You are on page 1of 12

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kelompok Rentan

Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial menjadi korban,

sehingga perlu kita perlu memahami dua hal yang perlu mendapatkan fokus

utama adalah mengenali kelompok rentan dan meningkatkan kapasitas dan

kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana. Kerentanan adalah

keadaan atau sifat manusia yang menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi

bencana yang berfokus pada pencegahan, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan

dalam menghadapi dampak tertentu.

Undang-undang penanggulangan bencana pada pasal 56 dan pasal 26 (1)

menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan adalah masyarakat yang

membutuhkan bantuan diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu

menyusui, lansia. Kerentanan dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi:

1. Kerentanan fisik adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi

ancaman bahaya tertentu, misalnya kekuatan rekonstruksi bangunan rumah

pada daerah rawan banjir dan gempa bumi.

2. Kerentanan ekonomi adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat

dalam mengalokasikan dana utuk mencegas dan penanggulangan bencana.

3. Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang

ancaman dan penanggulangan bencana, serta ingkat kesehatan yang rendah.

4. Kerentanan lingkungan, kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal

masyarakat dan lingkungan sekitarnya.


B. Konsep Lanjut Usia

1. Pengertian Lanjut Usia

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia

apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan

Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia lanjut

usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia

(WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun ( Kushariyadi, 2010; Indriana,

2012; Wallnce, 2007).

2. Batasan Umur Lanjut Usia

Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari

pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008) :

Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1

ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60

tahun keatas”

3. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa

perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan

fisik,intlektual, dan keagamaan.

a. Perubahan fisik

1) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh

akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebuh besar

sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi

protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati beekurang.


2) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan

mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada

indra pendengaran akan terjadi gangguan pendengaran seperti

hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga. Pada indra

penglihatan akan terjadi seperti kekeruhan pada kornea, hilangnya

daya akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Pada indra

peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri menurun dan

kelenjar keringat berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya

seperti menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga kemampuan

membau juga berkurang.

3) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya selara

makan , seringnya terjadi konstipasi, menurunya produksi air liur

(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga menurun.

4) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami

pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.

5) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan cairan

dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku

dan tendon mengerut.

6) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa

darah yang menurun , ukuran jantung secara kesuruhan menurun

dengan tidaknya penyakit klinis, denyut jantung menurun , katup

jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi

lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia kerana


hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama

atau meningkat.

b. Perubahan intelektual

Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012),

akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan

otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ) yaitu fungsi otak

kanan mengalami penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan

dalam berkomunikasi nonverbal, pemecehan masalah, konsentrasi dan

kesulitan mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain adalah

perubahan ingatan , karena penurunan kemampuan otak maka seorang

lansia akan kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikan

kepadanya sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga

menurun.

c. Perubahan keagamaan

Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya lansia

akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal tersebut

bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan

kehidupan dunia.

C. Lansia dan Bencana

Lansia diklasifikasikan ke dalam populasi spesial atau kelompok rentan

(kelompok yang beresiko tinggi terhadap masalah kesehatan jiwa, DepKes).


Beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan lansia adalah

sebagai berikut :

1. Menurunnya fungsi alat indera

2. Kemampuan penciuman, sentuhan, penglihatan dan pendengaran yang

mulai berkurang dibandingkan populasi umum lainnya, dapat menyebabkan

timbulnya kesulitan dalam menghadapi situasi yang gawat (bencana).

3. Lambatnya respon

4. Lansia kemungkinan akan lebih lambat dalam mencari pertolongan karena

berkurangnya aktivitas kognitif dan motorik yang mulai menurun karena

proses penuaan.

5. Kondisi Kesehatan

a. Lansia pada umumnya memiliki kesehatan yang sudah menurun

sehingga tekanan yang ditimbulkan akibat bencana dapat menambah

buruk kondisi kesehatan.

b. Gangguan ingatan juga dapat mempengaruhi lansia dalam mengingat

dan memproses informasi (terganggunya proses komunikasi).

c. Pengobatan juga dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan

ingatan atau kebingungan.

d. Dehidrasi, hipo/hipertermia (suhu tubuh yang sangat rendah/suhu tubuh

yang sangat tinggi) juga merupakan ganguan kesehatan yang dapat

timbul pada lansia ketika mengalami bencana.

e. Lansia biasanya malu/takut karena mengalami masalah kesehatan

mental dan tidak memahami konseling sebagai bentuk dukungan.


Pelayanan kesehatan mental harus menekankan pada “pendampingan”

dan “dialog/ngobrol”.

