar 2.700 orang mengalami insiden fraktur, 56%
penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15%
mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau
depresi terhadap adanya kejadian fraktur. Menurut data dari Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus patah tulang mengalami
peningkatan setiap tahun sejak 2007. Pada 2007 ada 22.815 insiden patah
tulang, pada 2008 menjadi 36.947, 2009 jadi 42.280 dan pada 2010 ada
43.003 kasus. Dari data tersebut didapatkan rata-rata angka insiden patah
tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 pada perempuan dan laki-laki
di atas usia 40 tahun. Sedangkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO)
50% patah tulang paha atas akan menimbulkan kecacatan seumur hidup,
dan 30% bisa menyebabkan kematian.

2.1.5 Patogenesis
Fraktur dapat terjadi tidak hanya ditentukan oleh densitas massa
tulang, tapi juga berkaitan dengan kerapuhan fisik dan meningkatnya resiko
untuk jatuh. Densitas massa tulang dan ayunan tubuh menjadi predicator
untuk terjadinya patah tulang osteoporotic. Resiko patah tulang yang lebih
tinggi dapat terjadi bila densitas massa tulang rendah dengan kombinasi
ayunan tubuh yang meningkat. Beban yang terus-menerus meningkat pada
tulang membuat stress tulang sehingga perlahan-perlahan dalam waktu
yang lama menjadi kumpulan fraktur mikro dan berkembang menjadi fraktur
yang meluas yang dapat berakibat pecahnya tulang.7
Pemulihan fraktur melibatkan tahap tumpang-tindih dengan proses yang
sangat teratur seperti pada trauma tulang yang merobek pembuluh darah
yang berhubungan dan menghasilkan bekuan darah yang menimbulkan
lapisan fibril yang menarik sel radang bersama trombosit yang mengalami
degranulasi menghasilkan sitokin sehingga mengaktifkan sel prognitor
tulang dengan jangka waktu tertentu terjadi sintesis matriks yang baru
namun tidak mengandung kalsium sehingga belum bisa menahan beban

10
berat. Proses ini dapat digangggu oleh beberapa faktor seperti fraktur yang
salah letak dan berkelompok kecil sehingga menimbulkan cacat, imobilitas
yang tidak adekuat memungkinkan pergerakan pada tempat fraktur
sehingga unsure kalus normal tidak terbentuk, dan infeksi.8

2.1.6 Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup
menyebabkan patah, maka sel-sel tulang mati.Perdarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang
tersebut.Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan.Reaksi
peradangan hebat timbul setelah fraktur.Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan Sisa sel mati dimulai.Di tempat
patah terbantuk bekuan fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi sebagai
jalan untuk melekatnya sel-sel baru.Aktivitas osteoblas segera terangsang
dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus.Bekuan fibrin
direabsorpsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan-lahan mengalami
remodeling untuk tulang sejati.Tulang sejati menggantikan kalus dan
secara perlahan mengalami klasifikasi. Penyembuhan memerlukan
beberapa minggu sampai beberapa bulan.9

2.1.7 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 10
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat
digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa).
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui

11
dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung
pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
b. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci). Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan
antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
c. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak semua
tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien.
Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

2.1.8 Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, pertama tama dapat dilakukan
anamnesis baik dari pasien maupun pengantar pasien.Informasi yang digali
adalah mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera atau fraktur
sebelumnya. Pasien dengan fraktur tibia mungkin akan mengeluh rasa
sakit, bengkak dan ketidakmampuan untuk berjalan atau bergerak,
sedangkan pada fraktur fibula pasien kemungkinan mengeluhkan hal yang
sama kecuali pasien mungkin masih mampu bergerak. 11
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga tidak kalah
pentingnya.Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu look, feel, move. Yang pertama look atau inspeksi di
mana kita memperhatikan penampakan dari cedera, apakah ada fraktur

12
terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah terlihat
deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain.
Hal kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus
mempalpasi seluruh ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi
di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi,
maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi
bersamaan dengan cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai adalah
move. Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion).2
Seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang
dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harus tetap didokumentasikan12
Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas dari ekstrimitas
termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary return
(normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Pemeriksaan neurologi yang
detail juga harus mendokumentasikan fungsi sensoris dan motoris.13

