You are on page 1of 20

LAPORAN INDIVIDU

KEMATIAN IBU DAN ANAK

OLEH :

NOVIA AYU WIJAYANTI SUSANTO PUTRI, S.Ked


1208011001

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN IKM-IKKOM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
PUSKESMAS SIKUMANA
KUPANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Sebagian besar
kehamilan ini berlangsung dengan aman. Namun 15% menderita komplikasi berat dengan
sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini
mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun diseluruh dunia.1
Setiap tiga menit, dimanapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Selain
itu, setiap jam Selain itu, setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau
karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan.2
Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yang merupakan Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) kelima, berjalan lambat dalam beberapa tahun terakhir. Rasio kematian
ibu, yang diperkirakan sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200
selama dekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu.2
Indonesia telah melakukan upaya yang jauh lebih baik dalam menurunkan angka
kematian pada bayi dan balita, yang merupakan MDG keempat. Tahun 1990-an menunjukkan
perkembangan tetap dalam menurunkan angka kematian balita, bersama-sama dengan
komponen-komponennya, angka kematian bayi dan angka kematian bayi baru lahir.2
Sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari masyarakat, keluarga memiliki peran
signifikan dalam status kesehatan. Keluarga berperan terhadap optimalisasi pertumbuhan,
perkembangan, dan produktivitas seluruh anggotanya melalui pemenuhan kebutuhan gizi dan
menjamin kesehatan anggota keluarga. Di dalam komponen keluarga, ibu dan anak
merupakan kelompok rentan. Hal ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada
ibu dan fase tumbuh kembang pada anak. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya upaya
kesehatan ibu dan anak menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia.3
Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap
keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Sehingga penilaian terhadap status kesehatan
dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. 3
1.2.Batasan Masalah
Referat ini akan membahas tentang Pemanfaatan Kesehatan Ibu dan Anak

1.3.Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Kesehatan Ibu dan Anak
1.5.Manfaat Penulisan
Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan informasi
dan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak.
BAB II

2.1 Definisi

Kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang


menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan
anak , dimana upaya tersebut untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. Kematian ibu
atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewatu hamil atau dalam waktu 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usai kehamilan. Indikator
yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu (maternal mortality
ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup. Angka ini mencerminkan
resiko obstetrik yang dihadapi oleh seorang ibu sewaktu hamil. Jika ibu tersebut hamil
beberapa kali, resikonya meningkat dan digambarkan sebagai resiko kematian ibu sepanjang
hidupnya, yaitu probabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan
sepanjang reproduksi. Sedangkan kematian anak adalah jumlah anak yang dilahirkan pada
tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per
1000 kelahiran hidup.1-3

2.2 Epidemiologi
Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi
mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan
pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Penurunan AKI di
Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228.
Namun demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu
menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan
penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015. Gambaran AKI di Indonesia dari tahun
1991 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada gambar berikut ini.3
Gambar 2.1 Angka Kematian Ibu di Indonesia Tahun 1991-20153

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada
masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Dalam kurun waktu
lima tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan termasuk
pendampingan selama periode tahun 2011 - 2015 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015
cakupan persalinan nakes sebesar 62,4 %, pada tahun 2014 mencapai 75,4 % berarti
mengalami penurunan sebesar13 %, pada tahun 2013 cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan adalah sebesar 77,7 % sedangkan target yang harus dicapai sesuai Renstra Dinkes.
Prov. NTT pada tahun 2015 adalah sebesar 90%, berarti tidak mencapai target. Rincian
cakupan persalinan ditolong oleh Nakes per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada lampiran
tabel 29, Di bawah ini dapat kita lihat Gambaran cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan tahun 2011 - 2015 dapat dilihat pada gambar berikut.4
Gambar 2.2 Presentase Cakupan Persalinan dengan Pertolongan oleh dan Melalui
Pendamping Tenaga Kesehatan di Provinsi NTT4

Dari Gambar 2.2 tersebut terlihat bahwa cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan di Provinsi NTT tahun 2012 sebesar 61,9 % menurun menjadi 58,7 % pada tahun
2013.

