You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi NAPZA dan Penyalahgunaaan NAPZA


Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang di
konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti beku,
lumpuh, dan dungu. Menurut Farmakologi medis yaitu “Narkotika adalah
obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari
Visceral dan dapat menibulkan efek stupor (bengong masih sadar namum
masih harus digertak) serta adiksi (Derman Flavianus, 2006 : I)
NAPZA adalah kependekan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya. NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi
kondisi kejiwaan / psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta
dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Menurut Undang-
Undang No. 22 Tahun 1997 yang dimaksud NARKOTIKA meliputi :
1. Golongan Opiat : Heroin, Morfin, Madat, dll.
2. Golongan Kanabis : Ganja, Hashish.
3. Golongan Koka : Kokain, Crack.
Alkohol adalah minuman yang mengandung etanol (Etil-alkohol).
Psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 meliputi :
1
ecstasy, shabu-shabu, Isd, obat penenang/obat tidur, obat anti depresi dan anti
psikosis. Zat Adiktif lain termasuk inhalansia (aseton, thinner car, lem atau
glue), nikotin (tembakau), kafein (kopi).
NAPZA tergolong zat psikoaktif. Yang dimaksud zat psikoaktif adalah
zat yang terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan
pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, dan kesadaran.
Tidak semua zat psikoaktif disalahgunakan, misalnya : obat antipsikotik
dan obat anti depresi tidak mempunyai potensi disalahgunakan. Di Malaysia
dikenal dengan istilah dadah bagi semua zat yang penggunaannya adalah
melawan hukum. Sedangkan di Indonesia istilah itu disebut madat, yang
kurang tepat bila dipakai sebagai padanan kata dadah, karena madat adalah
candu, yang menurut UU nomor 22 tahun 1997 termasuk opiate, yaitu salah
satu jenis narkotika saja.
Sedangkan NARKOBA adalah kependekan dari Narkotik dan Obat
Berbahaya. Dikatakan kependekan mungkin kurang tepat karena :
1. Semua obat bisa berbahaya (insulin, pensilin, adrenalin)
2. Yang disalahgunakan tidak hanya obat, melainkan Ganja, ecxtasy,
heroin, kokain, tidak digunakan sebagai obat lagi.
3. Psikotropika, yang mempunyai UU tersendiri tidak tercermin
dalam akronim itu.
Zat psikotropika yang sering disalahgunakan (menurut WHO 1992)
adalah :
1. Alkohol (semua minuman beralkohol)
2. Opioida (heroin, morfin, pethidin, candu)
3. Kanabinoida (ganja = mariyuana, hashish)
4. Sedativa/hipnotika (obat penenang/obat tidur)
5. Kokain : daun koka, serbuk kokain, creck
6. Stimulansia lain, termasuk kafein, ecxtasy, dan shabu-shabu
7. Halusinogenika; Isd, mushroom, mescalin
8. Tembakau (mengandung nikotin) 2
9. Pelarut yang mudah menguap seperti : aseton, glue, atau lem.
10. Multiple (kombinasi) dan lain-lain, misalnya : kombinasi heroin
dan shabu-shabu, alkohol dan obat tidur.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak”
bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan
utnuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan
NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada
obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara
terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-
tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan tanpa
korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti
kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si pelaku
sebagai korban. Kejahatan yang secara kriminologi diartikan sebagai crime
without victim ini sangat sulit diketahui keberadaannya, karena mereka dapat
melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan hanya diketahui orang-orang
tertentu, oleh karena itu sangat sulit memberantas kejahatan ini (Jimmy,
2015).