2.1.9 Treatment
Tujuan utama tatalaksana adalah mengenbalikan pasien pada
keadaan dan fungsi sebelum terjadi fraktur.Operasi dan mobilisasi bisa
mencapai hal tersebbut, namun adakalanya mobiditas dan mortalitas dapat
meningkat jika ada penyakit penyerta seperti riwaya infrak miokardi yang
sebaiknya ditunda operasinya sehingga resiko infrak berkurang.
Tatalaksana non-operatif ditujukan pada pasien nunambulator dan
demensia yang targetnya adalah keadaan dan fungsi sebelum fraktur tanpa
operasi.7
Pasien yang usia lanjut umumnya lemah, memiliki beberapa masalah
medis, minum banyak obat, serta seringkali sudah terdapat demensia atau
penyakit terminal lainnya sehingga bila mengalami fraktur diperlukan
penilaian geriatric yang komperherensif. Dapat dilakukan pengkajian
geriatric setelah mengumpulkan data yang prinsipnya mencakup penyakit
dasar, penyakit penyerta, faktor resiko, prognosis, dan kelayakan operasi.
Bila didapatkan penyakit penyerta pada pasien yang akan dioperasi maka

13
dapat dilakukan manajemen perioperatif sehingga hal tersebut dapat
terkontrol atau terkendali.Selain itu ada juga beberapa tujuan utama dari
penanganan fraktur adalah :14
a. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri
dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan
bidai atau gips.
 Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.
 Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di
sekitar tulang yang patah
b. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
 Penarikan (traksi) :Menggunakan beban untuk menahan sebuah
anggota gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan,
tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang
paha dan panggul.
 Fiksasi internal : Dilakukan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang

2.1.10 Komplikasi1
a. Sindrom Emboli Lemak
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal.Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak

14
ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung,
stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
b. Sindrom Kompartemen
ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di
otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang
berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen,
rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan
paresthesia.Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering
(tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik)
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang
baik.Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu
kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi
dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin
tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit.
Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang
penting.Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.
d. Osteomyelitis
infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama
operasi.Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang

15
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur
dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar.
e. Gangren Gas
Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii
atau clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada
luka dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma
otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema,
gelembung – gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan,
infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal..

2.2. Bagaimana hubungan pijitan dengan keluhan yang terjadi pada kasus ?18
Pengobat patah tulang adalah pengobat tradisional yang cara pengobatannya
dengan cara mengurut untuk mereposisi tulang atau otot yang mengalami patah
atau terkilir, memfiksasi, reposisi dengan bidai atau kayu yang dikenal dengan
antai (rantai) dan memberi kompres dengan ramuan daun-daun atau akar-akaran
Menurut Saleh penanggulangan dan pengobatan patah tulang secara tradisional
ada beberapa prinsip yang sama dengan pengobatan mutakhir yang dapat
diterima secara logika antara lain :
a. Prinsip penarikan traksi bagian tubuh yang patah untuk mengembalikan posisi
tulang seperti semula
b. Pemberian bidai dari anyaman kelapa, anyaman alang-alang, baluran daun
sereh. Prinsipnya sebagai fiksasi tulang yang patah setelah dikembalikan
padaposisi semula.
Di sini ada beberapa kekurangan dalam fiksasi secara tradisional karena
mempergunakan bahan yang lunak dan fiksasinya tidak melewati dua atau tiga
persendian sehingga tulang yang patah dapat bergerak dari posisi yang
diharapkan.
c. Adanya kompres dengan daun-daun segar yang diharapkan dapat
memperlanca aliran darah sehingga dapat mengurangi pembengkakan.

