You are on page 1of 58

Pelat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok :

• pelat tipis lendutan kecil


• pelat tipis lendutan besar
• pelat tebal
• Pelat tipis lendutan kecil adalah pelat dengan rasio tebal terhadap
panjang sisi terpendek lebih kecil atau sama dengan 1/20 dan
lendutan yang terjadi lebih kecil atau sama dengan 0,20 tebal
pelatnya.
• Kriteria pelat tipis lendutan besar digunakan untuk pelat dengan
rasio tebal pelat terhadap panjang sisi terpendek lebih kecil dari
1/20 dan lendutan yang terjadi lebih besar daripada 0,20 tebal
pelatnya.
• Kriteria pelat tebal digunakan untuk pelat yang mempunyai tebal
lebih besar dari 1/10 panjang sisi terpendek, dan pengaruh
deformasi geser harus diperhitungkan (Ugural, A.C. 1984).
1
• Teori pelat dapat berdasarkan pada hubungan tegangan
regangan, yaitu teori pelat elastis yang menganggap bahwa
hubungan tegangan dan regangan bersifat linier, mengikuti
hukum Hooke.
• Teori pelat yang lain adalah teori elastisitas tak linier, yang
menganggap bahwa hubungan tegangan dan regangan
bersifat tidak linier sehingga diperlukan analisis nonlinier .

2
• Secara umum, Cusens (1975) mengelompokan struktur beton
bertulang lantai kendaraan menjadi dua macam yaitu pelat
solid (solid slab) dan pelat berongga (voided slab).
• Bentuk paling sederhana dari struktur ini adalah pelat solid
yang biasanya menggunakan beton bertulang konvesional,
meskipun pemakaian sistem prategang, lambat laun makin
meningkat.
• Dalam perancangan, berat lantai kendaraan ikut
diperhitungkan sebagai beban mati sendiri. Untuk mereduksi
beban lantai dan material yang tidak diperlukan di sekitar
sumbu netral saat terjadi pelenturan, dikenal bentuk pelat
berongga.
3
Pengelompokan struktur lantai kendaraan juga dilakukan oleh Heins (1979)
seperti disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Jenis Lantai Kendaraan Beton Bertulang (Heins, C.P. dkk, 1979) : a.
Pelat (slab), b. Pelat pseudo ( pseudo slab), c. Pelat dan gelagar (slab and beam),
d. Selular (cellular) 4
• Umumnya tipe jembatan yang sering dijumpai adalah tipe pelat dan
gelagar (slab and beam type). Struktur ini terdiri atas beberapa
gelagar yang mempunyai bentang searah jalan, yang dihubungkan
dan ditutup dengan lantai kendaraan beton bertulang (reinforced
concrete deck). Gelagar longitudinal dapat dibentuk dari beberapa
material yang berbeda, tapi biasanya terbuat dari beton bertulang
atau baja (Heins, C.P. dkk, 1979).

• Pada lantai kendaraan dengan gelagar longitudinal dan melintang,


pelat beton bertulang ditumpu pada keempat sisinya, di mana
setiap sudutnya tertahan terhadap gaya angkat dan membentang
dalam dua arah. Momen dalam dua arah dapat dihitung
menggunakan kurva perancangan yang diciptakan oleh M. Pigeaud
(Raju, N.K., 1991).

5
• Dalam analisis struktur dan perancangan jembatan yang
dibebani kelompok beban terkonsentrasi, terdapat
pendistribusian beban ke struktur utama jembatan (primary
structure of the bridge), gelagar longitudinal utama dan
gelagar melintang.
• Disamping itu, pendistribusian beban tersebut masih
ditambah dengan pendistribusian tegangan lokal (local stress
distribution) pada pelat lantai kendaraan yang ditimbulkan
oleh beban roda kendaraan.
• Distribusi tegangan ini, umumnya terbatas pada pelat lantai
kendaraan saja yang membentang antara gelagar memanjang
dangan gelagar melintang.

