Professional Documents
Culture Documents
72
Ind
k
STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
di indonesia
2014
i
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
ii
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kata Pengantar Direktur Jenderal
PP & PL Kemenkes
Bagian 1 ................................................................................... 1
KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)
Bagian 2 ................................................................................... 22
MODUL PELATIHAN FASILITATOR
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)
Modul MD.1............................................................................ 23
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM
Modul MI.1............................................................................. 35
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
Modul MI.2............................................................................. 59
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM
Modul MI.3............................................................................. 69
KOMUNIKASI, ADVOKASI DAN FASILITASI STBM
v
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator STBM
DAFTAR GAMBAR
vi
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator STBM
DAFTAR TABEL
vii
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator STBM
viii
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator STBM
KURIKULUM
FASILITATOR STBM
PELATIHAN
Bagian 1
KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)
1
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
Bagian 1 - Kurikulum Pelatihan Fasilitator Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM)................................................1
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................................................ 3
B. Filosofi Pelatihan......................................................................................................... 5
BAB II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI................................................................... 6
A. Peran........................................................................................................................... 6
B. Fungsi.......................................................................................................................... 6
C. Kompetensi.................................................................................................................. 6
BAB III. TUJUAN PELATIHAN............................................................................................... 6
A. Tujuan Umum.............................................................................................................. 6
B. Tujuan Khusus............................................................................................................. 6
BAB IV. STRUKTUR PROGRAM........................................................................................... 7
BAB V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN.......................................... 8
BAB VI. DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN................................................................. 17
BAB VII. PESERTA, PELATIH DAN PENGENDALI PELATIHAN....................................... 19
A. Peserta........................................................................................................................ 19
B. Pelatih/Fasilitator/Instruktur......................................................................................... 19
C. Pengendali Pelatihan (Master of Training)................................................................... 19
BAB VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN............................... 20
A. Penyelenggara............................................................................................................ 20
B. Tempat Penyelenggaraan............................................................................................ 20
BAB IX. EVALUASI................................................................................................................. 20
A. Evaluasi terhadap peserta melalui : ......................................................................... 20
B. Evaluasi terhadap pelatih/fasilitator/narasumber ........................................................ 20
C. Evaluasi terhadap penyelenggara pelatihan ............................................................. 21
BAB X. SERTIFIKAT............................................................................................................... 21
2
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
S
anitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut STBM merupakan pendekatan
dan paradigma baru pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan
pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM ditetapkan sebagai kebijakan
nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/
SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah
penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2015. Tahun 2014,
Kepmenkes ini diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2014 tentang STBM.
Adapun tujuan penyelenggaraan STBM adalah untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang
higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Diharapkan pada tahun 2025, Indonesia bisa mencapai sanitasi total
untuk seluruh masyarakat, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, STBM membutuhkan sumber daya manusia terampil yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Salah satu komponen terpenting dalam penerapan STBM adalah
adanya fasilitator-fasilitator yang berkualitas dan tersebar diseluruh pelosok nusantara. Hasil studi
kerjasama antara Bappenas dan Bank Dunia (2012) menunjukkan bahwa dalam jangka pendek,
dibutuhkan 12.000 tenaga sanitasi profesional dan dalam jangka menengah diperlukan tambahan
18.000 tenaga sanitasi profesional. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan
berupaya untuk meningkatkan kompetensi pelaksana STBM melalui pelatihan-pelatihan
terakreditasi. Diharapkan dengan pelatihan-pelatihan tersebut, tenaga STBM, khususnya fasilitator
STBM, memiliki keahlian dan kompetensi yang terstandar dan mumpuni.
Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CTS) yang telah
sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam
mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS)
menjadi buang air besar di jamban yang higienis dan layak. Perubahan perilaku BAB merupakan
pintu masuk perubahan perilaku santasi secara menyeluruh. Atas dasar pengalaman keberhasilan
CLTS, pemerintah menyempurnakan pendekatan CLTS dengan aspek sanitasi lain yang saling
berkaitan yang ditetapkan sebagai 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan
(SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah
Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan (5) Pengamanan
Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
3
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
Pendekatan STBM terdiri dari tiga strategi yang harus dilaksanakan secara seimbang dan
komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses sanitasi,
dan 3) penciptaan lingkungan yang kondusif.
Dalam upaya penguatan kapasitas pelaksana program STBM, perlu disusun Buku Kurikulum
dan Modul Pelatihan Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Diharapkan
pelatihan tersebut mampu mencetak lebih banyak fasilitator STBM yang handal, yang mampu
merencanakan dan melaksanakan program STBM untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat
untuk mempraktikkan hidup bersih dan sehat, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi
program STBM secara partisipatif dengan masyarakat.
Kurikulum ini didesain dengan pendekatan “learner centered” yakni pendekatan yang
menempatkan pembelajar sebagai pusat perhatian, sedangkan pelatih/fasilitator lebih berperan
sebagai katalisator (catalyst), pembantu proses (process helper), dan penghubung sumber daya
(resource linker). Mengingat adanya perbedaan gaya pengajaran dan budaya setempat, maka
tujuan pembelajarannyapun diarahkan pada tumbuhnya proses penemuan sendiri (self-discovery),
sehingga kompetensi yang telah diperoleh dapat diterapkan dalam pelaksanaan tugas.
Untuk menyelenggarakan pelatihan tersebut, maka perlu disusun Kurikulum dan Modul
Pelatihan Fasilitator STBM di Indonesia. Sehingga kurikulum dan modul ini selanjutnya
dapat dipergunakan sebagai acuan dalam melakukan pelatihan fasilitator STBM bagi
pelaksana STBM di seluruh Indonesia.
4
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
B. Filosofi Pelatihan
Pelatihan Fasilitator STBM ini diselenggarakan dengan memperhatikan:
1. Prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogi), dimana selama pelatihan peserta berhak
untuk:
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai pemberdayaan masyarakat,
perubahan perilaku, dan STBM.
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada di dalam konteks pelatihan.
c. Diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap proses pembelajaran.
d. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan.
2. Berorientasi kepada peserta, di mana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan 1 paket bahan belajar tentang STBM.
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat menfasilitasi dengan berbagai metode,
melakukan umpan balik, dan menguasai materi STBM.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual, auditorial maupun
kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang STBM, saling
berbagi antar peserta maupun fasilitator.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f. Melakukan evaluasi dan dievaluasi tingkat kemampuannya.
3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk
a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh kompetensi
yang diharapkan dalam mengelola program STBM.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mencapai kompetensi yang diharapkan
pada akhir pelatihan.
4. Melakukan experimentasi dengan menggunakan metode Experimental Learning Cycle (ELC)
yang memberikan petunjuk praktis tentang desain pembelajaran, dengan karakteristik:
a. terkait dengan kehidupan nyata,
b. mendorong peserta untuk dapat mengekspresikan perasaan dan opini berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan mereka, dan
c. menerapkan evaluasi terintegrasi dengan memberikan umpan balik kepada peserta latih
tentang kemajuan yang telah dicapai.
5
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
BAB II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI
Peserta yang telah menyelesaikan pelatihan ini mempunyai peran dan fungsi serta kompetensi
sebagai berikut:
A. Peran
Setelah selesai mengikuti pelatihan ini, maka peserta berperan sebagai fasilitator STBM di
wilayah kerjanya masing-masing, yang mampu mengintegrasikan pendekatan STBM ke dalam
pekerjaannya masing-masing.
B. Fungsi
Dalam melakukan perannya tersebut, maka peserta mempunyai fungsi sebagai fasilitator pengelola
program STBM di wilayah kerjanya masing-masing.
C. Kompetensi
Untuk melaksanakan peran dan fungsi tersebut, maka peserta memiliki kompetensi sebagai
berikut :
1. Menjelaskan Arah Kebijakan dan Strategi Nasional STBM.
2. Menjelaskan Konsep Dasar STBM.
3. Menjelaskan Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM.
4. Melakukan Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi.
5. Melakukan Pemicuan STBM di Komunitas.
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan Arah Kebijakan dan Strategi Nasional STBM.
2. Menjelaskan Konsep Dasar STBM.
3. Menjelaskan Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM.
4. Melakukan Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi.
5. Melakukan Pemicuan STBM di Komunitas.
6
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
BAB IV. STRUKTUR PROGRAM
Untuk mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan tersebut, maka disusun materi pelatihan
dengan struktur program yang terdiri dari materi dasar, materi inti dan materi penunjang dengan
jumlah keseluruhan jam pelajaran (JP) sebanyak 47 JP seperti yang tertera pada struktur program
sebagai berikut :
WAKTU
No MATERI JML
T P PL
A MATERI DASAR
1 Kebijakan dan Strategi Nasional STBM 2 0 0 2
Subtotal “A” : 2 0 0 2
B MATERI INTI
1 Konsep Dasar STBM 2 2 0 4
2 Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM 1 2 0 3
3 Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi. 2 6 0 8
4 Pemicuan STBM di komunitas 6 8 10 24
Subtotal “B” : 11 18 10 39
C MATERI PENUNJANG
1 Membangun Komitmen Belajar (BLC) 1 2 0 3
Subtotal “C” : 2 4 0 6
Total 15 22 10 47
7
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
8
BAB V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN
Nomor : MD.1
Judul Materi : Kebijakan dan Strategi Nasional STBM
Waktu : 2 JP (T= 2jp; P= 0 jp; PL= 0 jp)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan dan strategi nasional STBM.
Setelah mengikuti materi ini
peserta mampu: 1. Arah kebijakan dan • CTJ, • Bahan tayang • Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan
strategi pembangunan • Curah (slide ppt), Sanitasi, 2003.
1. Menjelaskan arah kebijakan sanitasi di Indonesia Pendapat • LCD projector, • Setneg RI, Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang
dan strategi pembangunan a. Arah kebijakan dan • Komputer / laptop, RPJPN 2005-2025, Jakarta:2005.
sanitasi Indonesia, strategi nasional • Modul. • Depkes RI, Kepmenkes No. 852/2008, tentang Strategi
pembangunan Nasional STBM, Jakarta: 2008.
sanitasi, • Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008.
b. Arah kebijakan dan • Setneg RI, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
strategi STBM. Kesehatan, Jakarta: 2009.
• Kemenkes RI, Renstra 2010-2014, Jakarta: 2010.
• Kepmenkes RI, Buku Profi Program Penyehatan Lingkungan
2. Menjelaskan peran dan 2. Peran dan strategi STBM • CTJ,
Ditjen P2PL, Jakarta: 2013.
strategi STBM. a. Peran STBM dalam • Curah
• Kemenkes RI, Permenkes No. 3/2014 tentang STBM.
pencapaian RPJPN, Pendapat.
• Update STBM, www.stbm-indonesia.org.
RPJMN dan MDGs
tujuan 7C,
b. Strategi STBM,
c. Pemetaan peran
dan tanggung jawab
pemangku kebijakan
di masing-masing
tingkatan.
Tujuan
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Media dan
Pembelajaran Metode Referensi
Bahasan Alat Bantu
Khusus (TPK)
9
10
Tujuan
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Media dan
Pembelajaran Metode Referensi
Bahasan Alat Bantu
Khusus (TPK)
Tujuan
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Media dan Alat
Pembelajaran Metode Referensi
11
Nomor : MI.3
12
Judul Materi : Komunikasi, Advokasi, dan Fasilitasi STBM
Waktu : 8 JP (T=2 jp; P=6 jp; PL=0 jp)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi STBM.
Tujuan
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Media dan Alat
Pembelajaran Metode Referensi
Bahasan Bantu
Khusus (TPK)
Setelah mengikuti materi
ini peserta mampu:
1. Melakukan 1. Komunikasi • CTJ, • Bahan tayang (slide • Dinkes RI, Pusat Promosi Kesehatan,
komunikasi yang a. Pengertian komunikasi, • Diskusi ppt,) Modul Teknologi Advokasi Kesehatan,
efektif, b. Bentuk-bentuk komunikasi, kelompok, • LCD, Jakarta: 2002.
c. Membangun komunikasi yang efektif. • Simulasi, • Komputer/ laptop, • Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM:
• Flipchart, Kurikulum dan Modul Pelatihan
• Spidol, Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
2. Melakukan 2. Advokasi • CTJ, di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013.
• Meta plan,
advokasi, a. Pengertian advokasi, • Simulasi.
• Skenario,
b. Langkah-langkah advokasi STBM,
• Kain tempel,
c. Cara melakukan advokasi yang efektif.
• Lembar diskusi
kelompok,
3. Menerapkan 3. Prinsip-Prinsip Dasar Fasilitasi • CTJ, • Panduan Simulasi.
prinsip-prinsip a. Prinsip dasar fasilitasi, • Diskusi
dasar fasilitasi, b. Peran dan fungsi fasilitator, kelompok.
c. Perilaku fasilitator dalam STBM,
d. Fasilitasi yang harus dilakukan dan dihindari
dalam STBM.
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Sub Pokok Media dan Alat
Metode Referensi
Khusus (TPK) Bahasan Bantu
13
14
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Sub Pokok Media dan Alat
Metode Referensi
Khusus (TPK) Bahasan Bantu
15
Nomor : MP.2
16
Judul Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Waktu : 3 JP T=1 jp; P=2 jp; PL=0 jp)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut dan mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan STBM.
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup RTL. 1. RTL: • Ceramah Tanya • Flipchart, • Kemenkes RI, Pusdiklat
a. Pengertian RTL Jawab • Spidol, Aparatur, Rencana
b. Ruang lingkup RTL. • Latihan • Meta plan, Tindak Lanjut, Kurmod
• Diskusi kelompok • Kain tempel, Surveillance, Jakarta:
2. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan RTL 2. Langkah-langkah penyusunan • LCD, 2008.
RTL. • Presentasi, • BPPSDM Kesehatan,
• Lembar/Format RTL. Rencana Tindak Lanjut,
3. Melakukan evaluasi dan menyusun RTL. 3. Evaluasi dan RTL Modul TOT NAPZA,
a. Evaluasi Pelaksanaan Jakarta: 2009.
STBM • Kemenkes RI, Pedoman
b. Penyusunan RTL dan Umum Pengembangan
gantt chart Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif,
Jakarta: 2010.
• Kemenkes RI, Second
Decentralized Health
Services Project, Model
Pelatihan Pemberdayaan
Masyarakat Bagi Petugas
Puskesmas, Jakarta:
2010.
17
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
2. Pelaksanaan Pre-Test
Pelaksanaan pre-test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman awal peserta
terhadap materi yang akan diberikan pada proses pembelajaran.
4. Pengisian wawasan
Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi
sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui oleh peserta dalam pelatihan ini,
sebagai berikut adalah:
Kebijakan dan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
18
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
7. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap hari dengan cara melakukan review terhadap kegiatan proses
pembelajaran yang sudah berlangsung sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses
pembelajaran selanjutnya. Proses umpan balik juga dilakukan dari pelatih ke peserta berdasarkan
penjajagan awal melalui pre-test, pemetaan kemampuan dan kapasitas peserta, penilaian
penampilan peserta, baik di kelas maupun di lapangan.
9. Post-Test
Post-test dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta dapat menyerap materi selama
pelatihan. Selain post-test, dilakukan evaluasi kompetensi yaitu penilaian terhadap kemampuan
yang telah didapat peserta melalui penugasan-penugasan dan praktik lapang.
10. Penutupan
Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan masukan dari peserta ke
penyelenggara dan pelatih untuk perbaikan pelatihan yang akan datang.
B. Pelatih/Fasilitator/Instruktur
Pelatih adalah tim pelatih/ fasilitator STBM dari Kementerian Kesehatan dan praktisi STBM dari
berbagai instansi dan proyek pendukung STBM, dengan memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
a. Memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman serta terlibat dalam kegiatan STBM,
b. Memiliki pengalaman menjadi pelatih untuk STBM,
c. Widyaiswara sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki,
d. Pejabat struktural yang membidangi sanitasi dan penyehatan lingkungan.
19
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
c. Menguasai materi secara garis besar,
d. Pernah mengikuti pelatihan MOT, atau
e. Pernah mengikuti Training of Trainer (TOT).
B. Tempat Penyelenggaraan
Pelatihan akan dilakukan di lokasi program yang menggunakan pendekatan STBM
20
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
k. Kerapihan berpakaian,
l. Kerjasama antar Tim Pengajar.
BAB X. SERTIFIKAT
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 01/PER/M.
PAN/2008 tanggal 28 Januari 2008 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengangkatan Tenaga
Fungsional dan Angka Kreditnya, maka bagi peserta yang telah menyelesaikan proses pelatihan
selama 30 jpl dengan kehadiran minimal 95 persen dan dinyatakan lulus berdasarkan hasil evaluasi
pelatihan akan diberikan sertifikat dengan angka kredit 1 (satu).
Sertifikat akan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang atas nama Menteri Kesehatan dan oleh
panitia penyelenggara. Sertifikat juga bisa diberikan oleh Lembaga yang berwenang menerbitkan
sertifikat untuk pelatihan Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
21
Kurikulum Pelatihan Fasilitator STBM
Bagian 2
MODUL PELATIHAN FASILITATOR
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)
22
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
FASILITATOR STBM
MODUL
PELATIHAN
STRATEGI NASIONAL
KEBIJAKAN DAN
MD.1
STBM
Modul MD.1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM
23
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Bagian 2 - Modul Pelatihan Fasilitator
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)..........................22
Modul MD.1 - Kebijakan dan Strategi Nasional STBM................23
I. DESKRIPSI SINGKAT.................................................................................................... 25
II. TUJUAN PEMBELAJARAN............................................................................................ 25
A. Tujuan Pembelajaran Umum....................................................................................... 25
B. Tujuan Pembelajaran Khusus...................................................................................... 25
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN...................................................... 26
A. Pokok Bahasan 1: Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di Indonesia........ 26
B. Pokok Bahasan 2 : Peran dan Strategi STBM............................................................ 26
IV. BAHAN BELAJAR........................................................................................................... 26
V. METODE PEMBELAJARAN........................................................................................... 26
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN.................................................. 26
A. Langkah 1: Pengkondisian (20 menit)......................................................................... 26
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (60 menit)..................................................... 26
C. Langkah 3: Rangkuman (10 menit):............................................................................ 27
VII. URAIAN MATERI............................................................................................................. 27
A. POKOK BAHASAN 1 : KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
SANITASI DI INDONESIA ......................................................................................... 27
a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi........................... 27
b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM...................................................................... 28
B. POKOK BAHASAN 2 : PERAN DAN STRATEGI STBM............................................. 28
a. Peran STBM Dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs Tujuan 7C........... 28
b. Strategi STBM...................................................................................................... 29
c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kebijakan di
Masing-Masing Tingkatan.................................................................................... 31
VIII. REFERENSI.................................................................................................................... 33
24
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MD.1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ini disusun untuk membekali peserta agar dapat
memahami kebijakan dan stategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dalam
kaitannya dengan keberhasilan pembangunan kesehatan manusia Indonesia.
STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C,
yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan
sanitasi pada tahun 2015. Pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut diganti dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM. Adapun tujuan penyelenggaraan STBM
adalah untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Selanjutnya, pada
tahun 2025, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki akses sanitasi dasar yang
layak dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kesehariannya, sebagaimana
amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia 2005-2025.
Pendekatan STBM terdiri dari tiga strategi yang harus dilaksanakan secara seimbang dan
komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses sanitasi,
dan 3) penciptaan lingkungan yang kondusif. Penerapan STBM dilakukan dalam naungan 5 pilar
STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS),
(3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah
Rumah Tangga (PS-RT), dan (5) Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
25
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
A. POKOK BAHASAN 1: KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI DI
INDONESIA
a. Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan sanitasi.
b. Arah kebijakan dan strategi STBM.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab dan curah pendapat.
26
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
C. LANGKAH 3: RANGKUMAN (10 MENIT):
1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi
pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain.
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah
disediakan.
3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tercapainya TPU dan TPK sesi ini.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan kesehatan, khususnya bidang air
minum, higienis dan sanitasi masih sangat besar. Berdasarkan hasil studi Indonesian Sanitation
Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, sebanyak 47% masyarakat masih berperilaku
buang air besar sembarangan. Lebih lanjut berdasarkan studi Basic Human Services di Indonesia,
kurang dari 15% penduduk Indonesia yang mengetahui dan melakukan cuci tangan pakai sabun
pada waktu-waktu kritis. Kondisi ini berkontribusi terhadap tingginya angka diare yaitu 423 per
seribu penduduk pada tahun 2006 dengan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.
Untuk memperbaiki capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi
total. Untuk itu, pemerintah merubah pendekatan pembangunan sanitasi nasional dari pendekatan
sektoral dengan penyediaan subsidi perangkat keras yang selama ini tidak memberi daya ungkit
terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi, menjadi pendekatan
sanitasi total berbasis masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan perilaku higienis.
Pada tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation
(CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten. Pada tahun 2006, ujicoba ini telah
27
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
berhasil menciptakan 160 desa bebas buang air besar sembarangan (open defecation free-ODF),
sehingga pada tahun 2006, pemerintah mencanangkan gerakan sanitasi total dan kampanye cuci
tangan pakai sabun nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF dan pada tahun
2008 pemerintah menetapkan kebijakan nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 852/MENKES/SK/IX/2008. Pada
tahun 2014, Kepmenkes tersebut disesuaikan dan diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan
No. 3 Tahun 2014 tentang STBM.
Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis
lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
28
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kontribusi STBM dalam MDGs, terlihat pada tabel di bawah:
Goal 7
Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup
*) BPS; Susenas
b. Strategi STBM
Untuk mencapai kondisi sanitasi total, STBM memiliki 3 strategi, yaitu :
29
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation)
Prinsip :
• Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukung
terciptanya sanitasi total.
Pokok Kegiatan :
• Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan dan
pelaksanaan sosialisasi pengembangan kebutuhan
• Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan
buruk sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan
perilaku komunitas,
• Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan
biaya sarana sanitasi yang sehat.
• Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk
memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat.
• Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk
meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total.
3. Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement)
Prinsip :
• Meningkatkan kertersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Pokok Kegiatan :
• Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan sarana
sanitasi
• Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi, lembaga
keuangan dan pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi
• Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi untuk
pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna.
30
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Peningkatan
lingkungan
yang kondusif
Institusionalisasi
Peningkatan Peningkatan
kebutuhan sanitasi penyediaan sanitasi
Ketiga komponen sanitasi total tersebut menjadi landasan strategi pelaksanaan untuk pencapaian
5 (lima) pilar STBM, yaitu:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS);
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS);
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT);
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT);
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
31
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tahapan pelaksanaan STBM terlihat pada bagan dibawah :
32
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tugas dan fungsi pemangku kebijakan (stakeholder) dalam menfasilitasi penyelenggaraan STBM
di setiap tingkatan, digambarkan pada bagan dibawah:
VIII. REFERENSI
1. Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Sanitasi, Jakarta: 2003.
2. Setneg RI, Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, Jakarta: 2005.
3. Depkes RI, Kepmenkes No. 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat, Jakarta: 2008.
4. Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008.
5. Setneg RI, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta: 2009.
6. Kemenkes RI, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, Jakarta: 2010.
7. Kemenkes RI, Buku Profil Program Penyehatan Lingkungan Ditjen P2PL, Jakarta: 2013.
8. Kemenkes RI, Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2014 tentang STBM. Jakarta: 2014.
9. Update terkait STBM, www.stbm-indonesia.org
33
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
34
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.1
PENDEKATAN STBM
KONSEP DASAR
MI.1
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
35
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.1- Konsep Dasar Pendekatan STBM...........................35
I. DESKRIPSI SINGKAT.................................................................................................... 38
II. TUJUAN PEMBELAJARAN............................................................................................ 38
A. Tujuan Pembelajaran Umum....................................................................................... 38
B. Tujuan Pembelajaran Khusus...................................................................................... 38
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN...................................................... 38
A. Pokok Bahasan 1: Pengertian STBM.......................................................................... 38
B. Pokok Bahasan 2: Tiga Strategi STBM ...................................................................... 38
C. Pokok Bahasan 3: Lima Pilar STBM .......................................................................... 39
D. Pokok Bahasan 4: Prinsip-prinsip STBM .................................................................... 39
E. Pokok Bahasan 5: Tangga Perubahan Perilaku.......................................................... 39
IV. BAHAN BELAJAR........................................................................................................... 39
V. METODE PEMBELAJARAN........................................................................................... 39
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN.................................................. 39
A. Langkah 1: Pengkondisian (30 menit)......................................................................... 39
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (135 menit)................................................... 39
C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit)............................................................................. 40
VII. URAIAN MATERI ............................................................................................................ 40
A. POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM.............................................................. 40
a. Pengertian STBM................................................................................................. 40
b. Tujuan STBM........................................................................................................ 42
c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi............................................................ 43
d. Konsep STBM...................................................................................................... 44
B. POKOK BAHASAN 2: TIGA Strategi STBM................................................................ 46
a. Peningkatan Kebutuhan Sanitasi......................................................................... 46
b. Peningkatan Penyediaan Akses Sanitasi............................................................. 46
c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif................................................................ 46
C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM.................................................................. 48
a. Pengertian pilar – pilar dalam STBM.................................................................... 48
b. Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM.......................................................... 48
c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM..................................................................... 48
d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM....................................................................... 48
36
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM........................................................ 49
a. Tanpa subsidi. ..................................................................................................... 49
b. Masyarakat sebagai pemimpin............................................................................. 49
c. Tidak menggurui/memaksa.................................................................................. 49
d. Totalitas seluruh komponen masyarakat.............................................................. 49
E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN PERILAKU........................................ 50
a. Perilaku BABS...................................................................................................... 51
b. Perilaku SBS........................................................................................................ 52
c. Perilaku Higienis dan Saniter............................................................................... 52
d. Perilaku Sanitasi Total.......................................................................................... 53
VIII. REFERENSI.................................................................................................................... 53
IX. LAMPIRAN....................................................................................................................... 53
a. Pembelajaran Penerapan STBM.......................................................................... 53
b. Strategi STBM...................................................................................................... 55
c. Kaitan Tiga Strategi STBM................................................................................... 56
37
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MI.1.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Konsep Dasar Pendekatan STBM ini disusun untuk membekali peserta agar memahami
pengertian, komponen-komponen pokok, pilar-pilar, prinsip-prinsip dasar, dan tangga perubahan
perilaku pada STBM secara lebih rinci dan mendalam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, baru 55,60% penduduk Indonesia
yang memiliki akses sanitasi yang layak, yang terbagi antara 72,54% di perkotaan dan 38,97%
di perdesaan. Angka ini masih jauh dari target MDG yaitu 62,40% atau 76,82% di perkotaan dan
55.55% di perdesaan. Dari target RPJMN bidang kesehatan untuk mencapai 20.000 desa SBS
pada tahun 2014, usaha keras masih sangat diperlukan. Berdasarkan data Kemenkes, hingga
hingga November 2013, baru 14.189 desa yang sudah Stop Buang Air Besar Sembarangan.
Oleh karena itu, pemahaman terkait konsep dasar pendekatan STBM menjadi sangat penting agar
peserta pelatihan bisa memahami secara utuh, untuk selanjutnya dapat memfasilitasi penerapan
STBM di masyarakat.
38
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM
1. Pengertian,
2. Penyelenggaraan pelaksanaan 5 pilar STBM,
3. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM,
4. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM.
