You are on page 1of 9

IDENTIFIKASI BAKTERI DARI SPESIMEN USAP

TENGGOROK

LAPORAN UJIAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI IV

Oleh
AFIYATUL MUAKHIROH
NIM : 151510113021
(Kelompok: 8)

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi saluran nafas adalah kasus yang sering ditemui di klinik.
Infeksi saluran nafas dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, maupun
virus. Dalam praktikum ini dibatasi hanya pada infeksi yang disebabkan
oleh bakteri. Infeksi saluran nafas dibedakan menjadi infeksi saluran
nafas atas dan infeksi saluran nafas bawah (Alimsardjono dkk, 2015).
Pada praktikum ini, batasan pada infeksi saluran nafas atas terdiri dari
penyakit faringitis, tonsillitis, dan difteri yang disebabkan oleh bakteri.
Dan batasan pembahasan infeksi saluran nafas bawah terdiri dari
pneumonia, bronchopneumonia, TB paru (Alimsardjono dkk, 2015).

Sebagian besar kasus faringitis disebabkan oleh virus dan sembuh


sendiri dalam perjalanan penyakit. Walaupun demikian, sekitar 20%
kasus disebabkan oleh bakteri dan biasanya memerlukan pengobatan
dengan antibiotik yang tepat. Karena dokter sering sulit membedakan
faringitis viral dengan faringitis bakteri berdasarkan klinis semata,
idealnya pengobatan, harus didasarkan pada hasil pemeriksaan
bakteriologis (Vandepitte dkk, 2005).

Adapun bakteri penyebab infeksi saluran nafas atas terutama adalah


Streptococcus pyogenes, dan Corynebacterium diphteriae.
Streptococcus pneumonia bakteri tersering penyebab
bronchopneumonia, dan Mycobacterium tuberculosis penyebab TB
paru (Alimsardjono dkk, 2015). Corynebacterium diphteriae
merupakan pembawa basil difteri tinggi pada populasi yang belum
divaksinasi. Pada komunitas tersebut, mingkin dibenarkan untuk
mengidentifikasi dan mengobati karier di antara orang-orang yang
berkontak erat dengan pasien yang terbukti menderita difteri. Karier
jarang ditemukan bila program imunisasi diterapkan dengan benar
(Vandepitte dkk, 2005). Identifikasi Corynebacterium diphteriae ini
sangat penting untuk menegakkan diagnosis dugaan infeksi saluran
nafas atas, lebih tepatnya pada kasus faringitis.

1.2. Tujuan
Untuk mengidentifikasi bakteri yang diperoleh dari usap tenggorok
dan menegakkan diagnosis infeksi saluran nafas atas terutama
Corynebacterium diphteriae sesuai dengan prosedur yang ada.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Saluran napas atas terbentang dari laring sampai cuping hidung


serta mencakup orofaring dan nasofaring dengan ronga-rongga yang
menghubungkannya, sinus, dan telinga tengah. Saluran napas atas dapat
menjadi lokasi beberapa jenis infeksi (Vandepitte dkk, 2005):
- faringitis, kadang-kadang mencakup tonsilitis, dan menyebabkan
"sakit tenggorokan"
- nasofaringitis
- otitis media
- sinusitis
- epiglotitis
Flora normal faring mencakup sejumlah besar spesies yang tidak
perlu diidentifikasi penuh maupun dilaporkan bila ditemukan dalam biakan
tenggorok (Vandepitte dkk, 2005):
1. Streptococcus viridans (a- haemolyticus) dan Pneumococcus
2. Neisseria spp. non pathogen
3. Mormella (dulu Branhamella) catarrhalis (ini dapat juga menjadi
patogen respiratorik)
4. Staphylococcus (S. aureus, S. epidermidis)
5. Difteroid (dengan pengecualian C. diphteriae)
6. Haemophilus spp.
7. ragi (Candida spp.) dalam jumlah terbatas
8. berbagai kokus Gram positif dan batang Gram-negatif obligat
anaerob, spirochaeta dan bentuk filamentosa.

Corynebacterium diphteriae adalah penyebab difteri, suatu


penyakit yang endemik di banyak negara. Difteri dapat mencapai tingkatan
epidemik di negara-negara yang program vaksinasinya terputus. C.
diphteriae menimbulkan bentuk infeksi khas (dengan sedikit
pengecualian), yang ditandai oleh membran putih keabuan pada lokasi
infeksi (faring, tonsil, hidung, atau laring). Difteri adalah penyakit yang
serius dan diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Dokter
biasanya akan mengajukan permintaan khusus untuk biakan basil difteri
(Vandepitte dkk, 2005).
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan tanggal praktikum


Tempat : Departemen mikrobiologi FK UNAIR
Tanggal : 12 – 16 Juni 2017

3.2 Prosedur

Sample usap tenggorok

Pewarnaan Pewarnaan Penanaman di media


Gram Neisser BAP (Blood Agar Plate)

Inkubasi 24 jam
Gram positif, Bentuk Bentuk batang pada suhu 37°C
batang bergranula, bergranula
seperti huruf V, L,
Koloni sedang, opaque
atau huruf china