6
• Akibat lendutan struktur jembatan secara keseluruhan, tiap
gelagar memanjang dan gelagar melintang mempunyai nilai
lendutan yang berbeda sehingga kondisi batas pelat lantai
kendaraan menjadi rumit.
• Untuk menyederhanakan kondisi batas ini dari segi analisis
struktur, biasanya pelat lantai kendaraan dianggap
bertumpuan sederhana yang tidak melendut, dengan
memberikan suatu faktor tertentu untuk memperhitungkan
kontinuitas pelat di atas tumpuannya.
• Pengasumsian ini dipergunakan oleh M. Pigeaud dalam
membuat metode analisis struktur lantai kendaraan pada
jembatan.

7
• Metode M. Pigeaud disusun berdasarkan penyelesaian
persamaan Lagrange untuk pelat tipis berlendutan kecil dan
berlaku untuk sembarang rasio panjang terhadap lebar pelat,
dan nilai rasio sisi bidang beban terhadap sisi pelat yang
berkesesuaian.
• Notasi yang dipergunakan dalam metode ini diperlihatkan
pada Gambar 4.2.

8
• Notasi yang dipergunakan dalam metode ini diperlihatkan
pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Bidang beban roda dan penyebaran beban dalam metode
M. Pigeaud (Aswani, M.G.,1975)
9
Beban roda diasumsikan disebarkan 45 sampai ke tulangan
pelat. Menurut Pedoman Peraturan Pembebanan Jembatan
Jalan Raya (PPPJJR 1987), nilai u dan v ditentukan sebagai
berikut :
u = 500 + 2h (4.1a)
v = 300 + 2h (4.1b)
dengan :
u = asumsi panjang bidang beban roda (mm)
v = asumsi lebar bidang beban roda (mm)
h = tinggi penyebaran beban roda (mm)

10
Secara umum penggunaan Metode M Pigeaud untuk
menentukan momen pada pelat lantai dapat dihitung dengan
langkah-langkah :
a. Menghitung nilai u dan v sehingga nilai u/B dan v/L
ditemukan
b. Menentukan faktor koreksi perletakan, f1 berdasarkan
keadaan keempat sisi pelat seperti yang ditunjukan Gambar
4.3.

11
Gambar 4.3. Kombinasi Perletakan Sisi Pelat dan Faktor Koreksinya, f1
(Aswani, M.G., 1975)

12
c. Menentukan rasio sisi panjang terhadap sisi pendek
terkoreksi, k
k = f1 . L/B (4.2)
dengan :
f1 = faktor koreksi perletakan
L
L = panjang pelat
B
B = lebar pelat
Pada pelat yang bertanda ’’+’’ (Gambar 4.3) bila nilai k < 1
maka nilai L dipertukarkan dengan B dan demikian juga nilai
u dan v.

13
d. Menentukan nilai koefisien momen m1 dan m2 dengan cara
memplotkan nilai u/B dan v/L pada grafik M. Pigeaud sesuai
dengan nilai k dari persamaan (3.2).
e. Menghitung momen lentur pada arah lebar dan panjang
pelat, Mx dan My sebagai berikut :
Mx = P (m1 + 0,15 m2) (4.3a)
My = P (m2 + 0,15 m1) (4.3b)
dimana
P = beban roda
m1 = koefisien momen lebar pelat
m2 = koefisien momen panjang pelat
Mx = momen lentur arah lebar
My = momen lentur arah panjang
14
f. Menentukan momen lentur berdasarkan kondisi perletakan
keempat sisinya, rm. Untuk pelat yang bertumpuan jepit atau
pelat bersifat menerus pada keempat sisinya, nilai Mx dan My
direduksi sebesar 20% sedangkan kondisi perletakan yang
lain ditentukan berdasarkan letak pelat seperti disajikan
Tabel 4.1. Klasifikasi pelat berdasarkan letak yang dikaitkan
dengan letak tumpuan jembatan dapat dilihat pada Gambar
4.4