D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM
1. Tanpa subsidi,
2. Masyarakat sebagai pemimpin,
3. Tidak menggurui/memaksa,
4. Totalitas seluruh komponen masyarakat.
E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN PERILAKU
1. Perilaku BABS,
2. Perilaku SBS,
3. Perilaku Higienis dan Saniter,
4. Perilaku Sanitasi Total.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, putar film, curah pendapat, diskusi dan simulasi.
39
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Tiga Strategi STBM,
• Lima Pilar STBM,
• Prinsip-prinsip STBM,
• Tangga Perubahan Perilaku.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,
dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Fasilitator memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar peserta juga terjadi
diskusi dan interaksi yang baik.
4. Fasilitator menugaskan peserta untuk melakukan diskusi kelompok tentang:
a. Pembelajaran Penerapan STBM (30 menit),
b. Strategi STBM (30 menit),
c. Kaitan Tiga Strategi STBM (15 menit).
Penyelenggara pelaksanaan pendekatan STBM adalah masyarakat, baik yang terdiri dari individu,
rumah tangga maupun kelompok-kelompok masyarakat.
40
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• ODF (Open Defecation Free) atau SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah
kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air
besar sembarang yang berpotensi menyebarkan penyakit.
• Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai
penularan penyakit.
• Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan air
bersih yang mengalir dan sabun.
• Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun yang
dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran pembuangan air limbah.
• Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT) ) adalah melakukan
kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga
kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan
prinsip higiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.
• Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT) adalah melakukan kegiatan pengolahan
sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang, dan
mendaur ulang.
• Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT) adalah melakukan kegiatan pengolahan
limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur
yang memnuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang
mampu memutus mata rantai penularan penyakit.
• Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
• Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
• Peningkatan kebutuhan sanitasi adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kebutuhan
menuju perubahan perilaku yang higienis dan saniter.
• Peningkatan penyediaan sanitasi adalah meningkatkan dan mengembangkan percepatan
penyediaan akses terhadap produk dan layanan sanitasi yang layak dan terjangkau dalam
rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi.
• Penciptaan lingkungan yang kondusif adalah menciptakan kondisi yang mendukung
tercapainya sanitasi total, yang tercipta melalui dukungan kelembagaan, regulasi, dan
kemitraan antar pelaku STBM, termasuk didalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat, institusi pendidikan, institusi keagamaan dan swasta.
• Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu keluarga, biasanya
sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan keterbatasan lahan.
41
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Verifikasi adalah proses penilaian dan konfirmasi untuk mengukur pencapaian seperangkat
indikator yang dijadikan standar.
• LSM/NGO adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang secara
sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
• Natural leader merupakan anggota masyarakat baik individu maupun kelompok masyarakat,
yang memotori gerakan STBM di masyarakat tersebut.
• Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan rencana yang disusun dan disepakati oleh
masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator.
• Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku hygiene dan sanitasi individu
atau masyarakat atas kesadaraan sendiri dengan menyentuh perasaan, pola piker, perilaku,
dan kebiasaan individu atau masyarakat.
• Desa/kelurahan yang melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan intervensi pendekatan
STBM dan dijadikan target antara karena untuk mencapai kondisi sanitasi total dibutuhkan
pencapaian kelima pilar STBM. Ada 3 indikator desa/kelurahan yang melaksanakan STBM:
(i) minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam desa/kelurahan
tersebut; (ii) ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi intervensi STBM
seperti disebutkan pada poin pertama, baik individu (natural leader) ataupun bentuk komite; (iii)
sebagai respon dari aksi intervensi STBM, masyarakat menyusun suatu rencana aksi kegiatan
dalam rangka mencapai komitmen-komitmen perubahan perilaku pilar-pilar STBM, yang telah
disepakati bersama; misal: mencapai status SBS.
• Desa/Kelurahan ODF(Open Defecation Free) / SBS (Stop Buang air besar Sembarangan)
adalah desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat,yaitu,
mencapai perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar STBM
• Desa STBM, selain menyandang status ODF,100% rumah tangga memiliki dan menggunakan
sarana jamban yang ditingkatkan dan telah terjadi perubahan perilaku untuk pilar lainnya
seperti memiliki dan menggunakan sarana cuci tangan pakai sabun dan 100% rumah tangga
mempraktikan penanganan yang aman untuk makanan dan air minum rumah tangga.
• Desa/kelurahan Sanitasi Total selain menyandang status Desa STBM/ ODF++, 100% rumah
tangga melaksanakan praktik pembuangan sampah dan limbah cair domestik yang aman,
yaitu desa/kelurahan yang telah mencapai perubahan perilaku kolektif terkait seluruh Pilar 1-5
STBM, artinya Kondisi Sanitasi Total.
b. Tujuan STBM
Tujuan pendekatan STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku
higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat yang meliputi 3 strategi yaitu penciptaan
lingkungan yang mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, serta peningkatan penyediaan
akses sanitasi.
42
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi
Jauh sebelum Indonesia merdeka, program sanitasi sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan catatan pejabat VOC Dampier, pada tahun 1699 masyarakat Indonesia sudah terbiasa
mandi ke sungai dan buang air besar di sungai dan di pinggir pantai, sedangkan pada masa itu,
masyarakat di Eropa dan India masih menggunakan jalan-jalan kota atau air tergenang untuk
BAB. Di tahun 1892, HCC Clockener Brouson mencatat bahwa orang Indonesia terbiasa mandi
3 kali sehari, menggunakan bak, menyabun, membilas dan mengeringkan badannya. Pada akhir
tahun 1800an, pemerintah Belanda sudah membuat sambungan air ke rumah-rumah di kawasan
komersial di Jakarta dan membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Bandung pada tahun
1916. Selanjutnya di tahun 1930, mantri hygiene Belanda, Dr. Heydrick melakukan kampanye
untuk BAB di kakus. Dr. Heydrick sendiri dikenal sebagai mantri kakus. Di tahun 1936, didirikanlah
sekolah mantri higienis di Banyumas. Siswa mendapatkan pendidikan 18 bulan sebelum mereka
diterjunkan ke kampung-kampung untuk mempromosikan hidup sehat dan melakukan upaya-
upaya pencegahan penyakit.
Setelah merdeka, pemerintah mencanangkan program Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga
(SAMIJAGA) melalui Inpres No. 5/1974. Untuk mendapatkan sumber daya manusia dalam
melaksanakan program-program tersebut, Kementerian Kesehatan mendirikan sekolah-
sekolah kesehatan lingkungan, yang sekarang dikenal dengan nama Politeknik Kesehatan
(Poltekes). Periode 1970-1997, pemerintah melakukan beragam program pembangunan sanitasi.
Program-program tersebut umumnya dilakukan dengan pendekatan keproyekan, sehingga
faktor keberlanjutannya sangat rendah. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan rendahnya
peningkatan akses sanitasi masyarakat. Hasil studi ISSDP mencatat hanya 53% dari masyarakat
Indonesia yang BAB di jamban yang layak pada tahun 2007, sedangkan sisanya BAB di sembarang
tempat. Lebih jauh hal ini berkorelasi dengan tingginya angka diare dan penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan keberlanjutan program dan tingkat keberhasilan yang ingin
dicapai, pemerintah melakukan perubahan pendekatan pembangunan sanitasi, dari keproyekan
menjadi keprograman. Pada tahun 2008, pemerintah mencanangkan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM).
Secara ringkas, perbedaan pendekatan pembangunan sanitasi sebelum dan saat ini terlihat pada
tabel di bawah ini:
43
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Sasaran utama adalah kepala keluarga Sasaran utama adalah masyarakat desa
secara utuh
d. Konsep STBM
Konsep STBM diadopsi dari konsep Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah disesuaikan
dengan konteks dan kebutuhan di Indonesia. Sebelum memahami konsep dan prinsip STBM,
berikut dijelaskan secara singkat konsep CLTS.
CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan mulai berkembang
pada tahun 2001. Pendekatan ini awalnya diujicobakan di beberapa komunitas di Bangladesh dan
saat ini sudah diadopsi secara massal di negara tersebut. Salah satu negara bagian di India yaitu
Provinsi Maharasthra telah mengadopsi pendekatan CLTS ke dalam program pemerintah secara
massal yang disebut dengan program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain
seperti Cambodia, Afrika, Nepal, dan Mongolia juga telah menerapkan CLTS.
Pendekatan ini berawal dari sebuah penilaian dampak partisipatif air bersih dan sanitasi yang
telah dijalankan selama 10 tahun oleh Water Aid. Salah satu rekomendasi dari penilaian tersebut
adalah perlunya mengembangkan sebuah strategi untuk secara perlahan-lahan mencabut subsidi
pembangunan toilet. Ciri utama pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur
(jamban keluarga), dan tidak menetapkan model standar jamban yang nantinya akan dibangun
oleh masyarakat.
Pada dasarnya CLTS adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”. Artinya,
masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali. Gambaran
tentang CLTS dapat diperoleh melalui VCD tentang implementasi CLTS di Propinsi Maharashtra di
India dan pengembangan CLTS di Indonesia (Awakening).
Community lead (dipimpin oleh masyarakat) tidak hanya dalam sanitasi, tetapi dapat dalam hal lain
seperti dalam pendidikan, pertanian, dan lain – lain, prinsip yang terpenting adalah:
• Inisiatif masyarakat,
• Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci
utama,
• Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam pendekatan ini,
• Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya akan muncul
44
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
“natural leader”.
Personal
Proses Penerapan
Berbagi Metode
Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS, namun
dari ketiganya yang paling penting adalah “perubahan perilaku dan kebiasaan” (Attitude and
Behavior Change)”, karena jika perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan pernah
mencapai tahap “berbagi (sharing)” dan sangat sulit untuk menerapkan “metode” yang tepat.
Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana didalamnya meliputi perilaku
personal atau individual, perilaku institusional atau kelembagaan dan perilaku profesional atau
yang berkaitan dengan profesi.
Salah satu perilaku dan kebiasaan yang harus berubah adalah perilaku fasilitator, diantaranya:
• Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok yang
berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang “upper-lower” harus dirubah menjadi
“pembelajaran bersama”, bahkan menempatkan masyarakat sebagai “guru” karena
masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu.
• Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk “memberi” sesuatu tetapi “menolong” masyarakat
untuk menemukan sesuatu.
• Bahasa tubuh (gesture); sangat berkaitan dengan pandangan upper lower. Bahasa tubuh
yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai pengetahuan atau keterampilan
yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari.
Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara berpikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah
berubah maka “sharing” akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk mengatakan
45
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan untuk melakukan
sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat
secara bersama-sama melakukan analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat tersebut.
Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah diterapkan (proses
pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara mereka sudah ada
keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan misalnya kendala
teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi mereka untuk mecapai
perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara memberikan alternatif pemecahan
masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif mana yang akan digunakan, semuanya
harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.
Konsep-konsep inilah yang kemudian diadopsi oleh STBM dan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan di Indonesia. Konsep STBM menekankan pada upaya perubahan perilaku yang
berkelanjutan untuk mencapai kondisi sanitasi total melalui pemberdayaan masyarakat.
46
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Komitmen pemerintah daerah untuk menyediakan sumber daya untuk melaksanakan
program STBM yang dinyatakan dalam surat kepemintaan;
• Kebijakan daerah dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK Bupati,
Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-lain;
• Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi, menghasilkan
peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber daya dari pemerintah maupun
non-pemerintah;
• Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan program peningkatan kapasitas;
• Adanya sistem pemantauan hasil kinerja program serta proses pengelolaan pembelajaran.
Strategi peningkatan kebutuhan sanitasi dapat dilaksanakan terlebih dulu untuk memberikan
gambaran kepada masyarakat sasaran tentang resiko hidup di lingkungan yang kumuh, seperti
mudah tertular penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang tidak higienis,
lingkungan yang kotor dan bau, pencemaran sumber air terutama air tanah dan sungai, daya
belajar anak menurun, dan kemiskinan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk peningkatan
kebutuhan dan permintaan sanitasi adalah Community Led Total Sanitation (CLTS) yang mendorong
perubahan perilaku masyarakat sasaran secara kolektif dan mampu membangun sarana sanitasi
secara mandiri sesuai kemampuan.
Kedua komponen tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme pasar bila mendapatkan
dukungan dari pemerintah yang dituangkan dalam bentuk regulasi, kebijakan, penganggaran
dan pendekatan yang dikembangan. Bentuk upaya tersebut adalah penciptaan lingkungan yang
kondusif untuk mendukung kedua komponen berinteraksi. Ada beberapa indikator yang dapat
menggambarkan lingkungan yang kondusif antara lain:
• Kebijakan, • Produk dan perangkat,
• Kelembagaan, • Keuangan,
• Metodologi pelaksanaan program, • Pelaksanaan dengan biaya yang efektif,
• Kapasitas pelaksaan, • Monitoring dan evaluasi
47
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM
a. Pengertian pilar – pilar dalam STBM
Lima Pilar STBM terdiri dari:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku
buang air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun.
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-RT)
melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki
dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk
menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah
tangga.
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga
melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip
mengurangi, memakai ulang, dan mendaur ulang
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.
melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan
mencuci, kamar mandi dan dapur yang memnuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan
dan persyaratan kesehatan yang mampu memutusa mata rantai penularan penyakit.
48
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM
Prinsip-prinsip STBM adalah:
a. Tanpa subsidi.
Masyarakat tidak menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain untuk menyediakan sarana
sanitasi dasarnya.
Penyediaan sarana sanitasi dasar adalah tanggung jawab masyarakat. Sekiranya individu
masyarakat belum mampu menyediakan sanitasi dasar, maka diharapkan adanya kepedulian dan
kerjasama dengan anggota masyarakat lain untuk membantu mencarikan solusi.
c. Tidak menggurui/memaksa
STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara menggurui dan memaksa mereka
untuk mempraktikkan budaya higienis dan sanitasi, apalagi dengan memaksa mereka membuat/
membeli jamban atau produk-produk STBM.
Indikator keberhasilan Menghitung jamban Tidak ada lagi kebiasaan BAB di sembarang
tempat
49
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kriteria Sistem Kejar Target STBM
(Proyek)
Bahan yang digunakan Semen, porselen, batu bata, Bisa dimulai dengan bambu, kayu, dan lain-
dan lain-lain lain
Waktu yang dibutuhkan Seperti yang ditargetkan oleh Ditentukan oleh masyarakat
proyek
Model penyebaran Oleh organisasi luar / formal Oleh masyarakat melalui hubungan
persaudaraan, perkawanan dan lain-lain
Sanksi bila melakukan Tidak ada Disepakati oleh masyarakat. Contoh denda
BAB sembarangan Rp. 1.000.000 di desa Jombe, kecamatan
Turatea, kab. Jeneponto
Bila budaya masyarakat sudah mempraktikkan perilaku hieginies dan saniter secara permanen
maka sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan sehingga akan terjadi kondisi
sanitasi total sesuai dengan tujuan dari pendekatan STBM ini.
Tangga perubahan perilaku (terlihat dalam gambar dibawah), belajar dari pengalaman global,
diketahui perilaku higienis tidak dapat dipromosikan untuk seluruh rumah tangga secara
bersamaan. Promosi perubahan perilaku kolektif harus berfokus pada satu atau dua perilaku yang
berkaitan pada saat bersamaan.
50
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Masyarakat
• Terjadinya peningkatan
kualitas sarana sanitasi.
Improved
• Terjadinya perubahan
+ perilaku hygienes lainnya
Perilaku di masyarakat.
Hygienes • Adanya upaya pamasaran
lainnya dan promosi sanitasi.
• Adanya pemantauan dan
evaluasi
a. Perilaku BABS
Perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan) adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-hari
masyarakat yang masih membuang kotoran/tinjanya di tempat terbuka dan tanpa ada pengamanan
tinja yang higienis.
Tempat terbuka untuk BABS biasanya dilakukan di kebun, semak-semak, hutan, sawah, sungai
maupun di tempat-tempat masyarakat secara kolektif membuat jamban helikopter/ jamban plung
lap (jamban yang dibuat tanpa ada lubang septik langsung dibuang ke tempat terbuka seperti
sungai, rawa dll).
Kebiasaan BABS ini terjadi karena tidak adanya pengamanan tinja yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan, sehingga menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan baik untuk individu
yang melakukan praktik BABS maupun komunitas lingkungan tempat hidupnya.
Kondisi masyarakat seperti ini perlu diubah melalui sebuah kegiatan perubahan perilaku secara
kolektif dengan pendekatan STBM, yang bisa dilakukan dengan cara:
1. Diadakan pemicuan ke masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan atau masyarakat
yang sudah terlatih menjadi fasilitator STBM.
2. Dari pemicuan tersebut diharapkan munculnya natural leader atau komite yang dibentuk oleh
komunitas masyarakat tersebut.
51
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Komite yang terbentuk mempunyai rencana aksi yang sistematis dalam rangka menuju status
SBS.
4. Adanya kegiatan pemantauan secara terus menerus yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok dari masyarakat tersebut.
5. Tersedianya supply atau layanan pemenuhan akses sanitasi untuk masyarakat dengan
kualitas sesuai dengan standar kesehatan dengan harga yang terjangkau.
b. Perilaku SBS
Perilaku SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-
hari masyarakat yang tidak lagi membuang kotoran/tinjanya di tempat yang terbuka dan sudah
dilakukan pengamanan tinjanya yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
Perilaku SBS ini biasanya diikuti dengan kemauan masyarakatnya yang mempunyai kemampuan
untuk mendapatkan sarana akses sanitasi yang dimulai dari sarana jamban sehat paling sederhana
sampai dengan tingkat sarana jamban yang sudah bagus sistem pengelolaannya seperti IPAL
komunal maupun IPAL terpusat. Kemauan serta komitmen dari masyarakat ini dilakukan secara
kolektif dan partisipatif dalam mengambil keputusannya.
Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku SBS maka dikatakan komunitas tersebut
mencapai kondisi Desa/Kelurahan SBS/ODF dimana kondisi komunitas tersebut dengan kondisi
sebagai berikut:
1. 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status SBS (sudah terverifikasi oleh tim
verifikasi dari puskesmas setempat),
2. Adanya rencana untuk merubah perilaku higienis lainnya,
3. Adanya aturan dari masyarakat untuk menjaga status SBS, dan
4. Adanya pemantauan dan verifikasi secara berkala.
52
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
5. Adanya pemantauan dan evaluasi secara berkala.
Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku sanitasi total maka dikatakan komunitas
tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan STBM dengan Kondisi Sanitasi Total.
VIII. REFERENSI
1. Kar, Kamar, Working Paper184, Subsidy or Self-Respect Total Community Sanitation in
Bangladesh, Institute for Development Studies, September 2003.
2. Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film Awakening Change Community
Led Total Sanitation in Indonesia, Jakarta: 2006.
3. Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta, 2009.
4. Kemenkes RI, Modul Higienis Sanitasi Makanan dan Minuman, Dit. PL, Jakarta: 2012.
5. Kemenkes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional, Jakarta: 2012.
6. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:enkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul
Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:2013.
7. Update STBM, www.stbm-indonesia.org
8. Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23,www.ampl.or.id
IX. LAMPIRAN
Lembar Penugasan
a. Pembelajaran Penerapan STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pembelajaran/Refleksi
• Ajukan pertanyaan kepada peserta program/proyek apa saja yang memfasilitasi
penerapan STBM yang sedang atau pernah dilaksanakan di kabupaten/wilayah kerja
peserta.
• Sepakatilah dengan peserta 3-4 program/proyek pelaksana STBM yang akan diambil
pembelajarannya, dan juga 1-2 nara sumber yang memahami program /proyek tersebut.
• Minta peserta berbagi dalam 3-4 kelompok sesuai program/proyek yang akan
didiskusikan. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok seimbang.
53
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Minta setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan program/proyek yang
menjadi pilihannya (selama 10 menit) dengan pokok-pokok kajian, sebagai berikut:
• Capaian ODF/SBS dibandingkan dengan target? dan kenapa capaiannya seperti itu?
• Kesinambungan program (replikasi atau penyebarluasan ke wilayah lain)? Dan kenapa
kondisinya seperti itu?
• Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas plano, dan jika sudah selesai
menempelkannya di dinding atau kain rekat.
• Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, minta masing-masing kelompok
mempresentasikan secara singkat hasil diskusinya selama 3 menit. Berikan kesempatan
kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi, tetapi bukan pertanyaan
diskusi.
• Dari hasil diskusi pleno, Pemandu memfasilitasi penyimpulan diskusi refleksi
pelaksanaan STBM. Penyimpulan jangan terlalu difokuskan pada hasil diskusi yang
membahas mengenai “kenapa”, karena akan dibahas pada diskusi selanjutnya.
54
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Lakukan proses klarifikasi dan penyepakatan dengan peserta jika ada beberapa
jawaban yang kurang pas atau tidak jelas.
3. Penutup
Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang
faktor-faktor pendukung dan penghambat.
b. Strategi STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pemandu menanyakan apakah peserta pernah mendengar mengenai strategi STBM.
Mintalah 2-3 peserta untuk menjelaskan mengenai strategi STBM.
2. Tuliskan poin-poin kunci jawaban peserta ke dalam kertas plano.
3. Peserta diminta untuk kembali dalam kelompoknya untuk mendiskusikan hal berikut
dengan menggunakan hasil diskusi tentang faktor pendukung dan penghambat:
• Kegiatan apa saja yang diperlukan untuk memunculkan faktor pendukung dan
mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan STBM?
4. Mintalah kelompok menulis kegiatan-kegiatan tersebut pada kertas metaplan.
5. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menuliskan 3 strategi STBM (demand, supply,
enabling) dalam kertas metaplan dan menempelkan pada kain rekat di 3 tempat berbeda
yang berbentuk segitiga.
Ilustrasi:
55
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
peserta untuk mengidentifikasi kegiatan mana yang masuk komponen peningkatan
kebutuhan, ingatkan peserta mengenai pengertian peningkatan kebutuhan dari diskusi
sebelumnya.
7. Lanjutkan proses diatas untuk komponen penyediaan dan lingkungan yang mendukung.
8. Lakukan klarifikasi agar tidak terjadi pengelompokan yang kurang tepat.
9. Jika sebagian komponen memiliki kegiatan yang terbatas, pemandu dapat meminta
peserta untuk menambahkan kegiatan dalam komponen tersebut, atau pemandu dapat
juga menambahkan dengan terlebih dahulu meminta tanggapan dan konfirmasi peserta.
10. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang
kegiatan-kegiatan untuk 3 strategi STBM
56
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Jika masyarakat sudah terpicu untuk berubah dan ingin segera membuat jamban
sendiri, namun material untuk jamban sulit diperolah atau harganya sangat mahal.
Apakah upaya perubahan perilaku tidak terhambat?
• Jika pemerintah daerah sudah termotivasi untuk untuk mendukung percepatan
program STBM, namun kondisi wilayahnya sulit dan belum tersedia opsi teknologi
jamban yang terjangkau. Apakah tujuan programnya akan berhasil?
4. Dari hasil curah pendapat dengan 3 pertanyaan diatas, pemandu menanyakan kembali,
apakah peserta masih ragu bahwa 3 strategi STBM saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan?
5. Tegaskan kembali keterkaitan strategi STBM dengan membuat tulisan dalam kartu ke 3
strategi STBM dan menempelkan di kain tempel dalam bentuk segitiga besar.
6. Dari visualisasi ke 3 komponen tersebut, ajak peserta melakukan análisis bersama:
1. Strategi mana saja sudah dan belum dilaksanakan?
2. Mengapa itu terjadi?
3. Bagaimana seharusnya?
7. Minta 2-3 peserta untuk memberikan tanggapannya.
8. Pemandu memfasilitasi penyimpulan dengan menegaskan kembali bahwa dalam
penerapan STBM ketiga strategi harus diterapkan secara terintegrasi. Pemandu dapat
memotivasi peserta untuk mulai dari sekarang menerapkan ke 3 strategi STBM secara
lengkap.
9. Penutup. Pemandu memberikan salam penutup.
57
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
58
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.2
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM
MASYARAKAT DALAM
PEMBERDAYAAN
MI.2
STBM
59
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.2 - Pemberdayaan Masyarakat Dalam STBM.............59
I. DESKRIPSI SINGKAT.................................................................................................... 61
II. TUJUAN PEMBELAJARAN............................................................................................ 61
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN...................................................... 61
A. Pokok Bahasan 1: Pemberdayaan Masyarakat.......................................................... 61
IV. BAHAN BELAJAR........................................................................................................... 62
V. METODE PEMBELAJARAN........................................................................................... 62
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN.................................................. 62
VII. URAIAN MATERI ............................................................................................................ 63
A. POKOK BAHASAN 1: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.......................................... 63
a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat............................................................... 63
b. Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat................................................... 63
c. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat. ......................................................... 64
B. POKOK BAHASAN 2: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM STBM.......................... 64
a. Pengertian Partisipasi Masyarakat Dalam STBM................................................ 64
b. Tingkatan Partisipasi Masyarakat di STBM.......................................................... 65
VIII. REFERENSI.................................................................................................................... 65
IX. LAMPIRAN....................................................................................................................... 66
A. Pokok Bahasan 1: Prinsip Pemberdayaan Masyarakat.............................................. 66
B. Pokok Bahasan 2: Tingkat Partisipasi......................................................................... 66
60
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL: MI 2
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT
Masyarakat merupakan pondasi paling utama dari pendekatan STBM. Suksesnya STBM hanya
akan terjadi apabila masyarakat terpicu untuk mau, berdaya dan melakukan praktik-praktik hidup
bersih dan sehat. Kegiatan STBM dimulai dari adanya pemahaman masyarakat atas permasalahan
yang mereka hadapi, adanya inisiatif dan keputusan masyarakat untuk berubah, dan diikuti dengan
pelaksanaan kegiatan secara bersama-sama menggunakan sumber daya yang mereka miliki.
Modul pemberdayaan masyarakat dalam STBM disusun untuk memberikan pemahaman kepada
para pihak yang menfasilitasi peyelenggaraan STBM untuk memahami secara utuh perannya
sebagai fasilitator STBM.
61
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
B. POKOK BAHASAN 2: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM STBM
a. Pengertian partisipasi masyarakat dalam STBM,
b. Tingkatan partisipasi masyarakat di STBM.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, dan simulasi.
62
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah
disediakan,
4. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan TPU dan TPK sesi telah tercapai.
Dalam pengertian tersebut, pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu hidup atau
kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik dalam arti :
1. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan,
2. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan),
3. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan,
4. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran, dan lain-lain.
Beberapa komponen penting yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan masyarakat
yaitu (1) Enabling ; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang (enabling). Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,
karena jika demikian maka dapat dikatakan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk
memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya. (2) Empowering ; memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat.
Pengkuatan ini meliputi langkah lebih nyata dan menyangkut penyediaaan potensi berbagai
masukan serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat
berdaya upaya berupa peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, sumber kemajuan
ekonomi seperti modal, teknologi dan informasi, serta peningkatan pranata, kerja keras, hemat,
keterbukaan dan kebertanggungjawaban.
63
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
1. Pendekatan Mikro: berpusat pada tugas, pemberdayaan dilakukan terhadap penerima manfaat
secara langsung berupa bimbingan, konseling, stress management dan crisis intervention.
2. Pendekatan Meso: dilakukan terhadap sekelompok penerima manfaat, pemberdayaan
dengan menggunakan kelompok, berupa pelatihan dan pendidikan
3. Pendekatan Makro: berupa perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial,
lobi-lobi, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, dan lain-lain.