6. Pengaruh kehilangan yang berlipat ganda.

Lansia pada umumnya telah mengalami kehilangan semasa

hidupnya seperti berkurangnya kemampuan fisik, pendapatan yang

berkurang (pensiun, kehilangan pekerjaan), bahkan ditinggal pasangannya.

Dengan adanya bencana tentunya akan menambah tekanan yang telah

dirasakan sebelumnya sehingga dapat menghambat proses penyembuhan.

7. Trauma ketika dikirim ke lokasi. Lingkungan yang tidak dikenal dan

kehilangan lingkungan tempat ia tinggal sebelum bencana dapat

menyebabkan depresi dan disorientasi. Beberapa masalah kesehatan mental

yang umumnya dialami lansia akibat bencana adalah :

a. Masalah Perilaku: Menarik diri dan memisahkan diri dari lingkungan

social, Keterbatasan mobilitas, Masalah-masalah penyesuaian diri pada

tempat baru, Menghindari aktivitas atau tempat yang dapat memicu

ingatan terhadap bencana dan Ketidakmampuan untuk

merelakan/menerima apa yang telah terjadi.

b. Masalah Fisik: Bertambah parahnya penyakit-penyakit kronis,

Gangguan tidur, Gangguan-gangguan ingatan, Simptom-simptom

somatis, Lebih sensitif terhadap hypo- dan hyperthermia (suhu badan

yang abnormal), Keterbatasan sensoris dan fisik (penglihatan,

pendengaran) dapat mengganggu proses penyembuhan, Kelelahan dan

Meningkatnya tekanan darah dan jantung berdebar.


c. Masalah Emosional dan Psikologis: Khawatir akan keselamatan,

Kekecewaan/kesedihan yang mendalam akibat kehilangan, Hilang

semangat dan simpati, Bingung, disorientasi, Rasa curiga, Mudah

tersinggung, marah, Kecemasan pada lingkungan yang tidak dikenal (

lingkungan baru ), Mimpi buruk, Rasa percaya diri yang rendah dan

Depresi.

Secara umum dalam menangani lansia, professional maupun relawan harus

memahami prinsip-prinsip berikut :

1. Berikan keyakinan yang positif secara verbal dan berulang-ulang

2. Dampingi dalam pemulihan fisik, buat kunjungan-kunjungan secara

berkala, atur untuk pertemuan-pertemuan.

3. Berikan perhatian yang special untuk mendapatkan kenyamanan pada lokasi

penampungan, idealnya tempatkan pada lingkungan yang ia kenali

(misalnya tetangga atau keluarga yang selamat)

4. Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun

lingkungan social lainnya

5. Dampingi untuk mendapatkan pengobatan dan bantuan keuangan

Nasihat-nasihat yang dapat membantu lansia memulihkan diri akibat bencana :

1. Reaksi-reaksi fisik yang timbul akibat suatu bencana adalah hal yang wajar.

2. Memahami perasaan diri sendiri dapat membantu proses pemulihan diri.

3. Meminta bantuan terhadap apa yang diri kita butuhkan dapat membantu

menyembuhkan diri.
4. Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan yang kita miliki sekarang.

5. Menerima pertolongan dari program-program yang diberikan

masyarakat/pemerintah merupakan hal yang tepat dan sehat.

6. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda dan cara yang berbeda

dalam menghadapi dampak dari bencana tersebut.

D. Cara Menyelamatkan Diri dari Gempa Bumi

1. Persiapan perlengkapan pribadi dalam menghadapi bencana

Persiapan barang yang dibutuhkan dalam tas siaga

bencana (emergency kit ) meliputi : persediaan makanan minimal untuk 3

hari, air minum 5 liter per orang setiap hari, cadangan baterai, senter dan

baterainya, obat-obatan (aspirin, pereda nyeri, obat diare, antasid,

laksativ) dan obat khusus pribadi serta kotak p3k (2 pasang sarung tangan

steril dan bersih, kasa steril, pembersih, antibiotik, salep luka bakar, perban

berbagai ukuran, termometer, pembersih mata), personal hygiene (hand

sanitaizer, handuk, dan tisu basah), pakaian extra, alat pembuka makanan,

masker debu, peta daerah, peluit, uang kas, cell phone berserta baterai, dan

dokumen-dokumen penting. Perlengkapan untuk bayi seperti susu formula,

diappers, botol dan mainan bayi dan perlengkapan lainya yang dirasa

penting untuk dibawa.