15
Tabel 4.1. Koefisien Reduksi Momen rm
Letak pelat umum Letak pelat khusus rm
Bentang tengah Pelat dalam 0,70 (0.80 !)
Pelat tepi 0,85
Tumpuan Pelat tumpuan ujung 0,25
Pelat tumpuan penultimate 0,95
Pelat tumpuan dalam 0,90

16
arah kendaraan

a e b b e c c e c
0,25 0,85 0,95 0,95 0,85 0,90 0,90 0,85 0,90
a d b b d c c d c
0,25 0,70 0,95 0,95 0,70 0,90 0,90 0,70 0,90
a e b b e c c e c
0,25 0,85 0,95 0,95 0,85 0,90 0,90 0,85 0,90

(i) Denah pelat lantai kendaraan


a. Pelat tumpuan ujung b. Pelat tumpuan penultimate
c. Pelat tumpuan dalam d. Pelat dalam
e. Pelat tepi

tumpuan tumpuan tumpuan tumpuan


ujung penultimate dalam dalam

Jenis tumpuan jembatan

17
Adanya koefisien reduksi momen mengakibatkan persamaan (4.3
a-b) menjadi
Mx = rm P (m1 + 0,15 m2) (4.4a)
My = rm P (m2 + 015 m1) (4.4b)

Beberapa grafik M.Pigeaud dan metode perhitungannya


disajikan pada akhir bab ini.

18
Gambar 4.5. Beban Terpusat Berada Tepat di Tengah Pelat

Untuk pembebanan hidup berupa beban roda kendaraan terdapat


beberapa kondisi letak beban sebagai berikut :

a. Beban terpusat berada tepat di tengah pelat


1) dicari koefisien momen m1 dan m2 untuk
u/B dan v/L,
2) besarnya momen rencana :
Mx = P (m1 + 0,15 m2)
My = P (m2 + 0,15 m1)

Gambar 4.5. Beban Terpusat Berada Tepat di Tengah Pelat

19
Dua beban terpusat simetris terhadap sumbu pelat

b. Dua beban terpusat simetris terhadap sumbu pelat


(m1 + 0,15 m2)
My =

(m2 + 0,15 m1) 1) dicari koefisien momen m1 dan m2 untuk


u = 2(u1 + x) dan v = v, lalu dikalikan dengan
(u1 +x),
2) dicari m1 dan m2 untuk u = 2x dan v = v,
kemudian dikalikan dengan (x),
3) harga m1 dan m2 diperoleh dari (i) dikurangi (ii),
4) Momen rencana :
Mx = 2 P (m1 + 0,15 m2)
u1
2P
My = (m2 + 0,15 m1)
u1

Gambar 4.6. Dua Beban Terpusat Simetris Sumbu Panjang Pelat

20
b. Dua beban terpusat simetris terhadap sumbu pelat

1) dicari koefisien momen m1 dan m2 untuk


u = u dan v = 2(v1 + y), lalu dikalikan (v1 + y),
= u dan v = 2y, lalu dikalikan dengan (y),
3) harga m1 dan m2 diperoleh dari (i) dikurangi (ii),
4) Momen rencana :
Mx = 2 P (m1 + 0,15 m2)
v1
2P
My = (m2 + 0,15 m1)
v1

Gambar 4.7. Dua Beban Terpusat Simetris Sumbu Pendek Pelat

21
d. Satu beban terletak simetris terhadap sumbu pendek pelat

1) langkah-langkah mencari m1 dan m2 seperti


pada 2)
2) Momen rencana :
Mx = (m1 + 0,15 m2)
My = (m2 + 0,15 m1)

Gambar 4.8. Satu Beban Terletak Simetris Terhadap Sumbu Pendek Pelat

22
e. Satu beban terletak simetris terhadap sumbu panjang pelat

1) langkah-langkah mencari m1 dan m2 seperti


pada kondisi pembebanan c,
2) Momen rencana :
Mx = P (m1 + 0,15 m2)
v1
P
My = v1
(m2 + 0,15 m1)