64
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
terlibat dalam pendekatan STBM,
• Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada campur tangan pihak luar, dan biasanya akan
muncul “natural leader” di masyarakat.
Dari keempat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam STBM adalah tingkat partisipasi
tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak hanya diajak berunding tetapi
sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan sudah mendapatkan wewenang
atas kontrol sumber daya masyarakat itu sendiri serta terhadap keputusan yang mereka buat.
Dalam prinsip community-led (dipimpin masyarakat) disebutkan bahwa “keputusan bersama dan
aksi bersama” dari masyarakat itu merupakan kunci utama.
VIII. REFERENSI
1. DepKes RI, Pusat Promkes, Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta: 2004.
2. DepKes RI, Pusat Promkes, Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Jakarta:
2005.
3. Totok Mardikanto, Konsep-Konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta: 2010.
4. Kemenkes RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan:
Buku Sisipan STBM, Jakarta: 2013.
65
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
IX. LAMPIRAN
Panduan Diskusi Kelompok
A. POKOK BAHASAN 1: PRINSIP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1. Peserta di bagi ke dalam 3 kelompok.
2. Setiap kelompok diminta berdiskusi mengenai:
a. Kelompok 1 : Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
b. Kelompok 2 : Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
c. Kelompok 3 : Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat
3. Setelah 10 menit, tuliskan hasil diskusi ke dalam kertas flipchart. Beri kesempatan masing-
masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya.
4. Berdasarkan hasil diskusi kelompok, bahas dan sepakati rumusan masing-masing sub pokok
bahasan.
Menerima Informasi
Membuat keputusan
Diajak Berunding secara bersama-sama
antara masyarakat dan
pihak luar
Mendapatkan wewenang
untuk mengatur sumber
daya dan membuat
keputusan
3. Tempelkan keempat tingkatan kelompok tersebut pada dinding atau kain tempel. Tanpa
memberikan tingkatan partisipasi
4. Saat peserta telah selesai menggambar, tempelkan gambar-gambar tersebut di kain tempel.
Setelah itu minta mereka menjelaskan maksud dari gambar-gambar tersebut, lalu mereka
diminta untuk mengelompokkan gambar mereka kedalam kelompok-kelompok tingkat
partisipasi mana yang ada dalam keempat kelompok tersebut.
5. Minta peserta untuk membuat peringkat tingkat partisipasi dari yang terendah sampai tertinggi
(dimulai dengan tingkat terendah dan tertinggi, baru kemudian yang ada diantaranya).
6. Tanyakan pada tingkat partisipasi mana yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan STBM.
Fasilitasikan beberapa diskusi tentang hal tersebut sekitar 5-10 menit, kemudian minta peserta
untuk memilih (voting) tentang tingkatan yang seharusnya ada. Akhiri dengan kesepatan dari
hasil pilihan tersebut.
66
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Panduan Simulasi
1. Fasilitator membagi kelompok menjadi 3 kelompok.
2. Setiap kelompok akan simulasi dengan skenario yang sudah disiapkan.
3. Setiap kelompok mempunyai waktu 10 menit untuk persiapan dan 10 menit untuk simulasi
sementara peserta lain yang tidak sedang simulasi memperhatikan kelompok yang sedang
simulasi.
4. Setelah semua kelompok simulasi, tanyakan bagaimana perasaan peserta? Apakah kegiatan
tersebut dapat membantu pemahaman peserta tentang pemberdayaan masyarakat dan juga
tingkatan partisipasi masyarakat?
Skenario pertama:
Desa Suka Damai, terletak di kecamatan Pantang Mundur merupakan salah satu desa yang
cukup jauh dari perkotaan. Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh tani, sebagian
mempunyai ladang yang cukup jauh dari rumahnya. Di desa tersebut mengalir sungai yang setiap
hari dipergunakan masyarakat untuk melakukan aktivitas mencuci pakaian, mandi dan juga BAB.
Selain di sungai mereka juga terbiasa BAB di kebun/ladang. Setelah dilakukan pemicuan oleh
fasilitator STBM, masyarakat desa Suka Damai berkeinginan untuk membangun jamban. Pak
kepala desa mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, kader dan anggota
masyarakat untuk melakukan pertemuan dengan agenda menyusun rencana kegiatan siapa saja
yang sudah berminat untuk membangun jamban, kapan akan dilaksanakan, jenis jamban yang
akan dibangun dan besarnya dana yang diperlukan serta bagaimana melaksanakan rencana
tersebut.
Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga.
Skenario kedua:
Kelurahan Riuh Rendah terletak di Kecamatan Suka Senang. RW 10 merupakan RW terpadat
dengan gang-gang sempit dan juga kumuh. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh
pabrik, pedagang dan penarik becak. Sebagian besar tidak mempunyai jamban, kalaupun ada
rumah yang mempunyai jamban pembuangannya disalurkan ke sungai yang mengalir di dekat
permukiman RW 10. Hanya 15 rumah yang mempunyai jamban dengan tangki septik. Karena
layanan pembuangan sampah dari pemerintah tidak sampai ke RW mereka dan belum ada
petugas yang mengumpulkan sampah sehingga masyarakat membuang sampah di sungai
bahkan ada yang membuang sampah begitu saja di pinggir jalan, sehingga lingkungan mereka
terlihat sangat kotor. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator STBM, masyarakat tergerak
untuk memperbaiki lingkungan mereka. Masyarakat berkeinginan untuk mempunyai jamban tetapi
karena lahan terbatas mereka memutuskan untuk membangun jamban umum, hanya saja belum
mendapatkan lahan. Masyarakat juga berkeinginan untuk membersihkan lingkungan dari sampah.
Disepakati akan dibuat pertemuan untuk membahas rencana tersebut dipimpin oleh Pak RW.
Pada pertemuan tersebut hadir juga Ketua RT 01 dan RT 02, tokoh agama, Ibu kader kesling,
kader PKK dan masyarakat.
67
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga.
Skenario ketiga:
Kelurahan Nyiur Melambai terletak di Kecamatan Pantai Indah. Sebagian besar masyarakatnya
adalah Nelayan. Ada beberapa masyarakat mempunyai kapal ikan. Di Kelurahan Nyiur Melambai
juga sudah ada Koperasi nelayan. Rumah mereka terletak di pinggir pantai bahkan ada sebagian
yang rumahnya terletak diatas laut. Masyarakat mempunyai kebiasaan untuk BAB di pinggir
pantai, sementara rumah di atas laut tinggal membuat lubang di lantai rumah yang dipergunakan
untuk BAB dan juga untuk membuang sampah ke laut. Akibat pasang surut, sampah-sampah
yang berasal dari rumah-rumah penduduk menumpuk di perumahan dekat laut dan kolong-kolong
rumah di atas laut. Sehingga lingkungan menjadi kotor. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator
STBM, masyarakat tergerak untuk melakukan perubahan dan berkeinginan untuk memperbaiki
lingkungan mereka. Pak Lurah mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, pengurus koperasi,
tokoh pemuda, kader dan masyarakat untuk membahas rencana tersebut.
Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga.
68
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.3
KOMUNIKASI, ADVOKASI DAN FASILITASI STBM
FASILITASI STBM
ADVOKASI DAN
KOMUNIKASI,
MI.3
69
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.3 - Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi STBM............69
I. DESKRIPSI SINGKAT.................................................................................................... 71
II. TUJUAN PEMBELAJARAN............................................................................................ 71
A. Tujuan Pembelajaran Umum....................................................................................... 71
B. Tujuan Pembelajaran Khusus...................................................................................... 71
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN...................................................... 71
A. Pokok Bahasan 1: Komunikasi ................................................................................... 71
B. Pokok Bahasan 2: Advokasi........................................................................................ 72
C. Pokok Bahasan 3: Prinsip-Prinsip Dasar Fasilitasi...................................................... 72
D. Pokok Bahasan 4: Teknik Fasilitasi............................................................................. 72
IV. BAHAN BELAJAR........................................................................................................... 72
V. METODE PEMBELAJARAN........................................................................................... 72
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN.................................................. 72
A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit)......................................................................... 72
B. Langkah 2: Pembahasan Pokok Bahasan (330 menit)............................................... 73
VII. URAIAN MATERI ............................................................................................................ 73
A. POKOK BAHASAN 1: KOMUNIKASI ......................................................................... 73
a. Pengertian Komunikasi........................................................................................ 73
b. Bentuk-Bentuk Komunikasi.................................................................................. 73
c. Membangun Komunikasi yang Efektif.................................................................. 74
B. POKOK BAHASAN 2: ADVOKASI.............................................................................. 80
a. Pengertian Advokasi............................................................................................. 80
b. Langkah-Langkah Advokasi STBM...................................................................... 81
c. Cara Melakukan Advokasi yang Efektif................................................................ 85
C. POKOK BAHASAN 3: PRINSIP-PRINSIP DASAR FASILITASI.................................. 88
a. Prinsip Dasar Fasilitasi......................................................................................... 88
b. Peran dan Fungsi Fasilitator................................................................................ 88
c. Perilaku Fasilitator dalam STBM.......................................................................... 88
d. Fasilitasi yang Harus Dilakukan dan Dihindari dalam STBM............................... 90
70
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK FASILITASI................................................................ 92
a. Teknik Mendengar................................................................................................ 92
b. Teknik Bertanya.................................................................................................... 97
c. Teknik Menghadapi Situasi Sulit........................................................................... 98
d. Dinamika Bertanya............................................................................................... 99
e. Curah Pendapat................................................................................................... 100
VIII. REFERENSI.................................................................................................................... 100
IX. LAMPIRAN....................................................................................................................... 100
a. Simulasi (Games) Perubahan Perilaku: .............................................................. 100
b. Panduan Role-play Guru..................................................................................... 101
c. Panduan Role-Play Fasilitator ............................................................................ 101
d. Diskusi “Strategi/Cara dan Materi Advokasi”........................................................ 102
e. Mempraktikkan Kemampuan Menyimak.............................................................. 102
f. Mengembangkan dan Menggunakan Pertanyaan Berenergi............................... 103
g. Diskusi kelompok ”Bentuk Intervensi Dalam Menghadapi Situasi Sulit”.............. 105
71
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MI-3
KOMUNIKASI, ADVOKASI, DAN FASILITASI STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT
Keberhasilan STBM ditentukan oleh perubahan perilaku masyarakat untuk menerapkan perilaku
sanitasi yang sehat dan berkelanjutan, yang didukung oleh tiga strategi STBM, yaitu peningkatan
kebutuhan, penyediaan layanan, dan lingkungan yang kondusif. Untuk itu diperlukan fasilitator-
fasilitator yang terampil, khususnya dalam berkomunikasi, melakukan advokasi dan memfasilitasi
kegiatan-kegiatan masyarakat.
Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pertukaran pendapat, pemikiran atau informasi, melalui
ucapan, tulisan, maupun tanda-tanda yang dapat mencakup segala bentuk interaksi dengan
orang lain. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Fasilitasi adalah proses
sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga dapat berhasil melaksanakan tugas mereka
sambil tetap berhasil menjaga eksistensi kelompok tersebut.
Modul komunikasi, advokasi dan fasilitasi ini disusun untuk memberikan pemahaman dan
keterampilan kepada para pelaksana STBM untuk memahami secara utuh perannya sebagai
fasilitator STBM.
72
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
B. POKOK BAHASAN 2: ADVOKASI
a. Pengertian advokasi,
b. Langkah-langkah advokasi STBM,
c. Cara melakukan advokasi yang efektif.
C. POKOK BAHASAN 3: PRINSIP-PRINSIP DASAR FASILITASI
a. Prinsip dasar fasilitasi,
b. Peran dan fungsi fasilitator,
c. Perilaku fasilitator dalam STBM,
d. Fasilitasi yang harus dilakukan dan dihindari dalam STBM.
D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK FASILITASI
a. Teknik mendengar,
b. Teknik bertanya,
c. Teknik menghadapi situasi sulit,
d. Dinamika bertanya,
e. Curah pendapat.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, curah pendapat dan simulasi.
73
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
B. LANGKAH 2: PEMBAHASAN POKOK BAHASAN (330 MENIT)
1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan:
• Komunikasi,
• Advokasi,
• Prinsip-prinsip dasar fasilitasi, dan
• Teknik fasilitasi.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4 kelompok dan meminta mereka untuk simulasi
komunikasi, advokasi dan fasilitasi yang efektif.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi kelompok
dan simulasi yang dilakukan.
Dengan demikian maka komunikasi dapat mencakup segala bentuk interaksi dengan orang lain.
b. Bentuk-Bentuk Komunikasi
1. Komunikasi Verbal
Yang dimaksud dengan verbal adalah lisan, dengan demikian komunikasi verbal adalah
penyampaian suatu informasi secara lisan, yang biasa kita kenal dengan berbicara. Namun
dalam praktik sehari-hari, informasi juga disampaikan melalui tulisan. Meskipun dalam
bentuk tulisan tetapi bahasa yang dipakai adalah bahasa lisan, sehingga digolongkan ke
dalam komunikasi verbal. Pengiriman SMS (Short Message Service) merupakan salah
satu contoh. Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan, yang menunjukkan hubungan
personal yang tinggi. Penerima pesan juga dapat langsung memberikan umpan balik.
Bahkan orang dapat bertransaksi melalui SMS, seolah-oleh berbicara satu sama lain.
Contoh lainnya adalah media tulisan, seperti buletin, pamflet, leaflet, dan sebagainya
yang juga bertutur menyampaikan maksud dan tujuannya.
74
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
2. Komunikasi Non Verbal
Selain melalui lisan atau tulisan, pesan dapat disampaikan melalui cara berpakaian,
waktu, tempat, isyarat (gestures), gerak-gerik (movement), sesuatu barang, atau sesuatu
yang dapat menunjukkan suasanan hati perasaan pada saat tertentu.
Contoh komunikasi non verbal:
a. Cara berpakaian
Orang yang sedang berkabung karena kematian seseorang, biasanya akan
berpakaian hitam-hitam atau memasang tanda dengan kain hitam di lengan bajunya,
dengan demikian kita menjadi tahu bahwa orang tersebut dalam suasana berkabung.
Seseorang yang biasanya berpakaian biasa-biasa saja tiba-tiba berpakaian lengkap
dengan jas atau dasi, ini tentu juga suatu informasi bahwa yang bersangkutan
mungkin sedang dalam suasana yang lain misalnya akan dilantik menjadi pejabat,
akan menghadiri pesta atau pertemuan yang penting dan sebagainya.
b. Waktu
Bunyi beduk atau lantunan suara azan di mesjid atau mushola, memberikan
informasi bahwa waktu shalat telah tiba. Contoh lain adalah bunyi bel di sekolah yang
menunjukkan bahwa waktu masuk kelas, istirahat atau pulang telah tiba.
c. Tempat
Pemimpin suatu pertemuan atau rapat biasanya duduk di depan atau di kepala
meja. Ini menginformasikan bahwa yang bersangkutan adalah pemimpin rapat
yang biasanya orang penting atau memiliki jabatan tertentu. Ruang kerja kepala
Puskesmas tentunya akan berbeda dengan ruang kerja juru imunisasi demikian juga
ruang kerja dan peralatannya.
d. Isyarat
Peserta di suatu seminar secara spontan bertepuk tangan dengan riuh setelah
mendengarkan paparan seorang penyaji yang mempresentasikan materinya dengan
baik dan menarik. Tepuk tangan tersebut merupakan isyarat bahwa peserta puas
terhadap paparan penyaji tersebut. Sebaliknya, jika peserta mulai menguap, atau
keluar masuk kelas, atau ada yang berbisik-bisik ketika fasilitator memberikan
materi/kuliah, ini suatu isyarat bahwa materi, atau cara membawakan materi tersebut
kurang berkenan di hati peserta. Contoh lain misalnya mengacungkan dua jari tanda
victory (kemenangan), menggeleng tanda tidak tahu, raut wajah yang asam tanda
tidak senang, murung tanda bersedih, tangan mengepal tanda marah, tatapan mata
bisa bermacam arti dan sebagainya.
75
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
(sender) dapat diterima dengan baik dalam arti kata menyenangkan, aktual, nyata oleh
si penerima (komunikan), kemudian penerima menyampaikan kembali bahwa pesan
telah diterima dengan baik dan benar. Dalam hal ini terjadi komunikasi dua arah atau
komunikasi timbal balik. Agar terjadi komunikasi yang efektif, maka perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Mengetahui siapa mitra bicara
Dalam berkomunikasi kita harus menyadari benar dengan siapa kita berbicara,
apakah dengan camat, lurah, bidan desa, tokoh masyarakat, atau kader. Kenapa kita
harus mengetahui dengan siapa kita bicara? Karena dengan mengetahui audience,
kita harus cerdas dalam memilih kata-kata yang digunakan dalam menyampaikan
informasi buah pikiran kita. Kita harus memakai bahasa yang sesuai dan mudah
dipahami oleh audience kita.
Selain itu pengetahuan mitra bicara kita juga harus diperhatikan. Informasi yang ingin
kita sampaikan mungkin bukan merupakan hal yang baru bagi mitra kita, tetapi kalau
penyampaiannya menggunakan istilah-istilah yang tidak dipahami oleh mitra kita,
informasi atau gagasan yang kita sampaikan bisa saja tidak dipahami oleh mitra.
Dengan memperhatikan mitra bicara kita akan dapat menyesuaikan diri dalam
berkomunikasi dengannya.
b. Mengetahui apa tujuan komunikasi
Cara kita menyampaikan informasi sangat tergantung kepada tujuan kita
berkomunikasi, misalnya:
- Fasilitator STBM ingin menyampaikan informasi mengenai pelatihan pembuatan
jamban di wilayah kecamatan A. Jika tujuannya hanya menyampaikan informasi
maka komunikasi dapat dilakukan dengan membuat pengumuman atau surat
edaran.
- Sebagian besar masyarakat di desa A masih BAB sembarangan, sehingga
angka diare di desa A tinggi. Untuk itu, fasilitator mengusulkan dilakukan
pemicuan di masyarakat. Bila tujuannya seperti ini tentu pendekatannya bukan
dengan surat tapi melalui advokasi.
- Masyarakat desa A yang sudah terpicu, ingin membuat jamban sehat, namun,
mereka tidak memiliki cukup biaya untuk membayar biaya pembuatan jamban
secara kontan. Mereka mampu membayar secara mencicil selama beberapa
waktu. Untuk kasus seperti ini tentunya yang paling cocok adalah melalui
negosiasi dengan penyedia jasa (wirausaha STBM).
- Mengetahui dalam konteks apa komunikasi dilakukan.
Dalam berkomunikasi maka kita perlu mempertimbangkan keadaan
atau lingkungan saat kita berkomunikasi. Bahasa dan informasi yang
disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana
76
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
komunikasi itu terjadi. Bisa saja kita menggunakan bahasa dan informasi
yang jelas dan tepat tetapi karena konteksnya tidak tepat, reaksi yang
kita peroleh tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Misalnya penggunaan kata mendukung :
Kita harus mendukung pelaksanaan STBM di desa/kelurahan kita.
Pemuda itu mendukung nenek tua yang sakit itu.
Penggunaan kata mendukung pada kedua kalimat tersebut konteksnya
berbeda satu sama lain.
c. Mengetahui kultur
Dalam berkomunikasi harus diingat peribahasa “dimana bumi dipijak, disitu langit
dijunjung” artinya dalam berkomunikasi kita harus memperhatikan dan menyesuaikan
diri dengan budaya atau kebiasaan orang atau masyarakat setempat. Misalnya
berbicara sambil menunjuk sesuatu dengan telunjuk kepada orang yang lebih tua atau
lebih tinggi kedudukannya di daerah Jawa Barat atau Jawa Tengah bisa dianggap
kurang sopan atau kurang ajar walaupun mungkin di daerah lain itu biasa-biasa
saja. Atau kalau di daerah Sumatera Utara orang bisa berbicara dengan intonasi
dan suara yang keras, maka apakah orang non Sumatera Utara harus mengimbangi
pula dengan nada yang keras? Dalam hal ini, misalnya orang Sunda kalau berbicara
dengan orang Batak tidak perlu bertutur seperti orang Batak, begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian maka tidak terjadi salah tafsir yang mengakibatkan kegagalan
komunikasi.
d. Mengetahui bahasa
Dalam berkomunikasi seyogyanya kita memahami bahasa mitra kita. Hal ini tidak
berarti kita harus memahami semua bahasa dari mitra bicara. Oleh karena ada kata-
kata yang menurut etnis tertentu merupakan hal yang lumrah tapi menurut etnis
lain merupakan hal yang tabu untuk dikatakan atau mempunyai arti yang berbeda.
Misalnya ucapan ‘nangka tok’ menurut bahasa Sunda berarti ‘nangka saja’, tetapi
untuk orang Jawa ini lain artinya. Begitu juga ‘gedang’ menurut orang Sunda artinya
‘pepaya’ tapi menurut orang Jawa artinya ‘pisang’. Bahasa asing juga perlu kita
pahami manakala kita berkomunikasi dengan orang asing yang tidak bisa berbahasa
Indonesia, misalnya ada turis asing yang tersasar ke kampung kita, kita ingin
menolongnya tapi tidak mengerti bahasa asing misalnya bahasa Inggris, padahal
si turis tidak menguasai Bahasa Indonesia, maka jelas komunikasi akan terhambat
sebab komunikasi verbal tidak jalan. Selain itu untuk memperjelas pesan yang
hendak disampaikan dalam berkomunikasi, gunakanlah kalimat-kalimat sederhana
yang mudah dipahami. Kalimat panjang dan kompleks seringkali mengaburkan arti
dan makna pesan yang akan disampaikan. Misalnya kepala puskesmas, berbicara
kepada para sanitarian dalam suatu rapat “Bapak Ibu Sanitarian sekalian dalam
77
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
rangka mensukseskan STBM, maka semua sanitarian harus menyadari akan arti
pentingnya pembangunan kesehatan dengan memberdayakan semua potensi
yang ada dalam masyarakat, untuk itu maka Bapak Ibu Sanitarian harus berusaha
sekuat tenaga untuk membuat masyarakat berdaya dan mendukung STBM”. Kalimat
tersebut terlalu panjang dan kompleks. Padahal informasi yang perlu disampaikan
adalah bahwa agar program sanitasi yang menggunakan pendekatan STBM dapat
dilaksanakan dengan memberdayakan potensi yang ada di masyarakat.
2. Komunikasi Verbal yang Efektif
Komunikasi akan efektif bila pesan yang disampaikan pemberi pesan diterima oleh
penerima pesan sesuai dengan maksud penyampai pesan dan menimbulkan saling
pengertian. Dalam komunikasi verbal atau berbicara yang didengar adalah suara yang
diucapkan melalui kata-kata yang keluar dari mulut. Suara-suara itu harus mempunyai
makna sehingga maksud dari berbicara itu dapat dimengerti. Komunikasi dapat dikatakan
efektif apabila:
- Pesan diterima dan dimengerti sebagaimana yang dimaksud oleh si pengirim.
- Pesan disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang dikehendaki
oleh pengirim.
- Tidak ada hambatan untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk
menindaklanjuti pesan yang dikirim.
a. Ciri-ciri komunikasi verbal yang efektif
- Langsung (to the point, tidak ragu menyampaikan pesan).
- Asertif (tidak takut mengatakan apa yang diinginkan dan mengapa).
- Ramah dan bersahabat (congenial).
- Jelas (hal yang disampaikan mudah dimengerti).
- Terbuka (tidak ada pesan dan makna yang tersembunyi).
- Secara lisan (menggunakan kata-kata untuk menyampaikan gagasan
dengan jelas).
- Dua arah (seimbang antara berbicara dan mendengarkan).
- Responsif (memperhatikan keperluan dan pandangan orang lain).
- Nyambung (menginterpretasi pesan dan kebutuhan orang lain dengan
tepat).
- Jujur (mengungkapkan gagasan, perasaan, dan kebutuhan yang
sesungguhnya).
b. Ciri-ciri komunikasi verbal yang tidak efektif
- Tidak langsung (bertele-tele).
- Tidak mengatakan.
- Pasif (malu-malu, tertutup).
- Antagonistis (marah-marah, agresif, atau bernada kebencian).
78
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
- Kriptis (pesan atau maksud yang sesungguhnya tidak pernah
diungkapkan secara terbuka).
- Satu arah (lebih banyak berbicara daripada mendengarkan).
- Tidak responsif (sedikit/ tidak ada minat terhadap pandangan atau
kebutuhan orang lain).
- Tidak nyambung (respon dan kebutuhan orang lain disalahartikan dan
disalah interpretasikan).
- Tidak terus terang (perasaan, gagasan dan keputusan diungkapkan
secara tidak jujur).
c. Keterampilan berbicara
Pada dasarnya keterampilan berbicara dapat dipelajari dan ditingkatkan
dengan berlatih, agar mampu berbicara secara efektif maka dalam tiap
komunikasi baik informal maupun formal, beberapa teknik dapat dimanfaatkan
dalam meningkatkan efektivitas berbicara sebagai berikut:
- Percaya diri.
- Ucapkan kata-kata dengan jelas dan perlahan-lahan.
- Bicara dengan wajar, seperi biasanya jangan terkesan sebagai penyair
atau sedang deklamasi.
- Atur irama dan tekanan suara dan jangan monoton. Gunakan tekanan
dan irama tertentu, untuk menampilkan poin-poin tertentu, tapi
hindarkan kesan sebagai pemain drama.
- Tarik nafas dalam-dalam 2 atau 3 kali untuk mengurangi ketegangan.
Mengatur nafas secara normal dan jangan terkesan seperti orang
yang dikejar-kejar. Bila perlu menghentikan pembicaraan sejenak,
selain untuk mengambil napas juga berfungsi menarik perhatian.
- Hindari sindrom: ehm, ah, au, barangkali, mungkin, anu, apa, dan
lain-lain. Jika terpojok dan kehabisan bicara atau lupa cukup berhenti
sejenak, cara ini menunjukkan bahwa seakan-akan kita sedang berpikir
dan akan berdampak positif dibanding mengatakan mengatakan ’apa’,
’ya, eh ...’, ’apa ya, saya pikir...’, ’barangkali’, dan seterusnya.
- Membaca paragraf yang dianggap penting dari teks tulisan. Jangan
merasa malu melakukan hal ini, karena pendengar akan berpikir
bahwa kita hanya menekankan poin pembicaraan tertentu agar lebih
lengkap.
- Siapkan air minum. Ini sangat membantu pembicara berhenti sejenak
juga untuk membasahi kerongkongan.
79
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Komunikasi Non-Verbal yang Efektif
Komunikasi non verbal adalah proses pertukaran pesan/makna melalui berbagai cara
selain kata-kata, yaitu melalui bahasa tubuh, ekspresi muka, tatapan, sentuhan tampilan
vokal suara (volume, intonasi, irama, dsb.), baju yang dipakai, penggunaan ruangan, dll.
Wajah mengekspresikan bagaimana perasaan kita, tubuh mengekspresikan intensitas
emosi. Misal kalau sedih wajah terlihat murung atau dengan tangan mengepal kalau
sedang marah.