Berdasarkan Renstra Dinkes. Provinsi NTT Tahun 2013, target cakupan komplikasi
ibu hamil resiko tinggi (Bumil Risti) yang ditangani adalah sebesar 74%, sedangkan
berdasarkan Profil Kabupaten/Kota tahun 2015 hanya mencapai 47,2%. Pada tahun 2014
cakupan komplikasi ibu hamil resiko tinggi yang ditangani adalah sebesar 33%, sedangkan
pada tahun 2013 hanya mencapai 52%, berarti belum mencapai target.4
Gambar 2.3 Jumlah Dan Persentase Penanganan Komplikasi Kebidanan Dan Komplikasi
Neonatal
Menurut Jenis Kelamin, Kabupaten / Kota Provinsi NTT tahun 2015

Sebagian besar kematian anak di Indonesia saat ini terjadi pada masa baru lahir
(neonatal), bulan pertama kehidupan. Kemungkinan anak meninggal pada usia yang berbeda
adalah 19 per seribu selama masa neonatal, 15 per seribu dari usia 2 hingga 11 bulan dan 10
per seribu dari usia satu sampai lima tahun. Seperti di negara-negara berkembang lainnya
yang mencapai status pendapatan menengah, kematian anak di Indonesia karena infeksi dan
penyakit anak-anak lainnya telah mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan
pendidikan ibu, kebersihan rumah tangga dan lingkungan, pendapatan dan akses ke
pelayanan kesehatan. Kematian bayi baru lahir kini merupakan hambatan utama dalam
menurunkan kematian anak lebih lanjut. Sebagian besar penyebab kematian bayi baru lahir
ini dapat ditanggulangi.2
Upaya yang telah dilakukan selama ini untuk menurunkan Angka Kematian Balita
(AKBA) berhasil menunjukkan perbaikan yang sangat berarti antara 1960 dan 1990. Pada
1960, AKBA masih sangat tinggi, yaitu 216 per 1.000 kelahiran hidup. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan terjadinya penurunan hingga mencapai 46 per
1.000 kelahiran hidup pada periode 1998–2002.2 Rata-rata penurunan AKBA pada dekade
1990-an adalah tujuh persen per tahun, lebih tinggi dari dekade sebelumnya, yaitu empat
persen per tahun. Pada 2000 Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan dalam World
Summit for Children (WSC), yaitu 65 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi.
Indonesia juga telah mengalami kemajuan yang signifikan dalam upaya penurunan kematian
bayi dalam beberapa dekade terakhir. Pada 1960, Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia
adalah 128 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini turun menjadi 68 per 1.000 kelahiran hidup
pada 1989, 57 pada 1992 dan 46 pada 1995.5 Pada dekade 1990-an, rata-rata penurunan lima
persen per tahun, sedikit lebih tinggi daripada dekade 1980-an sebesar empat persen per
tahun . Walaupun pencapaian elah begitu menggembirakan, tingkat kematian bayi di
Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN,
yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih
tinggi dari Thailand.5

Gambar2.4. Angka Kematian Balita

Disparitas Variasi AKBA antarprovinsi masih cukup besar. SDKI 2002–2003


menunjukkan provinsi dengan AKBA paling tinggi untuk periode 1998–2002 adalah NTB,
yaitu 103 per 1.000 kelahiran hidup. Angka itu hampir lima kali lebih tinggi AKBA di
Yogyakarta, yaitu 23 per 1.000 kelahiran hidup. Variasi yang sama juga terjadi pada AKB,
yaitu 74 untuk NTB dan 20 untuk Yogyakarta pada periode yang sama.5
Gambar2.5 . Angka Kematian Bayi5
Baik di daerah perdesaan maupun perkotaan dan untuk seluruh kuintil kekayaan,
kemajuan dalam mengurangi angka kematian bayi telah terhenti dalam beberapa tahun
terakhir. Survei Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa baik
angka kematian balita maupun angka kematian bayi baru lahir telah meningkat pada kuintil
kekayaan tertinggi, tetapi alasannya tidak jelas. Meskipun rumah tangga perdesaan masih
memiliki angka kematian balita sepertiga lebih tinggi daripada angka kematian balita pada
rumah tangga perkotaan, tetapi sebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian di
perdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripada angka kematian di perkotaan, dan
bahwa kematian di perkotaan bahkan telah mengalami peningkatan pada masa neonatal. Tren
ini nampaknya terkait dengan urbanisasi yang cepat, sehingga menyebabkan kepadatan
penduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi yang buruk pada penduduk miskin perkotaan,
yang diperburuk oleh perubahan dalam masyarakat yang telah menyebabkan hilangnya jaring
pengaman sosial tradisional. Kualitas pelayanan yang kurang optimal di daerah-daerah
miskin perkotaan juga merupakan faktor penyebab.2

Gambar 2.6 Angka kematian anak balita & bayi baru lahir menurut kelompok kekayaan
dalam periode sepuluh tahun sebelum setiap survey2
2.2 Etiologi, Faktor Prilaku & Budaya Masyarakat

