You are on page 1of 35

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA

ASKEP
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA

Di Susun Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah Keperawatan jiwa
Dosen Pengampu : Ahmad zakiudin, SKM

AKADEMI KEPERAWATAN AL-HIKMAH 02


BENDA SIRAMPOG BREBES
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun tugas ini yang berjudul
" Askep Jiwa Pada Lansia " tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Benda, September 2012

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses atau keadaan menjadi tua,senescence,merupakan fenomena perkembangan


manusi yang alamiah dimana secara berangsur-angsur terjadi kemunduran dari kapasitas
mental,berekurangnya minat social dan menurunnya aktifitas fisik serupa dengan masa
kanak-kanak,remaja,dewasa,menjadi tua adalah hal yang normal yang disertai pula dengan
problema yang khusus pula. Tekanan hidup yang beraneka ragam yang terdapat dalam
masyarakat ikut membentuk keadaan istimewa atau khusus ini pada usia lanjut.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perawatan usia lanjut yang keadaan
kesehatannya terutama dipengaruhi oleh proses ketuaannya,maka penulis mengambil judul
makalah ini “Asuhan Keperawatan pada Pasien Lansia”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
2. Tujuan Khusus
 Dapat melakukan pengkajian
 Dapat membuat rencana tindakan keperawatan
 Dapat melakukan intervensi yang telah dibuat
 Dapat melakukan atau menentukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah
diberikan.

C. Metode penulisan

Metode penulisan makalah ini didasarkan dari hasil studi literature dan studi perpustakaan

D. Ruang lingkup pembahasan

1. Tinjauan teori
2. Tinjauan asuhan keperawatan
3.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia.
Lansia adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun
B. Masalah Kesehatan Lansia
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas
pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu
ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada
lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran
jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek
promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan
lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c) Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab,
diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah
kematian pasangan hidup dan lain-lain.
d) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama
aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya.
Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya
kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hukum, atau trauma psikis.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia


Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-
faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua
mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi
fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi
psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi
kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara
hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes
millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena
pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
Pasangan hidup telah meninggal.
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dan sebagainya.

3. Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun
adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan pada point tiga di atas.
D. Penyakit Psikiatris
Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan
gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko
tinggi melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki,
bahkan dipulihkan.
1) Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin
wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan
kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi,
restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan
waham.
2) Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik,
gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple
awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada
tubuh.
3) Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda, tetapi
efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau pertengahan,
tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh
biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
 Apakah mengenal masa;lah-masalah utamanya
 Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
 Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak
 Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan
 Apakah mudah dalam menyesuaikan diri
 Apakah lanjut usia yang sering mengalami kegagalan
 Apakah harapan pada saat ini dan akan datang
 Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif daya ingat,proses piker alam perasaan,orientasi
dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah

B. Diagnosa keperawatan
1. Isolasi social berhubungan dengan rasa curiga
2. Depresi berhubungan dengan isolasi social
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak

C. INTERVENSI
Diagnosa keperawatan 1
Isolasi social berhubungan dengan rasa Curiga
Tujuan umum (TUM)
Klien tidak mengisolasi diri lagi
Tujuan khusus (TUK)
TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
Ada kontak mata,ekspresi wajah ramah,klien mau duduk berdampingan dengan
perawat,mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah secara vernal maupun non verbal
b. Jelaskan tujuan pertemuan kepada klien dengan jelas
c. Tujuan sikap empati dan penuh perhatian
d. Terima klien apa adannya,hargai privacy klien
TUK II: Klien dapat mengenal perasaan curigannya
Kriteria hasil:
Klien dapat menyatakan penyebab perasaan curigannya intervensi:
a. Diskusikan dengan klien cara mengungkapkan perilaku:apa alas an klien selalu menghindar
bila disapa oleh perawat
b. Tunjukan komunikasi yang jujur dan respon prilaku klien.
TUK III: Gali bersama klien penyebab rasa curiga