Dalam komunikasi pertukaran makna verbal dan non verbal saling melengkapi, saling
mempengaruhi dan tidak terpisahkan satu sama lain. Komunikasi interpersonal selalu
menyangkut pesan verbal dan non verbal. Suatu kata yang sama diekspresikan dengan
berbeda emosi yang berbeda akan bermakna berbeda. Misal: ”sebaiknya Bapak tidak
buang air besar di sungai lagi, tapi di rumah”, bila disampaikan dengan kata-kata yang
lembut akan diterima berbeda jika disampaikan dengan dengan kata-kata yang sama
tapi dengan volume suara yang keras dan tegas. Kualitas komunikasi verbal seringkali
ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: intonasi suara, ekspresi raut wajah, gerakan
tubuh (body language).
Sebuah hasil riset (Mechribian & Ferris) menunjukkan bahwa dalam komunikasi verbal,
khususnya pada saat presentasi keberhasilan penyampaian informasi adalah sebagai
berikut :
- 55 % ditentukan oleh bahasa tubuh (body language),
- 38 % ditentukan oleh isyarat dan kontak mata,
- 7 % ditentukan oleh kata-kata.
Beberapa contoh yang dapat dikembangkan, agar komunikasi non verbal dapat lebih
efektif :
a. Cara berpakaian
Cara berpakaian mengkomunikasikan siapa dan apa status seseorang, baik
dalam pekerjaan sehari-hari maupun dalam waktu tertentu. Dalam STBM,
fasilitator yang bertugas untuk membantu masyarakat, hendaknya berpakaian
seperti masyarakat. Fasilitator janganlah berpakaian yang berbeda, misalnya
datang ke masyarakat dengan menggunakan jas atau pakaian dokter, karena
masyarakat akan merasa sungkan untuk berdiskusi dengan fasilitator ataupun
dengan anggota masyarakat lainnya di dekat fasilitator. Jangan pula fasilitator
datang dengan pakaian compang-camping seperti pengemis, karena masyarakat
akan merasa fasilitator sebagai orang yang lebih rendah dari mereka dan tidak
bisa menghargai fasilitator secara setara dengan mereka.
b. Waktu
Di dalam berkomunikasi manfaatkan waktu secara tepat, artinya manfaatkanlah
waktu dengan sebaik-baiknya. Karena waktu adalah sesuatu yang sangat berarti.
80
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Misalnya, kalau fasilitator akan berdiskusi dengan masyarakat, maka pilihlah
waktu ketika masyarakat sedang santai, misalnya di sore atau malam hari.
c. Tempat
Tempat sangat menentukan efektivitas komunikasi, misalnya kantor adalah tempat
kerja, restoran adalah tempat makan, lapangan tenis adalah tempat olahraga.
Namun demikian seringkali urusan kantor bisa diselesaikan di lapangan tenis atau
bahkan di hotel atau restoran. Dalam dunia bisnis dikenal istilah entertain yaitu
untuk melobi rekan bisnis, pertemuan diadakan di restoran atau di hotel sambil
menjamu rekan bisnis. Dan hal ini ternyata banyak membawa hasil ketimbang
pertemuan dilakukan secara formal di kantor. Demikian pula misalnya tim fasilitator
STBM bertemu dengan masyarakat di sawah, di sela-sela waktu istirahat dapat
berkomunikasi secara informal mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
sanitasi masyarakat. Selanjutnya hasil pembicaraan tersebut ditindaklanjuti di
puskesmas bersama sanitarian dan tim fasilitator kecamatan lainnya.
Selain hal-hal tersebut diatas, perlu juga dipahami fungsi-fungsi yang menunjukkan
ke-non-verbal-an komunikasi, antara lain :
• Pengulangan (repetition) yaitu pengulangan pesan dari individu dilakukan
dengan verbal.
• Penyangkalan (contradiction) yaitu penyangkalan pesan yang dilakukan
terhadap seseorang. Misalnya mengangkat bahu menyatakan ”tidak
tahu”, menggeleng kepala sama dengan ”tidak”, dan sebagainya. Namun
penggunaannya juga harus memperhatikan budaya atau kebiasaan, misal,
untuk orang India menggelengkan kepala bukan berarti tidak.
• Pengganti pesan (substitution) misal mendelik berarti marah.
• Melengkapi pesan verbal, misalnya mengatakan ”bagus” sambil
mengacungkan ibu jari, dan sebagainya.
• Penekanan (accenting) menggarisbawahi pesan verbal misalnya berbicara
dengan sangat pelan atau menekan kaki.
Advocacy is a combination on individual and action to design to gain political commitment, policy
support, social acceptance and system support for particular health goal programs (WHO, 1989).
Advokasi kesehatan dapat diartikan juga suatu rangkaian komunikasi strategis yang dirancang
secara sistematis dan dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu baik oleh individu maupun kelompok
agar pembuat keputusan membuat suatu kebijakan publik yang menguntungkan masyarakat.
81
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen
dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana,
advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dll. Stakeholders yang dimaksud bisa
tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan
penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh
agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan”
(tidak tertulis) di bidangnya. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah tokoh-tokoh dunia usaha,
yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah.
Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau
menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap
pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4)
sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah,
dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan
secara terencana, cermat, dan tepat.
82
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
- Setelah diterapkan isu-isu strategis, kemudian dilakukan inventarisasi pemangku kepentingan,
dan kemudian ditetapkan kegiatan-kegiatan advokasi yang perlu dilakukan. Sebagai contoh,
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
PEMANGKU
NO. ISU KEGIATAN ADVOKASI
KEPENTINGAN
NILAI (P)
NO KRITERIA UNTUK MEMILIH ISU
1 2 3
TOTAL NILAI
83
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Menentukan Tujuan Advokasi
Tujuan adalah suatu pernyataan tentang suatu keadaan yang akan dicapai pada masa tertentu.
Dalam menetapkan tujuan advokasi lebih diarahkan pada perubahan perilaku untuk meyakinkan
para penentu kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
dalam menetapkan harus didahulukan dengan pertanyaan, ”Siapa yang diharapkan mencapai
seberapa banyak dalam kondisi apa, berapa lama, dan dimana?”.
Penetapan tujuan advokasi sebagai dasar untuk merancang pesan dan media advokasi dalam
merancang evaluasi. Jika tujuan advokasi yang ditetapkan tidak jelas dan tidak operasional maka
pelaksanaan advokasi menjadi tidak fokus. Berikut adalah salah satu contoh menetapkan tujuan
mengenai pentingnya sanitasi yang layak untuk masyarakat.
Tujuan Umum:
Meningkatnya akses masyarakat perdesaan di Kabupaten Bojonegoro atas jamban yang layak
dari 37% menjadi 100% pada tahun 2014.
Suatu pesan advokasi dapat dikatakan efektif dan kreatif jika memenuhi tujuh kriteria sebagai
berikut :
- Command Attention
Kembangkan suatu isu atau ide yang merefleksikan desain suatu pesan. Bila terlalu banyak
ide akan membingungkan penentu kebijakan, sehingga mudah dilupakan.
- Clarify the Message
Buatlah pesan advokasi yang mudah, sederhana dan jelas. Pesan yang efektif harus
memberikan informasi yang relevan dan baru bagi penentu kebijakan. Sebab bila diremehkan
oleh mereka secara otomatis pesan tersebut sudah gagal.
84
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
- Create Trust
Pesan advokasi dapat dipercaya dengan menyajikan data dan fakta yang akurat.
- Communicate the Benefit
Tindakan yang dilakukan harus memberi keuntungan sehingga penentu kebijakan merasa
termotivasi untuk menerapkan kebijakan yang baru.
- Consistency
Pesan advokasi harus konsisten. Artinya sampaikan suatu pesan utama di media apa saja
secara terus-menerus, baik melalui pertemuan, tatap muka, atau pun melalui media.
- Cather to the Heart and Head
Pesan advokasi harus bisa menyentuh akal dan rasa. Komunikasi yang efektif tidak hanya
memberikan alasan teknis, tetapi harus menyentuh nilai-nilai emosi dan membangkitkan
kebutuhan yang nyata.
- Call to Action
Pesan advokasi harus dapat mendorong penentu kebijakan untuk bertindak atau berbuat
sesuatu. Kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dicanangkan oleh
pemerintah, merupakan suatu tindakan nyata untuk meningkatkan akses masyarakat
perdesaan terhadap jamban yang layak.
Pesan Advokasi
- Merupakan pernyataan yang singkat, padat dan bersifat membujuk.
- Berhubungan dengan tujuan Anda dan menyimpulkan apa yang ingin Anda capai.
- Bertujuan untuk menciptakan aksi yang Anda inginkan untuk dilakukan oleh pendengar pesan
Anda.
Pengemasan Pesan
- Presentasi adalah kunci untuk menyampaikan pesan.
- Sebuah presentasi yang berhasil adalah presentasi yang menarik, didukung oleh fakta yang
sahih dan tampilan yang menarik.
- Pengemasan mencakup cetakan, materi audiovisual.
- Dukungan kemasan dengan ilustrasi sederhana, grafik dan foto.
85
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
a. Pengemasan materi bagi kelompok sasaran berbeda.
86
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Keinginan untuk membagi pengalaman keahlian dan sumber daya.
• Harapan bergabung sebagai anggota sekutu.
Kelompok bertahan/menolak lawan
Hal yang perlu diidentifikasi adalah :
• Siapa, jumlah, lokasi dan jenis kelamin.
• Pengetahuan tentang masalah atau isu advokasi.
• Alasan bertahan/menentang.
• Bagaimana menjangkau kelompok oposisi.
• Kepada siapa kelompok tersebut berkonsultasi dan melihat kelemahan dan
kekuatannya.
2. Strategi Advokasi
Adalah sebuah kombinasi dari pendekatan, teknik dan pesan-pesan yang diinginkan
oleh para perencana untuk mencapai maksud dan tujuan advokasi.
87
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Rangkaian Perubahan Perilaku :
Strategi Advokasi yang memungkinkan perubahan
3. Pendekatan
Pendekatan merupakan kunci advokasi
- Melibatkan para pemimpin/pengambil keputusan,
- Menjalin kemitraan,
- Memobilisasi kelompok peduli.
a. Lobi Politik
Merupakan suatu teknik advokasi yang bertujuan untuk menyampaikan kebijakan
publik melalui pertemuan, telepon resmi, surat, intervensi media, dll. Lobi politik
seringkali diarahkan kepada sekelompok pemimpin politik.
Hal-hal yang harus diingat:
- Akan efektif bila terdapat kebutuhan bersama yang spesifik dari sistem legislatif.
- Identifikasi anggota DPRD kunci yang anda ingin raih, jadikan mereka sebagai
individu atau komite yang berhubungan dengan pokok persoalan.
- Bertindaklah secara terfokus, tetapkan hanya pada satu pokok persoalan untuk
tiap-tiap komunikasi.
- Cari tahu posisi anggota DPRD dan latar belakangnya.
- Buatlah hubungan pribadi, jika Anda memiliki teman atau kolega yang akrab
88
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
dengan anggota parlemen tersebut, beritahu dia mengenai hal ini.
- Sampaikan kebenaran, memberikan informasi yang salah akan berakibat
sebaliknya.
- Melobi membutuhkan kesinambungan, kadang-kadang melebihi waktu yang
telah ditentukan.
b. Petisi
• Merupakan pernyataan tertulis dan resmi untuk menyampaikan isu masalah yang
sedang hangat diperbincangkan.
• Mewakili suatu pandangan kolektif dan tidak hanya individu dan kelompok
tertentu.
• Merupakan pernyataan yang singkat dan jelas atas isu permasalahan dan
tindakan apa yang perlu dilakukan diikuti dengan nama dan alamat dari sejumlah
besar inividu yang mendukung petisi tersebut.
89
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Untuk menggali dan mengidentifikasi bagaimana seharusnya sikap dan perilaku seorang
fasilitator pemicu pada saaat proses pemicuan, lakukan curah pendapat dan diskusi secara
partisipatif kepada semua peserta pelatihan. Tanyakan bagaimana sikap kita saat berhadapan
dengan orang yang lebih banyak tahu dibanding diri kita. Hubungan antara seorang fasilitator
dan masyarakat sasaran dapat diumpamakan seperti sikap antara seorang murid (diri
fasilitator) terhadap guru (masyarakat sasaran). Jawaban peserta yang diharapkan muncul
adalah bahwa perilaku seorang fasilitator haruslah:
• Penuh sopan santun dan hormat,
• Banyak bertanya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan,
• Selalu mendengarkan apapun informasi yang disampaikan masyarakat,
• Bersikap kritis dan ingin menggali lebih dalam (misalnya tentang kenapa masyarakat
berperilaku buruk, dan apa sebenarnya pendapat masyarakat terhadap perilaku
buruknya),
• Sabar dan tidak terburu-buru dalam memfasilitasi proses,
• Tidak mengajari/tidak menggurui/tidak menyuruh ataupun manganjurkan sasaran harus
berbuat ini dan itu,
• Tidak langsung menjawab terhadap pertanyaan masyarakat sasaran, tetapi
mengembalikan mereka untuk mencoba menjawabnya (tidak memberikan solusi. Solusi
ada pada masyarakat sendiri).
Dari berbagai informasi dan pendapat masyarakat, fasilitator kemudian meramu suatu
pertanyaan tentang apa yang akan diperbuat masyarakat ke depan untuk keluar dari kondisi
buruk/tidak nyaman seperti sekarang ini. Jawaban masyarakat akan menjadi komitmen
mereka tentang apa yang akan mereka lakukan (berubah perilaku), kapan memulai dan
bagaimana caranya.
Jika seorang calon fasilitator belum bersikap dan perilaku seperti diatas maka sangat penting
untuk memulai perubahan sikap dan perilaku dari sisi diri sendiri (sebagai individu), juga dari
sisi profesi dan dari sisi institusi. Jika perubahan sikap dan perilaku seorang fasilitator sudah
terjadi maka dia akan bisa berbagi (sharing) informasi dengan masyarakat sasaran dan dapat
berupaya untuk merubah perilaku masyarakat menggunakan metode pemicuan yang ada. Hal
diatas menjadi 3 pilar utama dalam pendekatan penilaian secara partisipatif seperti tergambar
dalam segitiga berikut:
90
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Gambar 5: Pendekatan Penilaian Partisipatif
91
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
JANGAN LAKUKAN LAKUKAN
Mengajari Memfasilitasi
Menyuruh membuat jamban, sarana dan Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa kondisi
prasarana sanitasi, atau memperlihatkan mereka, yang memicu rasa jijik dan malu dan
contoh-contoh tipe jamban selama proses mendorong orang dari BAB di sembarang tempat
pemicuan menjadi BAB di tempat yang tetap dan tertutup.
Memberikan alat-alat atau petunjuk kepada Melibatkan masyarakat dalam setiap pengadaan alat
orang perorangan untuk proses fasilitasi.
Memberitahukan apa yang baik dan apa yang Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
buruk
Langsung memberikan jawaban terhadap Kembalikan setiap pertanyaan dari masyarakat kepada
pertanyaan-pertanyaan masyarakat masyarakat itu sendiri, misalnya: “jadi bagaimana
sebaiknya menurut bapak/ibu?”
APA YANG DILAKUKAN (DO) DAN TIDAK DILAKUKAN (DON’T) UNTUK PELATIHAN DAN
PERLUASAN KEGIATAN
Dilakukan
• Identifikasi orang yang sudah dilatih dengan kinerja yang baik selama melakukan pemicuan.
• Pilih, latih dan dukung fasilitator yang baik kinerjanya.
• Menegaskan bahwa semua pelatihan memanfaatkan pengalaman pembelajaran pemicuan
dan tindak lanjut yang segera dapat dilaksanakan.
• Komitmen untuk bekerja penuh waktu (full time) bagi tenaga pelatih dan fasilitator.
• Arahkan fasilitator untuk berkerja secara tim.
• Mulai dengan situasi yang menyenangkan.
• Cari dan bentuk jejaring dengan duta (champion).
• Penyuluhan/kampanye.
• Mendorong kompetisi dan rayakan bila ada yang sukses.
• Perkuat inovasi dan pembelajaran.
• Identifikasi dan dukung fasilitator masyarakat.
92
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Monitor progress setelah pemicuan.
• Kembangkan metode yang menjadikan STBM sebuah gerakan yang luas dan mandiri.
• Pertimbangkan penggunaan STBM bagai pintu masuk untuk pengembangan strategi
program lain.
Mungkin yang Paling Penting dari Semua adalah
Pastikan bahwa semua pelatihan dilaksanakan sesuai prinsip STBM termasuk pemicuan
masyarakat
Tidak Dilakukan
• Jangan mengorbankan kualitas untuk mempercepat perluasan kegiatan.
• Jangan mengijinkan atau mendukung pelatihan bagi pelatih atau fasilitator dalam
kelas tanpa proses pemicuan dan tidak lanjut.
• Jangan merekrut lembaga pelatihan atau lembaga lainnya yang tidak pernah
melakukan proses STBM di lapangan.
• Jangan merekrut atau mendukung lembaga atau LSM yang menyalah-gunakan
metode STBM.
a. Teknik Mendengar
Apakah bedanya mendengar dan ”mendengarkan”? Apakah bedanya menggambar dan
”menggambarkan”? Mendengar yang pertama adalah memasukkan suara ke telinga, sedangkan
mendengar yang kedua (mendengarkan) adalah mengolah suara yang masuk ke telinga menjadi
lebih bermakna. Menggambar yang pertama adalah kerja teknis tangan kita dengan pensil atau
alat tulis di atas kertas, sedangkan menggambar yang kedua adalah menggambarkan bentuk
yang bermakna.
Untuk mendengar secara lebih bermakna, kita dibantu sejumlah pertanyaan. Pertanyaan
itu membuat kita lebih mengerti makna dari pernyataan atau ucapan dari si pembicara. Ketika
si pembicara mengatakan ” Saya setuju bahwa”. Maka kita ajukan pertanyaan: ”Apa yang anda
setuju tadi?”. Sehingga kita menjadi pendengar yang lebih baik, atau mendorong orang lain untuk
mendengar secara lebih baik.
Apabila terdapat peserta yang berbicara berputar- putar dan nampak tidak yakin apakah
penjelasannya ditangkap oleh pendengar sehingga mengulang-ulang dan menjadi bingung sendiri,
triks paraphrasing diperlukan untuk membantu si pembicara memperjelas GAGASAN POKOK
yang ingin disampaikannya. Itu juga berarti kita mendengarkan si pembicara secara lebih
baik dan membantu pendengar untuk mendengarkan secara lebih baik.
Untuk peserta atau pembicara yang ’pelit’ bicara, atau peserta yang kesulitan menyampaikan
gagasannya secara lengkap, triks ”drawing people out” diperlukan. Triksi ini dimaksudkan
untuk meminta pembicara menjelaskan lagi pernyataannya dan atau mengklarifikasi, serta
93
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
merumuskan kembali gagasan pokoknya. Triks ”mirroring” serupa tapi tidak sama dengan
paraphrasing, karena menyampaikan kembali pembicaraan peserta tetapi dengan mengutip
kembali kalimatnya secara lengkap. Jadi, fasilitator tidak menggunakan kalimatnya sendiri
melainkan kalimat si peserta (si pembicara) seperti apa adanya.
Bagaimana Caranya?
• Dahului dengan teknik membahasakan kembali, ”tadi Bapak mengatakan .........”
• Lanjutkan dengan pertanyaan terbuka, seperti, ”bisa lebih diperjelas?.”
• Ada juga cara lain. Setelah peserta selesai bicara sambut dengan kata sambung seperti,
”karena” atau ”jadi”.
Bagaimana Caranya?
• Kalau warga mengatakan satu kalimat, pantulkan kata demi kata setepat-tepatnya. Tidak
kurang tidak lebih. Jika lebih dari satu kalimat, pantulkan kata-kata yang penting.
94
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Gunakan kata-kata warga, bukan kata-kata fasilitator.
• Kalau dia berkata-kata dengan menggebu-gebu, pantulkan dengan nada bicara tenang.
• Tujuan utamanya adalah membangun kepercayaan peserta.
Bagaimana Caranya?
• Awali dengan penjelasan tugas secara singkat. Lakukan curah pendapat. Kumpulkan
gagasan sebanyak-banyaknya.
• Tuliskan gagsaan para peserta, apapun yang mereka katakan, dengan memakai teknik
memantulkan atau teknik membahasakan kembali.
• Jika peserta telah merasa cukup, sudahi proses ini. Berikan penghargaan terhadap semua
pandangan peserta
Bagaimana Caranya?
• Fasilitator meminta mereka yang hendak bicara untuk mengacungkan tangan.
• Fasilitator mengurutkan giliran yang akan bicara.
• Fasilitator mempersilahkan peserta untuk bicara ketika tiba gilirannya.
• Sesudah peserta terakhir selesai bicara, fasilitator memeriksa jika ada peserta lain yang
hendak bicara. Jika ada, fasilitator kembali melakukan teknik mengurutkan.
95
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Biasanya teknik ini membuat orang lebih memahami situasi diskusi. Jika ada yang
mencoba menjelaskan bahwa saran dia penting, tunjukkan perhatian. Namun, jangan
bersikap pilih kasih. Tanyakan juga pendapat orang yang lain.
Bagaimana Caranya?
• ”Baiklah, sekarang kita mengetahui pendirian dari tiga orang. Adakah yang lain atau memiliki
pendirian yang berbeda”?
• ”Ada yang mempunyai pendangan lain?”
• ”Apakah klita semua setuju dengan ini?”.
96
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Dalam setiap diskusi selalu ada yang bicara terus, ada yang jarang bicara. Pada saat diskusi
berlangsung cepat, orang pendiam dan yang berpikir lambat mungkin mengalami kesulitan
untuk menyesuaikan diri.
• Ada orang yang tidak mau berperan banyak, karena tidak ingin dianggap ingin menang sendiri.
Ada pula yang ikut dalam diskusi sambil meraba-raba apakah ia dapat diterima atau tidak.
Banyak juga yang enggan bicara karena menganggap dirinya bodoh. Maka, fasilitator perlu
membuka ruang partisipasi.
Bagaimana Caranya?
• Amati peserta diskusi yang pendiam. Perhatikan gerak tubuh atau mimik mukanya, apakah
menunjukkan bahwa mereka ada hasrat untuk bicara?
• Persilakan mereka untuk bicara.”Apakah ada yang hendak Ibu kemukakan?”. ”Apakah Bapak
ingin menambahkan sesuatu?”. ”Kelihatannya Anda mau mengatakan sesuatu?”.
• Jika mereka mundur, perlakukan mereka dengan ramah dan segeralah beralih. Tak
seorangpun suka dipermainkan. Setiap orang berhak memilih kapan ia berpartisipasi.
• Jika si pendiam tampaknya ingin bicara, jika perlu tahan orang lain, untuk bicara.
Bagaimana Caranya?
• Hening selama lima detik tampaknya begitu lama, Banyak orang tak sabar dengan
”keheningan” tersebut. Jika fasilitator mampu melakukannya, orang lain pun akan mampu.
• Tetaplah tenang. Pelihara kontak mata pada pembicara.
• Jangan berkata apapun. Bahkan tidak juga berdehem atau batuk-batuk kecil atau menggaruk
dan menggeleng-gelengkan kepala. Tetaplah tenang dan berikan perhatian.
• Jika perlu, angkat tangan untuk memberi isyarat kepada orang-orang agar tidak memecahkan
keheningan.
97
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Bagaimana Caranya?
• Katakan bahwa kita akan merangkum hal-hal yang menjadi perbedaan dan persamaan di
dalam kelompok diskusi.
• Ringkaskan perbedaan-perbedaan.
• Catat aspek-aspek dasar yang sama.
• Periksa catatan tersebut bersama peserta.
b. Teknik Bertanya
Agar proses fasilitasi berhasil, fasilitator harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan
matang. Sebagai acuan dalam diskusi penting dilakukan untuk membuat daftar pertanyaan kunci
supaya proses diskusi tidak melebar kemana-mana. Dalam pelaksanaan juga perlu diperhatikan
karakteristik peserta supaya kita dapat mengatasi peserta-peserta yang ‘sulit’ (dominan, diam saja,
ngobrol sendiri dan sebagainya).
Anggapan banyak pihak, keterampilan yang paling dibutuhkan untuk memfasilitasi adalah “pandai
berbicara” padahal keterampilan yang sangat penting dimiliki oleh seorang fasilitator adalah
mendengarkan dan bertanya. Bertanya adalah keterampilan yang mutlak harus dikuasai oleh
fasilitator, karena hakekat dari fasilitasi dan komunikasi partisipatif adalah menggali dengan
pertanyaan-pengalaman peserta dan membantu proses agar peserta bisa menganalisa sendiri
masalah-masalah yang dihadapi dan menemukan jalan pemecahannya. Tidak jarang ditemui,
biasanya terjadi pada fasilitator pemula, fasilitator panik dan bukannya menggali pemahaman
peserta akan tetapi malah menyimpulkan dan berceramah berdasarkan pengetahuannya dengan
mengatasnamakan pengalaman belajar para peserta. Di lain pihak fasilitator juga seiringkali tidak
sabar untuk “menunggu” peserta berpikir dan mendengarkan peserta dalam mengungkapkan isi
pikirannya.
Agar peserta bisa mengungkapkan isi pikirannya, dan fasilitator konsentrasi mendengarkan yang
diungkapkan peserta maka kita perlu dibantu oleh beberapa pertanyaan. Pertanyaan itu akan
membuat peserta lain dan kita lebih mengerti makna yang ingin diungkapkan oleh si pembicara.
Teknik bertanya dalam proses fasilitasi sebenarnya sederhana, yang paling penting harus tetap
mencerminkan komunikasi yang dialogis dan multi arah sehingga proses diskusi bukan hanya milik
fasilitator akan tetapi milik para peserta diskusi. Artinya fasilitator harus memberikan ruang kepada
peserta untuk mengungkapkan pendapat dan pengalamannya.
98
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3) Tidak terjadi debat kusir apabila ada pertanyaan dari peserta dilempar kepada peserta
lainnya.
Contoh jenis-jenis pertanyaan yang paling sering digunakan :
Pertanyaan Ingatan
• Dimana Anda mengalami?
• Kapan hal itu terjadi?
• Apakah kejadian seperti itu pernah terjadi pada diri Anda?
• Dengan pengalaman ini, apakah bisa dikatikan dengan pengalaman Anda sebelumnya?
Pertanyaan Pengamatan
• Apa yang sedang terjadi?
• Apakah Anda melihatnya?
Pertanyaan Analitis
• Mengapa perbedaan itu terjadi?
• Bagaimana akibat kegiatan ini terhadap perilaku kelompok?
Pertanyaan Hipotetik (Memancing Praduga)
• Apa yang akan terjadi jika….?
• Kemungkinan apa akibat seandainya….?
Pertanyaan Pembanding
• Siapakah yang dalam hal ini yang benar?
• Mana yang Anda anggap paling tepat antara…. dan ….?
Pertanyaan Proyektif (Mengungkap ke Depan)
• Coba bayangkan seandainya Anda menghadapi situasi seperti itu, apa yang akan Anda
lakukan?
Apapun bentuk dan jenis pertanyaannya, semuanya mengacu pada pertanyaan pokok, APA,
SIAPA, DIMANA, MENGAPA, KAPAN dan BAGAIMANA. Bila dihubungkan dengan tahapan dalam
alur belajar pengalaman berstruktur, maka kunci–kunci pertanyaan yang biasa dipakai adalah:
Mengungkapkan;
1) Mengungkapkan fakta biasanya memakai kata tanya : APA, SIAPA, DIMANA dan KAPAN ;
2) Mengungkapkan fakta atau pendapat (opini) bisanya memakai kata kunci BAGAIMANA ;
3) Mengungkapkan apa yang nyata-nyata terjadi dan dialami peserta memakai kata kunci APA,
SIAPA, DIMANA dan KAPAN selain itu juga jenis-jenis ’pertanyaan ingatan’ dan ’pengamatan’
banyak digunakan dalam tahap ini.