B. Golongan NAPZA
1. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I 3
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahu
an, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat ting
gi menimbulkan ketergantungan (contoh: heroin/putauw: Reaksi dari
pemakaian ini sangat cepat yang kemudian menimbulkan perasaan ingin
menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan
pemakai akan kehilangan percaya diri hingga tak mempunyai keinginan
untuk bersosialisasi. Kokain : akan menimbulkan paranoia (sejenis
penyakit jiwa yang meyebabkan timbul ilusi yang salah tentang sesuatu
dan akhirnya bisa bersifat agresif akibat delusi yang dialaminya), ganja:
paranoid, muntah-muntah, kehilangan koordinasi, kebingungan,
meningkatkan nafsu makan, mata merah, halusinasi).

b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan te
rakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilm
u pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatan ketergant
ungan (contoh: morfin, petidin).

4
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam te
rapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potens
i ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein)

5
2. Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pe
ngetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi am
at kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: ekstasi, shabu,
LSD).

Extasi

Shabu

LSD
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam t
erapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat me
ngakibatkan sindrom ketergantungan. (Contoh: Amfetamin : obat yang
bisa digunakan untuk mengobati gangguan hiperaktif atau disebut juga
dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Selain gangguan
hiperaktif dan narkolepsi, obat ini juga bisa digunakan oleh penderita
obesitas dalam menurunkan berat badan. Metilfenidat atau Ritalin : Obat
ini mempengaruhi zat kimia dalam otak dan saraf yang berkontribusi
terhadap impuls hiperaktif dan impuls kontrol. Methylphenidate
digunakan untuk mengobati gangguan kekurangan fokus, attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi).

c. Psikotropika Golongan III


Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dala
m terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sidnrom ketergantungan (Contoh: Pentobarbita:
diindikasikan untuk perawatan Pra-anestesi, Antikonvulsan, Obat
penenang, Obat penenang, Flunitrazepam: obat jenis benzodiazepin untuk
mengobati keluhan tidur dan dalam frekuensi yang jarang sebagai obat
bius).

7
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas serta mempu
nyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh: Diaz
epam, Nitrazepam, Seperti Pil KB, Pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat meni
mbulkan kecanduan atau ketergantungan. Contohnya : rokok, kelompok
alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan,
thinner dan zat-zat lain (lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang
bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan).
4. Zat Psikoaktif
Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak sehingga d
8
apat menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi, kognitif, persepsi.
C. Rentang Respon
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai dengan yang
berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan peilaku yang ditampakkan oleh re
maja dengan gangguan penggunaan zat adiktif. (AH Yusuf dkk, 2015).
Respon adaptif

Maladaptif Respon

Eks-perim Rekreasi- Situasiona Penyalah- Ketergan-t


ental onal l gunaan ungan

Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut:


1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental use)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu
atau coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-
minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw atau
minum pil ekstasi.
2. Tahap pemakaian sosial (social/recreational use)
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada
acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA
diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif
mencari NAPZA.
3. Tahap pemakaian situasional (sitiational use)
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres.
Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini
pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4. Tahap habituasi/kebiasaan (abuse)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering),
disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadai perubahan pada faal tubuh
dan gaya hidup. Teman lama berganti dnegan teman pecandu. Ia menjadi
sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan 9sulit tidur atau berkonsentrasi,
sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-
citanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi sekolahnya
merosot. Ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
5. Tahap ketergantungan (dependence use)
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.
Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah tidak
dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat
kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.

D. Zat Adiktif Yang Disalahgunakan


Golongan Jenis
Opioida Morfin, heroin (puthao), candu, kodein, petidin
Kanabis Ganja (Mariyuana), minyak hasish
Kokain Serbuk kokain, daun koka
Alkohol Semua minuman yang mengandung ethyl alkohol,
Sedative-hipnotik Sedatin (BK), rohipnol, mogadon, dulomid, nipam
mandrax
MDA (Methyl Dioxy Amphetami Ekstasi
ne)
Halusinogen LSD, meskalin, jamur, kecubung
Solven & Inhalasi Glue (aica aibon), aceton, thinner, N2O
Nikotin Terdapat dalam tembakau
Kafein Terdapat dalam kopi