Gambar 4.9. Satu Beban Terletak Simetris Terhadap Sumbu Panjang Pelat

23
f. Beban terpusat berada sembarang pada pelat

1) dicari koefisien momen m1 dan m2 untuk


u = 2(u1 +x) dan v = (v1 +y), kemudian dikalikan
dengan ((u1 +x) (v1 +y)),
2) dicari koefisien momen m1 dan m2 untuk
u = 2x dan v = 2y, kemudian dikalikan dengan
(xy),
3) dicari koefisien momen m1 dan m2 untuk
u = 2(u1 +x) dan v = 2y, kemudian dikalikan
dengan (y(u1 +x)),
4) dicari koefisien momen m1 dan m2 untuk
u = 2x dan v = 2(v1 +y), kemudian dikalikan
dengan (x(v1 +y)),

Gambar 4.10. Beban Terpusat Berada Sembarang pada Pelat

24
5) harga m1 dan m2 diperoleh dari (i + ii) dikurangi
(iii + iv)
6) Momen rencana :
Mx = u Pv (m1 + 0,15 m2)
1 1

My = P (m2 + 0,15 m1)


u1 v1

25
• Pada dasarnya pelat lantai kendaraan mengalami
pembebanan sebagian dan pembebanan seluruh
permukaannya.
• Pembebanan sebagian ditimbulkan oleh roda kendaraan
yang melintas sedangkan pembebanan seluruh permukaan
ditimbulkan oleh berat sendiri pelat kendaraan.
• Berdasarkan jenis pembebanan tersebut analisis struktur
pelat lantai kendaraan dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Navier di mana pelat lantai kendaraan dianggap
tertumpu sederhana di keempat sisinya.
• Momen lentur pelat diperoleh melalui persamaan (4.4) dan
(4.5) sebagai berikut :
26
(4.4)
 m2 m 2 m  n 
 v  sin sin
16P  
 B 2
L  B
2 L
Mx  
 4 uv m 1
  m 2 n2  2
x
m 1
mn   
 B 2
L 
2

m u nv mx ny (4.4)


sin sin sin sin
2B 2L B L

m2 m 2 m n


  v  sin sin
16 P   L B 
 2 2 B L
My  4   x
 uv m 1 m 1  m 2 n2  2
mn   
 B 2
L 
2

m u nv m x ny
sin sin sin sin (4.5)
2B 2L B L
27
 m2 m 2  sin m  sin n 
  v 
16P  
 B 2 L 2  B L
Mx  
 4 uv m 1
  m 2 n2  2
x
m 1
mn   
 B L 
2 2

m u nv mx ny


sin sin sin sin (4.4)
2B 2L B L

m2 2 m n


  v m  sin sin
16 P   L B 2 
 2 B L
My  4   x
 uv m 1 m 1  m 2 n2  2
mn   
 B 2 2
L 

m u nv m x ny (4.5)


sin sin sin sin
2B 2L B L

28
Persamaan (4.4) dan (4.5) dapat digunakan untuk mendapatkan
momen lentur pelat yang ditimbulkan oleh pembebanan sebagian
sedangkan momen lentur pelat akibat pembebanan seluruhnya
diperoleh dengan mensubstitusikan u = B dan v = L ke dalam
persamaan (4.4) dan (4.5).

 2 
 m sin m sin n 
16 P  
 B2 mu mv mx ny 
Mx  4  
B L
 uv m 1  sin sin sin sin  +
 mn  m 2  n 2 
m 1 2 2B 2L B L 
  B 2 L 2  
 

 
v n2 m n 
sin sin
16P  
 L2 mu mv mx ny 
 
B L
 4uv m 1   m2 n2  2
sin sin sin sin 
m 1  2B 2L B L 
mn   
  B 
L 
2 2
 

29
Berdasarkan persamaan (4.4) dan (4.5) dapat didefinisikan

 2 
 m sin m sin n 
16  
 B2 mu mv mx ny 
m1  4   
B L
sin sin sin sin 
 uv m 1 m 1  mn  m 2  n 2 
2 2B 2L B L 
  B 2 L 2  
 

