You are on page 1of 22

MAKALAH

“AKUT LUNG ODEM (ALO)”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK II
 MARNIATI 153010021
 SY HASNI JUNIARTI 143010011
 ILA KARMILA
 RATNASARI
 SUNARYADIN DJAFAR

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
MAKASSAR
2017
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam paru-paru, biasanya
diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat. Edema paru akut
terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru disebut edema paru akut.
Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari penyakit jantung dan kebanyakan kasus
dari kondisi ini dihubungkan dengan kegagalan jantung. Edema paru akut dapat menjadi kondisi
kronik atau dapat berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat menjadi ancaman hidup. Tipe
yang mengancam hidup dari edema paru terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-tiba berpindah
dari pembuluh darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah paru, serangan jantung, trauma,
atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga menjadi tanda awal dari penyakit jantung koroner.
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka kelompok akan
membahas mengenai edema paru akut dan asuhan keperawatan yang diberikan. Diharapkan
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya
penurunan angka insiden edema paru akut melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.

B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu:
1) Menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi edema paru akut
2) Menjelaskan tentang definisi, etiologi dan klasifikasi edema paru akut
3) Menjelaskan tentang patofisiologi edema paru akut
4) Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan edema paru akut
5) Memberikan gambaran pembahasan kasus tentang pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi
C. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud anfis edema paru akut?
2) Apa yang dimaksud edema paru akut, apa saja etiologi dan klasifikasinya?
3) Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan bagaimana penatalaksanaan pada edema paru akut?
4) Bagaimana tindakan keperawatannya

D. Manfaat Penulisan
Mahasiswa mampu:
1) Mengetahui tentang anfis edema paru akut
2) Mengetahui apa itu edema paru akut, etiologi dan klasifikasinya
3) Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaannya
4) Mengaplikasikan tindakan keperawatan dalam pelaksanaan kegiatan keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi
Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel-sel dan
keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari beberapa
langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang
peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian
saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli,
yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan dari hidung sampai
bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga
hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel
goblet.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu
tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki
kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh
alveoli, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh suatu jalinan
kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung
mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi.
Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu
inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I, yang dalam
kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran cairan dari
interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler
paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya
merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel
fagositik, dan beberapa sel lain.
Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan
tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel
endotel terhadap air, solut, dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini
dijabarkan dalam hukum starling.

B. Edema Paru Akut


I. Definisi Edema Paru Akut
1) Menurut Lippincott Williams & Wilkins. 2002
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang
ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan
normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium
dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe
menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000, Hollenberg,
2003). Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar
jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). Angka kematian edema paru
akut karena infark miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan karena gagal
jantung mencapai 30% (Haas, 2002). Pengetahuan dan penanganan yang tepat pada
edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita. Penanganan yang rasional harus
berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang terjadi (Alpert, 2002).
2) Menurut Mery Baradero.2008
Oedema Paru Akut adalah suatu keadaan darurat medis yang diakibatkan oleh kegagalan
berat ventrikel kiri. Selain kegagalan berat ventrikel kiri, edema paru akut dapat pula
diakibatkan oleh:
a) Inhalasi gas yang memberi rangsangan, seperti karbon monoksida
b) Overdosis obat barbiturat atau opiat
c) Pemberian cairan infus, plasma, transfusi darah yang terlalu cepat
Edema paru yang disebabkan oleh kegagalan jantung menimbulkan peningkatan tekanan
vena kapiler-kapiler pulmonal. Peningkatan takanan pulmonal ini melebihi tekanan
intravaskular osmotik. Oleh karena itu, cairan plasma dari kapiler dan venula dapat masuk
ke dalam alveoli melalui membran alveolar-kapilar. Dari alveoli, cairan dapat dengan cepat
memasuki bronkiale, dan bronki pasien dapat tenggelam dalam cairan ini.
3) Menurut Diane C. Baughman. 2000.
Edema paru adalah peningkatan abnormal cairan di dalam paru-paru, baik dalam spasium
interstitial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding kapilar, merembes ke jalan
napas dan menimbulkan dipnea hebat. Penyakit ini merupakan kondisi yang mengancam
jiwa yang membutuhkan perhatian segera. Edema paru non-kardiak telah menjadi
penyebab yang luas: menghirup toksik, takar jalak obat, dan edema paru neurogenik.
Penyebab umum edema pulmonal adalah penyakit jantung, y.i., hipertensif arteroskelotik
valvular, miopatik. Jika tindakan yang tepat segera dilakukan, serangan dapat dihentikan
dan pasien dapat bertahan terhadap komplikasi ini.
4) Menurut kelompok
Edema, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam
pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak
tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam
aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung
segala sel-sel darah). Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba
akibat peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran
cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran
cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.