E. Efek yang Ditimbulkan


No Jenis Cara penggunaan Efek pada Tubuh
1 Opium, heroin, Dihirup melalui hidung, dis Merasa bebas dari rasa sak
morfin untikan melalui otot atau pe it, tegang, euphoria
mbuluh darah vena
2 Kokain Ditelan bersama minuman, Merasa gembira, bertenaga
diisap seperti rokok atau dis lebih percaya diri
untikan
3 Kanabis, mariyu Dicampur dengan tembakau Rasa gembira, lebih percay
ana, ganja a diri, relaks
4 Alkohol Diminum 10 Bergantung kandungan alk
oholnya
5 Amfetamin Diisap, ditelan Merasa lebih percaya diri,
mengurangi rasa lelah, me
ningkatkan konsentrasi
6 Sedative Ditelan Merasa lebih santai, meny
ebabkan kantuk
7 Shabu-shabu Diisap Badan serasa lebih segara,
gembira, nafsu makan men
urun, lebih percaya diri
8 XTC Ditelan Meningkatkan kegembiraa
n, stamina meningkat
9 LSD Diisap atau ditelan Perasaan melayang (fly), m
uncul halusinasi yang bent
uknya berbeda pada tiap in
dividu

F. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja
dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai
peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik.
Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko
alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua 11keluarga mampu menciptakan
kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami
problem-problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan
keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua
yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat perceraian.
Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada sebetulnya
adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota keluarga
tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari rumah atau pergi pagi
dan pulang hingga larut malam. Ke mana anak harus berpaling?
Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan yang
biasa-biasa saja dengan orang tuanya. Mereka jarang menghabiskan
waktu luang dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani, dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman
kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA
justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini
dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak
hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan juga
menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan yang
menyebabkan kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan
terlepas ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh
dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini
memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan
sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan
NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman kelompoknya.
4. Karakteristik Individu 12
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA
adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara
kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan
sedang mencari identitas diri serta senang memasuki kehidupan
kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan
Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasional
menyatakan sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah
anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir,
kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan
dalam keluarga.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data
bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan
prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan
karyawan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).

G. Dampak Penyalahgunaan NAPZA


1. Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis
berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya
bila pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
Contohnya: 13
1) Ganja: pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga
mudah terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah
koroner.
2) Kokain: bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi
sekat hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat
badan.
3) Alkohol: menimbulkan banyak komplikasi, misalnya:
gangguan lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada
otot jantung dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan
gangguan seksual.
b. Akibat bahan campuran/pelarut: bahaya yang mungkin
timbul: infeksi, emboli.
c. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril: Akan
terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
d. Akibat pertolongan yang keliru: Misalnya dalam keadaan
tidak sadar diberi minum.
e. Akibat tidak langsung: Misalnya terjadi stroke pada
pemakaian alkohol atau malnutrisi karena gangguan absorbsi pada
pemakaian alkohol.
f. Akibat cara hidup pasien: Terjadi kurang gizi, penyakit
kulit, kerusakan gigi dan penyakit kelamin.