 2 
 n sin m sin n 
16  
 B2 mu mv mx ny 
m2  4   
B L
sin sin sin sin 
 uv m 1 m 1  mn  m 2  n 2 
2 2B 2L B L 
  B 2 L 2  
 

30
maka persamaan (4.4) dan (4.5) menjadi
Mx = P(m1 + m2) (4.9)
My = P(m2 + m1) (4.10)
Persamaan (4.9) dan (4.10) dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut :
mx = f(B,L,u,v,y,,) (4.11)
my = f(B,L,u,v,y,,) (4.12)
dengan
B = panjang pelat
L = lebar pelat
u = panjang bidang kontak roda
v = lebar bidang kontak roda
x = absis titik tinjauan momen
y = ordinat titik tinjauan momen
 = absis titik pusat beban
 = ordinat titik pusat beban

31
32
33
34
35
36
Gambar 4.5. Beban Terpusat Berada Tepat di Tengah Pelat

1. Diketahui pelat suatu jembatan dengan data teknis sebagai berikut :

Letak pelat pada tumpuan ujung


2,25 m Panjang Pelat beton, L = 4,00 m
Lebar Pelat beton , B = 2,25 m
Tebal pelat beton, ts = 0,20 m
Tebal lapis perkerasan, tp = 0,05 m
4,0 m Diameter tulangan pelat, dt = 16 mm

Gambar 4.11 Kondisi Batas Pelat Beton

37
Penyelesaian :
a. rasio sisi panjang terhadap lebar pelat :
L 9 4
k= f1 B = 8 x 2,25 =2

b. koefisien reduksi momen : rm = 0,25


c. Perhitungan beban tetap :
Berat pelat beton = c ts L B = 25 x 0,20 x 4 x 2,25 = 45 KN
Berat lapis perkerasan = b tp L B = 22 x 0,05 x 4 x 2,25 = 9,9 KN
Berat lapisan air hujan = w tw L B = 9,8 x 0,05 x 4 x 2,25 = 4,41 KN
Total, Pd = 59,31 KN

38
rasio bidang beban pelat
u 2,25
= 2,25 = 1
B
v 4
= 4
=1
L

Dari grafik M. Pigeaud diperoleh nilai


koefisien momen :
m1 = 4,8.10 -2 ; m2 = 0,9 .10 -2

Gambar 4.12 Beban Mati Pelat

39
Momen lentur beban mati :
Mdlx = rm Pd ( m1 + 0,15 m2 )
= 0,25 . 59,31 ( 4,8 . 10 -2 + 0,15 . 0,9 . 10-2 )
= 0,7317 KNm / m
Mdly = rm Pd ( m2 + 0,15 m1 )
= 0,25 59,31 ( 0,9 10-2 + 0,15 . 4,8 10-2 )
= 0,2402 KNm / m

d. Perhitungan beban hidup


Beban hidup berdasarkan PPPJJR 1987
Pl = ½ . 20 ton = 10 ton = 100 KN
Tinggi penyebaran beban roda :

h = 0,05 + (0,2 - 0,02 - dt/2)


= 0,222 m

Gambar 4.13 Penyebaran Beban Roda


40
Kondisi Pembebanan 1
u = 0,5 + 2 x 0,222 = 0,944 m
v = 0,3 + 2. 0,222 = 0,744 m
rasio bidang beban pelat :
u 0,944
  0,42
B 2,55
v 0,744
  0,186
L 4
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai
koefisien momen :
m1 = 15,3 .10-2 ; m2 = 9,2 .10-2
Gambar 4.14 Kondisi Beban Hidup 1

Momen lentur beban hidup kondisi 1 :