Menganalisa dan kesimpulan menggunakan kata kunci BAGAIMANA dan MENGAPA. Jenis
pertanyaan ’analitik’, hipotetik’ dan ’pembanding’ juga lebih banyak digunakan. Jenis pertanyaan
’proyektif lebih tepat digunakan pada tahap kesimpulan.
99
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Pusatkan kembali perhatian “Ok Lin, saya rasa itu masalah yang berbeda dengan apa
yang sedang kita bahas–boleh disimpan dulu untuk kemudian kita diskusikan?
• Gunakan bahasa tubuh. Berdirilah dan berjalan menuju tengah-tengah ruangan, ajak
peserta untuk terlibat dengan kontak mata dan mencondongkan badan ke depan.
• Gunakan humor yang sepantasnya; kalau digunakan dengan pantas, humor akan
mengurangi ketegangan. Tetapi, kalau bercanda jangan membuat orang lain ditertawakan.
• Ingatkan akan norma kelompok, ”Satu hal yang kita sepakati pada awal pertemuan
adalah jangan ada diskusi swasta. Bisakah kita mentaati norma ini?”
• Alihkan perhatian, “Bisa minta waktu 2 menit lagi sebelum kita lanjutkan ke kesimpulan?”
• Jangan mengabaikan atau menghindar. Memang sulit untuk menghadapi resistensi ketika
kita mendeteksinya. Tetapi, mengabaikan atau menghindar dari resistensi yang ada akan
mengacaukan proses-proses selanjutnya. Bukan tidak mungkin akan menghentikan
(membubarkan) proses itu sama sekali.
d. Dinamika Bertanya
Metode ini kita terapkan untuk melakukan pendalaman materi. Sesuai dengan prinsip, bahwa orang
dewasa adalah orang yang telah memiliki berbagai pengalaman, proses tanya jawab tidak berarti
pertanyaan dari peserta harus kita jawab. Kita bisa memberikan kesempatan kepada peserta yang
bersangkutan untuk menggali pengalamannya sendiri, atau memberikan kesempatan kepada
peserta lain untuk memberikan jawaban.
Biasanya metode ini digunakan setelah kita menyampaikan materi (seperti ceramah, demonstrasi,
atau penugasan).
100
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
e. Curah Pendapat
Metode curah pendapat (asah otak/brainstorming) adalah suatu cara yang cocok untuk menghasilkan
ide-ide baru. Asah otak memungkinkan warga belajar saling bekerjasama mengumpulkan ide-ide
untuk memecahkan masalah mereka.
Metode ini umumnya kita gunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pemecahan masalah
tertentu, atau kegiatan-kegiatan lain yang membutuhkan munculnya gagasan-gagasan baru.
Ada dua tahap pengorganisasian dan peraturan dari kegiatan asah otak :
• Tahap pertama adalah untuk menghasilkan sebanyak mungkin ide. Ide tersebut bisa ditulis
di atas lembaran kertas dan memperkenalkannya di atas papan atau menuliskannya
secara langsung dalam sebuah bagan-bagan. Warga dilarang berkomentar selama tahap
ini.
• Tahap kedua adalah mengevaluasi ide-ide yang dihasilkan selama tahap pertama.
Kemudian, warga belajar diminta mengelompokan ide-ide yang sama, lalu memberikan
tanda pada setiap kelompok dalam sebuah prioritas (ada kelompok ide dengan prioritas
paling penting, kedua terpenting, dan seterusnya)
VIII. REFERENSI
1. Depkes RI, Pusat Promosi Kesehatan, Modul Teknologi Advokasi Kesehatan, Jakarta: 2002.
2. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013.
IX. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Simulasi (Games) Perubahan Perilaku:
1. Minta peserta untuk membagi dalam 3 kelompok kecil, dan masing-masing kelompok
membahas sekurang-kurangnya 5 point siapa yang dianggap upper dan lower (1 kelompok
101
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
membahas personal, 1 kelompok membahas institusional dan yang lainnya membahas dari
segi profesional).
2. Setelah diskusi dalam kelompok kecil, minta masing-masing mempresentasikan dan kelompok
lain memanggapi atau memberi masukan.
3. Kembangkanlah diskusi tentang mengapa seseorang atau sesuatu dianggap “upper” dan
yang lainnya dianggap “lower”.
4. Di akhir diskusi sepakati bahwa dalam pendekatan STBM cara pandang tersebut harus diubah
sehingga tidak ada pendapat siapa upper dan siapa lower (tidak ada yang memposisikan
dirinya sebagai upper dan tidak ada pula pihak lain yang dipandang sebagai lower).
5. Setelah diskusi pleno 1 selesai, minta kelompok yang sama untuk membuat skenario melalui
bahasa tubuh (gesture), masing-masing kelompok menggambarkan kegiatan yang top –
down, partisipatif dan bersahabat.
6. Minta masing-masing kelompok untuk menampilkan skenarionya (hanya melalui bahasa
tubuh) dan kelompok lain menjadi pengamat.
7. Di setiap akhir penampilan kelompok, tanyakan kepada kelompok pengamat apa yang menjadi
karakteristik dari bahasa tubuh yang ditampilkan.
8. Pada diskusi pleno, tanyakan kepada peserta bahasa tubuh yang bagaimana yang sesuai
untuk pendekatan STBM (didasarkan pada pemahaman bahwa tidak ada yang dianggap
upper dan lower).
102
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Seorang fasilitator adalah seorang yang:
1. Mendukung peserta dalam berbagi dan belajar sendiri,
2. Memobilisasi pengetahuan yang sudah dimiliki peserta,
3. Tertarik akan pengalaman dan masalah peserta,
4. Tidak mendominasi materi atau proses, tetapi menjamin partisipasi yang setara,
5. Hanya melakukan intervensi kalau peserta mengalami kesulitan,
6. Membantu peserta untuk merangkum, menyimpulkan dan mengambil keputusan,
7. Tidak menguasai hasilnya.
Selamat berpentasi!
Siapkanlah suatu konsep advokasi yang memuat materi dan strategi/cara advokasinya untuk
suatu kabupaten yang memiliki banyak permasalahan sanitasi dan belum ada dukungan
kebijakan yang memadai dari pemerintah dan DPRD setempat serta juga masyarakatnya.
Tujuan :
Pada akhir praktik, peserta:
Dapat menjelaskan perbedaan antara mendengar dan menyimak,
Dapat menjelaskan kenapa menyimak itu sulit dengan mendaftar beberapa hambatan
dalam menyimak,
Dapat mendaftar apa yang dilakukan dan tidak dilakukan selama menyimak sebagai
seorang fasilitator.
Langkah-langkah :
1. Bentuk kelompok menjadi 5.
2. Minta peserta dalam setiap kelompok jangan menulis apa pun selama menyelesaikan
teka-teki yang Anda akan bacakan berikut. Bacakan keras-keras (jangan dibagikan):
Anda seorang sopir bis. Pada pemberhentian berikutnya 12 orang naik. Pada
pemberhentian berikutnya 3 orang turun dan 5 naik. Pada pemberhentian ketiga 1
turun dan 6 naik. Pada pemberhentian keempat 5 naik 8 turun. Pada pemberhentian
kelima 9 turun dan 3 naik. Pada pemberhentian keenam 3 turun dan 7 naik. Siapa
kah sopir bisnya?
Jawab: nama Anda!
103
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Minta setiap kelompok (5 kelompok) untuk mendiskusikan apa yang terjadi. Gunakan
pertanyaan panduan berikut:
• Kenapa kebanyakan orang tidak tahu jawabannya (melewatkan bagian awal, asumsi
mengenai masalahnya)?
• Apakah perbedaan antara mendengar dan menyimak?
• Bagaimana kaitannya dengan menyimak sebagai seorang pelatih? (menyimak
masukan dan opini peserta tanpa mengadili, membandingkan, mengambil poin-poin
utama, elemen-elemen umum, merumuskan dll.)
4. Minta setiap kelompok menuliskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat
menyimak sebagai fasilitator pada flipchart seperti berikut ini;
seorang fasilitator yang baik akan....
Seorang fasilitator yang baik tidak akan.....
5. Bantu kelompok untuk melakukan sharing dengan meminta menempel hasilnya (kertas
flipcharts) dan minta semua orang berkeliling untuk membaca
Komentar :
Aktifitas ini bisa digunakan sebagai ilustrasi pendek yang menyegarkan mengenai fakta bahwa
menyimak secara aktif tidak segampang seperti yang dibayangkan. Hal ini menunjukkan betapa
gampangnya untuk tenggelam dalam detail dan melewatkan poin-poin kritis.
104
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Buat 1 contoh pertanyaan yang mampu menjawab alasan seperti tabel berikut:
5. Jawaban kelompok ditulis di kertas plano untuk dipresentasikan setelah diskusi selesai.
105
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
g. Diskusi kelompok ”Bentuk Intervensi Dalam Menghadapi Situasi Sulit”
Selama 10 menit diskusikan dalam kelompok apa bentuk intervensi yang memungkinkan untuk
menghadapi berbagai tipe dan kesulitan orang yang difasilitasi.
3. Agresif
4. Terlalu dominan
6. Pelawak
7. Penyendiri
Setelah selesai diskusi pleno, bagikan tulisan “Tips untuk menyeimbangkan dinamika dan
mengelola anggota kelompok yang sulit” terlampir.
106
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.4
PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS
PEMICUAN STBM DI
KOMUNITAS
MI.4
107
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.4 - Pemicuan STBM di Komunitas..............................107
I. DESKRIPSI SINGKAT.................................................................................................... 110
II. TUJUAN PEMBELAJARAN............................................................................................ 110
A. Tujuan Pembelajaran Umum....................................................................................... 110
B. Tujuan Pembelajaran Khusus...................................................................................... 110
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN...................................................... 110
A. Pokok Bahasan 1: Kegiatan Pra Pemicuan................................................................. 110
B. Pokok Bahasan 2: Pemicuan...................................................................................... 110
C. Pokok Bahasan 3: Paska Pemicuan........................................................................... 110
D. Pokok Bahasan 4: Simulasi Pemicuan STBM di Komunitas....................................... 111
E. Pokok Bahasan 5: Praktik Pemicuan di Lapangan...................................................... 111
IV. BAHAN BELAJAR........................................................................................................... 111
V. METODE PEMBELAJARAN........................................................................................... 111
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN.................................................. 111
A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit)......................................................................... 111
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (1050 menit)................................................. 111
C. Langkah 3 : Rangkuman (15 menit)............................................................................ 112
VII. URAIAN MATERI ............................................................................................................ 112
A. POKOK BAHASAN 1: Kegiatan PRA PEMICUAN...................................................... 113
a. Observasi PHBS Masyarakat .............................................................................. 113
b. Persiapan Pemicuan dan Menciptakan Suasana yang Kondusif
Sebelum Pemicuan.............................................................................................. 113
c. Persiapan Teknis dan Logistik.............................................................................. 113
B. POKOK BAHASAN 2: PEMICUAN.............................................................................. 114
a. Alat-Alat Utama Partisipasi Untuk Pemicuan....................................................... 114
b. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan........................................ 117
c. Langkah-langkah pemicuan................................................................................. 118
d. Proses Pemicuan Lima Pilar STBM .................................................................... 125
e. Komposisi tim pemicu........................................................................................... 142
C. POKOK BAHASAN 3: fasilitasi PASKA PEMICUAN................................................... 142
a. Cara Membangun Ulang Komitmen..................................................................... 142
b. Pilihan Teknologi Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM.................................................... 143
c. Tangga Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM................................................................... 143
d. Tangga Perubahan Perilaku Pilar-Pilar STBM..................................................... 144
e. Desa/Kelurahan mencapai status ODF/Stop BABS............................................. 144
f. Desa/kelurahan Mencapai Status Sanitasi Total.................................................. 145
108
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. Opsi Teknologi untuk 5 Pilar STBM............................................................................. 146
a. Jamban Sehat...................................................................................................... 146
b. Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun........................................................................ 148
c. Sarana Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga........................ 152
d. Cara membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi...................................... 160
e. Pendampingan dan Monitoring............................................................................ 160
f. Media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan............................. 172
E. POKOK BAHASAN 4: SIMULASI PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS...................... 172
a. Pembentukan Kelompok dan Tim Pemicu........................................................... 172
b. Penyiapan Alat dan Bahan................................................................................... 173
c. Pembagian Peran Pada Kelompok Simulasi Pemicuan Kelompok...................... 173
F. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI LAPANGAN.................................... 174
a. Praktik pemicuan di lapangan.............................................................................. 174
VIII. REFERENSI.................................................................................................................... 174
IX. LAMPIRAN....................................................................................................................... 174
X. LAMPIRAN....................................................................................................................... 174
a. Panduan Persiapan Lapang................................................................................. 174
b. Panduan Pembentukan Kelompok ...................................................................... 174
c. Panduan Praktik Lapang Dan Simulasi Kelompok............................................... 175
d. Panduan Pemicuan Di Masyarakat...................................................................... 176
e. Panduan Kompilasi Temuan Dan Pelaporan........................................................ 178
g. Pleno Dengan Masyarakat................................................................................... 179
109
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MI-4
PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan peserta dalam menerapkan
pendekatan STBM ketika memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam
melakukan pemicuan STBM di komunitas.
Dalam materi ini dibahas bagaimana melakukan prapemicuan, pemicuan, fasilitasi paska pemicuan,
simulasi pemicuan STBM di komunitas dan mempraktikkan pemicuan di lapangan untuk pilar 1
(Stop Buang Air Besar Sembarangan/SBS).
Metode ini dapat digunakan untuk melakukan pemicuan pada pilar-pilar lainnya.
110
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
d. Pendampingan dan monitoring,
e. Media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, simulasi, simulasi, putar film, pemilihan kelompok secara
partisipatif, penugasan, dan praktik kerja lapang.
111
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
4. Membagi peserta ke dalam 4 kelompok dan meminta mereka untuk simulasi terkait pemicuan
STBM di masyarakat.
5. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi kelompok
dan simulasi yang dilakukan.
C. LANGKAH 3 : RANGKUMAN (15 MENIT)
1. Fasilitator merangkum sesi pembelajaran.
2. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi
pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain.
3. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah
disediakan.
4. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tercapainya TPU dan TPK sesi.
Maksud pemicuan adalah masyarakat secara bersama-sama bisa menyadari bahaya kebiasaan
buang air besar sembarangan dan merasa jijik melakukan kebiasaan BABS, meskipun mereka
hanya melakukan BABS satu hari saja, dan sudah tiap hari.
Tujuannya adalah agar masyarakat mau berubah perilakunya dari buang air besar sembarangan
menjadi buang air besar di jamban yang higienis dan layak.
Sering kali dalam pemicuan, masyarakat berkomentar mengenai sulitnya mengubah kebiasaan
BABS karena beberapa alasan klise seperti: kita ini orang miskin dan tidak mampu untuk
membangun jamban. Apakah Anda bisa membantu untuk membangun jamban? kami akan
berhenti melakukan BABS secepatnya dan kami akan segera membangun lubang dll. Oleh karena
itu pemicuan dilakukan bersama-sama sekelompok masyarakat agar masyarakat yang sudah
terpicu dapat dengan cepat mengambil keputusan secara kolektif untuk menghentikan kebiasaan
BABS.
Kegiatan pemicuan dilakukan secara bertahap, yang terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu kegiatan
pra-pemicuan, saat pemicuan dan pasca pemicuan. Penjelasan lebih detail akan dijabarkan pada
pokok bahasan berikut.
112
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
A. POKOK BAHASAN 1: KEGIATAN PRA PEMICUAN
113
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
masyarakat. Persiapan teknis dan logistik ini menjadi bagian penting yang akan mendukung
proses analisa partisipatif yang membantu masyarakat untuk mengenal kondisi wilayahnya beserta
dengan permasalahan dan potensi yang ada sehingga diharapkan bisa membantu masyarakat
untuk menemukan solusi secara kolektif dari mereka sendiri.
Persiapan teknis dan logistik ini rinciannya tergantung dari lokasi dan rencana proses pemicuan
yang dilakukan oleh tim fasilitator sehingga tidak ada standar baku yang harus disiapkan, misalnya
bagaimana teknis pemberangkatan tim pemicu, teknis masuk sebelum pemicuannya dan proses
pemicuannya. Bisa jadi proses pemicuan dilakukan pada saat ada kegiatan posyandu, PKK, temu
warga dll.
Pemicuan bisa dilakukan di ruang terbuka maupun tertutup, asal bisa mengoptimalkan rasa
jijik, takut penyakit, berdosa, dll., yang bisa memicu masyarakat untuk berubah. Beberapa
kegiatan bisa dilakukan pada proses pemicuan. Untuk pemicuan pilar 1 STBM, Stop Buang Air
Besar Sembarangan, tim pemicu bisa mengajak masyarakat melakukan kegiatan mencari tinja,
menghitung tinja, dan demonstrasi air yang terkena tinja. Untuk pilar 2 STBM, Cuci Tangan Pakai
Sabun, tim pemicu bisa mengajak masyarakat bermain alur penularan penyakit (diagram F) dan
simulasi cuci tangan pakai sabun. Tim pemicu bisa menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan
pemicuan yang akan dilakukan, baik untuk pilar 1,2,3,4, ataupun 5.
Sebelum melakukan pemicuan, tim pemicu perlu mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan,
seperti tepung, dedak, botol air mineral, puzzle simulasi diagram F, sabun, ember, kertas metaplan,
spidol, kertas potong, lem, dll.
Peserta perlu mendiskusikan lebih detail dengan anggota kelompok mengenai alat yang diperlukan
sesuai dengan kondisi dan rencana proses melakukan pemicuan di masyarakat.
114
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui lokasi yang paling sering dijadikan
tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke lokasi BAB sembarangan dan
berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik. Lebih jauh,
diharapkan orang yang biasa BAB di tempat tersebut akan terpicu rasa malunya,
Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran
manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.
Penjelasan Tanda:
Alur Penularan Penyakit
--- (garis 6:
Gambar merah): penghambat
Alur Penularan Penyakit (Diagram F)
Laporan WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa sekitar 1,1 juta anak usia di bawah lima tahun
meninggal karena diare. Sementara UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak
yang meninggal karena diare. Kematian diare pada balita di negara-negara berkembang mencapai
1,5 juta jiwa. Data di Indonesia menunjukkan diare adalah pembunuh balita kedua setelah ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Di Indonesia setiap tahun 100.000 balita meninggal karena
diare.
Penyebab utama diare adalah bakteri Eschericia coli selanjutnya disingkat menjadi E.coli. E. coli
adalah tipe bakteri fecal coliform yang biasanya terdapat pada alat pencernaan binatang dan
manusia. Adanya E.coli di dalam air adalah indikasi kuat adanya kontaminasi adanya kotoran
manusia dan hewan.
115
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Diagram penyebaran kuman diare biasa di sebut Diagram F. Diagram ini pertama ditemukan oleh
E.G. Wagner dan J.N. Lanoix pada tahun 1958. Diagram F menggambarkan bagaimana bakteri
E.coli yang ada di dalam kotoran manusia dan hewan bisa masuk ke perut melalui beberapa cara,
antara lain melalui tangan (fingers), air (fluid), dan lalat (flies).
Lalat sering hinggap di kotoran manusia dan hewan. Pada saat hinggap di makanan, lalat
menempelkan kotoran manusia dan hewan ke makanan dan minuman yang tidak ditutup dengan
baik, yang bisa menyebabkan diare. Makanan dan minuman yang tidak ditutup rapat, juga bisa
terkena udara yang mengandung kuman penyakin dan bisa menyebabkan diare.
Kotoran manusia yang berserakan ataupun tidak dibuang ke saluran yang benar, dapat mencemari
air. Jika langsung diminum, air tersebut bisa berbahaya.
Sehabis buang air besar/ buang air kecil, tangan kita juga bisa mengandung kuman penyakit diare,
yang bisa masuk ke tubuh kita jika kita tidak membersihkan tangan. Perilaku buang air besar
sembarangan merupakan perilaku yang dapat membantu penyebaran bakteri E. Coli. Saat turun
hujan, E. Coli dapat terbawa ke sumber-sumber air misalnya ke sungai, danau, dan air bawah
tanah. Jika sumber-sumber air ini tidak diolah dengan baik, maka E. Coli akan masuk ke dalam
makanan dan minuman kita. Kuman penyakit yang terdapat dalam tinja, tidak sengaja masuk ke
dalam mulut.
116
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Rating Scale atau Convinient, yang bertujuan untuk:
melihat dan mengetahui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan antara yang
dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan sekarang
ketika sudah BAB di tempat yang tetap dan tertutup).
mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai
sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan tangga
sanitasi di masyarakat.
Langkah kerja dari masing-masing alat tersebut dapat dilihat (untuk dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan lapangan) dalam lampiran “PANDUAN FASILITASI DI TINGKAT KOMUNITAS”
Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi
dalam suatu komunitas, diantaranya:
o Perasaan jijik,
o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang,
o Perasaan takut sakit,
o Perasaan takut berdosa,
o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan.
Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang digunakan untuk
pemicuan faktor-faktor tersebut.
Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan
dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu
sendiri.
117
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kebiasaan dengan subsidi / bantuan Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apa-
apa, kita tidak membawa bantuan
Faktor gengsi; malu untuk membangun jamban yang Gali model-model jamban menurut masyarakat
sangat sederhana (ingin jamban permanen) dan jangan memberikan 1 pilihan model
jamban
c. Langkah-langkah pemicuan
1. Perkenalan dan penyampaian tujuan
Perkenalkan terlebih dahulu anggota tim fasilitator dan sampaikan tujuan bahwa tim ingin
“melihat” kondisi sanitasi dari kampung tersebut. Jelaskan dari awal bahwa kedatangan
tim bukan untuk memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan. Tim hanya ingin
melihat dan mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat
mendapat air bersih, bagaimana masyarakat melakukan kebiasaan buang air besar, dan
lain-lain. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka mau menerima tim dengan maksud
dan tujuan yang telah disampaikan
2. Bina suasana
Untuk menghilangkan “jarak” antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses fasilitasi
berjalan lancar, sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah
setempat untuk “tinja” (misalnya tai, dll) dan BAB (ngising, naeng, dll)
3. Analisa partisipatif dan pemicuan
Memulai proses pemicuan di masyarakat, yang diawali dengan analisa partisipatif misalnya
melalui pembuatan peta desa/dusun/kampung yang akan menggambarkan wilayah BAB
masyarakatnya.
118
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Pemetaan
Tujuan:
Mengetahui/ melihat peta wilayah BAB masyarakat,
Sebagai alat monitoring (pasca pemicuan, setelah ada mobilisasi masyarakat).
Proses:
Ajak masyarakat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampong, seperti batas desa/
dusun/kampong, jalan, sungai, dll.
Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya,
menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai
rumah, kemudian peserta berdiri di atas rumah masing-masing.
Minta mereka untuk menyebutkan tempat BAB di luar rumahnya, baik itu di tempat
terbuka maupun “numpang di tetangga”, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan
bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK ke tempat BABnya.
Tanyakan pula dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti malam
hari, saat hujan atau saat terserang penyakit perut.
119
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tanyakan kemana kira-kira “perginya” tinja-tinja tersebut.
Di akhir kegiatan, tanyakan: kira-kira kemana besok mereka akan BAB? Apakah
mereka akan melakukan hal yang sama?
Catatan:
Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor kondisi wilayahnya sendiri, peta di
atas lahan “harus” disalin ke dalam kertas flipchart,
Jika tempat tidak memungkinkan, pemetaan bisa dilakukan dengan menggunakan
kertas yang cukup besar.
Transect Walk
Tujuan
Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB, dengan mengajak
masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat
akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut, diharapkan akan
terpicu rasa malunya.
Proses :
Ajak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan tempat
BAB (didasarkan pada hasil pemetaan),
Lakukan analisa partisipatf di tempat tersebut,
Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah BAB
di tempat tersebut.
Jika diantara masyarakat ada yang ikut transect walk ada yang biasa melakukan BAB
di tempat tersebut, tanyakan:
o Bagaimana perasaannya,
o Berapa lama kebiasaan itu berlangsung,
o Apakah besok akan melakukan hal yang sama?
Jika diatara masyarakat yang ikut transect tidak ada satupun yang biasa melakukan
BAB di tempat tersebut, tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat wilayah
tersebut. Tanyakan hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan
tempat yang sering dipakai BAB tersebut.
Jika ada anak kecil yang ikut dalam transect atau berada tidak jauh dengan tempat
BAB itu, tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecil
menyatakan tidak suka, ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang
bisa dituangkan dalam nyanyian, slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal)
lainnya.
Catatan:
Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian),
natural leader dan anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transect walk
dengan membawa “peta”. Transect walk ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah
120
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
dan menanyakan kepada mereka kapan mereka mau berubah seperti masyarakat lainnya
yang sudah mulai berubah? Minta waktu yang detil, misalnya tanggal berapa. Tandai rumah
masing-masing dengan tanggal sesuai kesiapan mereka.
Proses
Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam
mulut?
Tanyakan bagaimana tinja bisa “dimakan oleh kita”? melalui apa saja? Minta masyarakat
untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang menjadi perantara tinja sampai
ke mulut.
Analisa hasilnya bersama-sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi
(misalnya FGD untuk memicu rasa takut sakit).
Tujuan
Mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan
sehari-hari.
Proses
Dengan disaksikan oleh seluruh peserta, ambil 1 ember air sungai dan minta salah
seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur, cuci pakaian
dan lain-lain yang biasa dilakukan warga disungai,
Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, dan minta salah seorang peserta
untuk melakukan hal yang dilakukan sebelumnya.
Tunggu reaksinya. Jika ia menolak melakukannya, tanyakan apa alasannya? Apa
bedanya dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun waktu
tertentu? Apa yang akan dilakukan masyarakat di kemudian hari?
121
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Peragaam ini bisa ditambhakan dengan hal-hal lain seperti mencampur sedikit kotoran ke
dalam gelas dan minta mereka untuk meminumnya, meminta masyarakat untuk mencuci
beras, sikat gigi atau berwudlu dengan air sungai yang telah dicampur dengan kotoran, dll.
Bila peragaan ini dilakukan pada saat transect ke wilayah sungai, untuk menunjukkan
bahwa air telah terkontaminasi tidak perlu memasukkan kotoran ke dalam air dalam ember,
melainkan bisa langsung mengambil air yang di sekitar air tersebut terdapat tinja.
Kegiatan-kegiatan pemicuan tersebut dilakukan dengan cara simulasi dan dilanjutkan
dengan:
Banyak hal yang harus dipicu yang dapat dilakukan melalui diskusi dengan masyarakat,
diantaranya:
FGD untuk memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pibadi”
Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka
dan alasan mengapa mereka melakukannya
Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak
terlindung dan kegiatan uang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di
tempat terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya secara
sengaja atau tidak sengaja?
Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia
sedang mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang
sama?
Catatan
Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling
terbebani (kehilangan privacy0, jadi perempuan termasuk kelompok yang paling kompeten
untuk dipicu.
