You are on page 1of 8

EFISIENSI BANK SYARIAH MALAYSIA: ANALISIS PERBANDINGAN

INTRA-BANK JENDELA ISLAM DAN ANAK PERUSAHAAN YANG


TELAH BERKEMBANG

ABSTRAKSI
Paper ini bertujuan untuk mengisi kekurangan studi empiris yang
membandingkan efisiensi bank-bank syariah di Malaysia selama operasi mereka
sebagai jendela Islam dan kemudian melakukan transformasi penuh ke bank-
bank Islam. Data yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan bank sampel
dianalisis dengan menggunakan data Envelopment Analysis (DEA) melalui
perangkat lunak DEAP 2.1 untuk menilai efisiensi teknis dan skala bank
berdasarkan sampel. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bank telah
membaik selama ini dalam hal skala dan efisiensi teknis meski yang pertama
menonjol. Secara umum, bank-bank tersebut ternyata lebih efisien seperti
jendela-jendela Islam dibandingkan dengan anak perusahaan yang telah
berkembang. Ini bagus sekali untuk diposisi saat ini dimana, sesuai dengan
Undang-Undang Layanan Keuangan Islam 2013, bank-bank Islam di Malaysia
sekarang dapat beroperasi penuh sebagai bank dari status window perbankan
Islam mereka sampai sekarang.

Kata kunci: Skala efisiensi, teknis efisiensi, jendela Islami, bank umum.

1. PENDAHULUAN

Industri perbankan bisa dibilang paling diatur di belahan dunia manapun. Hal ini
mungkin disebabkan oleh sejumlah alasan termasuk sifat produk mereka yaitu
uang, serta kewajiban likuiditas dan profitabilitas mereka yang saling
bertentangan dan saling terkait dengan nasabah dan pemegang saham masing-
masing. Dengan demikian, kebutuhan bank agar efisien tidak bisa diabaikan.
Sebagaimana dicatat oleh Sufian (2007), faktor-faktor seperti globalisasi,

1
deregulasi, inovasi keuangan dan implikasi konsekuensial terhadap stabilitas
keuangan mendorong kebutuhan bank untuk menempatkan kinerjanya pada diri
mereka sendiri untuk memilah-milah argumen yang sering kali bergejolak. Oleh
karena itu, berdasarkan desain dan bukan kebetulan yang baru-baru ini, banyak
kebijakan dan perhatian akademis telah diterapkan pada efisiensi bank (Hasan,
Koetter, & Wedow, 2009). Namun, berbeda dengan penelitian terdahulu tentang
efisiensi perbankan terutama dari perspektif konvensional, kelangkaan studi
empiris dari perspektif perbankan Islam meninggalkan kekosongan dalam
literatur efisiensi perbankan yang ada. Agak ironis terutama dilihat dari latar
belakang pertumbuhan monumental yang disaksikan di industri perbankan
syariah sejak awal 2000 (Laldin, 2008).

Sistem perbankan syariah (IBS) berangsur-angsur menjadi fenomena global dan


tak terbantahkan bahwa Malaysia adalah salah satu pusat utama industri yang
sedang berkembang. Di Malaysia misalnya, perbankan Islam beroperasi dalam
dua lipatan dan di bawah dua tindakan yang berbeda visi. Jasa Keuangan Islam
Undang-undang 2013 dan Jasa Keuangan.

Undang-undang 2014. Dengan demikian, ada bank yang beroperasi penuh


dengan ketentuan Islam dan prinsip Islam pada bank konvensional yang
keduanya telah berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir (Mokhtar,
Abdullah, & Al-Habshi, 2006). Dalam sebuah laporan oleh Bank Negara
Malaysia (Bank Sentral Malaysia), sektor perbankan syariah telah meningkatkan
total aset menjadi RM 434,6 juta di tahun 2011. Sebesar 22,4% dari total aset
perbankan di negara ini pada akhir tahun 2011 (Porter, 2012).