Mll 1x = rm Pl ( m1 + 0,15 m2 )
= 0,25 . 100 ( 15,3 . 10 -2 + 0,15 . 9,2 . 10-2 ) = 4,17 KNm / m
Ml1 1y= rm Pl ( m2 + 0,15 m1 )
= 0,25 100 ( 9,2 10-2 + 0,15 . 15,3 10-2 ) = 2,8738 KNm / m
41
Kondisi Pembebanan 2

Gambar 4.15 Kondisi Beban Hidup 2

formasi (i)
u = 2 (u1 + x ) = 2 ( 0,944 + 0,028 ) =1,944 m
v = 0,744 m
rasio bidang beban pelat
u 1,944
  0,864
B 2,55
v 0,744
  0,186
L 4

dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :


m1 = 10,1. 10-2; m2 = 6,5 . 10-2
m1 (u1 + x ) = 9,8172 10-2 ; m2 ( u1 + x ) = 6,318 10-2 42
formasi (ii)
u = 2x = 0,056 m; v = 0,744
rasio bidang beban pelat :
u 0,056 v 0,744
  0,025   0,186
B 2,55 L 4
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :
m1 = 24,6 10-2 m2 = 10,9 10-2
m1 x = 0,6888 .10-2 m2 x = 0,3052 .10-2

formasi (iii) = (i) - (ii)


m1 = 9,8172 .10-2 - 0,6888 .10-2 = 9,1284 .10-2
m2 = 6,318 .10-2 - 0,3052 .10-2 = 6,0128 .10-2

43
Momen lentur beban hidup kondisi 2 :
2 Pl
Mll 2x = rm (m1 + 0,15 m2)
u1
0,25.2.100
= (9,1284 10-2 + 0,15 . 60128 10-2 ) = 5,3127 KNm
0,944
2 Pl
Mll 2y = rm (m2 + 0,15 m1)
u1
0,25.2.100
= 0,25 (6,0128 .10-2 + 0,15. 9,1284 .10-2) = 3,91 KNm /m
0,9444

44
Kondisi Pembebanan 3

Roda 1
formasi (i)
u = 2 (u1 + x ) = 2 ( 0,597 + 0,528) = 2,25 m
v = 0,744 m
rasio bidang beban pelat :
v 2,25
 1
B 2,25
v 0,744
  0,186
L 4

Gambar 4.16 Kondisi Beban Hidup 3

dari grafik M. Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :


m1 = 8,9 .10-2 ; m1 (u1 + x ) = 10,0125 .10-2
m2 = 5,5 .10-2 ; m2 (u1 + x ) = 6,1875 .10-2

45
formasi (ii)
u = 2x = 2.0,528 = 1,056 m
v = 0,7444 m
rasio bidang beban pelat :
v 1,056
  0,469
B 2,25
v 0,744
  0,186
L 4
dari grafik M. Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :
m1 = 14,5 10-2 ; m1 x = 7,656 10-2
m2 = 9 10-2 ; m2 x = 4,752 10-2

formasi (iii) = (i) - (ii)


m1 = (10,0125 - 7,656 ) 10-2 = 2,3565 10-2
m2 = (6,1875 - 4,752 ) 10-2 = 1,4355 10-2
Beban hidup tereduksi :
Pl = 0,597 x 100 = 63,2415 KN
0,944
46
Momen lentur beban hidup kondisi 3 roda 1 :
Mll 3x roda 1 = rm Pl ( m1 + 0,15 m2 )
u1
63,2415
= 0,25 ( 2,3565. 10-2 + 0,15. 1,4355 10-2 )
0,597
= 0,6811 KNm /m
Pl
Mll 3y roda 1 = rm ( m1 + 0,15 m1 )
u1
63,2415
= 0,25 ( 1,4355. 10-2 + 0,15.2,3565 10-2 )
0,597
= 0,4738 KNm /m

Momen lentur beban hidup kondisi 3 :


Mll 3x = Mll 1x + Mll 3x roda 1 = 4,17 + 0,6811 = 4,8511 KNm / m
Mll 3y = Mll 1y + Mll 3y roda 1 = 2,8738 + 0,4738 = 3,3476 KNm / m