16
d. Adanya pemijatan/urut-urut yang dilakukan dalam penanggulangan patah
tulang disertai dengan olesan berupa minyak-minyak kelapa yang mungkin
bertujuan sebagai fisioterapi disertai minyak yang menghangatkan bagian
tubuh yang patah sehingga memperlancar aliran darah, akhirnya mempercepat
penyembuhan.
Efek semakin parah dari fraktur dapat terjadi apabila terdapat kesalahan pada
saat retraksi. Komplikasi juga dapat terjadi karena tindakan pemijatan pada
daerah fraktur penderita, karena tidak sesuai dengan penatalaksanaan yang
tepat bagi penderita fraktur

2.3. Bagaimana tatalaksana yang tepat pada kasus ?15


Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan
kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun
fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam penanganan fraktur yang tepat adalah
a. survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation,
b. meminimalisir rasa nyeri
c. mencegah cedera iskemia-reperfusi
d. menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Ketika
semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan reposisi
sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses persambungan
tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut.

2.4. Nutrisi pada tulang


Berikut adalah beberapa nutrisi untuk tulang yang dibutuhkan :16,17
a. Kalsium
Sebagian besar kalsium berada di dalam tulang dan gigi.Diperkirakan hanya
satu persen kalsium yang ada di dalam tubuh, sementara sisanya ada dalam
tulang dan gigi. Kalsium yang cukup dapat membantu mempertahankan massa
tulang. Pada orang dewasa, selain membantu kerja otot dan sistem saraf,

17
kalsium juga sangat penting untuk memperlambat osteoporosis dan mengatur
pembekuan darah bila terluka.
Bagi yang berusia 19-50 tahun, kebutuhan kalsium hariannya mencapai
1.000 mg. Untuk usia di atas 51 tahun, memerlukan kalsium per harinya
sekitar 1.200 mg. Bayi dan anak-anak pun membutuhkan kalsium yang cukup.
Kebutuhan kalsium per hari untuk bayi mencapai 300-400 mg, sementara
untuk anak-anak 500-800 mg per hari.
Kalsium ini dapat diperoleh dari makanan yang sehari-hari dikonsumsi.
Misalnya, tahu dan tempe. Bisa juga mendapatkannya dari susu, telur, daging,
ikan, bayam, dan brokoli. Bagi penggemar ceker ayam, perlu diketahui bahwa
ceker ayam mengandung zat hydroxyapatite. Zat ini, memiliki komponen yang
sama dengan komponen tulang dan lapisan keras mamalia.
b. Vitamin D
Vitamin D memiliki peran penting dalam membantu penyerapan kalsium
oleh tulang. Dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung Vitamin D
dapat membantu meningkatkan penyerapan kalsium 2,5 kali. Kebutuhan
kalsium per hari mencapai 200 IU sampai 400 IU. Untuk mendapatkan Vitamin
D tersebut, bisa dengan mengkonsumsi makanan seperti kerang, keju, kuning
telur, sereal, roti gandum, ikan salmon, butter dan margarin.
c. Vitamin K
Vitamin ini mampu mengaktifkan protein tulang untuk mengunci nutrisi
penting ke dalam struktur tulang yang membuat tulang menjadi kuat dan
sehat. Vitamin ini bisa diperoleh dengan mengkonsumsi makanan seperti
bayam, susu, telur, brokoli, dan minyak sayur seperti zaitun. Setiap harinya
Anda membutuhkan asupan vitamin ini sebanyak 150 mcg.

18
d. Magnesium
Magnesium memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan kalsium dalam
tubuh dan membantu memelihara kekuatan tulang.Dalam sehari, dibutuhkan
sekitar 300 – 400 mg magnesium.Untuk bisa memenuhinya, bisa
mengkonsumsi makanan seperti beras merah, sayuran hijau, atau kacang-
kacangan.Jika ingin yang lebih mudah, bisa mengkonsumsi oatmeal.
e. Zinc
Zinc dapat mencegah kerusakan tulang, berperan dalam pembentukan
kolagen untuk pembentukan tulang, serta membantu jalannya oksigen ke sel
darah yang berguna untuk mengatasi kerusakan pada sendi. Zinc dapat
diperoleh pada bayam, kacang-kacangan, gandum, daging ayam atau sapi, dan
asparagus. Setiap harinya, dibutuhan zinc sebesar 8-11 mg.
f. Vitamin C
Vitamin yang banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayuran ini, akan
membantu dalam proses pembentukan tulang dan tulang rawan. Jika ingin
memiliki jaringan sendi yang sehat, dapat mengkonsumsi vitamin yang ini
secara cukup.Per hari dibutuhkan 500-1000 mg VitaminC.
g. Vitamin E
Vitamin E dapat diperoleh dengan mengkonsumsi kacang-kacangan,
kecambah, pisang, strawberry, mentega dan asparagus. Vitamin yang satu ini
akan membantu meningkatkan kadar oksigen di otot dengan meningkatkan
kemampuan gerak otot dan tulang. Sebanyak 400 IU per hari sudah cukup
untuk memenuhi kebutuhan vitamin E.
h. Protein
Protein merupakan zat utama untuk membentuk matriks tulang.Protein
memiliki peran seperti rangka yang memberikan struktur, dukungan dan
fleksibilitas. Protein ini dapat ditemukan dalam susu, ikan, tahu, tempe, dan