2. Penyelamatan diri dari becana gempa bumi.

Panduan penyelamatan yang bisa dilakukan ketika terjadi gempa

bumi menurut (American Red Cross, 2009) yaitu :


a. Berjalan merunduk menuju tempat berlindung dibawah meja atau

tempat yang bisa menahan rerutuhan, lindungi kepala dan leher,

berpegangan pada tempat berlindung tersebut. Menjauh dari rak-rak,

jendela dan sesuatu yang bisa runtuh atau pecah.

b. Ketika kamu berada dalam gedung, tetap berdiam ditempat berlindung

sampai gempa selesai, jangan berlari keluar ketika gempa masih

berlangsung.

c. Setelah gempa berhenti tidak diperkenankan keluar menggunakan lift,

keluarlah menggunakan tangga evakuasi.

d. Waspadai adanya kebakaran, akibat gempa.

e. Hentikan segala aktivitas ketika sedang berada di luar ruangan, seperti

berhenti berkendara, dan carilah tempat yang lapang untuk berlindung.

E. Rencana tanggap darurat

Rencana tanggap darurat bencana adalah serangkaian rencana kegiatan yang

dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak

buruk yang ditimbulkan. Rencana tanggap darurat meliputi kegiatan

penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,

perlindungan, pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana

(Kristiana & Ristrini, 2013). Kegiatan tersebut adalah pengorganisasian evakusi

yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mengorganisir komunitas setempat

dalam keadaan darurat, fasilitas dalam rencana evakuasi meliputi (OSHA,

2014) :
1. Ketersediaan informasi dan komunikasi

Informasi dalam rencana tanggap darurat berupa informasi tentang

terkait gempa bumi di wilayah tersebut mulai dari prevalensi gempa bumi

yang terjadi di wilayah tersebut, informasi terkait titik kumpul dan

kerusakan yang mungkin terjadi kerana gempa bumi tersebut. Informasi ini

dapat disampaikan melalui berbagai cara, salah satunya yaitu menggunakan

peta kesiapsiagaan bencana gempa bumi. Peta ini bertujuan untuk

meningkatkan kepedulian akan risiko bahaya bencana gempa bumi serta

menyiapkan diri dalam menghadapi bencana (World Bank, 2016).

Selain informasi, prioritas lainya dalam rencana tanggap daruat

adalah komunikasi. Komukasi bertujuan untuk mengetahui apa yang terjadi

ketika bencana, mengkomunikasikan bantuan dengan pihak terkait, serta

memastikan semua dalam keadaan aman (Schaffhausher, 2013). Oleh

kerena itu, membuat dan menyimpan daftar kontak nomor-nomor telpon

lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencanan seperti nomor

telpon pemadam kebakaran, polisi terdekat, Search And Rescue Team (Tim

SAR) walayah terdekat, dan Rumah Sakit (RS) terdekat merupkan hal yang

penting sebagai salah satu persiapan menghadapi bencana. Tempatkan

nomor-nomor tersebut di tempat yang mudah terlihat atau dapat

menyimpannya dalam Hand Phone (HP) agar memudahkan pengguna

dalam berkomunikasi (Wicaksono, 2007).


2. Prosedur evakuasi

Prosedur evakuasi jalur evakuasi yang harus dilalui ketika terjadi

bencana dan tempat evakuasi sebagai perlindungan sementara selama

kejadian bencana. Jalur evakuasi dalam gedung standar berdasarkan

OSHA‟s Standart yaitu : jalur terbebas dari penghalang apapun, terdapat

tanda yang jelas yang menandakan bahwa itu jalan keluar “EXIT” atau

keluar dengan tidak boleh kurang dari 15 ,2 cm, pintu yang digunakan dalam

jalur evakuasi adalah pintu yang terbuka keluar dengan tinggi 2 meter, dan

penerangan yang cukup pada jalur evakuasi.

Menurut World Bank (2016)” tempat evakuasi dijadikan sebgai titik

kumpul dalam keadaaan gawat darurat sebagai tempat perlindungan korban

bencana gempa bumi. Tempat evakuasi di bedakan menjadi tiga kategori

yaitu :

a. Temporary evacuation (evakuasi sementara)

Tempat evakuasi sementara biasanya berada pada area terbuka yang

aman dari bencana dan mudah dijangkau. Tempat yang digunakan untuk

menampung banyak orang, mempunyai penerangan yang cukup,

peralatan komunikasi dan jika memungkinkan terdapat kebutuhan

dasar. Contohnya seperti tempat parkir.

b. Evacuation center (evakuasi pusat)

Evacuation center merupakan fasilitas untuk mengakomodasi

penduduk terdampak ketika mereka sudah tidak ada tempat tinggal.


Tempat evakuasi ini harus mempunyai ruang yang luas, terdapat makan

dan air minum serta dapat menjadi rumah sementara bagi para korban.

c. Welfare evacuation

Welfare evacuation merupakan tempat evakuasi spesial bagi korban

yang memerlukan perawatan tambahan seperti lansia, orang

berkebutuhan khusus, dan korban yang memerlukan pengobatan

khusus.

You might also like