Referensi :
Kaplan, Harold I & Benjamin J. Sadock. 1994. Buku Saku Psikiatri Klinik. Jakarta: Binapura Aksara.
Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Purwaningsih, Wahyu & Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakartaa : Nuha Medika

ASKEP JIWA PADA LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja,
tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan dengan
semakin baiknya status kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat Indonesia juga
semakin tinggi, sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga semakin bertambah.
Saat ini, jumlah lansia yang ada di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik
mencapai 18,7 juta orang (8,5%) dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini akan
menjadikan Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak negara berpolulasi lansia setelah
Cina, India dan Amerika. Berdasarkan Survei Kesehatan Depkes RI, menyatakan, gangguan
mental pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang berusia di atas 65 tahun
12,3%. Angka ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
Karenanya pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga
beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan.
Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat mengalami
perburukan dan membutuhkan penanganan yang kompleks. Kepandaian menyiasati dapat
menjadikan masa tua yang menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus merasa tua dan
tidak berdaya.
Dengan penjelasan di atas, kami tertarik untuk membahas gangguan fungsi mental
pada lansia lebih lanjut. Kami sebagai calon perawat tertarik untuk membahas tentang asuhan
keperawatan gangguan fungsi mental pada lansia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk untuk mendapatkan pengetahuan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental dengan
menggunakan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
 Mahasiswa mengetahui mengenai gangguan fungsi mental pada lansia.
 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan masalah mental.
 Mhasiswa mampu membuat rencana keperawatan yang telah disusun.
 Mahasiswa mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
 Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental.

C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab : BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang ,
Tujuan penulisan, Sistematika penulisan. BAB II Pembahasan terdiri dari pengertian mental,
aspek-aspek mental, Masalah di bidang psikogeratri, Pendekatan Perawatan Lanjut Usia.
BAB III Asuhan Keperawatan terdiri dari pengkajian, analisa data, rencana keperawatan.
BAB IV Penutup terdiri dari simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Mental
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang
dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa, sukma,
roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus psikologi Kartini Kartono,
(1987:278) mengemukakan: mental adalah yang berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah.
Dalam pengertian aslinya menyinggung masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan
sekarang ini digunakan untuk menunjukkan penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan
secara khusus menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari
oleh individu.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647) adalah“Berkenaan
dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga, Bukan bersifat
badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan melainkan juga
pembangunan batin dan watak”.
Mental secara istilah dapat diartikan dengan “semangat jiwa yang tegar, yang aktif,
yang mempengaruhi perilaku hidup dan kehidupan manusia” (Mawardi Labay El- Sulthani,
2001:2).
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh
(fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam
kehidupan pribadi dan lingkungannya.

B. Aspek-aspek Mental
Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada
kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang bisa
mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan maka aspek-
aspek manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.
 Keinginan : perihal yang diinginkan
 Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang
dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
 Tujuan : arah yang dituju, maksud atau tuntutan.
 Usaha : kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau badan
untuk mencapai suata maksud.
 Perasaan : hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera. Rasa/keadaan batin dalam
menghadapi sesuatu.
2. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah kehendak, sikap, dan tindakan.
 Kehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
 Sikap : posisi mental (perasaan terhadap bahasa sendiri/bahasa
orang lain).
 Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang
Dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
3. Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter manusia.
 Sifat : rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah
 Karakter : sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.
4. Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia adalah
kesadaran diri, amarah, dan keinginan.
 Kesadaran diri : kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri.
 Amarah : sangat tidak senang.
 Keinginan : perihal yang diinginkan.
5. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia adalah
yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.
 Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra
(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
6. Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam
diri manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-angan.
 Berpikir : menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.
 Berkehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
 Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh)
indra (seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
 Berangan-angan : mempunyai angan-angan (pikiran/ingatan).

C. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada Lansia


Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak labil, mudah
tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan
tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami gangguan
psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat.
Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian
tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan
berpenghasilan) menjadi kemunduran.
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi semakin
penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol daripada aspek
materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada umumnya, lansia mengharapkan: panjang
umur, semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati, mempertahankan hak dan hartanya,
tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan diterima di sisi-Nya, dan masuk surga.
Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang
tidak sesuai dengan harapan tersebut, dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan
hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang kakek/nenek,
perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus memerhitungkan anak sebagai
individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk dimintai pendapat dan pertolongan,
perubahan peran dari seorang pekerja menjadi pensiunan yang sebagian besar waktunya
dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat sebagai
seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari tunjangan
pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini akan memunculkan
gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi tua.”
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya dan sangat tergantung
pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang
menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan
ada juga yang seolah-olah pasrah terhadap pensiun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri manusia
adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia itu sendiri.
Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya yang merupaka
motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-aspek mental tersebut bisa manusia
kendalikan melalui proses pendidikan.

D. Factor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental


1. Perubahan fisik,
a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan interseluler
menurun
b. Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun
(menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta
meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat
c. Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau
hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan
reflek
d. Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang
pendengaran mengalami kekakuan.
e. Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, katarak
f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori menurun
karena proses encoding menurun
g. Intelegensi: secara umum tidak berubah

2. Kesehatan umum
Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang lain.
Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala dengan
rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang membungkuk dan
tampak mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan menjadi kendur dan terasa berat,
sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi pancaindera terjadi
perubahan seperti ada penurunan dalam kemampuan melihat objek, kehilangan kemampuan
mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi, penurunan sensitivitas papil-papil
pengecap (terutama terhadap rasa manis dan asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan
kulit yang semakin kering dan mengeras menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling nyata, yaitu
pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya tubuh,
lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan kecepatan dalam bergerak dan lansia
cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya
tertumpah dan jatuh.

3. Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak jarang
merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada yang
memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan
pada lansia kapan ia akan meninggal.

E. Masalah Di Bidang Psikogeratri


1. Kecemasan
a. Pengertian
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan
obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress akut, gangguan stress pasca
traumatic

b. Gejala kecemasan
Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan terjadi
Sulit tidur sepanjang malam
Rasa tegang dan cepat marah
Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat,
misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya
Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
Merasa panic terhadap masalah yang ringan

c. Tindakan untuk mengatasi kecemasan


Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying
Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan penyebab mendasar
(dengan memandang lansia secara holistic).
Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh empati
Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan yang dapat diterima
olehnya
Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila telah dicoba
dengan berbagai cara tetapi gejala menetap.

2. Depresi
a. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau
berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto).
Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat
dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia.
Memang, depresi sering disalahartikan sebagai demensia. Kemampuan mental klien dengan
depresi tetap utuh, sedangkan pada klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.

b. Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan deprsesi endogen.
Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal dalam hidupnya. Individu dengan
depresi endogen betul-betul dapat mengalami gangguan mental bahkan mengalami delusi,
dan sering kali mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah pengalaman yang biasa pada lansia,
terutama laki-laki. Oleh karena itu, semua ancaman ini harus ditangani dengan serius.
Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada stuasi depresi,
seperti setelah berduka karena kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit. Kadang-kadang
dapat dilakukan sesuatu terhadap penyebab depresi yang dialami lansia yang ketakutan untuk
kembali ke rumah setelah tinggal dirumah sakit. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan
memastikan bahwa mereka mendapat cukup dukungan di rumah.
c. Penyebab depresi pada lansia:
Penyakit fisik
Penuaan
Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak lansia yang
mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat.
Serotonin dan norepinephrine
Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang. Neurotransmitter sendiri
adalah zat kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.

d. Factor pencetus depresi pada lansia:


Faktor biologic, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko vaskular,
kelemahan fisik.
Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan seperti
berduka, kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan situasi, stres kronis dan
penggunaan obat-obatan tertentu.

e. Gejala depresi pada lansia:


Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek,
hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.
Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
 Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung
untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang
cenderung akan kehilangan gairah makan.
 Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala).
 Berat badan berubah drastic
 Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian
orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi
justru terlalu banyak tidur.
 Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk
mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk
memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan
umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".
 Keluarnya keringat yang berlebihan.
 Sesak napas.
 Kejang usus atau kolik.
 Muntah.
 Diare.
 Berdebar-debar.
 Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin
akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk
mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi
mungkin akan gampang letih dan lemah.
 Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa,
"saya selalu merasah lelah" atau "saya capai".
Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik dan penyakit
degeneratif.
Secara psikologik gejalanya:
 Kehilangan harga diri/ martabat.
 Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi.
 Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin,
dan obat-obat lainnya, makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah
kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga
diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.
 Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang
tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti,
"saya menyia-nyiakan hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan",
seringkali terjadi.
 Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri.
 Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal.
3. Insomnia
a. Pengertian
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat mengganggu
kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah
tiak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia
melakukan kegiatannya pada malam hari.

b. Penyebab insomnia pada lansia


Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih semangat
sepanjang malam
Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
Gangguan cemas dan depresi
Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari
Infeksi saluran kemih

4. Paranoid
a. Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka, membicarakan,
serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya

b. Gejala Paranoid
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-orang di
sekelilingnya
Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang di
sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya
Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan rasa marah yang
ditahan
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan rasa aman
dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap kegiatan.
Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.

5. Demensia
a. Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan
oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995).
Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat pada
proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004). Menurut Roger
Watson, demensia adalah suatu kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan kognitif
secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.
b. Jenis demensia:
1. Demensia jenis Alzheimer
Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau neuritik) di jaringan
otak atau adanya kekusutan neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada neuron.
Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel saraf, hilangnya sambungan antar
neuron dan akhimya atrofi serebral.
Penyebab
 Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi demensia jenis
alzheimer. Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat dini (usia 30-40 th) dan
bertanggung jawab atas 20% dari semua kasus demensia jenis ini. Penyakit ini berkaitan
denga gen¬gen abnormal dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4)
dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada penderita demensia jenis alzheimer
dibanding populasi umum.
 Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada otak akibat
pajanan alat-alat dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis alzheimer. Bukti
untuk teori ini masih sedikit.
 Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter
kolinergik mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan kognitif (demensia).
(peningkatan kadar asetin kolin merupakan dasar untuk terapi obat yang disetujui FDA untuk
demensia).

Tahap Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan


 Sulit menyelesaikan tugas
 Penurunan aktivitas yang mengarah pada tujuan
 Kurang memperhatikan penampilan pribadi dan
 aktivitas sehari-hari
 Menarik diri dari aktivitas social yang biasa
 Sering mencari benda-benda
 karena lupa meletakannya;
 dapat menuduh orang lain telah mencurinya
 Cemas
 Depresi
 Frustasi
 Curiga
 Ketakutan
 Kehilangan ingatan tentang
 peristiwa yang baru saja terjadi (lupa akan janji
 temu dan percakapan)
 Disorientasi waktu
 Berkurangnya kemampuan konsentrasi
 Sulit mengambil keputusan
 Kemampuan penilaian buruk

Tahap perilaku afek Sedang


 Perilakunya tidak pantas secara sosial
 Kurang perawatan diri (misal mandi, toileting, berpakaian, berdandan)
 Berkeluyuran atau mondar-mandir
 Senang menimbun barang-barang
 Hiperoralitas
 Mengalami
 gangguan siklus tidur-bangun
 Mood labil Datar
 Apatis
 Agitasi
 Katas tropi Paranoia
 Kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru atau lama (amnesia) Konfabulasi
 Disprientasi waktu, tempat dan orang
 Sedikit agnosia, apraksia dan afasia

Tahap perilaku afek Berat


 Penurunan kemampuan ambulasi dan aktivitas motorik lainnya
 Penurunan kemampuan menelan
 Sama sekali tidak bisa mengurus diri (misalnya membutuhkan perawatan yang konstan)
 Tidak mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan Datar, apatis Reaksi Katastropik
occasional dapat berlanjut. Semua perubahan kognitif berlanjut sejalan dengan meningkatnya
amnesia, agnosia, aprasia dan afasia.

2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada tahun pertama
terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami faktor resiko penyakit vaskuler
(misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).

3. Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti penyakit parkinson,
penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldt-jakob. Demensia yang disebabkan
kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya yang spesifik.

c. Gejala demensia:
1. Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk dan klien sulit
"menemukan" kata-kata.
2. Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi sensoriknya
tidak mengalami kerusakan.
3. Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn walaupun
fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
4. Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh individu
yang terkena.
5. Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.
6. Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat inenyakiti diri sendiri atau
orang lain.
7. Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi kata-kata orang lain.
8. Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-benda yang cukup kecil
untuk dimasukkan ke mulut.
9. Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-hal yang baru terjadi,
dan akhirnya gangguan ingatan masa lalu.
10. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
11. Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau mempelajari materi baru.
12. Sulit mengambil keputusan.
13. Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai kewaspadaan lingkungan tentang
keamanan dan keselamatan.
d. Etiologi demensia
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut yang
menyebabkan delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi
ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat menyebabkan
stroke.
3. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
4. Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-jakob).
6. lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat (SSP),
menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS
7. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan cidera akibat
trauma kepala.

F. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia


Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal
tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan
pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah
yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu
suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup
aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan
yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara
utuh dan menyeluruh.
1. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera sehingga
diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping klien, menghilangkan
sumber bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan sentuhan, bantu klien menemukan
hal yang salah dalam penempatannya, memberikan label gambar atau hal yang diinginkan
klien.

2. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada
klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan
service. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan
semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya
daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan,
peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran
diwaktu siang, dan pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa
lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa
melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan
tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat
mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka
puas dan bahagia.

3. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan lansia
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian.
Seorang dokter mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa
semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun
kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan , masih ada orang lain
yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

4. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama
klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton
film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau
kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian
diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan
kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

BAB III
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Riwayat
Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi
Mini Mental Status Exam (MMSE)
(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
I. ORIENTASI
 tanyakan hari ini tanggal berapa?
 Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?

II. REGISTRASI
 Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya (memori).
 Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA, POHON. Dengan
jarak per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk mengulanginya. Jawaban pertama
menentukan skornya, tetapi mintalah pasien untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali)
bila gagal tes ini kurang bermakna.

III. PERHATIAN DAN PERHITUNGAN


 Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7. Berhenti setelah 5
jawaban. Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.
 Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja suatu kata dari arah
belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R), beri skor satu untuk setiap huruf yang
ditempatkan benar. Catatlah jawaban pasien

IV. DAYA INGAT


 Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan kepadanya diatas tadi.

V. BAHASA
 Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : “apa ini?”
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang benar
 Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : ‘bukan, itu bukan……………!, tetapi itu
………dan………! Beri skor 1 point bila pengulangan benar.
 Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana : “ambil kertas ini
dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar

3. DATA DEMOGRAFI
a. Ras dan suku apa ?
b. Jenis kelamin laki…… perempuan……
c. Pernah sekolah sampai ?
d. Strata 2
e. strata 1
f. Program diploma
g. SMA/ Sederajat
h. SMA (tidak tamat)
i. SMP ke bawah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologist).
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola tidur yang
teratur.
 Kriteria Hasil:
a. Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
b. Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
c. Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur
tidak adekuat.
d. Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
melayang-layang (melamun).
e. Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
 Intervensi
a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur
pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur
siang yang singkat.
b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid termasuik
perubahan mood, insomnia.
c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (member susu
hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari
terbukti mengganggu tidur.
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang selama tidur,
meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat
selama tidur.
e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan
sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.

f. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
g. Putarkan music yang lembut atau “suara yang jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan
sekitar yang akan menggaggu tidur.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi menigkatkan kemampuan untuk
ttidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an efek
samping hipertensi ortostatik.

2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron


irreversible.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir rasional.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian
yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri
b. Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative
c. Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab
d. Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan
kebingungan.
 Intervensi:
a. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan
pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis.
b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan
berfikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi rencana
intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang dapat meningkatkan risiko yang
negative atau tingkat frustasi.
c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perceptual.
e. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan
ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi pada realita
meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan (kebahagiaan personal).
f. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan penghormatan, penghargaan,
dan kebahagiaan.
g. Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label gambar atau
hal yang diinginkan klien. Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan. Membantah klien tidak
akan mengubah kepercayaan dan menimbulkan kemarahan.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.
Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.