Gambar 2.7 Penyebab Kematian Ibu6

Terlihat bahwa penyebab tebesar kematian ibu selama tahun 2010-2013 masih merupakan
perdarahan, hipertensi, infeksi, partus lama, abortus dan lainnya. Yang dimaksud dengan
penyakit lainnya adalah penyebab kematian ibu secara tidak langsung seperti penyakit
kanker, ginjal, tuberkulosis atau penyakit yang diderita ibu. Tingginyakematian ibu akibat
penyebab lain berperan besar adalah rumah sakit dalam menangani penyebab tersebut.6

Target Renestra sendiri terdapat tiga cakupan provinsi terendah yaitu Papua (33.31%),
Pspua Barat (73.20%) dan Nusa Tenggara Timur (74.08%) Selain itu angka kunjungan nifas
yang dibawah angka persalinan menjadi salah satu penyebab kematian ibu.6

Pada tahun 2016 terdapat 80,61% ibu hamil yang menjalani persalinan dengan ditolong
oleh tenaga kesehatan dan dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Secara
nasional, indikator tersebut telah memenuhi target Renstra sebesar 77%. Namun demikian
masih terdapat 19 provinsi (55,9%) yang belum memenuhi target tersebut. Provinsi NTB
memiliki capaian tertinggi sebesar 100,02%, diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 97,29%, dan
Kepulauan Riau sebesar 96,04%, sedangkan provinsi NTT meningkat menjadi urutan ke-10
dari ke 34 provisi.4
Gambar 2.8 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan6

Gambar 2.9 Cakupan Persalinan Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Menurut Provinsi Tahun
20164
. Terbanyaknya kasus kematian pada ibu salah satunya adalah perdarahan. Perdarahan
post partum adalah perdarahan masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robeknya
jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu tersering
7
disamping kehamilan ektopik dan abortus.
Hal ini juga selain dikarenakan fasilitas yang kurang memadai, hal ini juga dapat
diakbitkan oleh kebiasaan dan kebudayaan masyarakat NTT yang disebut dengan “Se’i dan
Tatobi”. Se’i adalah tradisi pengasapan ibu pasca persalinan sedangkan tatbi adalah kompres
panas pada ibu pasca melahirkan. Se’i dilakukang dengan cara menduduki tungku yang
masih mengepulkan asap, bebeapa ibu melakukan denggan menggendong bayinya.
Sedangkan tatobi diakui oleh beberapa masyarakat melakukan hal ini dengan menvelupkan
handuk di air mendidih dan dipukulkan atau ditempelkan pada bagian perut dan pinggang.
Hal ini yang dapat menyebabkan gangguan pada kontraksi.Keengganan ibu untuk melahirkan
di fasilitas kesehatan dapat meningkatkan angka kematian ibu. Selain itu asupan nutrisi ibu
yang pasca melahirkan membutuhkan asupan yang berkualitas. Namun di masyarakat NTT.
Terdapat pantangan berupa larangan terhadap makan-makanan laut, buah-buahan yang
masih dianut oleh beberapa orang dipedesaan.
Definisi perdarahan ini adalah perdarahan pasca persalinan yang melebihi 500 ml
setelah bayi lahir atau yang berpotensi mengganggu heodinamik ibu, berdasarkan saat
terjadinya dapat terbagi dua yaitu primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama setelah persalinan dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir dan
sisa sebagian plasenta. Sementara sekunder adalah perdarahan yang lebih dari 500cc dalam
kurun lebih dari 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan, biasanya disebabkan oleh sisa
plasenta.1,8,7,9
a. Faktor Resiko
1.Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta: plasenta previa, solutio
plasenta, plasenta akreta/inkreta/perkreta, kehamilan ektopik, mola
hidatidosa
2.Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan per vaginam
dengan instrumen (forsep di dasar panggul atau bagian tengah panggul),
bekas SC atau histerektomi
3.Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat badan kurang,
preeklamsia berat/eklamsia, sepsis, atau gagal ginjal
4.Gangguan koagulasi
5.Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus overdistensi (makrosomia,
kehamilan kembar, hidramnion atau bekuan darah), induksi persalinan,
penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi),
persalinan lama, korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan riwayat
atonia uteri sebelumnya
b. Keluhan dan Gejala Utama
1.Perdarahan setelah melahirkan
2.Lemah
3.Limbung
4.Berkeringat dingin mengigil
5.Pucat
Tabel 2.1 Penyebab Perdarahan Pascasalin
Penyebab yang Gejala dan tanda
harus dipikirkan
Atonia Uteri Perdarahan segera setelah anak lahira
Uterus tidak berkontraksi atau lembek
Retensio Plasenta Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit
setelah kelahiran bayi
Sisa Plasenta Plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak lengkap
Perdarahan dapat muncul 6-10 hari pascasalin
disertai subinvolusi uterus
Robekan Jalan Lahir Perdarahan segeraa
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi
lahir
Ruptura Uteri Perdarahan segeraa (perdarahan
intraabdominal dan/ atau pervaginam)
Nyeri perut yang hebat
Kontraksi yang hilang
Inversio Uteri Fundus uteri tidak teraba pada palpasi
abdomen
Lumen vagina terisi massa
Nyeri ringan atau beratb