122
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
dengan membawa kotoran di kaki-kakinya, bagaimana memastikan bahwa rumah-
rumah dan makanan-makan di dalam kampong itu dijamin bebas dari lalat, dsb.
Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana saja yang
pernah terkena diare (2-3 tahun yang lalu), berapa biaya yang dikeluarkan untuk
berobat, adakah anggota keluarga (terutama anak kecil) yang meninggal karena diare,
bagaimana perasaan bapak/ibu atau anggota keluarga lainnya.
Apa yang dilakukan kemudian?
123
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Fasilitator menyampaikan kesimpulan atas analisa yang telah dilakukan oleh masyarakat.
Jika masyarakat masih senang dengan kondisi sanitasi mereka, artinya tidak mau berubah
dengan berbagai macam alasan, fasilitator bisa menyampaikan:
Terima kasih telah memberikan kesempatan melakukan analisa tentang sanitasi di desa
bapak/ibu, silahkan bapak/ibu meneruskan kebiasaan ini, dan ibu/bapak adalah satu-
satunya kelompok masyarakat yang masih senang untuk membiarkan masyarakatnya
saling mengkonsumsi kotoran.
Dengan senang hati kami akan menyampaikan hasil analisa Bapak/Ibu ini kepada bapak
Camat/Bupati, dst. Bahwa di wilayah kerja mereka masih terdapat masyarakat yang mau
bertahan dengan kondisi seperti ini.
4. Tindak lanjut oleh masyarakat
Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu juga susun
rencana tindak lanjut oleh masyarakat. Semangati masyarakat bahwa mereka dapat 100%
terbebas dari kebiasaan BAB di sembarang tempat.
5. Monitoring
Lebih kepada “memberikan energi” bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan
di bidang sanitasinya.
124
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
ALAT/ELEMEN STOP BABS CTPS PAM-RT SAMPAH LIMBAH
Pemetaan ++ ++ ++
Transect Walk ++ ++ ++
Simulasi/demo air + ++ -- -- -- --
tinja
Simulasi
Pemicuan bisa dilakukan untuk semua pilar STBM.
ELEMEN PEMICUAN Rasa Jijik, Rasa Takut Sakit, Jijik, Takut sakit, Jijik, Takut sakit, Jijik, Takut sakit, Jijik,
Malu, Takut Dosa/ Agama, Gaya hidup, Gengsi, Ekonomis, Najis,Bau, Banjir, Kotor, Najis, Bau,
rasa bersalah/takut Rasa malu. Hemat, Dosa Kecelakaan, Agama, Dosa,Tokoh
Proses pemicuan akan dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Hasil yang diharapkan ODF = 100 % 100 % masyarakat 100 % masyarakat 100 % masyarakat 100 % KK mengelola
FECAL ORAL YANG DIGUNAKAN SATU UNTUK SEMUA PADA TAHAP AWAL KEMUDIAN
125
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM PILAR 1 (STOP BABS)
126
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
1. Perkenalan dan Agar masyarakat dengan fasilitator saling 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit -
penyampaian mengenal, 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang
tujuan. Agar masyarakat mengetahui maksud sesuai dengan situasi kondisi.
kedatangan fasilitator.
Agar masyarakat mengetahui bahwa fasilitator
tidak membawa bantuan apapun.
2. Pencairan Agar masyarakat merasa senang mengikuti 1. Ajak masyarakat melakukan perma-inan/game yang 15 menit Sesuai
suasana acara pertemuan menimbulkan rasa lucu dan membuat gembira. kebutuhan
Agar masyarakat tidak merasa rendah diri 2. Atau ajak masyarakat bernyanyi atau membuat joke/
terhadap fasilitator lelucon.
Agar tidak ada kekakuan suasana acara
pertemuan
3. Kesepakatan Agar ada kesepakatn istilah tinja, BAB & Jamban 1. Tanyakan kebiasaan masyarakat setiap bangun pagi. 10 menit -
istilah tinja, antara masyarakat dengan fasilitator. 2. Gali intilah tinja, BAB & jamban yang dipakai sehari-
BAB & Jamban Agar istilah tinja, BAB & Jamban yang digunakan hari masyarakat setempat.
betul-betul istilah sehari-hari dan cenderung 3. Sepakati istilah istilah tersebut yang akan dipakai
bahasa kasar sehingga efektif dipakai sebagai selama pertemuan berlangsung.
bahasa pemicu.
1. Minta beberapa sukarelawan untuk meng-gambarkan
4. Pemetaan Digunakan untuk alat P.R.A. batas desa/dusun/RW. 25 menit Bahan
Digunakan untuk mengetahui tempat-tempat 2. Minta sukarelawan menggambarkan tempat-tempat setempat
masyarakat biasa BABS. yang mungkin dipakai sebagai BABS.
Digunakan sebagai alat bantu pemicuan 3. Minta sukarelawan menandai posisi melakukan
Digunakan sebagai alat monitoring pertemuan.
4. Minta kepada semua peserta/masya-rakat yang hadir
menandai rumah-nya masing-masing dengan benda
sesuai kesepakatan.
5. Pemicuan
dengan FGD :
a. Elemen Rasa Menimbulkan rasa malu melakukan BABS. Buat posisi masyarakat melingkar satu lapis. 15 menit -
Malu Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah Tanya kepada peserta pertemuan : siapa yang pagi
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop ini tadi BAB di sungai/sawah/kebun dll ? (Jangan
BABS. sebut : tidak dijamban ). Minta untuk tunjuk tangan.
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun &
menggunakan jamban sebagai tempat BAB.
b. Elemen Rasa Jijik Menimbulkan rasa jijik terhadap tinja yang dibuang Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa 15 menit Visualisasi
sembarangan. malu, lanjutkan dengan elemen rasa jijik. tinja
Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah Tanyakan berapa anggota keluarga dan berapa kali
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop setiap hari BAB.
BABS. Minta mereka membuat tumpukan bahan menyerupai
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & tinja (yang sudah disiapkan) sejumlah anggota
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. keluarganya.
Minta mereka untuk melihat visualisasi tumpukan
tinja dan tanyakan perasaan mereka
Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan : Apakah
mau seperti ini terus ?
Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan
reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat
yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, kita ajak menghitung jumlah
tinja yang dihasilkan perhari/bulan dan tahun.
c. Elemen Rasa Menimbulkan rasa takut sakit karena tahu bahwa Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa 15 menit Diagram
Takut Sakit tinja yang dibuang sembarangan bisa termakan malu dan jijik lanjutkan dengan elemen rasa takut F, Meta
dan mengakibatkan sakit. sakit. plan & alat
Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah Simulasikan air minum yang tercemar tinja atau gali tulis,
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop pengetahuan masyarakat bagaimana tinja seseorang Flip Chart
BABS. bisa masuk kemulut.
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & Tanyakan perasaan mereka setelah melihat
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. peragaan tinja bisa masuk mulut.
Bila ada yang menyatakan jijik atau takut sakit
tanyakan : Apakah mau seperti ini terus ?
127
128
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
d. Elemen Rasa Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa 15 menit -
Takut Dosa tinja yang dibuang sem-barangan bisa membuat malu, jijik dan rasa takut sakit lanjutkan dengan
najis alat ibadah atau orang lain yang mau elemen rasa takut dosa.
beribadah. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa
Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa tinja mereka bisa masuk mulut orang lain dan
tinja yang dibuang sem-barangan bisa membuat menimbulkan sakit atau
orang lain jatuh sakit. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa tinja
Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah mereka bisa membuat ibadah orang lain tidak
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop diterima Tuhan karena alat ibadah atau badannya
BABS. tidak suci karena terkenan najisnya ? atau
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. tinja mereka bisa masuk mulut orang lain dan
menimbulkan sakit.
Bila ada yang menyatakan takut dosa tanyakan :
Apakah mau seperti ini terus ?
Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan
reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat
yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya
atau gunakan hadist atau ayat dari Kitab Suci.
e. Elemen Rasa Menimbulkan rasa jatuh harga diri karena masih Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen- 15 menit -
Harga Diri berperilaku BABS. elemen diatas lanjut-kan dengan elemen rasa harga
Menumbuhkan kebanggaan karena telah diri.
mempunyai jamban dan telah melaksanakan Stop Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang
BABS. sangat dihormatinya mau numpang BAB dan
Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah ternyata nggak punya jamban atau
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa banyak
BABS. orang yang lebih miskin darinya sudah mau berubah
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & atau sudah punya jamban ? atau
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa dirinya
tidak lebih baik dari kucing dalam hal BAB.
f. Elemen lain. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah Tanyakan perasaan mereka dengan menggunakan
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop elemen-elemen pemicu lain yang sesuai dengan
BABS. situasi dan kondisi setempat.
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun &
menggunakan jamban sebagai tempat BAB.
5. Transect Walk Menimbulkan rasa malu/jijik/takut sakit/takut dosa/ Transect Walk adalah kegiatan mengajak peserta 30 menit -
jatuh harga diri pertemuan untuk menelusuri desa/dusun/kampung
Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah untuk melihat dimana masyarakat biasa melakukan
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BAB.
BABS. Transect bisa dilakukan sebelum pemetaan, atau
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & sesudah pemetaan dan tidak ada yang terpicu
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. (setelah ada pemicuan) atau tidak usah dila-kukan
bila dengan pemetaan dan elemen pemicunya sudah
berhasil ada yang terpicu.
Ditempat yang ada tumpukan tinja lakukan FGD
dengan elemen-ele-men pemicuan.
Bila ada yang menyatakan mau berubah, berikan
reward/pujian.
6. Kesepakatan Membangun komitmen dari masyara-kat yang Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk 30 menit Flip Chart
mau berubah: kapan akan merealisasikan menuliskan komitmen/ kesanggupan mereka untuk & alat tulis
keinginannya untuk berubah. mulai membangun jamban
Membuat kesepakatan keberadaan Komite Minta kepada masyarakat yang terpicu : kapan hasil
Masyarakat yang akan mempelopori karya mereka bisa dilihat oleh .......... ?
pembangunan jamban di komunitasnya. Fasilitasi masyarakat yang terpicu dalam menyusun
Struktur Organisasi Komite Masyarakat.
7. RTL Memfasilitasi masyarakat yang terpicu untuk Minta kepada Komite untuk membu-at Rencana 30 menit Flip Chart
membuat Rencana Tindak Lanjut untuk Tindak Lanjut dalam rangka untuk merealisasikan & alat tulis
merealisasikan Komitmen mereka komit-men mereka untuk mewujudkan ODF.
129
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM (CTPS)
130
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
1. Perkenalan Saling mengenal (antar masyarakat dengan fasilitator), 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit
Masyarakat/ Peserta pertemuan merasa senang, tanpa 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking
beban mengikuti orientasi.Maksud dan tujuan diketahui yang sesuai dengan situasi kondisi.
oleh masyarakat.
2 Alur Penyakit Untuk mengetahui penyebab penyakit, cara penularan, 1. Fasilitator menanyakan beberapa penyakit o Kertas
pencegahan. yang sering muncul. meta plan
2. Masyarakat diminta menuliskan di kertas meta Spidol
plan. Stiky cloth
3. Pilih salah satu penyakit yang berkaitan
dengan sanitasi (contoh diare)
4. Buat alur penyakit tersebut
5. Fasilitator menanyakan bagaimana
cara pencegahannya dan masyarakat
menuliskannya.
3 Demo cuci Memberi penjelasan pentingnya cuci tangan pakai 1. Minta kesediaan dua orang (si A dan B) dari Aqua botol
tangan pakai sabun masyarakat Lem dari
sabun 2. Si A praktik ctps yang benar tepung
3. Si B praktik ctps yang tidak benar kanji
4. Fsilitator meminta masyarakat untuk menilai Betadin
dan memberikan tanggapan Ember
5. Fasilitator menyimpulkan perilaku CTPS yang Sabun
benar Tisu
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
FGD Gali informasi mengenai upaya penyediaaan air minum di rumah masing-masing peserta 30 menit
(pengolahan, penyimpanan dan perilaku penanganannya) --- grand tour
Tandai/ingat beberapa peserta yang belum melakukan upaya pengelolaan air minum dan gali
menuju 3 komponen PAM RT -- mini tour
Lemparkan kepada peserta yang telah melakukan upaya 3 komponen PAM RT
Lakukan simulasi minum air yang terkontaminasi
Takut Sakit
131
132
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
HASIL Perubahan sikap pengetahuan perilaku dalam pengelolaan air minum RT.
100 % masyarakat mengelola air minum dan melakukan 5 kunci keamanan pangan .
1. Perkenalan Saling mengenal (antar masyarakat 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit
dengan fasilitator), Masyarakat/ 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi
Peserta pertemuan merasa senang, kondisi.
tanpa beban mengikuti orientasi.
Maksud dan tujuan diketahui oleh
Pemutaran Fasilitator Memutar film tentang ”makanan yang dihinggapi lalat” 5 menit Media
Film audiovisual
Diagarma F Peserta diminta untuk membuat alur kontaminasi makanan dengan gambar- 5 menit Gambar
gambar diagaram lima F. Alur
133
dan matang.
134
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
Kesepakatan - Fasilitator memfasilitasi peserta untuk membuat kesepakatan bahwa 10 menit Kertas
seluruh komunitas di desa tsb akan menerapkan CPMB (Cara flano
Pengamanan Makanan Yang Baik ) dengan menerapkan 5 kunci spidol
kemanan pangan
Merubah perilaku masyarakat untuk menjaga kebersihan makanan & minuman ( Total
Food Safety )
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
1. Perkenalan • Saling mengenal ( antar 1. Fasilitator memperkenalkan diri dan mencoba mengenal beberapa anggota 5 menit
masyarakat dengan masyarakat yang hadir
fasilitator), 2. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan.
• Maksud dan tujuan
diketahui oleh masyarakat.
3 Identifikasi Mengajak masyarakat • Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air limbah di rumah? 25 menit • Kertas
limbah mengenali permasalahan • Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang dihasilkan, fasilitator flipchart
cair rumah pengamanan limbah cairnya menuliskan pada kertas metaplan dan menempelkan pada kain tempel. • Spidol
tangga, sendiri • Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan wujud limbah yang • Kertas
Pemetaaan disampaikan, kemudian diminta untuk menggambarkan bagaimana air limbah itu metaplan
Hitung disalurkan?
Volume • Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya limbah cair dari
limbah cair setiap jenis penyaluran?
• Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat lingkungan kita
dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam bagan identifikasi?
• Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan setiap harinya?
3 Pemicuan:
A Alur Mengajak masyarakat untuk • Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke 10 menit • Gambar
kontaminasi melihat bagaimana kotoran dalam mulut? tinja dan
manusia dapat dimakan oleh • Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui apa saja? Minta gambar
manusia yang lainnya masyarakat untuk menggambarkan hal – hal yang menjadi perantara limbah cair mulut
sampai ke mulut. • Potongan
• Analisis hasilnya bersama–sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi kertas
(misalnya FGD) • Spidol
135
136
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
C FGD Bersama dengan masyarakat, • Ajak semua peserta untuk berjalan-jalan mengelilingi kampung mereka. Tujuan 15 menit
mendiskusikan kondisi yang ada perjalanan adalah lokasi-lokasi dimana masyarakat membuang limbah cair tidak
dan menganalisisnya, sehingga pada tempatnya
diharapkan dengan sendirinya • Jika menemukan lokasi pembuangan limbah cair, ajukan pertanyaan: siapa yang
masyarakat dapat merumuskan buang limbah cair di sini?
yang sebaiknya dilakukan atau • Bagaimana perasaan kita dengan melihat kondisi lingkungan yang seperti ini?
tidak dilakukan
Penelusuran • Untuk melihat dan • Fasilitator bertanya: Apakah bapak/ibu mau terus dalam kondisi seperti ini? 20 menit
Wilayah mengetahui tempat yang • Apa yang akan dilakukan?
paling sering dijadikan • Apakah kita sepakat untuk melakukan tindakan tersebut?
tempat buang limbah cair.
• Dengan mengajak
masyarakat berjalan
ke sana dan berdiskusi
di tempat tersebut,
diharapkan masyarakat
akan merasa jijik, bau, dsb
• Memicu rasa malu bagi
yang membuang limbah
cair tidak pada tempatnya.
Kesepakatan • Fasilitator mengajak masyarakat untuk menuliskan rencananya dalam rangka 5 menit • kertas
mewujudkan kesepakatan flipchart
• spidol
RTL • Fasilitator mengajak masyarakat untuk menuliskan rencananya dalam rangka 5 menit • kertas
mewujudkan kesepakatan flipchart
• spidol
1. Perkenalan Agar masyarakat dengan fasilitator 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit -
dan saling mengenal, 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai
penyampaian Agar masyarakat mengetahui maksud dengan situasi kondisi.
tujuan. kedatangan fasilitator.
2. Pencairan Agar masyarakat merasa senang 1. Ajak masyarakat melakukan perma-inan/game yang menimbulkan 15 menit Sesuai
suasana mengikuti acara pertemuan rasa lucu dan membuat gembira. kebutuhan
Agar masyarakat tidak merasa 2. Atau ajak masyarakat bernyanyi atau membuat joke/lelucon.
rendah diri terhadap fasilitator
Agar tidak ada kekakuan suasana
acara pertemuan
3. Pemetaan Digunakan untuk alat P.R.A. 1. Minta bbrp sukarelawan untuk meng-gambarkan batas desa/ 25 menit Bahan
Digunakan untuk mengetahui tempat- dusun/RW. setempat
tempat masy. biasa Buang Sampah. 2. Minta sukarelawan menggambarkan tempat-tempat yang mungkin
Digunakan sbg alat bantu pemicuan dipakai sebagai tempat buang sampah.
Digunakan sbg alat monitoring 3. Minta sukarelawan menandai posisi melakukan pertemuan.
4. Minta kepada semua peserta/masya-rakat yang hadir menandai
rumah-nya masing-masing dengan benda sesuai kesepakatan.
4. Pemicuan
dengan FGD :
a. Elemen Rasa Menimbulkan rasa malu melakukan Buat posisi masyarakat melingkar satu lapis. 15 menit -
Malu buang sampah sembarangan Tanya kepada peserta pertemuan : siapa yang pagi ini tadi buang
Menimbulkan keinginan kuat untuk sampah di sungai/sawah/kebun dll ? Minta untuk tunjuk tangan.
merubah kebiasaan buang sampah Yang tunjuk tangan pisahkan/minta maju satu langkah dari
sembarangan. lingkaran (dipisahkan dari lingkaran diharap-kan sudah muncul
Menimbulkan keinginan kuat untuk rasa malu)
mengelola sampah yang memenuhi Gali Rasa Malu mereka dengan per-tanyaan-pertanyaan yang ada
syarat kesehatan. kaitannya dengan rasa malu.
Bila ada yang menyatakan malu, tanyakan : Apakah mau seperti
ini terus ?
137
138
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
b. Elemen Rasa Menimbulkan rasa jijik terhadap sam- Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, lanjutkan 15 menit Visualisasi
Jijik pah yang dibuang sembarangan. dengan elemen rasa jijik. sampah
Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan berapa anggota keluarga dan berapa kali setiap hari
merubah kebiasaan buang sampah membuang sampah
sembarangan. Minta mereka membuat tumpukan bahan menyerupai sampah
Menimbulkan keinginan kuat untuk (yang sudah disiapkan) sejumlah berapa kali keluarga mereka
mengelola sampah yang memenuhi buang sampah.
syarat kesehatan. Minta mereka untuk melihat visuali-sasi sampah berserakan dan
tanyakan perasaan mereka
Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan : Apakah mau seperti ini
terus ?
Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, kita ajak menghitung jumlah sampah yang
dihasilkan perhari/bulan dan tahun.
c. Elemen Rasa Menimbulkan rasa takut sakit karena Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu dan jijik 15 menit Diagram F,
Takut Sakit tahu bahwa sampah yang dibuang lanjutkan dengan elemen rasa takut sakit. Meta plan
sembarangan bisa termakan dan Simulasikan air minum yang terce-mar kotoran dari sampah atau & alat tulis,
mengakibatkan sakit. gali pengetahuan masyarakat bagaima-na kotoran disampah Flip Chart
Menimbulkan keinginan kuat untuk seseorang bisa masuk kemulut.
merubah kebiasaan buang sampah Tanyakan perasaan mereka setelah melihat peragaan kotoran
sembarangan. disampah bisa masuk mulut.
Menimbulkan keinginan kuat untuk Bila ada yang menyatakan jijik atau takut sakit tanyakan : Apakah
mengelola sampah yang memenuhi mau seperti ini terus ?
syarat kesehatan. Bila mereka menyatakan mau berubah, berikan reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya.
d. Elemen Rasa Menimbulkan rasa takut dosa karena Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, jijik dan 15 menit Visualisasi
Takut Dosa tahu bahwa sampah yang dibuang rasa takut sakit lanjutkan dengan elemen rasa takut dosa. sampah
sembarangan bisa membuat najis Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang mereka
alat ibadah atau orang lain yang mau buang bibit penyakit yang dibawanya bisa masuk mulut orang lain
beribadah. dan menimbulkan sakit atau
Menimbulkan rasa takut dosa karena Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang mereka
tahu bahwa sampah yang dibuang buang (misalnya ke sungai) bisa membuat ibadah orang lain tidak
e. Elemen Rasa Menimbulkan rasa jatuh harga diri Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen-elemen diatas 15 menit -
Harga Diri karena masih berperilaku buang lanjut-kan dengan elemen rasa harga diri.
sampah sembarangan. Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang sangat
Menumbuhkan kebanggaan karena dihormatinya tau disekitar rumahnya banyak sampah berserakan.
telah mengelola sampah dengan atau
baik sehingga tidak menimbulkan Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa banyak orang yang
efek negatif bahkan mendapatkan lebih miskin darinya sudah mau berubah atau sudah mengelola
peningkatan nilai ekonomis.. sampahnya dengan baik/memenuhi syarat kesehatan ? atau
Menimbulkan keinginan kuat untuk Bila ada yang menyatakan jatuh harga diri/gengsi tanyakan :
merubah kebiasaan buang sampah Apakah mau seperti ini terus ?
sembarangan. Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian.
Menimbulkan keinginan kuat untuk Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
mengelola sampah yang memenuhi Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau gunakan
syarat kesehatan. hadist atau ayat dari Kitab Suci.
f. Elemen Nilai Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan apakah masyarakat tau bahwa ada kegiatan 15 menit Barang
Tambah dari merubah kebiasaan buang sampah pengamanan sampah yang bisa mendatangkan keuntungan hasil
sampah sembarangan. secara ekonomi ? Reuse &
Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan apakah ada yang sudah kenal dengan 3 R dan apa Recycle
mengelola sampah yang memenuhi manfaat yang didapatkannya.
syarat kesehatan dan memberikan nilai
139
ekonomi dengan 3 R.
140
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
g. Elemen lain. Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan perasaan mereka dengan menggunakan elemen-elemen -
merubah kebiasaan buang sampah pemicu lain yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
sembarangan.
Menimbulkan keinginan kuat untuk
mengelola sampah yang memenuhi
syarat kesehatan dan memberikan nilai
ekonomi dengan 3 R.
5. Transect Menimbulkan rasa malu/jijik/takut sakit/ Transect Walk adalah kegiatan mengajak peserta pertemuan 30 menit -
Walk takut dosa/jatuh harga diri untuk menelusuri desa/dusun/kampung untuk melihat dimana
Menimbulkan keinginan kuat untuk masyarakat biasa melakukan buang sampah sembarangan.
merubah kebiasaan buang sampah Transect bisa dilakukan sebelum pemetaan, atau sesudah
sembarangan. pemetaan dan tidak ada yang terpicu (setelah ada pemicuan)
Menimbulkan keinginan kuat untuk atau tidak usah dila-kukan bila dengan pemetaan dan elemen
mengelola sampah yang memenuhi pemicunya sudah berhasil ada yang terpicu.
syarat kesehatan dan memberikan nilai Ditempat yang ada tumpukan sam-pah lakukan FGD dengan
ekonomi dengan 3 R. elemen-elemen pemicuan.
Bila ada yang menyatakan mau berubah, berikan reward/pujian.
6. Kesepakatan Membangun komitmen dari masyara- Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk menuliskan 30 menit Flip Chart
kat yang mau berubah : kapan akan komitmen/ kesanggupan mereka untuk mulai melaksanakan 3 R & alat tulis
merealisasikan keinginannya untuk dan membentuk PSRT-BM
berubah. Minta kepada masyarakat yang terpicu : kapan hasil karya mereka
Membuat kesepakatan keberadaan bisa dilihat oleh .......... ?
Komite Masyarakat yang akan Fasilitasi masyarakat yang terpicu dalam menyusun Struktur
mempelopori Pengamanan Sampah Organisasi PSRT-BM
Rumah Tangga Berbasis Masyarakat
dengan 3 R ( Reduce, Reuse &
Recycle ) di komunitasnya.
7. RTL Memfasilitasi masyarakat yang terpicu Minta kepada Komite PSRT-BM untuk membuat Rencana Tindak 30 menit Flip Chart
untuk membuat Rencana Tindak Lanjut dalam rangka untuk merealisasikan komitmen mereka untuk & alat tulis
Lanjut untuk merealisasikan Komitmen mewujudkan Kawasan Bebas Sampah (KBS).
mereka membentuk PSRT-BM.
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
1. Perkenalan • Saling mengenal ( antar masyarakat 3. Fasilitator memperkenalkan diri dan mencoba mengenal beberapa 5 menit
dengan fasilitator), anggota masyarakat yang hadir
• Maksud dan tujuan diketahui oleh 4. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan.
masyarakat.
2 Identifikasi Mengajak masyarakat mengenali • Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air 25 menit • Kertas
limbah cair permasalahan pengamanan limbah cairnya limbah di rumah? flipchart
rumah tangga, sendiri • Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang • Spidol
Pemetaaan dihasilkan, fasilitator menuliskan pada kertas metaplan dan • Kertas
Hitung Volume menempelkan pada sticky cloth metaplan
limbah cair • Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan
wujud limbah yang disampaikan, kemudian diminta untuk
menggambarkan bagaimana air limbah itu disalurkan?
• Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya
limbah cair dari setiap jenis penyaluran?
• Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat
lingkungan kita dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam
bagan identifikasi?
• Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan
setiap harinya?
3 Pemicuan:
a Alur Mengajak masyarakat untuk melihat • Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja 10 menit • Gambar
kontaminasi bagaimana kotoran manusia dapat dimakan bisa masuk ke dalam mulut? tinja dan
oleh manusia yang lainnya • Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui gambar
apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan hal – hal yang mulut
menjadi perantara limbah cair sampai ke mulut. • Potongan
• Analisis hasilnya bersama–sama dengan masyarakat dan kertas
kembangkan diskusi (misalnya FGD) • Spidol
141
e. Komposisi tim pemicu
Komposisi tim pemicu yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi STBM di komunitas, sebagai
berikut:
Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya 1
orang
Co – facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan
kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi
Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan
dokumentasi/pelaporan program
Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai alur
dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode yang
disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi.
Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi, misalnya
dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses
(sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye
STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan,
dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau
mengganggu proses, dsb.
Membangun komitmen ini diawali dengan mempersilahkan kepada wakil masyarakat untuk
mempresentasikan kondisi sanitasi di komunitasnya dan rencana mereka ke depan. Selanjutnya kita
melakukan penegasan-penegasan untuk meningkatkan motivasi masyarakat, misalnya: mengajak
peserta memberi tepuk tangan, menegaskan tentang tanggal bebas dari BAB terbuka untuk setiap
komunitas, menunjukkan para natural leader yang akan memotori gerakan masyarakat, dll.