Penanaman di media Loeffler 1

Inkubasi 24 jam
pada suhu 37°C

Tumbuh dengan baik

Penanaman di media BT

Inkubasi 24 jam
pada suhu 37°C

Tumbuh koloni berwarna abu-abu kehitaman,


rata, besar dan tumpul

Penanaman di media Loeffler 2

Inkubasi 24 jam
pada suhu 37°C

Tumbuh dengan baik

Fermentasi gula-gula :
Glukosa, Sukrosa, Manitol
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pewarnaan Gram

Gambar 4.1 Hasil Pewarnaan Gram Gambar 4.1 Hasil Pewarnaan Gram
bakteri (Perbesaran 1000x) bakteri (Maza dkk, 2004)

Pengecatan Gram bertujuan untuk mengamati morfologi sel dan


mengetahui kemurnian sel bakteri. Bakteri dikelompokkan sebagai Gram
positif apabila selnya terwarnai keunguan dan Gram negatif apabila selnya
terwarnai merah ( Dewi, 2013). Pewarnaan gram merupakan pewarnaan
diferensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam
laboratorium mikrobiologi (Arrachman, 2016). Pewarnaan itu merupakan
tahap penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Dengan metode ini.
Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif. Yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri
terhadap cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh
komposisi dinding selnya sehingga pengecatan gram tidak bisa dilakukan
pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti
Mycoplasma sp (Waluyo, 2004). Pewarnaan Gram bakteri
Corynebacterium diphteriae bentuk batang, Gram positif, clubbing, soliter
atau bergerombol (Alimsardjono dkk, 2015). Berdasarkan hasil praktikum,
bakteri terwarnai keunguan sehingga merupakan bakteri Gram positif.

4.2 Hasil Pewarnaan Neisser

Gambar 4.2 Hasil Pewarnaan Neisser Gambar 4.2 Hasil Pewarnaan Neisser
bakteri (Perbesaran 1000x) bakteri (Alimsardjono dkk, 2015).

Pewarnaan Neisser, bakteri Corynebacterium diphteriae bentuk


batang, Gram positif, clubbing, soliter atau bergerombol , tersusun seperti
huruf china (Alimsardjono dkk, 2015). Selain itu, morfologi selular basil
terserbut lebih "khas": batang yang agak bengkok, terwarna tidak
beraturan, pendek sampai panjang, menunjukkan granula metakromatik,
dan tersusun dalam bentuk V atau palisade sejajar (Vandepitte dkk, 2005).
Berdasarkan hasil praktikum, bakteri yang terlihat memiliki bentuk batang
dan menunjukkan adanya granula metakromatik yang sesuai dengan
literature yang ada.

4.3 Hasil penanaman spesimen di Media BAP

Gambar 4.3 Hasil penanaman di Gambar 4.3 Hasil penanaman di media


media Blood Agar Plate Blood Agar Plate (Maza dkk, 2004)

Penanaman di media BAP dilakukan untuk mengamati


kemampuan bakteri yang menghemolisa sel darah merah. Isolat koloni
bakteri ditumbuhkan pada media BAP pada suhu 37° C selama ± 18-24
jam dan diamati sifat hemolisisnya. Sifat hemolisis bakteri ada tiga
yaitu (Manu, 2016) :
1). Alfa hemolisis bakteri yang menunjukkan terjadi penurunan
hemoglobin sel darah merah disekitar koloni sehingga sekeliling
bakteri akan tampak warna hijau atau coklat dalam media.
2). Beta hemolisis bakteri menunjukan lisis yang sempurna dengan
tampilan warna transparan disekeliling bakteri pada medium.
3). Gamma hemolisis bakteri menunjukan kurangnya tanda hemolisis
yang ada pada media.
Berdasarkan hasil praktikum, koloni bakteri menunjukkan
ketidakmampuan dalam menghemolisa pada media, sehingga bakteri
tersebut memiliki sifat Gamma hemolisa.

4.4 Hasil penanaman di media Loeffler 1

Gambar 4.4 Hasil penanaman Gambar 4.4 Hasil penanaman di media


di media Loeffler 1 Loeffler 1 (Alimsardjono dkk, 2015).
Loefler coagulated serum atau Dorset egg medium. Walaupun
tidak selektif, kedua media tersebut menghasilkan pertumbuhan basil
difteri yang berlimpah setelah inkubasi semalaman (Vandepitte dkk,
2005). Pada media Loeffler, Corynebacterium diphteriae pertumbuhan
koloni kecil, kecil-kecil, tersebar seperti pasir putih kream (Alimsardjono
dkk, 2015). Berdasarkan hasil praktikum, koloni yang tumbuh di media
Loeffler 1 memiliki ciri yang sesuai dengan literatur, yakni kecil-kecil dan
tersebar seperti pasir putih kream.