3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.


 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak mengalami cedera.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.
b. Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma atau cedera
c. Klien tidak mengalami trauma atau cedera
d. Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk
memperbaikinya.

 Intervensi:
a. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi visual.
Bantu keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat akan
bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena kurang mampu
mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh
b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma
akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat pagar tempat
tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan
risiko terjadinya trauma.
d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia. Hipotalamus
dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.
e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik,
gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar
tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi
gangguan.
i. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama
klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien
lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan
atau integrasi sensori ( defisit neurologis ).
 Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi penurunan lebih
lanjut pada persepsi sensori klien.

 Kriteria hasil :
a. Klien mengalami penurunan halusinasi.
b. Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur
perilaku.
c. Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
 Intervensi:
a. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien
termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan
klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa
lapar atau haus.
b. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan kesalahan intepretasi
stimulasi.
c. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita dengan
kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena
salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali keadaan
sekitar.
d. Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke satu
pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.

5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien mampu melakukan
aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau komunitas yang dapat
memberikan bantuan.

 Intervensi:
a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat diminimalkan
dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.
b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar mungkin dilupakan.
c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri sesuai kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan kognitif.
e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.

6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh


penyimpngan jangka panjang dari proses penyakit.
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping keluarga efektif.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk mengatasi keadaan.
b. Keluarga mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan mendemonstrasikan tingkah
laku koping positif dalam mengatasi keadaan.
c. Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif.
 Intervensi:
a. Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping yang digunakan.
Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi koping memerlukan
informasi akibat konflik.
b. Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.
Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.
c. Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak menentu
d. Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.
Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.
e. Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.
Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas, terbebas dari kesepian.
f. Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan dirumah, berhubungan
dengan asosiasi penyakit demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan, mengurangi kejenuhan dan
resiko terjadinya isolasi social dan mencegah kemarahan keluarga.

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Mental dapat diartikan
sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak
dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya. Pada lansia bukan hanya
dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan
mental dalam menghadapi usia senja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental
pada lansia seperti perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia sering
muncul masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi mental seperti kecemasan,
depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.
Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan hidup lansia sehingga
penting bagi perawat untuk menanganinya. Berdasarkan masalah diatas dapat muncul
beberapa diagnose keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d ansietas; gangguan proses
pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible; risiko cedera
berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif; perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit
neurologist); kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Berdasarkan diagnosa diatas perlu diberikan intervensi yang tepat seperti memberikan
lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur; pertahankan lingkungan yang
menyenangkan dan tenang; hilangkan sumber bahaya lingkungan; kaji derajat sensori atau
gangguan persepsi; identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan.

B. Saran
1. Untuk pembaca makalah dapat menambah pengetahuan terkait gangguan fungsi mental pada
lansia dan dapat mengimplementasikannya.
2. Untuk penulis dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi untuk menangani lansia
dengan gangguan perubahan fungsi mental.
3. Diharapkan institusi dapat mengembangkan fungsi mental dan mengetahui bagaimana cara
mengatasi maslah gangguan pada lansia dengan gangguan fungsi mental.
4. Diharapkan pemda dapat mengetahui masalah yang ada pada lansia terkait penurunan fungsi
mental, memahami maslah dan dapat mengatasi gangguan fungsi mental pada lansia dengan
memberikan perhatian khusus pada lansia dengan gangguan fungsi mental di dinas terkait.
5. Diharapkan panti werda dapat mengatasi dan memahami masalah pada lansia dengan
penurunan fungsi mental dan berkoordinasi dengan dinas pemda terkait.
DAFTAR PUSTAKA

Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usi Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, Wahjudi. 1995. Perawatan Lanjut Usia.Jakarta: EGC
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition. United
State of America : Mosby.
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC,
Jakarta, 2000.
Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.
Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.

You might also like