Hasil komitmen yang telah disepakati bersama dengan masyarakat, diserahkan oleh perwakilan
kelompok masyarkat kepada pejabat yang berwenang di daerah untuk dilakukan tindak lanjut
sesuai dengan rencana. Diharapkan pemerintah daerah dapat menindaklanjuti sesuai proses yang
telah terjadi dan dapat menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh masyarakat.
142
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
b. Pilihan Teknologi Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM
Pencapaian Desa/Kelurahan STBM dengan kondisi sanitasi total yang mencakup 5 pilar STBM
akan diikuti dengan pencapaian akses sarana dan prasarana sanitasi di masyarakat. Pencapaian
sarana sanitasi ini akan ada di masyarakat mulai teknologi yang paling sederhana hingga teknologi
yang canggih dan terkelola dengan baik. Pilihan teknologi sanitasi untuk 5 pilar STBM ini berprinsip
harus sesuai dengan standar kesehatan, mudah dan terjangkau oleh masyarakat.
Dalam pemilihan opsi teknologi yang ada, masyarakat harus memahami tangga sanitasi. Tangga
sanitasi ini akan membantu masyarakat untuk mempraktikkan kebiasan pola hidup bersih dan
sehat, dengan bantuan alat yang sederhana hingga alat yang lebih canggih dan permanen.
Sebagai contoh, untuk pilar 1, masyarakat naik dari kebiasaan awal yang masih BAB sembarangan
hingga mencapai kondisi berperilaku higienis dan saniter dengan BAB di jamban yang sehat dan
permanen. Untuk pilar 2, masyarakat berubah perilakunya dari tidak mencuci tangan hingga
mencuci tangan pakai air dan sabun, dan naik lagi misalnya dengan melakukannya di wastafel
yang permanen. Begitupun dengan pilar-pilar lainnya, yang menunjukkan adanya perubahan dan
peningkatan perilaku menjadi lebih baik.
Dalam STBM, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya
mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau
merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan.
Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang kokoh,
permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak
menghambat animo masyarakat untuk membangun sarana sanitasi, seperti jamban, karena
alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat
yang tidak seharusnya tetap berlanjut.
Pada prinsipnya sebuah jamban yang saniter dan layak terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan
letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi
sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja
dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah (landasan).
Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang
hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman dari terperosok kepada lubang kotoran, aman
saat membuang hajat (malam hari/saat hujan/ aman digunakan oleh orang jompo). Ketiga adalah
bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan,
psikologis dan estetika.
143
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Definisi jamban sehat (improved latrine) mengacu kepada definisi dalam Joint Monitoring
Program (JMP), dengan batasan sebagai berikut:
144
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
f. Desa/kelurahan Mencapai Status Sanitasi Total
Indikator untuk mencapai Sanitasi Total sebagai berikut :
145
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. OPSI TEKNOLOGI UNTUK 5 PILAR STBM
a. Jamban Sehat
Untuk pilar I STBM: Stop Buang Air Besar Sembarangan, jenis produk STBM yang bisa ditawarkan
ke masyarakat adalah jamban sehat.
146
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Jamban yang bebas dari serangga memiliki lobang jamban yang tertutup atau berupa jamban
leher angsa. Lobang jamban yang terbuka akan memudahkan lalat masuk ke lobang tersebut,
sebagai contoh “jamban cubluk” haruslah dibuatkan tutup dari kayu atau benda lain agar
serangga atau lalat tidak dapat menembusnya.
Gambar 12: jamban permanen Gambar 13: desain lantai kamar mandi
147
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
6. Jamban hendaknya mudah dibersihkan, dimana lantai kamar mandi berada pada posisi miring
1 derajat mengarah ke saluran pembuangan air supaya kamar mandi selalu bersih dan kering.
Disana juga dilarang membuang sampah, seperti plastik, puntung rokok atau benda lainnya
karena bisa menghambat saluran pembuangan.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan sehingga jamban sebaiknya memiliki
dinding yang lebih tinggi dari manusia dan memiliki pintu. Sebaiknya jamban
8. juga memiliki atap agar penggunanya aman dari hujan dan panas.
7.
8.
9.
Sarana cuci tangan tidak perlu terdiri dari keran dan wastafel yang mewah atau mahal. Sarana
CTPS yang sederhana dan yang tepat guna yaitu dibuat dari bahan/material yang dapat diperoleh
dengan mudah, misalnya: dapat dibuat dari ruas bambu, tempat-tempat bekas seperti botol plastik
besar, jerigen, gentong, kaleng besar dan lain sebagainya, yang dibolongi sehingga air dapat
mengalir dan ditutup kembali.
148
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Contoh-contoh sarana CTPS yang memenuhi persyaratan minimum adalah antara lain:
149
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Sarana CTPS (CARE) dibuat dari jerigen
Sarana CTPS dibuat untuk acara gerakan dileng-kapi stand dan penampungan
CTPS serempak pada hari-hari perayaan air limbah untuk acara gerakan CTPS
khusus. Suplai air adalah melalui selang yang serempak pada hari-hari perayaan khusus.
disambung ke truk air. Sumber: Hari CTPS Sumber: PP&PL,
Sedunia 15 Oktober 2008/ Unilever Departemen Kesehatan
Sarana CTPS yang dibuat khusus dengan Sarana CTPS dari gentong plastik
ukuran tinggi untuk anak-anak sekolah. ditemukan di Posyandu Subang Cijambe.
Sumber foto: WSLIC-2 Foto: ESP-USAID
150
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tippy-tap – contoh dari Kenya.
151
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
c. Sarana Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga
Hal penting untuk dilakukan :
- Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah makanan siap santap.
- Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga.
- Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah siap santap dan mengolah
makan siap santap.
- Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah menjadi air minum.
- Secara periodik meminta petugas untuk melakukan pemeriksaan air guna pengujian
laboratorium.
152
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
1. Bagaimana Mengolah Air Minum yang Saniter?
Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kuman dan
penyakit, selain itu wadah air harus bersih dan tertutup, air yang tidak dikelola dengan
standar Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAMRT) dapat menimbulkan
penyakit.
153
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
2. Wadah Penyimpanan Air Minum :
- Wadah yang aman adalah bertutup, berleher sempit dan lebih baik juga dilengkapi
dengan keran.
- Air minum sebaiknya di simpan di wadah pengolahannya
- Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang bersih dan selalu
tertutup.
- Jangan minum air langsung dari mulut/wadah keran, gunakan gelas yang bersih
dan kering.
- Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang bersih dan sulit
terjangkau oleh binatang.
- Wadah air minum sebaiknya dicuci setiah tiga hari atau saat air habis. Gunakan
air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.
154
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Pengolahan makanan
Empat aspek higienis sanitasi makanan sangat mempengaruhi proses pengolahan
makanan, oleh karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu :
• Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis
higienis sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan serta dapat
mencegah masuknya serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya.
• Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu aman dan tidak
berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana
asam/basa dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan
harus utuh, tidak cacad, tidak retak, tidak gompel dan mudah dibersihkan.
• Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan prioritas
Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan higienis dan sanitasi
makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
• Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak menderita penyakit
menular dan berperilaku hidup bersih dan sehat
5. Pengangkutan makanan
Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang harus
memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara
pengangkutan, lama pengangkutan dan petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari
risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.
6. Penyajian makanan
Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik atau uji biologis
atau uji laboratorium, hal ini dilakukan bila ada kecurigaan terhadap makanan tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan :
• Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan
5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur,
keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur) menjilat (rasa).
Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.
• Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila
dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut
dinyatakan aman.
155
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia
maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil
mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar
yang telah baku.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu tempat penyajian,
waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan
mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang sampai dengan disajikan
dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat) jam dan harus segera dihangatkan kembali
terutama makanan yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan tetap
dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh dan berkembang biaknya
bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan.
Pengomposan ini diperkenalkan oleh Mr. Koji Takakura dari Jepang. Langkah-langkah
membuat kompos Tatakura:
a) Sampah sisa sayur/nasi, sebelum dimasukkan ke dalam keranjang/komposter perlu
dicacah terlebih dahulu,
b) Masukkan sisa makanan yang akan dikompos ke dalam keranjang, dan usahakan
sampah yang dimasukkan adalah sampah baru,
c) Tekan-tekan atau masukkan sampah ke dalam materi kompos dalam keranjang
atau aduk-aduk sehingga materi sampah tertutup oleh komps dalam keranjang.
Tutup dengan bantal sekam hingga rapat untuk mencegah lalat atau binatang lain
masuk.
156
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
d) Tutup dengan kain hitam.
Selain kompos, kita juga bisa mendaur ulang kertas. Berikut alat-alat dan langkah-
langkah daur ulang kertas yang bisa dilakukan di skala rumah tangga:
Alat-Alat:
1. Blender,
2. Sceen (Cetak saring),
3. Rekel (dapat dibeli di toko kertas),
4. Papan kayu yang dilapisi kain tipis (disebut sebagai kain hero),
5. Bak besar.
Bahan-Bahan:
1. Kertas bekas (sewarna dan sejenis lebih baik),
2. Lem kertas,
3. Air.
Langkah Pembuatan:
1. Kertas bekas dipotong kecil-kecil dengan ukuran sekitar 3 x 3 cm. Potongan kertas
direndam di dalam bak air selama sekitar tiga jam (tergantung jenis kertasnya).
Kertas dilunakkan dengan blender hingga halus hasilnya dan menyerupai bubur
kertas (pulp). Masukkan bubur kertas (pulp) ke dalam bak besar lagi. Bubur kertas
dan lem kemudian dimasukkan ke dalam bak besar berisi air. Perbandingan antara
air, bubur kertas dan lem adalah: 15 liter air : liter bubur kertas :
2 sendok makan lem. Masukkan karakteristik yang dipilih ke dalam bak, lalu aduk
hingga merata dengan campuran pulp dan lem.
3. Masukkan screen ke dalam bak. Angkat screen hingga pulp tinggal di atas screen.
4. Basahi papan yang telah dilapisi dengan kain hero. Tempelkan screen ke papan lalu
dirakel sehingga airnya turun. Angkat screen hingga kertas menempel di papan.
5. Ulangi langkah berkali-kali hingga papan dipenuhi oleh kertas secara merata, jemur
papan di tempat panas hingga kertas menjadi kering.
6. Setelah kering, cabut kertas dengan perlahan-lahan.
157
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Berikut adalah beberapa kegiatan pengamanan sampah berbasis komunitas:
Pengomposan Skala Kawasan
158
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
(4) Sarana Pengamanan Limbah Cair
Limbah cair rumah tangga dapat dibedakan menjadi black water dan grey water.
Black water dihasilkan dari WC sebagai buangan seperti urin, tinja, air guyuran, dan materi
pembersih lainnya yang dibuang ke toilet, seperti kain lap, pembalut, dll.
Grey water dihasilkan dari air bekas mandi, mencuci pakaian, dan buangan cair dari dapur.
Air seperti ini bisa mencapai 60% dari air yang dihasilkan rumah tangga.
Contoh sarana pengamanan limbah cair adalah bak perangkap lemak. Lemak dan minyak
bisa merusak sistem pengolahan, sehingga lemak dan minyak tidak boleh dimasukkan ke
dalam tempat cuci (sink). Perangkap lemak adalah metode sederhana yang dipakai dalam
sistem pengolahan grey water skala kecil.
Contoh lain adalah filter anaerobik, yaitu bak kedap air yang terbuat dari beton, fiberglas,
PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Ini
adalah tangki pengendapan, dan proses anaerobic membantu mengurangi padatan serta
material organik.
159
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Catatan:
Contoh-contoh yang disampaikan diatas hanya sebagian dari jenis pilihan produk
dan jasa sanitasi yang ada. Masih banyak sarana lain yang tersedia. Wirausaha
STBM dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat di
wilayah kerjanya.
Disamping itu perlunya membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi untuk mensinergikan
potensi-potensi yang ada di masyarakat dalam percepatan pencapaian rencana yang sudah
disusun oleh masyarakat, hal ini bisa juga dilakukan dan dibantu oleh wirausaha STBM yang
ada dan muncul di masyarakat, jika belum muncul para wirausahawan di bidang sanitasi hal ini
bisa diawali dan difasilitasi oleh dinas kesehatan setempat yang sudah mendapatkan ketrampilan
terkait wirausaha STBM.
Keberadaan wirausaha STBM akan mendekatkan suplai sanitasi kepada masyarakat dan
mempermudah perwujudan niat mereka untuk merubah perilaku.
160
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tabel 11: Alur dan Proses Pendampingan Masyarakat
Proses pemicuan juga perlu diitegrasikan dengan perilaku cuci tangan pakai sabun. Terutama
ditujukan pada ibu-ibu dan anak-anak sekolah sebagai kelompok sasaran sehingga kedua
kelompok tersebut dapat berinteraksi melalui kegiatan di sekolah dan di lingkungan rumah.
Pentahapan pendampingan dapat dilaksanakan sebagai berikut :
Keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan apakah mempengaruhi perubahan yang diinginkan
atau tidak, tidak akan terjadi apabila kita tidak melakukan monitoring. Informasi yang diperoleh
dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses dan pendekatan kegiatan, dan bahan perencanaan
ke depan.
Monitoring dan evaluasi program STBM melalui Sistem Informasi Monitoring dilaksanakan secara
umum melalui tahapan, yaitu pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data
161
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
dan informasi, dan pelaporan dan pemberian umpan-balik. Tahapan ini terjadi di masing-masing
tingkatan.
Monitoring program STBM sedapat mungkin dapat dilakukan secara mandiri dan partisipatori oleh
masyarakat sendiri, dan diharapkan peran aktif dari natural leader yang muncul dan organisasi
masyarakat seperti PKK, kelompok dasa wisma, dan lainnya. Namun demikian tetap diharapkan
peran aktif dari petugas PUSKESMAS/ sanitarian sebagai fasilitator dan katalisator di tingkat
kecamatan/desa dalam mengelola data dan informasi hasil monitoring kegiatan kesehatan
lingkungan ini. Bila di tingkat kabupaten terdapat proyek terkait STBM sedang berjalan, fungsi
monitoring ini akan diperkuat dengan memanfaatkan sumber daya tenaga konsultan/fasilitator di
tingkat kabupaten untuk melakukan alih pengetahuan dan pembinaan, baik terhadap para petugas
PUSKESMAS/sanitarian maupun langsung kepada masyarakat (natural leader/ organisasi
masyarakat yang berperan aktif). Adapun gambaran sederhana dari pelaksanaan monitoring
program STBM seperti pada tabel 13 berikut.
162
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tahap 1 2 3 4 5 6
Kabupaten/
Tingkatan Desa/ Kelurahan Kecamatan Provinsi Pusat
Kota
Workshop review
Konsolidasi data pembelajaran
Mengkompilasi melalui SMS tahunan dan analisis
update progress gateway komparatif Rakornas STBM:
Melalui pemicuan Analisis data: pencapaian hasil
pemicuan review tahunan dan
masyarakat ataupun Memantau perbaikan kegiatan antar kabupaten/
Memverifikasi klaim analisis komparatif
secara khusus ada perkembangan dan perencanaan kota
STBM dan pencapaian hasil
Aksi yang upaya untuk pemicuan di kedepan
melaporkan hasil Disseminasi kepada antar propinsi.
dilakukan melakukan masyarakat
verifikasi Feedback kepada lintas program Disseminasi kepada
pengumpulan data Permintaan verifikasi
tingkat pusat
Feedback temuan staf puskesmas terkait dan sektor lintas program
dasar STBM oleh STBM
Mengirim laporan AMPL terkait dan sektor
kabupaten/ kota Disseminasi kepada
pemantauan via Evaluasi tahunan AMPL
lintas program
SMS kompetitif melalui
terkait dan sektor
AMPL media massa
(contoh JPIP)
Tabel 13 : Alur pikir tata laksana monitoring dan pelaporan dari masyarakat hingga
163
Peran dan fungsi pelaku dalam pelaksanaan STBM, terlihat sebagai berikut:
Penanggung
Pelaku Peran
Jawab
Kabupaten Merekam/ entry data dan informasi hasil monitoring Staf Dinkes
kedalam database, yang
Melakukan pemantauan rutin terhadap indikator- membidangi
indikator tertentu yang harus dilakukan oleh tim Program STBM
kabupaten1,
Menganalisis data dan informasi hasil monitoring,
Memberikan umpan balik terhadap hasil analisis data
dan informasi monitoring,
Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap
kecamatan yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi
Total (5 pilar).
164
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kecamatan Melakukan pengumpulan data dan informasi Petugas
monitoring di tingkat masyarakat, PUSKESMAS/
Melakukan verifikasi dan sertifikasi hasil monitoring Sanitarian
yang dilakukan oleh masyarakat, sebelum dikirimkan
ke kabupaten untuk direkam/ di-entri dalam database,.
Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap
komunitas yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi
Total (5 pilar).
Tabel 14: Peran dan Fungsi Pelaku dalam pelaksanaan Monitoring Program STBM
Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat akan lebih bertumpu kepada indikator monitoring
yang mudah dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat itu sendiri, antara lain terkait:
1. Pengumpulan data dasar terkait indikator 5 pilar perubahan perilaku hidup bersih dan sehat,
yaitu: a) data akses awal jumlah masyarakat yang memiliki dan menggunakan jamban
sehat, memiliki dan menggunakan jamban tidak sehat, jumlah masyarakat yang masih
numpang ke jamban tetangga atau umum dibedakan menurut jenis jamban sehat dan tidak
sehat, dan terakhir masih BAB di sembarang tempat; b) data akses awal jumlah keluarga
(termasuk anggota keluarga di dalamnya) yang telah terbiasa cuci tangan pakai sabun pada
waktu-waktu kritis; c) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola air minumnya
dengan aman; d) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola sampahnya
dengan aman; e) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola limbah cair rumah
tangganya dengan aman.
2. Proses pemicuan perubahan perilaku Buang Air Besar masyarakat.
Indikator yang direkam antara lain: a) peningkatan akses masyarakat kepada penggunaan
sarana jamban sehat; b) kebersihan lingkungan sekitar rumah keluarga; c) peningkatan
perubahan perilaku pilar lainnya.
3. Pendataan tukang yang terkait dengan jasa dan layanan sanitasi.
Pendataan ini bertujuan untuk menjaring informasi jumlah tukang yang beredar di desa
bersangkutan yang memiliki pengalaman dan/ atau ketrampilan membangun/ memperbaiki
sarana jamban.
165
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Berikut dibawah ini disajikan beberapa model pelaksanaan monitoring yang dapat dilakukan di
tingkat masyarakat.
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
166
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa monitoring di tingkat masyarakat ini menggunakan pendekatan
partisipatori dan mengangkat peran aktif masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri. Oleh
karena itu, penting sekali bahwa selama proses kegiatan STBM, fasilitator kabupaten membantu
meningkatkan kapasitas masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri melalui on the job
training.
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
167
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan monitoring:
3. Monitoring status Desa STBM yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi Desa STBM)
168
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan monitoring:
Fasilitator Persiapan:
pemicu
(Kecamatan/ Menyiapkan dan memahami cara pengisian format
Puskesmas) LB-3.
169
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan:
Fasilitator Persiapan:
pemicu bekerja
sama dengan Menyiapkan dan memahami cara pengisian format
natural leader LT-3.
(NL)/ komite
Pelaksanaan:
Pelaksanaan monitoring:
170
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan monitoring:
Pelaksanaan:
Tim Persiapan:
Puskesmas/
kecamatan • Menyiapkan dan memahami cara pengisian
format pendataan kegiatan peningkatan
kapasitas (format LT-5)
171
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
172
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil (catatan: untuk kepentingan praktik kerja lapang
idealnya anggota kelompok tidak lebih dari 6 orang). Setiap kelompok diharapkan merupakan
gabungan dari individu-individu yang mewakili berbagai komponen yang ada (berdasarkan bidang
keahlian, unsur instansi atau lokasi kerja, dan seterusnya), sehingga diharapkan semua kelompok
memikili kapasitas yang berimbang.
Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.
Masing-masing peserta memerankan sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam tim. Skenario
dibuat berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan berdasarkan informasi yang didapatkan
dari petugas kesehatan atau dari tokoh pemerintah setempat yang sebelumnya sudah dilakukan
kordinasi.
Setelah skenario dan strategi tersusun, masing-masing kelompok melakukan simulasi praktik
pemicuan dengan dua kelompok yang berpasangan. Satu kelompok berperan sebagai tim pemicu
kelompok yang lain berperan sebagai masyarakat jika sudah selesai bisa bergantian untuk bertukar
peran dengan kelompok lainnya.
173
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
F. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI LAPANGAN
VIII. REFERENSI
1. WSP, Film Memicu Perubahan Menuju Sanitasi Total di Maharashta, India, New Delhi: 2004.
2. Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Proses Pemicuan di Kenongo, 2005.
3. Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Pemicuan di Muara Enim, 2006.
4. Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: 2013.
IX. LAMPIRAN
X. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
174
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
2. Laksanakanlah proses pembentukan/ pembagian kelompok, dengan cara membentuk barisan
memanjang ke belakang sesuai jumlah kelompok yang disepakati. Penting untuk membagi
peserta berdasarkan komposisi (gender) dan unsur peserta. Misal, peserta dari bidang
kesehatan mengambil tempat dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda, selanjutnya
dari unsur teknis, bidang perencanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula aspek gender,
sehingga tidak terjadi sebaran tidak merata jenis kelamin tertentu.
3. Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.
TUJUAN:
1. Tersusunnya panduan praktik lapang,
2. Peserta siap memfasilitasi proses STBM di masyarakat.
WAKTU:
Maksimum 90 menit
METODE:
Simulasi
Penugasan dan pendampingan.
MATERI:
Komposisi tim dalam memfasilitasi STBM di komunitas
Panduan Fasilitasi STBM di Komunitas
ALAT BANTU:
Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial:
Kertas potong (metaplan), Kertas plano, Spidol besar dan kecil, Flagband,
Ember berisi air bersih, Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas),
Video camera.
PROSES:
1. Jelaskanlah bahwa peserta akan melaksanakan praktik kerja lapang. Oleh karena itu setiap
kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan dan berlatih bila perlu). Berikanlah
gambaran tentang komposisi tim fasilitasi yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi
STBM di komunitas, sebagai berikut:
o Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi,
biasanya 1 orang,
o Co – facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai
dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan
situasi,
o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk
kepentingan dokumentasi/pelaporan program,
175
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses
sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator
(dengan kode-kode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang
perlu dikoreksi,
o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi,
misalnya dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak
mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat
dalam kampanye STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama,
meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan
yang mendominasi atau mengganggu proses, dsb.
2. Panitia menjelaskan lokasi praktik lapang dan gambaran awal jika tersedia, rencana
keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa, kendaraan, alur perjalanan, dll.),
3. Berikanlah penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dan dampingilah
sesuai dengan keperluan. Berpakaian yang bersahaja guna menghidari kesan upper-lower,
bia perlu berpakaian seperti yang dikenakan oleh masyarakat yang akan dikunjungi.
4. Bila masih ada cukup waktu, lakukan simulasi fasilitasi STBM di masyarakat. Minta salah
satu kelompok untuk menjadi tim fasilitator dan peserta lainnya sebagai masyarakat (10 – 15
orang).
CATATAN PENTING
»» Dalam fasilitasi sebenarnya, urutan tidaklah dibakukan, namun pemetaan sosial semestinya
dilakukan pertama,
»» Lokasi pemetaan sosial sebaiknya di lahan terbuka (halaman), namun hasilnya harus
segera dipindahkan ke kertas plano,
»» Lokasi pemicuan dengan alat-alat seperti alur kontaminasi, menghitung tinja, dll.
tidaklah harus di ruang pertemuan tertutup, tetapi sebaiknya di lokasi-lokasi yang bisa
mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll.
TUJUAN:
1. Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan berkomitmen untuk
memecahkannya secara swadaya,
2. Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sanitasi di
komunitasnya,
3. Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat.
WAKTU:
4 jam di masyarakat
176
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
METODE:
Praktik Lapang:
1. Pemetaan
2. Transect walk
3. Fokus group discussion untuk melakukan pemicuan dan rencana tindak lanjut untuk
mendukung individu yang telah terpicu.
4. Alur kontaminasi
Pemantauan:
Observasi dan asistensi terhadap praktik fasilitasi yang dilakukan peserta.
MATERI:
- Buku catatan
- Alat dokumentasi seperti kamera
- Spidol
- Kertas flipchart
ALAT BANTU:
- Tali rafia/plastik
- Bubuk/tepung berwarna : 3-4 warna
PROSES:
Karena kegiatan praktik kerja lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil (bukan
simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir. Fungsi pelatih yang
melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar proses dan hasil fasilitasi yang dilakukan
peserta benar dan optimal. Langkah-langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati dengan para
peserta yang memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai yang diharapkan
namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus memfasilitasi
komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya didampingi oleh 1-2 fasilitator
yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut.
177
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
CATATAN PENTING
»» Ingatkanlah, bahwa perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau total 12 orang per
desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) diundang dan akan dijemput (jam
09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya (kondisi sanitasi hingga saat ini) dan
rencana ke depan kepada seluruh peserta pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan,
sekaligus makan siang bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa
sekitar jam 14.00 dari tempat pelatihan.
»» Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas (plano) sebagai
bahan presentasi masyarakat.
»» Hal ini bisa disesuaikan dengan rencana pelatihan yang akan dilaksanakan.
TUJUAN:
1. Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktik lapang setiap kelompok,
2. Tersusunnya laporan proses dan hasil praktik lapang setiap kelompok.
WAKTU:
Maksimum 60 menit
METODE:
Diskusi kelompok
MATERI:
Hasil praktik lapang.
ALAT BANTU:
Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta
PROSES:
1. Jelaskanlah, bahwa esok hari sebelum bertemu dengan masyarakat akan dilakukan
refleksi temuan praktik lapang. Untuk itu setiap kelompok perlu menyusun laporan yang
menggambarkan proses dan hasil serta pembelajaran yang diperoleh dari praktik lapang
tersebut. Berikan penegasan, bahwa peserta boleh berkreasi dalam menyajikan laporannya.
Untuk membantu dalam memetik pembelajaran, berikanlah penjelasan tentang analisis yang
bisa membantu menemukan pembelajaran dimaksud, misalnya: analisa SWOT (kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman).
2. Persilahkanlah masing-masing kelompok melaksanakan tugasnya.
Fasilitaor pendamping di lapang setiap kelompok, tetaplah mendampingi agar tugas benar-
benar terselesaikan dengan baik.
178
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
CATATAN PENTING
»» Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator yang
mendampingi dalam praktik lapang.
TUJUAN:
1. Ditemukannya item-item pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses memfasilitasi
STBM selanjutnya,
2. Ditemukannya item-item pembelajaran yang spesifik lokal yang perlu dikembangkan dalam
rangka optimalisasi STBM.