Diperdebatkan, kemampuan perkembangan industry syariah yang sedang


bertahap yang tercermin dalam kemampuannya yaitu untuk bertahan terhadap
krisis keuangan. Menurut Derbel, Bouraoui & Dammak (2011), pengaruh krisis
keuangan global 2007/2008 terhadap bank syariah relatif ringan dibanding bank
konvensional. Hal ini membangkitkan minat yaitu apakah bank-bank ini lebih

2
efisien dibandingkan dengan mitra konvensional mereka. Dalam hal ini, banyak
penelitian telah membandingkan kedua jenis bank dalam hal beberapa tolak ukur
yang efisiensi. Misalnya, penelitian seperti Bader, Mohamad, Ariff & Hassan
(2008) dan Rafiuddin & Alam (2012) menemukan bahwa bank syariah lebih
menguntungkan sedangkan bank konvensional biayanya lebih efisien. Hal
tersebut mungkin tidak terduga karena filosofi operasional bank berbeda. Namun,
adanya kekosongan yang jelas dicatat karena kurangnya studi efisiensi
berdasarkan sistem intra-perbankan, dalam hal ini, efisiensi penuh pada bank
Islam belum dapat dibandingkan dengan kinerjanya selama beroperasi sebagai
jendela Islam. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan
dalam konteks industri perbankan Malaysia.

Sisa tulisan ini terbagi sebagai berikut. Segera setelah pendahuluan adalah
tinjauan literatur. Berisikan tentang masalah efisiensi yang berkaitan dengan
bank syariah dan variabel input dan output yang digunakan dalam analisis
efisiensi penelitian. Setelah itu, metodologi penelitian dibahas dan kemudian
dilanjutkan dengan hasil analisis. Paper ini diakhiri dengan ringkasan temuan
utama dan kesimpulannya.

2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Studi Efisiensi Bank Islam Malaysia


Seperti disebutkan di atas, banyak penelitian telah dilakukan mengenai
efisiensi dan kinerja bank di negara maju. Namun, studi empiris mengenai
kinerja dan efisiensi bank di negara-negara berkembang, terutama negara
berkembang seperti Malaysia relatif langka. Apalagi dalam konteks bank
syariah. Sebagian besar kajian tentang efisiensi perbankan syariah
dibandingkan bank syariah dengan bank konvensional. Samad (2009)
merupakan salah satu peneliti pertama yang melakukan penelitian mengenai
efisiensi bank syariah di Malaysia. Studi ini mengukur kinerja bank syariah,
dalam hal profitabilitas dibandingkan dengan mitranya konvensional dengan

3
menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis. Membandingkan efisiensi
penuh bank Islam Malaysia terhadap bank konvensional dari tahun 1992
hingga 1996. Samad (2009) menetapkan bahwa bank konvensional lebih
efisien dan sepenuhnya matang dalam hal efisiensi manajerial daripada bank
syariah. Studi tersebut selanjutnya menguji efisiensi produktif dan
mengungkapkan bahwa tingkat utilisasi rata-rata bank syariah lebih rendah
dibandingkan bank konvensional.

Meski masih menggunakan analisis rasio keuangan, Samad (2004) juga


memeriksa kinerja efisiensi bank syariah Malaysia dalam periode yang lebih
panjang antara tahun 1984 sampai 1997. Studi tersebut menyimpulkan bahwa
bank syariah lebih efisien dibandingkan bank konvensional dalam hal
likuiditas dan kerentanan risiko. Namun, studi tersebut menyebutkan bahwa
bank syariah masih kurang berkinerja karena kurangnya keterampilan
manajemen yang mempengaruhi pertumbuhan mereka selama periode yang
dicakup. Samad (2004) selanjutnya menambahkan bahwa bank syariah
kurang menguntungkan dibandingkan bank konvensional, yang membuktikan
bahwa bank syariah kurang efisien. Namun, uji produktivitas dengan langkah
pemulihan kredit menunjukkan bahwa bank syariah sangat efisien dan bahwa
piutang macet sebagai persentase dana pemegang saham, pinjaman dan
simpanan juga menunjukkan keunggulan yang tinggi atas bank konvensional.
Namun, uji produktivitas dengan langkah pemulihan kredit menunjukkan
bahwa bank syariah sangat efisien dan bahwa piutang macet sebagai
persentase dana pemegang saham, pinjaman dan simpanan juga menunjukkan
keunggulan yang tinggi atas bank konvensional.