19
putih telur. Kebutuhan protein bagi tubuh per harinya 0,8 gr sampai 1,5 gr per
kilogram berat badan.
i. Fosfor
Fosfor sangat membantu dalam pembentukan tulang dan gigi.Kebutuhan
harian fosfor mencapai 500 gr per hari.Fosfor dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi telur dan ikan.
j. Vitamin B
Dengan mengkonsumsi makanan mengandung vitamin B sebanyak 50 mg
per hari, akan membantu tubuh untuk memperbaiki fungsi-fungsi selnya,
terutama tulang dan saraf halus. Daging, telur, hati, ikan, susu dan kacang-
kacangan adalah produk makanan yang mengandung vitamin B.
k. Asamfolat
Asam folat memiliki peran dalam proses sintesis DNA. Kebutuhan hariannya
mencapai 400 mg sampai 600 mg dan dapat ditemukan pada bayam dan
brokoli.Asam folat membantu meregenerasi pembentukan tulang dan
mempercepat penyembuhan tulang yang patah.
l. Fluorida (Floride)
Mungkin di pasta gigi.Flouride ini membantu untuk memperkuat tulang dan
gigi.Kandungan flouride ternyata terkandung juga pada air putih dan ikan laut.
m. Omega-3
Omega-3 juga telah terbukti sangat baik untuk sendi yang sehat.Asam
lemak Omega-3 dapat membentuk senyawa prostaglandin yang diketahui
memiliki sifat anti-peradangan sehingga risiko nyeri sendi dapat
dikurangi.Selain itu omega-3 juga diketahui dapat mempercepat
penyembuhan ligament (jaringan ikat antara tulang dengan tulang).Makanan
yang banyak mengandung omega-3 misalnya salmon, sardine, herring, kacang-
kacangan, dan kedelai.

20
o. Glucosamine & Chondroitin
Kombinasi suplemen glucosamine dan chondroitin dapat membantu
mengurangi nyeri sendi serta mencegah kerusakan persendian, terutama pada
penderita osteoarthritis.Glucosamine merupakan salah satu komponen
penyusun tulang rawan dan minyak synovial (cairan sendi).Konsumsi
glucosamine dapat meningkatkan volume minyak synovial sehingga dapat
mencegah peradangan sendi.Sementara itu, chondroitin merupakan
komponen utama penyusun tulang rawan yang melapisi tulang dan
sendi.Karena itulah, konsumsi chondroitin sangat baik untuk melapisi sendi
sehingga mencegah osteoarthritis.
Kombinasi glucosamine dan chondroitin lebih efektif dalam mengurangi
nyeri sendi dan memperbaiki fungsi sendi dibandingkan suplementasi hanya
dengan glucosamine atau hanya dengan chondroitin.Karena itu, lebih
disarankan menggunakan kombinasi keduanya dalam mencegah
osteoarthritis.
p. Air
Secara umum, air memang sangat diperlukan untuk kebutuhan fungsional
tubuh dan menyusun lebih dari 60% keseluruhan berat tubuh orang
dewasa.Pelumas sendi atau yang dikenal sebagai cairan synovial sebagian
besar terdiri dari air.Konsumsi air yang cukup sangat baik untuk membantu
sistem bantalan sendi dan melumasi jarak antar sendi sehingga gesekan atau
nyeri sendi dapat dihindari. 20% kebutuhan air dapat dipenuhi dari makanan,
akan tetapi 80% tetap diperoleh dari minuman. Untuk itulah perlu konsumsi 8
gelas air setiap hari untuk sendi yang sehat.