WAKTU:
Maksimum 60 menit
METODE:
Presentasi kelompok
Diskusi pleno
MATERI:
Laporan praktik lapang masing-masing kelompok
ALAT BANTU:
Sesuai keperluan presentasi
PROSES:
1. Jelaskanlah tujuan dari session ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang tersedia untuk setiap
kelompok hanya sekitar 15 menit (5 menit presentasi dan 10 menit untuk diskusi penajaman)
2. Berikanlah kesempatan kepada kelompok yang ingin memulai presentasi dan tanya jawab
pendalaman khususnya tentang pembelajaran yang diperoleh (total 25 menit), lanjutkan
sampai seluruh kelompok mempresentasikan laporannya.
3. Diskusikanlah secara pleno tentang pembelajaran bersama yang diperoleh, khususnya
tentang ‘apa yang seharusnya dilakukan’, ‘apa yang seharusnya dihindari’ serta ‘apa yang
spesifik bisa dikembangkan di daerah setempat’.
PENGANTAR
Dalam rangka memastikan rencana individu/ rumah tangga terkonsolidasi di tingkat RT dan
Kelurahan/ Desa, serta Kelurahan/Desa memiliki rencana yang jelas tentang target STBM dalam
perubahan perilaku yang lebih luas, maka dipandang perlu melakukan pleno masyarakat.
Pleno menjadi ajang kompetisi dan pemicuan ulang antar RT, sehingga akan melahirkan komitmen
179
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
kongkrit dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan di tingkat kelurahan/desa secara
bersama-sama (collective action).
• Sharing pengalaman
• Diskusi pleno
• Feedback progresif.
TUJUAN
PESERTA
Peserta pleno dari setiap RT yang dipicu sebanyak 4 orang yang terdiri dari unsure:
1. Natural Leader (Kampium) 3 orang
2. Ketua RT atau tokoh formal 1 orang
Peserta adalah mereka-mereka yang kita sebut tamu istimewa, karena mereka adalah pilihan
dan leader alami yang diharapkan akan menjadi pemicu lanjutan. Peserta dari Natural Leader
atau kampium umumnya mereka yang terpicu lebih awal atau memiliki semangat belajar dan
kerelawanan yang kuat. Nama-nya sangat tergantung siapa yang terpicu lebih awal dan muncul
tanda-tanda sebagai relawan untuk menjadi leader alami.
180
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Sedangkan peserta dari unsure RT atau tokoh formal, secara otomatis harus diinformasikan oleh
Peserta Latih. Peserta dari setiap RT diundang secara lisan oleh Tim Pemicu.
Peserta lainnya adalah perwakilan Dinas Kesehatan Kota Depok dan Unsur Puskemas yang
diundang oleh Panitia.
PEMANDU/FASILITATOR
Pleno dipandu atau difasilitasi oleh peserta latih yang dipilih pada saat pelatihan di kelas (sebelum
ke lapangan) dan disebut Tim Pemandu. Fasilitator adalah dalam bentuk tim yang terdiri dari:
181
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Proses:
No Langkah Output
PERSIAPAN
2. Tim Pemandu berbagi tugas dan memastikan bahwa rencana Tugas dihapami
pleno benar-benar siap. dengan baik.
3. Perwakilan Tim Pemandu memastikan bahwa pleno akan dimulai Peserta perwakilan
jika semua perwakilan RT sudah tiba. Sementara menunggu RT berkumpul.
lengkap, perwakilan RT yang sudah hadir belum diperkenankan
masuk ke dalam ruangan, tetapi diajak ngobrol di luar ruangan.
PELAKSANAAN PLENO
182
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
No Langkah Output
8. Pemandu Utama meminta komunitas yang mau berubah lebih Reward untuk
cepat, maju kedepan kelas untuk diberi applaus dan selamat kampiun
serta foto bersama sebagai reward. Tanyakan “siapa lagi yang
mau menyusul?”.
9. Pemandu Utama meminta komunitas didampingi tim pemicu Strategi dan RTL
memperbaiki strategi dan menyusun rencana tindak lanjut-nya. pasca pemicuan
(pleno).
183
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Lampiran: Matriks Aspek Benchmark antar RT (Harus Divisualisasikan ketika pleno)
RW – 2 RW – 6
(Kelurahan Pasir Putih) (Kel. Pasir Putih)
Aspek Kategori
RT – 2 RT – 4 RT – 5 RT – 2 RT – 4
5. Target ODF
Semakin jelas, lebih dekat dari
sisi waktu dan semakin terukur,
maka semakin tinggi nilainya.
184
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
KOMITMEN BELAJAR
MEMBANGUN
MP.1
(BLC)
Modul MP.1
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
185
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MP.1 - Membangun Komitmen Belajar (BLC)..................185
I. DESKRIPSI SINGKAT.................................................................................................... 187
II. TUJUAN PEMBELAJARAN............................................................................................ 187
A. Tujuan Pembelajaran Umum....................................................................................... 187
B. Tujuan Pembelajaran Khusus...................................................................................... 187
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN...................................................... 187
IV. BAHAN BELAJAR........................................................................................................... 188
V. METODE PEMBELAJARAN........................................................................................... 188
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN.................................................. 188
VII. URAIAN MATERI............................................................................................................. 190
A. POKOK BAHASAN 1 : PERKENALAN ...................................................................... 190
B. POKOK BAHASAN 2 : PENCAIRAN.......................................................................... 191
C. POKOK BAHASAN 3 : HARAPAN-HARAPAN DALAM PROSES
PEMBELAJARAN DAN HASIL YANG INGIN DICAPAI .....................................191
D. POKOK BAHASAN 4 : NORMA KELAS DALAM PEMBELAJARAN......................... 192
E. POKOK BAHASAN 5 : KONTROL KOLEKTIF DALAM PELAKSANAAN
NORMA KELAS........................................................................................................... 192
F. POKOK BAHASAN 6 : ORGANISASI KELAS............................................................. 193
VIII. RANGKUMAN................................................................................................................. 193
IX. REFERENSI ................................................................................................................... 193
X. LAMPIRAN ...................................................................................................................... 193
a. Permainan untuk Perkenalan dan Pencairan Suasana........................................ 193
186
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MP.1.
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas (in class training), akan bertemu sekelompok
orang yang belum saling mengenal sebelumnya, dan berasal dari tempat yang berbeda, dengan
latar belakang sosial budaya, pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku
yang berbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi sejak awal pelatihan, kemungkinan besar akan
dapat mengganggu kesiapan peserta dalam memasuki proses pelatihan yang bisa berakibat pada
terganggunya kelancaran dari proses pembelajaran selanjutnya.
Membangun komitmen Belajar (BLC) merupakan salah satu metode atau proses untuk mencairkan
kebekuan tersebut. BLC juga mengajak peserta mampu mengemukakan harapan harapan mereka
dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama
untuk dipatuhi selama proses pembelajaran. Membuat kontol kolektif dan struktur organisasi kelas.
Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua peserta untuk berperan serta
dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati norma yang dibangun berdasarkan
perbauran nilai-nilai yang dianut dan disepakati.
187
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
4. Pokok bahasan 4.: Norma kelas dalam pembelajaran
5. Pokok bahasan 5 : Kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas
6. Pokok bahasan 6 : Organisasi kelas
V. METODE PEMBELAJARAN
CTJ, curah pendapat, diskusi kelompok dan permainan.
188
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Langkah 2 : Review kegiatan BLC (20 menit)
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menjelaskan petunjuk kegiatan-kegiatan (games) yang akan dimainkan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih belum
jelas.
c. Memberikan jawaban / menjelaskan lebih detil jika ada pertanyaan yang diajukan oleh
peserta.
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan mempersiapkan diri mengikuti games yang akan dimainkan.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami.
c. Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.
189
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
c. Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari masing–masing pokok bahasan
yang telah dipresentasikan dengan baik.
d. Ketua dan sekretaris kelas secara bersama dengan peserta membuat kesepakatan (norma)
kelas sebagai bentuk komitmen pembelajaran beserta kontrol kolektif yang disepakati
bersama.
Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar pribadi, mengidentifikasi
dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati
bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif
dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses
pembelajaran selanjutnya.
Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul institusinya dilanjutkan
dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi
aktif dalam proses pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan dengan
menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta berkenalan dengan
peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang berkenalan dengan jumlah peserta
190
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling sedikit untuk memperkenalkan teman-temannya.
Meminta peserta yang belum disebut namanya untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh
peserta saling berkenalan, diikuti juga oleh panitia untuk memperkenalkan dirinya.
Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan identitas yang
berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang berbaju batik dan lain-lain. Lakukan
permainan tersebut selama 10 – 15 menit, tergantung situasi dan kondisi.
Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam permainan tersebut serta
pengalaman belajar apa yang diperolehnya. Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama
peserta, agar terjadi proses yang dinamis.
Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Dan peserta dari kelompok
lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan bila ada. Fasilitator memandu
peserta untuk membahas harapan dan kekhawatiran dari setiap kelompok tersebut sehingga
menjadi harapan kelas yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil pemaparan diskusi seluruh
kelompok maka disepakati bersama fasilitator untuk menentukan ketua kelas dan sekretaris yang
akan memandu peserta secara bersama-sama untuk merumuskan norma-norma kelas yang
akan disepakati bersama. Peserta difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan
memberikan komitmennya untuk metaati norma kelas tersebut.
Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau
yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan terdorong berupaya
sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan
efisien. Komitmen belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/ kelompok/ kelas
191
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
(peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang
menjadi tujuan pelatihan/pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan dalam mencapai
keberhasilan individu/ kelompok/ kelas, karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen
tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain,
kelompok dan kelas secara keseluruhan.
Dengan membangun komitmen belajar maka para peserta akan berupaya untuk mencapai
harapan yang diinginkannya dalam setiap proses pembelajaran. Dalam hal ini harapan peserta
adalah kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam pelatihan
berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang diinginkan sebagai hasil proses
pembelajaran. Dalam menetukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk
mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah. Harapan
juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang
diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara
sampai proses pembelajaran berakhir.
Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga dengan demikian para peserta dengan
sendirinya sadar akan peran dan tanggung jawabnya dalam keberhasilan pencapaian tujuan
pembelajaran yang dilaksanakan pada pelatihan tersebut.
Norma kelas merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat, kemudian
menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan sehari hari kelompok/
masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku
yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma dalam suatu pelatihan,adalah gagasan,
kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk
dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/ fasilitator dan panitia).
192
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
agar bisa dibaca oleh semua peserta. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga aktif dalam
melakukan brainstorming, sehingga dapat dirumuskan sanksi yang disepakati kelas. Kontrol
kolektif merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar kesepakatan terhadap norma
kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila
norma tidak ditaati atau dilanggar.
Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dari semua proses dan hasil pembelajaran
selama sesi ini. Fasilitator memberi ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan BLC.
Fasilitator meminta peserta untuk berdiri membentuk lingkaran sambil berpegangan tangan, dan
mengucapkan ikrar bersama untuk mencapai harapan kelas dan mematuhi norma yang telah
disepakati. Dan untuk mengakhiri sesi diminta kepada peserta secara bersama-sama untuk
bertepuk tangan. Fasilitator mengucapkan salam dan mengajak semua peserta saling bersalaman.
VIII. RANGKUMAN
Dengan melakukan building learning commitment (BLC) yang didahului dengan proses perkenalan
dan dilanjutkan proses pencairan (unfreezing / ice breaking) maka akan didapatkan komitmen
peserta dalam melaksanakan proses pembelajaran selanjutnya dengan baik berdasarkan dari
norma-norma kelas yang dibuat oleh peserta sendiri. Adapun untuk keberhasilan proses BLC ini
diperlukan adanya partisipasi aktif dari seluruh peserta pelatihan.
IX. REFERENSI
• Munir, Baderal, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu
Perilaku, Jakarta: 2001.
• Depkes RI,Pusdiklat Kesehatan, Kumpulan Games dan Energizer,Jakarta: 2004.
• LAN dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika Kelompok,
Jakarta: 2010.
X. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Permainan untuk Perkenalan dan Pencairan Suasana
Perkenalan dan Pencairan Suasana
193
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Deskripsi singkat:
Perkenalan merupakan proses yang sangat penting dalam suasana pelatihan untuk
menciptakan suasana akrab dan dinamika positif. Fasilitator harus menyiapkan suasana agar
para peserta, termasuk fasilitator, dapat saling mengenal satu sama lain. Proses perkenalan
yang dinamis dapat mencairkan suasana, menciptakan kondisi belajar yang mendukung
dimana para peserta dapat dengan leluasa mengungkapkan gagasan, ide dan pengalamannya,
serta berbagi untuk memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih
dan sehat dan masalah kesehatan secara umum. Proses belajar akan lebih kaya dengan
pembuktian yang ada di masyarakat.
Waktu: 20 menit
Tujuan
o Mencairkan situasi kaku dan saling mengenal antar peserta sehingga mudah untuk
bekerjasama,
o Terjadinya interaksi antar individu dalam kelompok secara lebih mendalam dan dinamis,
o Terbentuknya sikap kesetiakawanan, keterbukaan dan kebersamaan antar seluruh peserta.
Langkah-langkah:
Acara perkenalan bisa dilakukan dengan beberapa cara, berikut ini 2 alternatif yang bisa
digunakan:
o Alternatif 1: Bagilah seluruh partisipan (peserta, fasilitator dan panitia) menjadi beberapa
kelompok (5-6 kelompok). Pada setiap kelompok, setiap individu memperkenalkan dirinya
kepada anggota kelompok lainnya (nama lengkap, nama panggilan dan lembaga asalnya
serta bisa ditambahkan hal-hal lain seperti: tanggal lahir, status perkawinan, jumlah anak,
hobi, bintang film yang disukai, dll.). Perkenalan bisa dilanjutkan ke tingkat pleno, misalnya
dengan cara meminta kesediaan perwakilan kelompok untuk memperkenalkan seluruh
anggota kelompoknya. Jika seluruh anggota kelompok telah diperkenalkan, cobalah
bersama dengan seluruh partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan
pelatihan. Puncak acara perkenalan dapat dilakukan dengan menanyakan: siapa yang paling
banyak hafal nama partisipan? Untuk itu, mintalah kepada partisipan yang mengatakan
paling banyak hafal nama partisipan untuk membuktikan kemampuannya menghafal nama
partisipan dengan cara menyebut nama dan menunjuk orangnya satu per satu.
194
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
o Alternatif 2: Mintalah partisipan berpasang-pasangan. Disarankan untuk berpasangan
dengan partisipan lain yang belum/ kurang dikenal dan saling memperkenalkan diri (nama
lengkap, nama panggilan, lembaga asal, tanggal lahir, status perkawinan, jumlah anak,
dsb.). Setelah setiap pasangan selesai saling memperkenalkan diri, mintalah mereka untuk
memperkenalkan ke tingkat pleno dengan cara setiap orang memperkenalkan secara rinci
tentang pasangannya. Jika seluruh pasangan telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan
seluruh partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan pelatihan. Puncak
acara perkenalan dapat dilakukan dengan menanyakan: siapa yang paling banyak hafal
nama partisipan? Untuk itu, mintalah kepada partisipan yang mengatakan paling banyak
hafal nama partisipan untuk membuktikan kemampuannya menghafal nama partisipan
dengan cara menyebut nama dan menunjuk orangnya satu per satu.
Pencairan suasana ditujukan untuk membangun hubungan antar partisipan yang kondusif
(suasana kesetaraan: tidak kaku, tidak formal, tidak ada sekat-sekat) untuk mencapai
tujuan pelatihan dalam tingkat optimal. Pada akhir session ini, pastikanlah bahwa seluruh
partisipan sudah saling mengenal dan memiliki hubungan yang akrab.
CATATAN:
Ada kemungkinan beberapa partisipan tidak mau terlibat dalam perkenalan dan pencairan
suasana ini. Ajaklah mereka secara persuasif (dengan melibatkan partisipan lainnya) agar
mereka mau terlibat. Jangan paksa mereka, tetapi jangan pula membatalkan proses karena
beberapa individu tidak bersedia terlibat. Untuk mempercepat perkenalan, peserta diminta
menulis nama panggilan dan asal instansi pada secarik kertas dengan spidol dan ditempelkan
pada dada sebelah kiri.
195
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Masing-masing Jari dapat diartikan:
1. Jempol: sudah tahu CLTS dan sudah trampil dalam memicu, dan mampu untuk
menularkan pengetahuan CLTS kepada orang lain.
2. Telunjuk: sudah pernah melakukan pemicuan, program STBM pendekatannya
CLTS
3. Jari Tengah: Tahu tentang prinsip-prinsip CLTS, tahu tentang instrumennya,
dan juga tahu tentang elemen-elemennya, dan apa saja yang membuat orang
mau berubah
4. Jari manis: Tahu (dari membaca) dan pernah mendengar (dari teman), tahu
prinsip-prinsipnya, tetapi tidak tahu tentang elemen-elemennya
5. Kelingking: baru dengar, tau kepanjangan, belum tahu sama sekali
196
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MP.2
RENCANA TINDAK
LANJUT (RTL)
MP.2
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
197
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MP.2 - Rencana Tindak Lanjut (RTL)................................197
I. DESKRIPSI SINGKAT.................................................................................................... 199
II. TUJUAN PEMBELAJARAN............................................................................................ 199
A. Tujuan Pembelajaran Umum....................................................................................... 199
B. Tujuan Pembelajaran Khusus...................................................................................... 199
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN...................................................... 199
A. Pokok Bahasan 1 : RTL............................................................................................... 199
B. Pokok Bahasan 2 : Langkah-langkah penyusunan RTL.............................................. 199
C. Pokok Bahasan 3 : Evaluasi pelaksanaan STBM dan Penyusunan RTL.................... 199
IV. BAHAN BELAJAR........................................................................................................... 199
V. METODE PEMBELAJARAN........................................................................................... 199
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN.................................................. 200
A. Langkah 1 : Pengkondisian (15 menit)........................................................................ 200
B. Langkah 2: Penyampaian materi dan penyusunan RTL (30 menit)............................ 200
C. Langkah 3: Penyajian RTL (45 menit) ........................................................................ 200
VII. URAIAN MATERI............................................................................................................. 200
A. POKOK BAHASAN 1 : RENCANA TINDAK LANJUT.................................................. 200
a. Pengertian Rencana Tindak Lanjut ..................................................................... 200
b. Ruang Lingkup Rencana Tindak Lanjut (RTL) .................................................... 201
B. POKOK BAHASAN 2. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN RTL. ......................... 201
a. Kegiatan............................................................................................................... 202
b. Tujuan................................................................................................................... 202
c. Sasaran................................................................................................................ 202
d. Cara Metode......................................................................................................... 202
e. Waktu dan Tempat................................................................................................ 202
f. Biaya..................................................................................................................... 202
g. Pelaksana / penanggung jawab........................................................................... 203
h. Indikator Keberhasilan.......................................................................................... 203
C. POKOK BAHASAN 3 : EVALUASI PELAKSANAAN STBM DAN
PENYUSUNAN RTL .................................................................................................. 203
a. Evaluasi Pelaksanan STBM................................................................................. 203
b. Penyusunan RTL.................................................................................................. 203
c. Gantt Chart........................................................................................................... 204
VIII. REFERENSI.................................................................................................................... 205
IX. LAMPIRAN....................................................................................................................... 205
a. Pedoman Penyusunan RTL................................................................................. 205
198
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MP-2
RENCANA TINDAK LANJUT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen tentang rencana yang akan dilakukan
setelah mengikuti suatu kegiatan atau merupakan tindak lanjut dari kegiatan tersebut. Dalam suatu
pelatihan, RTL merupakan dokumen rencana yang memuat tentang kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan setelah peserta kembali ketempat tugas untuk menerapkan hasil pelatihan.
Modul RTL ini disusun dalam rangka untuk membekali para fasilitator STBM agar mampu
memahami rincian kegiatan dan dapat menyusun RTL yang akan dilaksanakan di tempat tugasnya
masing-masing.
V. METODE PEMBELAJARAN
• Ceramah Tanya Jawab • Diskusi kelompok
• Latihan
199
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran (T: 0 jp; P: 3 jp; PL: 0)
@ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut:
A. LANGKAH 1 : PENGKONDISIAN (15 MENIT)
1. Fasilitator memperkenalkan diri,
2. Fasilitator menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus,
3. Menggali pendapat peserta tentang pengertian dan ruang lingkup dan langkah-langkah RTL,
4. Berdasarkan pendapat peserta, fasilitator menjelaskan pentingnya RTL,
5. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas
dan fasilitator menjawab pertanyaan peserta tersebut.
RTL merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat secara individual oleh peserta diklat yang
200
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
berisi tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan wewenangnya. Rencana ini dibuat setelah
peserta pelatihan mengikuti seluruh mata diklat yang telah diberikan.
Rencana tindak lanjut sangat diperlukan bagi Peserta pelatihan, Widyaiswara dan penyelenggara
Diklat. Hal ini disebabkan Rencana Tindak Lanjut merupakan sebuah rencana kerja yang
dibuat oleh individual yang berisi tentang rencana unit organisasi diklat yang menjadi tugas dan
wewenangnya.
Didalam membuat rencana tindak lanjut perlu mengacu pada struktur / sistematika rencana tindak
lanjut tertentu seperti yang telah disepakati dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu RTL memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Terarah
Setiap kegiatan yang dicantumkan dalam RTL hendaknya terarah untuk mencapai tujuan.
• Jelas
Isi rencana mudah dimengerti dan ada pembagian tugas yang jelas antara orang-orang
yang terlibat didalam masing-masing kegiatan.
• Fleksibel
Mudah disesuaikan dengan perkembangan situasi. Oleh karena itu RTL mempunyai kurun
waktu relatif singkat.
Tujuan RTL adalah agar peserta latih / institusi memiliki acuan dalam menindak lanjuti suatu
kegiatan pelatihan.
Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal :
• Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan,
• Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai,
• Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan,
• Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan,
• Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan,
• Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari setiap kegiatan,
• Menetapkan besar biaya dan sumbernya.
201
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
• Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
• Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan setiap kegiatan
(bagaimana/how).
• Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan (kapan/when), dan tentukan
lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan (tempat/where).
• Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada setiap kegiatan. (How much)
• Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan bertanggung jawab kepada
siapa (siapa/who).
Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
a. Kegiatan
yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi kegiatan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar hal ini terealisasi maka di identifikasi kegiatan
kegiatan apa yang diperlukan.
b. Tujuan
adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang
direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah di rumuskan secara
konkrit dan terukur.
c. Sasaran
yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang direncanakan.
d. Cara Metode
yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan yang telah ditentukan dapat
tercapai.
f. Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan
tersebut.Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan yang benar-benar
membutuhkan dana, artinya tidak mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang
memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang dananya
telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan
kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.
202
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
g. Pelaksana / penanggung jawab
yaitu personal / tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting karena
personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut mengetahui dan melaksanakan kewajiban.
h. Indikator Keberhasilan
merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolok ukur dari keberhasilan dari pelaksanaan
kegiatan.
Pelaksanaan evaluasi kegiatan STBM perlu dilakukan dalam waktu 6 bulan sekali untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Penyusunan RTL
Dalam menyusun RTL dapat menggunakan format isian sebagai berikut:
Format Isian Rencana Tindak Lanjut
PELAKSANA/
CARA/ WAKTU & INDIKATOR
NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN BIAYA PENANGGUNG
METODE TEMPAT KEBERHASILAN
JAWAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dst
203
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kolom 2 : Kolom kegiatan
Pada kolom ini dicantumkan rincian kegiatan yang akan dilakukan, mulai dari persiapan, sampai
seluruh pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan selesai.
c. Gantt Chart
Gantt chart adalah suatu alat yang bernilai khususnya untuk kegiatan-kegiatan dengan jumlah
anggota tim yang sedikit, kegiatan yang mendekati penyelesaian dan beberapa kendala kegiatan.
Semakin banyak tugas-tugas dalam kegiatan dan semakin penting urutan antara tugas-tugas
maka semakin besar kecenderungan dan keinginan untuk memodifikasi gantt chart.
Gantt chart membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan “what if” saat melihat kesempatan-
kesempatan untuk membuat perubahan terlebih dahulu terhadap kebutuhan.
204
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Dapat menggambarkan jadwal suatu kegiatan dan kenyataan kemajuan sesungguhnya pada
saat pelaporan
• Bila digabungkan dengan metoda lain dapat dipakai pada saat pelaporan
Kelemahan Gantt Chart :
• Tidak menunjukkan secara spesifik hubungan ketergantungan antara satu kegiatan
dan kegiatan yang lain, sehingga sulit untuk mengetahui dampak yang diakibatkan oleh
keterlambatan satu kegiatan terhadap jadwal keseluruhan kegiatan.
• Sulit mengadakan penyesuaian atau perbaikan/pembaharuan bila diperlukan, karena pada
umumnya ini berarti membuat bagan balok baru.
VIII. REFERENSI
1. Kemenkes RI, Pusdiklat Aparatur, Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveillance, Jakarta:
2008.
2. BPPSDM Kesehatan, Rencana Tindak Lanjut, Modul TOT NAPZA, Jakarta: 2009.
3. Kemenkes RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, Jakarta:
2010,
4. Kemenkes RI, Second Decentralized Health Services Project, Model Pelatihan Pemberdayaan
Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas, Jakarta: 2010.
IX. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Pedoman Penyusunan RTL
Peserta dibagi kelompok menurut asal tempat tugas masing-masing
Masing-masing kelompok menyusun RTL, yang mencakup aspek:
1. Jenis kegiatan
2. Tujuan
3. Sasaran (orang dan lokasi)
4. Cara / metode
5. Waktu dan tempat
6. Sumber dana
7. Penanggung Jawab
8. Indikator keberhasilan
205
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Penyusunan RTL dapat menggunakan format sebagai berikut:
SUMBER PELAKSANA/
CARA/ WAKTU & INDIKATOR
NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN DANA / PENANGGUNG
METODE TEMPAT KEBERHASILAN
BIAYA JAWAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dst
206
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
TIM PENYUSUN
KURMOD FASILITATOR STBM
Kementerian Kesehatan
Direktorat Penyehatan Lingkungan, Ditjen PP dan PL :
F. Eko Saputro, SKM, MKM - Kasubdit PASD
Siti Nur Ayu - Kasie Standarisasi PASD
Kristin Darundiyah - Kasie Bimbingan dan Evaluasi PASD
Yulita Suprihatin, SKM, M.Kes - Staf PASD (Koordinator Sekretariat STBM Nasional)
Nugroho - Staf PASD
Indah Hidayat - Staf PASD
Zakiah Diana - Staf PASD
Dewi Mulyani - Staf PASD
Mitra STBM
I Nyoman Oka - Water and Sanitation Program, Bank Dunia
Rahmi Kasri - Water and Sanitation Program, Bank Dunia
Ronie Prasetyo - Water and Sanitation Program, Bank Dunia
Ontoseno Mahartodjo Oepojo - WASH, UNICEF
Lilik Trimaya - WASH, UNICEF
Nur Apriatman - Waspola
Yusmaidi - SHAW, SIMAVI
Asep M. Mulyana - High Five
207
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Andre K - IUWASH
Kuwat Karyadi - IUWASH
Tethy Tafuli - PLAN Indonesia
Herni Suwartini - USDP
Sujono - HAKLI
Mita Sirait - World Vision International
Margaretha Siregar - World Vision International
Agustini - Yayasan Pembangunan Cinta Insan Indonesia (YPCII)
Purwadidi - Yayasan Pembangunan Cinta Insan Indonesia (YPCII)
208
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
ISBN 978 - 602 - 235 - 525 - 0