4.5 Hasil penanaman di Media Blood Tellurite

Gambar 4.5 Hasil penanaman Gambar 4.5 Hasil penanaman di media


di media Blood Tellurite Blood Tellurite (Volk dkk, 1990)
Agar darah telurit merupakan media yang selektif. Media ini
memudahkan isolasi saat bakteri berjumlah sedikit, misalnya pada kasus
karier yang sehat. Pada media ini, koloni basil difteri benwarna
keabuabuan sampai hitam dan berkembang sempurna hanya setelah 48 jam
(Vandepitte dkk, 2005). Hal ini terjadi karena tellurite atau ion tellurium
dapat berdifusi melalui dinding sel dan direduksi menjadi logam tellurium,
yang diendapkan didalam sel. Organism dalam jenis ini dibagi menjadi
tiga tipe, terutama berdasarkan penampilan koloni pada media tellutite.
Mula-mula diduga bahwa ada hubungan antara ganasnya penyakit dan tipe
koloni, dan walaupun kini telah diketahui bahwa hal ini tidaklah benar,
nama-nama gravis, intermedius, dan mitis masih dipakai untuk mengacu
ketiga tipe C. diphteriae (Volk dkk, 1990). Berdasarkan hasil praktikum,
koloni yang tumbuh di medium tellurite berwarna kehitaman yang hampir
sama dengan literature yang ada, sehingga kemungkinan koloni yang
tumbuh di medium tersebut merupakan C. diphteriae.

4.6 Hasil Penanaman di Media Loeffler 2

Gambar 4.6 Hasil penanaman Gambar 4.6 Hasil penanaman di media


di media Loeffler 2 Loeffler 2 (Alimsardjono dkk, 2015)
Loefler coagulated serum atau Dorset egg medium. Walaupun
tidak selektif, kedua media tersebut menghasilkan pertumbuhan basil
difteri yang berlimpah setelah inkubasi semalaman (Vandepitte dkk,
2005). Pada media Loeffler, Corynebacterium diphteriae pertumbuhan
koloni kecil, kecil-kecil, tersebar seperti pasir putih kream (Alimsardjono
dkk, 2015). Berdasarkan hasil praktikum, koloni yang tumbuh di media
Loeffler 1 memiliki ciri yang sesuai dengan literature, yakni kecil-kecil
dan tersebar seperti pasir putih kream.

4.7 Hasil Fermentasi gula-gula

Gambar 4.7 Hasil uji Gambar 4.7 Hasil uji


fermentasi gula-gula fermentasi gula-gula
(Glukosa, Sukrosa, Manitol) (Glukosa, Sukrosa, Manitol)

Uji fermentasi gula-gula ini digunakan untuk melihat kemampuan


bakteri dalam memfermentasikan glukosa, sukrosa dan manito, hasil
fermentasi berupa asam akan menurunkan pH media dan merubah warna
indikator. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bakteri tersebut
memfermentasi glukosa dan tidak memfermentasi sukrosa dan manitol.
V. KESIMPULAN

Bakteri yang teridentifikasi dari specimen usap rectal merupakan bakteri


Gram positif dengan bentuk batang. Bakteri tersebut tumbuh dengan baik
pada media yang sesuai dengan prosedur, yakni media Blood Agar Plate,
Media Loeffler 1, Media Blood Tellurite, dan Media Loeffler 2. Setelah itu
dari uji fermentasi gula-gula bakteri tersebut meragi Glukosa dan tidak
meragi sukorosa dan mannitol. Sehingga bakteri tersebut kemungkinan
Corynebacterium diphteriae. Diagnosis tersebut bisa dikuatkan dengan
menyesuaikan pada gejala klinik pasien

VI. DAFTAR PUSTAKA

Alimsardjono, Lindawati dkk. 2015. Buku Ajar Pemeriksaan Mikrobiologi pada


Penyakit Infeksi. Jakarta. CV Sagung Seto.
Arrachman, khairunnisa. 2016. Mikrobiologi pewarnaan. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Dewi, Amalia Krishna. 2013. Isolasi,Identifikasi Dan Uji Sensitivitas
Staphylococcus Aureus Terhadap Amoxicillin Dari Sampel Susu
Kambing Peranakan Ettawa (PE) Penderita Mastitis Di
Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta, Jurnal Sain
Veteriner ISSN : 0126 – 0421.
Manu, Kurnia Riwu Dkk. 2016. Isolation And Identification Of Mastitis
Pathogens In Dairy Cattle In Benlutu, Timor Tengah Selatan. Seminar
Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana,
Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2.
Maza, Luis M. De la, Marie T. Pezzlo, Janet T.Shigei, dan Ellena M. Peterson.
2004. Color Atas of Medical Bacteriology. St. Louis: Mosby-year book.
Vandepitte, J., J. Verhaegen, K. Engbaek, P.Rohner,P.Piot, dan C.C Heuck. 2005.
Basic Laboratory Procedures In Clinical Bacteriology, Ed 2. .
Diterjemahkan oleh dr. Lyana Setiawan. Jakarta: Buku kedokteran
EGC.
Volk, Wesley A, Margaret F. Wheeler. 1990. Basic mikrobiologi, Edisi kelima,
Jilid 2. Diterjemahkan oleh Markham, M.Sc. Penerbit Erlangga.
Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.

You might also like