21
2.5. Jelaskan mengenai proses penyembuhan pada tulang1
Pada kasus fraktur untuk mengembalikan struktur dan fungsi tulang secara
cepat maka perlu tindakan operasi dengan imobilisasi.Imobilisasi yang sering
digunakan yaitu plate and screw. Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti proses
penyambungan. Proses penyambungan tulang menurut Apley dibagi dalam 5 fase.
Fase hematoma terjadi selama 1- 3 hari.Pembuluh darah robek dan terbentuk
hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang
tidak mendapat pesediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.
Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam
setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah periosteum
dan didalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel
yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan
diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang dalam daerah fraktur.Fase
pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang berkembangbiak
memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik jika diberikan tindakan
yang tepat selain itu akan membentuk tulang kartilago dan osteoklas.Massa tulang
akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga osteoklas yang
disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum dan endosteom.
Terjadi selama 4 minggu, tulang mati akan dibersihkan. Fase konsolidasi terjadi
dalam waktu 3 minggu – 6 bulan.Tulang fibrosa atau anyaman tulang menjadi
padat jika aktivitas osteoklas dan osteoblastik masih berlanjut maka anyaman
tulang berubah menjadi tulang lamelar.Pada saat ini osteoblast tidak
memungkinkan untuk menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem ini
cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh
osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat
badan normal.Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur
telah dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan
diresorbsi dan pembentukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi
lebih tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga
sumsum dan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi

22
dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun.Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain: usia pasien, banyaknya
displacement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan darah pada fraktur, dan
kondisi medis yang menyertainya.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
28 years old man suffers complete, simple and close fracture with complication
compartement syndrome

24
Daftar Pustaka

1. Graham, Salomon L. .Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem ApleyEdisi 7. Jakarta:
Widya Medika

2. Price, Sylvia Anderson, 2005. Konsep Klinis Proses – Proses PenyakitEdisi 6.


Jakarta: EGC.
3. Mansjoer Arif, 2000. Kapita Selekta KedokteranJilid 2. Jakarta: Media Aesculapius,
FKUI.
4. Schwartz, Seymour, 2000. Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
5. Oswari. Bedah dan Perawatannya. Edisi 5. Jakarta: Balai penerbit FK UI. 2008.

6. Noviardy. 2012. Kesehatan Tulang: Kasus Patah Tulang Cenderung Meningkat.


Available : http://lifestyle.bisnis.com/read/ 20121012/54/99878 /kesehatan-tulang-
kasus-patah-tulangakibat-osteoporosis-cenderung-meningkat (diakses pada
tanggal 14 desember 2016)
7. Setiati, Siti., Laksmi, Purwita W. Gangguan Keseimbangan, Jatuh, dan Fraktur
Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Sudoyo, A.W., Setiyohadi,
B., Alwi, Idrus, et al. Interna Publishing. Jakarta. 2014
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi edisi 9. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2013

9. Corwin, E. J. 2001. Patofisiologi. Jakarta: EGC


10. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 10 Volume 2, Alih
Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2007.
11. Norvell J G, Kulkarni R. Tibial and Fibular Fracture. Diakses di
http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview .tanggal akses 15
desember 2016.
12. Buckley R dkk. General Principle of Fracture Workup. Diakses di
http://emedicine.medscape.com/article/1270717-workup . Diakses tanggal 15
desember 2016

25
13. Patel M dkk. Open Tibial Fracture. Diakses di
http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview . Tanggal akses 15
desember 2016
14. Rochman, Abdul .Buku Digital Ilmu Kedokteran Bedah
15. Lee C, Porter KM. Prehospital Management of Lower Limb Fracture. Emerg Med J
2005;22:660–663
16. Andry Hartono, SpGK. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit.Edisi 2.Jakarta : EGC.
2004.
17. Supariasa, dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. 2002.
18. Leong, A. Sexual Dymorphism of the Pelvic Architecture: A struggling Response to
Destructive and Parsimonious Forces by Natural & Mate Selection. McGill Journal
of Medicine. 2006

26

You might also like