47
Tabel 4.2 Rekapitulasi Momen Contoh Soal 1 :

Jenis beban M arah x (KNm/m) M arah y (KNm/m)


beban mati 0,7317 0,2402
beban hidup1 4,1700 2,8738
beban hidup 2 5,3127 3,9100
beban hidup 3 4,8511 3,3476

Momen rencana :
Mx = Mdlx + Mllx
= 0,7317 + 5,3127 = 6,0444 KNm/m
My = Mdly + Mlly
= 0,2402 + 3,91 = 4,1502 KNm/m

48
2. Diketahui pelat suatu jembatan dengan data teknis sebagai berikut :

2. Diketahui pelat suatu jembatan dengan data teknis sebagai berikut :

Panjang pelat beton, L = 5,00 m


Lebar pelat beton, B = 2,00 m
Tebal pelat beton, ts = 0,20 m
Tebal pelat perkerasan = 0,05 m
Drameter tulangan = 16 mm
Pelat dalam dengan semua sisi menerus
Gambar 4.17 Kondisi Batas Pelat
Penyelesaian :
a. Rasio sisi panjang terhadap lebar pelat :
k = f1 L = 1 x 5/2 = 2,5
B
b. Koefisien reduksi momen rm = 0,8
c. Perhitungan beban tetap :
Berat pelat beton = c ts L B = 25 x 0,20 x 5 x 2 = 50 KN
Berat lapis perkerasan = b tp L B = 22 x 0,05 x 5 x 2 = 11 KN
Berat lapis air hujan = w tw L B = 9,8 x 0,05 x 5 x 2 = 4,9 KN
Total, Pd = 65,9 KN 49
rasio bidang beban pelat
u 2
 1
B 2
v 5
 1
L 5
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien
momen :
m1 = 4,4 .10-2 ; m2 = 0,4 . 10-2
Gambar 4.18 Beban Mati Pelat

Momen lentur beban mati :


Mdlx = rm Pd ( m1 + 0,15 m2 )
= 0,8 . 65,9 ( 4,4 .10-2 + 0,15 . 0,4.10-2 ) = 2,3513 KNm/m
Mdly = rm Pd ( m2 + 0,15 m1 )
= 0,8 . 65,9 ( 0,4 .10-2 + 0,15 . 4,4.10-2 ) = 0,5588 KNm/m

50
d. Perhitungan beban hidup
Beban hidup berdasarkan PPJJR 1987
Pl = 1/2 . 20 ton = 10 ton = 100 KN

Tinggi penyebaran beban roda :


h = 0,05 + (0,2 - 0,02 - dt/2)
= 0,222 m

Gambar 4.19 Penyebaran Beban Roda

Kondisi Pembebanan 1
u = 0,5 + 2. 0,222 = 0,944 m
v = 0,3 + 2. 0,222 = 0,744 m
rasio bidang beban pelat
u 0,944
  0,472
B 2
v 0,744
Gambar 4.20   0,149
Kondisi Beban Hidup 1 L 5
dari grafik M. Pigeaud diperoleh :
m1 = 14,8 .10-2 ; m2 = 8,1 .10-2 51
Momen lentur beban hidup kondisi 1 :
Mll 1x = rm Pl (m1 + 0,15 m2)
= 0,8 x 100 (14,8 .10-2 + 0,15. 8,1 .10-2) = 12,812 KNm/m
Mll 1y = rm Pl (m2 + 0,15 m1)
= 0,8 x 100 (8,1 .10-2 + 0,15 . 14,8 . 10-2) = 8,256 KNm/m

Kondisi Pembebanan 2

Formasi (i) :
u =2 (u1 + x ) = 2(0,944 + 0,028) = 1,944 m
v = 0,744
rasio bidang beban pelat : u  1,944  0,972
B 2
u 0,744
Gambar 4.21 Kondisi Beban Hidup 2   0,149
L 5
52
dari grafik M. Pigeaud diperoleh nilai koefisien
momen :
m1 = 9,2 .10-2 ; m1 (u1 + x) = 8,9424 . 10-2
m2 = 5,2 .10-2 ; m2 (u1 + x) = 5,0544 . 10-2