Sufian (2007) memperluas cakupan penelitian dengan memasukkan


beberapa faktor risiko ke dalam analisisnya. Studi tersebut mengungkapkan
bahwa inefisiensi skala bank syariah diakibatkan oleh ketidakefisienan teknis
murni yang terjadi di industri perbankan Islam Malaysia selama ruang
lingkup studi. Selanjutnya ditetapkan bahwa bank syariah asing memiliki

4
efisiensi teknis yang lebih tinggi dibandingkan bank syariah domestik di
Malaysia. Sufian (2007) lebih jauh membuktikan bahwa bank syariah
Malaysia pada tahun 2002 mengalami penurunan efisiensi. Namun, bank
tersebut sedikit pulih pada tahun 2003 dan 2004 berturut-turut. Berdasarkan
metode DEA yang diadopsi dalam penelitian ini, bank syariah domestik
Malaysia lebih efisien dibandingkan bank syariah asing di Malaysia, meski
dengan sedikit perbedaan. Studi tersebut membuktikan bahwa penyebab
ketidakefisienan bank-bank Islam Malaysia pada umumnya disebabkan oleh
skala operasi yang salah.

Dalam sebuah studi empiris yang dilakukan oleh Mokhtar, Abdullah &
Alhabshi (2008) mengenai bank Islam Malaysia untuk periode 1997-2003,
temuan penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi industri bank syariah di
negara tersebut telah meningkat selama masa studi. Namun, bank
konvensional tetap mandek selama periode waktu yang sama. Dengan
demikian, studi tersebut menetapkan bahwa bank konvensional masih lebih
efisien dibandingkan bank syariah.

Rashwan (2010) meneliti efisiensi dan profitabilitas bank syariah dan


konvensional. Studi ini berfokus pada gejolak keuangan pra dan pasca 2008
dengan menilai apakah ada perbedaan besar dalam kinerja kedua sistem
tersebut. Studi ini mengadopsi metodologi MANOVA untuk menganalisis
data sekunder keuangan untuk bank contoh di wilayah Malaysia. Studi ini
menemukan ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kinerja
kedua sistem perbankan pada tahun 2007 dan 2009, sementara tidak ada
perbedaan signifikan secara statistik pada tahun 2008. Studi tersebut
mengungkapkan bahwa bank-bank Islam mengungguli bank konvensional
pada tahun 2007 dan bank konvensional berkinerja lebih baik daripada bank
syariah di tahun 2009.

5
Abdul Majid, Saal & Battisti (2011) meneliti efisiensi bank komersial
Malaysia selama periode 1996 sampai 2002, dan berfokus untuk menguji
dampak perbankan syariah atas kinerjanya. Studi tersebut mengungkapkan
bahwa perbankan syariah lebih rendah dalam efisiensi input vis-à-vis efisiensi
biaya. Namun, bank syariah memiliki efisiensi produktivitas yang lebih tinggi
namun hal ini tidak sama dengan bank konvensional dengan prinsip Islam.

Terlepas dari penelitian yang diulas di atas, tidak ada yang dipublikasikan
dari peneliti efisiensi bank syariah untuk menilai efisiensi mereka antara saat
mereka menjadi bank syariah dan ketika mereka berubah dari bank syariah
yang sekarang menjadi anak perusahaan grup perbankan induk mereka di
Malaysia. Mengingat kesenjangan pengetahuan tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk memberikan bukti empiris untuk mengisi celah dari
penelitian yang sebelumnya berkaitan dengan efisiensi di industri perbankan
Islam Malaysia.