II. Etiologi
1) Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
 Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
 Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri.
 Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
 Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
 Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2) Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Pneumonitis radiasi akut.
f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g. Disseminated Intravascular Coagulation.
h. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j. Pankreatitis Perdarahan Akut.
3) Insufisiensi Limfatik :
a. Post Lung Transplant.
b. Lymphangitic Carcinomatosis.
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4) Tak diketahui/tak jelas
a. High Altitude Pulmonary Edema.
b. Neurogenic Pulmonary Edema.
c. Narcotic overdose.
d. Pulmonary embolism.
e. Eclampsia
f. Post Cardioversion.
g. Post Anesthesia.
h. Post Cardiopulmonary Bypass.
III. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema
Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema
Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi
dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri
Khronik.
1. Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak
bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung
kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam
sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung),
serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada
akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah
didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2. Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
a) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b) kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
c) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d) High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e) Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-
paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f) Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g) Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus
pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan
pulmonary edema.
h) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-
paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related
acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.

C. Patofisiologi Edema Paru Akut


Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-
persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan
bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam
paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat
disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung,
disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai
non-cardiogenic pulmonary edema.

D. Manifestasi Klinis
1) Menurut Diane C. Baughman 2002
a) Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan
biasanya didahului dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
b) Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan napas), tangan menjadi
dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
c) Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi.
d) Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
e) Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati
panik, pasien mulai bingung dan kemudian stupor.
f) Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah dan
berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
2) Menurut wordpress.com
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala
umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada
normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea),
kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter
mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara
mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam
alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada
stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak
jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley
B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran
napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler
paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru
walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin
sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide
phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang
penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal;
hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun
tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup
yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Menurut Marilynn E Dongoes dkk. 1999
1) EKG : Hiportrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola
mungkin terlihat, disritmia mis… takikardia, fiblirasi atrial, munkin sering terdapat KVP,
kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukan
adanya aneurisme ventricular ( dapat mengakibatkan gagal / disfungsi jantung )
2) Sonogram ( ekokardiogram, ekokardiogram dopple ) : dapat menunjukan dimensi
perbearan bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas
ventricular
3) Skan jantung ( multigated acquisition/MUGA ) : Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan gerakan dinding
4) Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membedakan gagal
jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji
patensi arteri koroner. Zat kontras disuntik ke dalam ventrikel menunjukan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi /perubahan kontraktilitas
5) Rontgen dada : dapat menunjukan perbesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan
peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal mis .. bulging pada perbatasan jantung
kiri, dapat menunjukan aneurisme ventrikel.

b. Menurut wordpress.com
1) Pemeriksaan Fisik
a) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
b) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,
kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme
sehingga disebut sebagai asma kardiale.
c) Takikardia dengan S3 gallop.
d) Murmur bila ada kelainan katup.
2) Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
bisa ditemukan.
3) Laboratorium
a) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
b) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
c) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner. Foto thoraks Pulmonary edema secara khas
didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area
putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya
plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan
sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-
struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema
mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru
daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan
visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili
pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin
memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
4) Gambaran Radiologi yang ditemukan :
a) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
b) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
c) Kranialisasi vaskuler
d) Hilus suram (batas tidak jelas)
e) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
5) Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
6) Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP).
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau
N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah
yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai
yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
7) Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter)
yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang
– ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary
capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat
ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh
paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih
tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure
yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary
edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada
intensive care unit (ICU).
F. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis adalah:
1) Mengendalikan hipoksemia
2) Memperlambat pengembalian darah vena ke jantung
3) Memperbaiki fungsi jantung
4) Relaksasi fisik dan mental : Pasien diberi posisi fowler tinggi. Biasanya dokter memberi obat
morfin sulfat 10-15 mg IV. Obat ini dapat mengurangi rasa cemas dan mengurangi tekanan
atrium kiri. Untuk menangani hipoksemia, pasien diberikan oksigen 40-70 %. Kadang-kadang
pasien perlu diintubasi (selang endotrakea atau trakeostomi) agar volume tidal adekuat dan
konsentrasi oksigen yang diperlukan dapat diberikan.
5) Intubasi juga dapat mempermudah pengisapan untuk mengeluarkan sekresi yang banyak. Obat-
obat yang diberikan adalah aminofilin intravena untuk bronkodilatasi, meningkatkan haluaran
urine, dan curah jantung; digitalis; diuretik; dan vasodilator
6) Sasaran penatalaksanaan medical adalah untuk mengurangi volume total yang bersirkulasi
dan untuk memperbaiki pertukaran pernafasan.
a) Oksigenasi:
1) Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan
dipsnea.
2) Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda-tanda
hipoksia menatap.
3) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jikaterjadi gagal napas.
4) Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
5) Gas darah arteri (GDA).
b) Farmakoterapi :
1) Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea, merupakan
kontra indikasi pada cedera faskuler serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok
kardiogenik. Siapkan selalu nalokson hidroklorida (narcan) untuk depresi
pernafasan luas.
2) Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat evek diuretik cepat.
3) Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, di berikan dengan
kewaspadaan tinggi pada pasien dengan MI akut.
4) Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis sesuai
berat badan
c) Perawatan sportif :
1) Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila kaki
terjuntai di samping tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke jantung.
2) Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang
konkrit
3) Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur
4) Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang di
lakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap pengobatan
G. Komplikasi
Perinatal asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya "denyut yang berhenti")
merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan
ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai dengan
metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf pusat (CNS) yang
menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernafas. Karakteristik Esensial, Tanda-tanda khusus dari
bayi baru lahir dengan asfiksia, harus memenuhi 4 kriteria berikut :
a) Metabolik asidosis, darah diperiksa dari arteri umbilical cord fetus (pH <7 dan basa defisit
>=12 mmol/L
b) Skor Apgar 0-3 selama lebih dari 5 menit.
c) Adanya kelainan neurologis seperti kejang, koma atau hipotonis (neonatal ensefalofati)
d) Disfungsi multiorgan
Mekanisme Asfiksia Selama Periode Partus dan Post-Partum
Beberapa mekanisme yang dapat menimbulkan asfiksia diantaranya :
a) Gangguan sirkulasi umbilikal, contohnya karena kompresi ''umbilical cord''
b) Tidak mencukupinya perfusi plasenta, contohnya yaitu hipotensi maternal, hipertensi
kehamilan, dan kontraksi uterus yang abnormal.
c) Gangguan oksigenasi maternal, contohnya penyakit jantung-paru dan anemia
d) Adanya gangguan pada pertukaran gas di plasenta, contohnya yaitu abruptio plasenta dan
plasenta previa
e) Paru-paru bayi gagal bertransisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Identitas :
2) Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
3) Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan
masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
4) Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti
sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit
ginjal mungkin ditemui pada klien
5) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Integumen
 Subyektif :
 Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b) Sistem Pulmonal
 Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan
 Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
c) Sistem Cardiovaskuler
 Subyektif : sakit dada
 Obyektif :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
d) Sistem Neurosensori
 Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
 Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e) Sistem Musculoskeletal
 Subyektif : lemah, cepat lelah
 Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f) Sistem genitourinaria
 Subyektif :-
 Obyektif : produksi urine menurun/normal,
g) Sistem digestif
 Subyektif : mual, kadang muntah
 Obyektif : konsistensi feses normal/diare
h) Studi Laboratorik
 Hb : menurun/normal
 Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
 Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

B. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
2) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
3) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik
yang lemah).
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang
terpajang informasi
A. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli) Tujuan:
Pertukaran gas efektif
Kriteria hasil: menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada jringan di
tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan
Rencana tindakan:
1) Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels
Rasional: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang
membutuhkan penanganan lebih lanjut
2) Atur posisi fowler dan bed rest
Rasional: merangsang pengembangan paru secara maksimal.
3) Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia
jaringan
4) Bronkodilator
Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas
Diagnosa Keperawatan 2 : Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar
jelas.
Rencana tindakan:
1) Identifikasi faktor penyebab
Rasional: Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang
tepat
2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi
Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien
3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60 – 90 derajat
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal
4) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional: Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi
paru
5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
Diagnose keperawatan 3 : Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan
dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
Tujuan: Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat,
personel hygiene pasien cukup
Rencana tindakan:
1) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya
perubahan tanda-tanda vital
Rasional: Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
2) Bantu Px memenuhi kebutuhannya
Rasional: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri
3) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional: Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme
4) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap
Rasional: Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada
kondisi normal.
Diagnose keperawatan 4 : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
sehubungan dengan kurang terpajan informasi
Tujuan: Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil:
- Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah
- PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik
- Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang
perlu untuk mencegah terulangnya masalah
Rencana tindakan:
1) Kaji patologi masalah individu.
Rasional: Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan
dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik
2) Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
tiba-tiba, dispena, distress pernafasan)
Rasional: Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi
3) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional: Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan

B. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter
& Perry, 1997).

C. EVALUASI
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yg menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Perawat dapat memonitor kealpaan yg terjadi selama tahap pengkajian, diagnosa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan
PENUTUP

A. Kesimpulan
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan
intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial
paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran
limfatik. Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk
bernapas. Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung
( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ).
B. Saran
1. Mahasiswa lebih memahami tentang apa itu edema paru akut, karena sangat dibutuhkan
untuk pemberian tindakan keperawatan.
2. Mahasiswa menerapkan proses keperawatan dalam melakukan tindakan keperawatan
Daftar pustaka
http://manafners.wordpress.com/2011/05/15/asuhan-keperawatan-edema-paru/. Jakarta 06
april 2013. 11.09 WIB (acces online)
http://dokmud.wordpress.com/2010/03/17/edema-paru-non-kardiogenik/. jakarta 06 april
2013. 11.31 WIB (acces online)
http://vaskuler1.blogspot.co.id/2014/10/makalah-akut-lung-odemalo.html (diakses tgl 30
november2017)
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

You might also like