2. Terhadap kehidupan mental emosional


Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan
pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan
perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan
sindrom amotivasional. Putus obat golongan amfetamin dapat
menimbulkan depresi sampai bunuh diri. 14
3. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau
sekolah. Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan
yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat
pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan
toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan
memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga
sampai perceraian. Semua pelanggaran, baik norma sosial maupun
hukumnya terjadi karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada
keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan impulsif
(Alatas, dkk, 2006).
4. Terhadap Tingkah Laku
Menurut Prabowo, Eko 2014 menyatakan dampak narkoba sebagai
berikut:
a. Tingkah Laku Klien Pengguna Zat Sedatif Hipnotik
1) Menurunnya sifat menahan diri
2) Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3) Bicara cadel, bertele-tele
4) Sering datang ke dokter untuk minta resep
5) Kurang perhatian
6) Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap
bermusuhan
7) Gangguan dalam daya pertimbangan
8) Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma
dan dapat menimbulkan kematian.
9) Meningkatkan rasa percaya diri
b. Tingkah Laku Klien Pengguna Ganja
1) Kontrol didi menurun bahkan15hilang
2) Menurunnya motivasi perubahan diri
3) Ephoria ringan
c. Tingkah Laku Klien Pengguna Alcohol
1) Sikap bermusuhan
2) Kadang bersikap murung, berdiam
3) Kontrol diri menurun
4) Suara keras, bicara cadel,dan kacau
5) Agresi
6) Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7) Partisipasi di lingkungan social kurang
8) Daya pertimbangan menurun
9) Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat
kecelakaan
10) Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan
sampai koma.
d. Tingkah Laku Klien Pengguna Opioda
1) Terkantuk-kantuk
2) Bicara cadel
3) Koordinasi motorik terganggu
4) Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5) Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6) Kontrol diri kurang
e. Tingkah Laku Klien Pengguna Kokain
1) Hiperaktif
2) Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3) Iritabilitas
4) Halusinasi dan waham
5) Kewaspadaan yang berlebihan
6) Sangat tegang
7) Gelisah, insomnia
8) Tampak membesar –besarkan16sesuatu
9) Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f. Tingkah Laku Klien Pengguna Halusinogen
1) tingkah laku tidak dapat diramalkan
2) Tingkah laku merusak diri sendiri
3) Halusinasi, ilusi
4) Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5) Sikap merasa diri benar
6) Kewaspadaan meningkat
7) Depersonalisasi
8) Pengalaman yang gaib/ ajaib

H. Pencegahan NAPZA
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko
tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan intervensi agar
individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan
agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak
anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh
kembang anak dapat diatasi dengan baik. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain :
a. Penyuluhan tentang bahaya narkoba dan upaya-upaya pencegahan
yang bisa di lakukan.
b. Penerangan melalui berbagai media tentang bahaya narkoba.
c. Pendidikan tentang pengetahuan narkoba dan bahayanya.
d. Bisa juga di lakukan dengan metode yang sudah di
rekomendasikan oleh UNODC (United Nation Office on Drugs and
Crime) yaitu pencegahan penyalahgunaan narkoba dengan melalui
berbasis ilmu pengetahuan.
e. UNODC menunjukkan bahwa metode pencegahan penyalahgunaan
narkoba yang selama ini dilakukan seperti pencetakan booklet, buku,
poster maupun leaflet malah terkesan menyeramkan sehingga tidak
17
menarik perhatian masyarakat untuk tahu lebih banyak tentang
narkoba dan bahayanya. Ini karena materi, isi maupun testimony yang
ada di dalamnya kurang atau bahkan tidak tepat sebagai sarana untuk
menyadarkan ataupun mengingatkan masyarakat tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba.
Berbagai sarana tersebut sangat kurang memberi dampak positif
bahkan tidak mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat sama
sekali. Oleh karena itulah UNODC merekomendasikan strategi
pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan.
Metode kali ini mengutamakan kerjasama dengan keluarga, sekolah,
masyarakat ataupun komunitas tertentu untuk mengembangkan
program pencegahan yang menekankan pada aspek pendidikan
(edukasi).

I. Penanggulangan Penggunaan NAPZA


1. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan
zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi
pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama
pemberian substitusi dapat juga diberikan
18 obat yang menghilangkan
gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual,
dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus
zat tersebut (Purba, 2008).
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan
mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari. Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain:
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan
penyalahgunaan NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk
dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik
yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi,
tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi
yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama
rekannya maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
“rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken
home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar keluarga dapat
memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat
penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara menyikapinya bila kelak
ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak
kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial 19
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan
misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat
diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur
agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA
mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama
yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya
diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan
kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan
risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca
rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh
mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani tahapan
rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam
forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah
tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius,
sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan NAPZA
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum
silaturahmi, mengalami kebingungan 20untuk program selanjutnya.
Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya
pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah
menjadi pengangguran; perlu menjalani program khusus yang
dinamakan program terminal (re-entry program), yaitu program
persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja.

21

You might also like