B. Pendekatan untuk Mengukur Efisiensi Bank


Secara umum, untuk menetapkan pendekatan untuk menilai efisiensi bank,
studi sebelumnya melihat bank dari dua perspektif utama. Pendekatannya
adalah pendekatan intermediasi dan produksi (Akhtar, 2010; Mohamad,
Hassan, & Bader, 2008; Sufian, 2007b; Sufian & Haron, 2009).

Pendekatan produksi di satu sisi menjelaskan aktivitas perbankan sebagai


produksi jasa. Pendekatan ini mendefinisikan bank sebagai produsen
pinjaman kepada peminjam dan operator deposito kepada deposan yang
menggunakan modal dan tenaga kerja. Pendekatan ini mengadopsi faktor
produksi tradisional, tanah, tenaga kerja dan modal sebagai masukan yang
digunakan untuk menghasilkan output yang diinginkan (Bader, et al., 2008).
Namun, pendekatan produksi dikatakan sangat sesuai bagi bank-bank yang
terlibat dalam transaksi penyaluran dana dan uang yang diperoleh dari
organisasi keuangan lainnya masuk ke dalam pinjaman dan investasi (Favero

6
& Papi, 1995). Selain itu, biaya bunga tidak termasuk dalam penjumlahan
total biaya berdasarkan pendekatan produksi, sehingga hanya biaya operasi
yang dipertimbangkan dan output ditentukan oleh jumlah akun yang diservis
dan bukan nilai moneter (Hassan, Mohamad, & Bader, 2009).

Pendekatan intermediasi mendefinisikan bank untuk dilihat sebagai


mediator transaksi moneter. Seperti yang direkomendasikan oleh (Sealey &
Lindley, 1977) pendekatan ini menghadirkan bank sebagai perantara yang
mengambil simpanan nasabah yang menggunakan tenaga kerja dan modal.
Simpanan ini dianggap sebagai masukan bagi bank dan dipinjamkan kepada
nasabah lain yang ingin meminjam uang berupa pinjaman dan uang muka
yang dianggap sebagai output ke bank. Oleh karena itu, pendekatan ini
mengasumsikan bank untuk menjadi mediator antara deposan dan peminjam
(Hassan, et al., 2009). Pendekatan perantara bisa dibilang, pendekatan yang
paling diterima secara global digunakan untuk mengukur efisiensi bank
(Kwan, 2003). Berger & Humphrey (1997) berpendapat bahwa ini karena
mencakup biaya bunga (bunga yang dibayarkan kepada deposan). Biaya
bunga, sering berjumlah setengah dari total biaya operasi perbankan (Hassan,
et al., 2009).

Meskipun, beberapa studi menyebutkan bahwa pendekatan produksi lebih


sesuai untuk mengukur efisiensi cabang bank, oleh karena itu pada tingkat
cabang dokumen nasabah dikelola oleh bank secara keseluruhan (Kwan,
2003). Pendekatan intermediasi diadopsi oleh penelitian ini berdasarkan
alasan berikut: Pertama, penelitian ini menilai keseluruhan efisiensi bank dan
bukan cabang. Kedua, pendekatan intermediasi diadopsi secara luas (Kwan
2003). Akhirnya, prinsip struktur keuangan Islam didasarkan pada pembagian
keuntungan dan pembiayaan berbasis aset dimana pihak-pihak yang terlibat
dalam transaksi menanggung kerugian atau keuntungan berdasarkan rasio
yang disepakati.

7
Prinsip-prinsip ini menunjukkan pentingnya kegiatan perantara. Juga
penelitian lain seperti Hassan & Hussein (2003), Hasan (2005) dan Sufian
(2006) hanya untuk menyebutkan namun beberapa juga menggunakan
pendekatan ini untuk mengukur efisiensi perbankan Islam.

You might also like