2. Tatalaksana Awal
a. Tatalaksana Umum
1.Bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan
2.Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
3.Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok
4.Berikan oksigen.
5.Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18)
danmulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
atauRinger Asetat) sesuai dengan kondisi ibu. (). Pada saat memasang
infus, lakukan juga pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan.
6.Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan pemeriksaan:
a. Kadar hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin)
b. Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk
pencocokan silang
c. Profil Hemostasis :Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT) ,
Waktu pembekuan (Clotting Time/CT), Prothrombin time (PT)
, Activated partial thromboplastin time (APTT) , Hitung
trombosit , Fibrinogen
d. Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
e. Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut
luka, dan tinggi fundus uteri.
f. Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan
dan laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan
vagina).
g. Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
h. Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin
dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk. (CATATAN:
produksi urin normal 0.5-1 ml/ kgBB/jam atau sekitar 30
ml/jam)
i. Siapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara
klinis ditemukan keadaan anemia berat
 1 unit whole blood (WB) atau packed red cells (PRC)
dapat menaikkan hemoglobin 1 g/dl atau hematokrit
sebesar 3% pada dewasa normal.
 Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consent
ditandatangani untuk persetujuan transfusi
 Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan
tatalaksana spesifik sesuai penyebab
Bagan 2.1 Tatalaksana awal perdarahan pascasalin dengan pendekatan tim9

b. Tatalaksana Khusus
1.Atonia Uteri
a. Non Farmakologis :
 Lakukan pemijatan uterus.
 Pastikan plasenta lahir lengkap.
 Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual
internal selama 5 menit
 Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih
memadai sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.
b. Farmakologis:
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10
unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
 Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak
berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat),
dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan
pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila
diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1
mg)
 Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV
(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).
2. Robekan Jalan Lahir
a. Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber
perdarahan.
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan
antiseptik.
 Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian
ikat dengan benang yang dapat diserap.
 Lakukan penjahitan
 Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam
traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang
setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.
b. Robekan Serviks
 Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan
kanan dari porsio.
 Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
 Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas
robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan
dapat dijahit .
 Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam
traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang
setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.
3. Retensio Plasenta
a. Farmakologis :
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan
NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60
tetes/menitdan 10 UNIT IM. Lanjutkan infus oksitosin
20 UNIT dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti
b. Non Farmakologis :
 Lakukan tarikan tali pusat terkendali. Bila tarikan tali
pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual
secara hati-hati.
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin
2 g IV DAN metronidazol 500 mg IV).
 Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap
bila terjadi komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.
4.Sisa Plasenta
a. Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10
unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000 ml larutan
NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti.
b. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan
bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui
oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi
vakum manual atau dilatasi dan kuretase
c. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV
dan metronidazole 500 mg).
d. Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri.
5.Inversio Uteri
a. Segera Reposisi Uterus. Namun jika reposisi tampak sulit,
apalagi jika inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah untuk
merujuk ibu.
b. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan
melebihi 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan
morfin 0,1 mg/kgBB IM. Jika usaha reposisi tidak berhasil,
lakukan laparotomi.
Daftar Pustaka

1. Prawirihardjo S. Ilmu Kebidanan. Empat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sawono


Prawirohardjo; 2009.
2. Kesehatan Ibu &amp; Anak. 2012. https://www.unicef.org/indonesia/id/A5_-
_B_Ringkasan_Kajian_Kesehatan_REV.pdf. Accessed April 22, 2018.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. PROFIL KESEHATAN INDONESIA.
Jakarta; 2017.
4. Dinas Kesehatan Kota Kupang. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2015. In: Kupang; 2016.
5. Menurunkan Angka Kematian Anak. 2015.
https://www.bappenas.go.id/files/2113/6082/9893/indonesiamdgbigoal4__2008112200
1221__518.pdf. Accessed April 22, 2018.
6. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Ibu. In:
InfoDATIN . Jakarta; 2014.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.pdf.
Accessed April 22, 2018.
7. Panduan Praktis Klinis. Jakarta; 2014.
8. FK UI. Kapita Selekta Kedokteran. In: IV. Jakarta; 2014.
9. Kementerian Kesehatan. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan
Dasar Dan Rujukan. Jakarta; 2013.

You might also like