Formasi (ii)
u = 2x = 0,056
v = 0,744
rasio bidang beban pelat
u 0,056
  0,028
B 2
u 0,744
  0,149
L 5
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen
m1 = 34,5 . 10-2 ; m1 x = 0,966 . 10-2
m2 = 10,4 . 10-2 ; m2 x = 0,2912 . 10-2

53
Formasi (iii)
m1 = (8,9424 – 0,966) 10-2 = 7,9764 . 10-2
m2 = (5,0544 - 0,2912) 10-2 = 4,7632 . 10-2

Momen lentur beban hidup kondisi 2 :


Mll 2x = rm 2 Pl ( m1 + 0,15 m2 )
u1
2.100
= 0,8 (7,9764 . 10-2 + 0.15 . 4,7632 . 10-2)
0,944
= 14,7303 KN m/m
Mll 2y = rm 2 Pl ( m2 + 0,15 m1 )
u1
2.100
= 0,8 (4,7632 . 10-2 + 0.15 . 7,9764 . 10-2)
0,944
= 10,1011 KN m/m

54
Kondisi Pembebanan 3

Roda 1 :
Formasi (i)
u = 2 (u1 + x) = 2 (0,472 + 0,528) = 2 m
v = 0,744
rasio bidang beban pelat :
u 2
 1
B 2
u 0,744
  0,149
L 5

dari grafik M. Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :


m1 = 9 . 10-2 ; m1 (u1 + x) = 9 . 10-2
m2 = 5 . 10-2 ; m2 (u1 + x) = 5 . 10-2

55
Roda 1 :
Formasi (ii)
u = 2x = 2. 0,528 = 1,056
v = 0,744
rasio bidang beban pelat :
u 1,056
  0,528
B 2
u 0,744
  0,149
L 5
dari grafik M . Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :
m1 = 14,9. 10-2 ; m1 x = 7,8672 . 10-2
m2 = 7,8 . 10-2 ; m2 x = 4,1184 . 10-2

Formasi (iii) = (i) - (ii)


m1 = (9 -7,8672) 10-2 = 1,1328 . 10-2
m2 = (5 - 4,1184) 10-2 = 0,8816 . 10-2

56
Beban hidup tereduksi :
Pl = 0,472 100 = 50 KN
0,944
Momen lentur beban hidup kondisi 3 roda 1 :
Pl
Mll 3 x roda 1 = rm ( m1 + 0,15 m2 )
u1
50
= 0,8 (1,1328 . 10-2 + 0.15 . 0,8816. 10-2)
0,472
= 1,0721 KNm/m
Pl
Mll 3 y roda 1 = rm ( m2 + 0,15 m1 )
u1
50
= 0,8 (0,8816 . 10-2 + 0.15 . 1,1328 . 10-2)
0,472
= 0,8911 KNm/m
Momen lentur beban hidup kondisi 3 :
Mll 3x = Mll 1x + Mll 3x roda 1
= 12,812 + 1,0721 = 13,8841 KNm/m
Mll 3y = Mll 1y + Mll 3y roda 1
= 8,256 + 0,8911 = 9,1471 KNm/m 57
Tabel 4.3 Rekapitulasi Momen Contoh Soal 2 :

Jenis beban M arah x (KN m/m) M arah y (KN m/m)


beban mati 2,3513 0,5588
beban hidup 1 12,812 8,256
beban hidup 2 14,7303 10,1011
beban hidup 3 13,8841 9,1471

Momen rencana :
Mx = M dlx + Mllx
= 2,3513 + 14,7303 = 17,0816 KNm/m
My = Mdly + Mlly
= 0,5588 + 10,1011 = 10,6599 KNm/m

58

You might also like