Professional Documents
Culture Documents
ASKEP
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan Khusus
Dapat melakukan pengkajian
Dapat membuat rencana tindakan keperawatan
Dapat melakukan intervensi yang telah dibuat
Dapat melakukan atau menentukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
C. Metode penulisan
Metode penulisan makalah ini didasarkan dari hasil studi literature dan studi perpustakaan
1. Tinjauan teori
2. Tinjauan asuhan keperawatan
3.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia.
Lansia adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun
B. Masalah Kesehatan Lansia
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas
pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu
ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada
lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran
jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek
promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan
lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c) Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab,
diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah
kematian pasangan hidup dan lain-lain.
d) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama
aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya.
Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya
kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hukum, atau trauma psikis.
A. PENGKAJIAN
Apakah mengenal masa;lah-masalah utamanya
Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak
Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan
Apakah mudah dalam menyesuaikan diri
Apakah lanjut usia yang sering mengalami kegagalan
Apakah harapan pada saat ini dan akan datang
Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif daya ingat,proses piker alam perasaan,orientasi
dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah
B. Diagnosa keperawatan
1. Isolasi social berhubungan dengan rasa curiga
2. Depresi berhubungan dengan isolasi social
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak
C. INTERVENSI
Diagnosa keperawatan 1
Isolasi social berhubungan dengan rasa Curiga
Tujuan umum (TUM)
Klien tidak mengisolasi diri lagi
Tujuan khusus (TUK)
TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
Ada kontak mata,ekspresi wajah ramah,klien mau duduk berdampingan dengan
perawat,mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah secara vernal maupun non verbal
b. Jelaskan tujuan pertemuan kepada klien dengan jelas
c. Tujuan sikap empati dan penuh perhatian
d. Terima klien apa adannya,hargai privacy klien
TUK II: Klien dapat mengenal perasaan curigannya
Kriteria hasil:
Klien dapat menyatakan penyebab perasaan curigannya intervensi:
a. Diskusikan dengan klien cara mengungkapkan perilaku:apa alas an klien selalu menghindar
bila disapa oleh perawat
b. Tunjukan komunikasi yang jujur dan respon prilaku klien.
TUK III: Gali bersama klien penyebab rasa curiga
Referensi :
Kaplan, Harold I & Benjamin J. Sadock. 1994. Buku Saku Psikiatri Klinik. Jakarta: Binapura Aksara.
Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Purwaningsih, Wahyu & Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakartaa : Nuha Medika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja,
tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan dengan
semakin baiknya status kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat Indonesia juga
semakin tinggi, sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga semakin bertambah.
Saat ini, jumlah lansia yang ada di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik
mencapai 18,7 juta orang (8,5%) dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini akan
menjadikan Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak negara berpolulasi lansia setelah
Cina, India dan Amerika. Berdasarkan Survei Kesehatan Depkes RI, menyatakan, gangguan
mental pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang berusia di atas 65 tahun
12,3%. Angka ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
Karenanya pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga
beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan.
Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat mengalami
perburukan dan membutuhkan penanganan yang kompleks. Kepandaian menyiasati dapat
menjadikan masa tua yang menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus merasa tua dan
tidak berdaya.
Dengan penjelasan di atas, kami tertarik untuk membahas gangguan fungsi mental
pada lansia lebih lanjut. Kami sebagai calon perawat tertarik untuk membahas tentang asuhan
keperawatan gangguan fungsi mental pada lansia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk untuk mendapatkan pengetahuan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental dengan
menggunakan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mengetahui mengenai gangguan fungsi mental pada lansia.
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan masalah mental.
Mhasiswa mampu membuat rencana keperawatan yang telah disusun.
Mahasiswa mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental.
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab : BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang ,
Tujuan penulisan, Sistematika penulisan. BAB II Pembahasan terdiri dari pengertian mental,
aspek-aspek mental, Masalah di bidang psikogeratri, Pendekatan Perawatan Lanjut Usia.
BAB III Asuhan Keperawatan terdiri dari pengkajian, analisa data, rencana keperawatan.
BAB IV Penutup terdiri dari simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Mental
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang
dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa, sukma,
roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus psikologi Kartini Kartono,
(1987:278) mengemukakan: mental adalah yang berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah.
Dalam pengertian aslinya menyinggung masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan
sekarang ini digunakan untuk menunjukkan penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan
secara khusus menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari
oleh individu.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647) adalah“Berkenaan
dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga, Bukan bersifat
badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan melainkan juga
pembangunan batin dan watak”.
Mental secara istilah dapat diartikan dengan “semangat jiwa yang tegar, yang aktif,
yang mempengaruhi perilaku hidup dan kehidupan manusia” (Mawardi Labay El- Sulthani,
2001:2).
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh
(fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam
kehidupan pribadi dan lingkungannya.
B. Aspek-aspek Mental
Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada
kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang bisa
mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan maka aspek-
aspek manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.
Keinginan : perihal yang diinginkan
Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang
dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
Tujuan : arah yang dituju, maksud atau tuntutan.
Usaha : kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau badan
untuk mencapai suata maksud.
Perasaan : hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera. Rasa/keadaan batin dalam
menghadapi sesuatu.
2. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah kehendak, sikap, dan tindakan.
Kehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
Sikap : posisi mental (perasaan terhadap bahasa sendiri/bahasa
orang lain).
Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang
Dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
3. Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter manusia.
Sifat : rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah
Karakter : sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.
4. Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia adalah
kesadaran diri, amarah, dan keinginan.
Kesadaran diri : kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri.
Amarah : sangat tidak senang.
Keinginan : perihal yang diinginkan.
5. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia adalah
yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.
Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra
(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
6. Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam
diri manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-angan.
Berpikir : menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.
Berkehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh)
indra (seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
Berangan-angan : mempunyai angan-angan (pikiran/ingatan).
2. Kesehatan umum
Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang lain.
Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala dengan
rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang membungkuk dan
tampak mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan menjadi kendur dan terasa berat,
sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi pancaindera terjadi
perubahan seperti ada penurunan dalam kemampuan melihat objek, kehilangan kemampuan
mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi, penurunan sensitivitas papil-papil
pengecap (terutama terhadap rasa manis dan asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan
kulit yang semakin kering dan mengeras menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling nyata, yaitu
pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya tubuh,
lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan kecepatan dalam bergerak dan lansia
cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya
tertumpah dan jatuh.
3. Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak jarang
merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada yang
memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan
pada lansia kapan ia akan meninggal.
b. Gejala kecemasan
Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan terjadi
Sulit tidur sepanjang malam
Rasa tegang dan cepat marah
Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat,
misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya
Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
Merasa panic terhadap masalah yang ringan
2. Depresi
a. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau
berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto).
Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat
dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia.
Memang, depresi sering disalahartikan sebagai demensia. Kemampuan mental klien dengan
depresi tetap utuh, sedangkan pada klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.
b. Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan deprsesi endogen.
Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal dalam hidupnya. Individu dengan
depresi endogen betul-betul dapat mengalami gangguan mental bahkan mengalami delusi,
dan sering kali mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah pengalaman yang biasa pada lansia,
terutama laki-laki. Oleh karena itu, semua ancaman ini harus ditangani dengan serius.
Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada stuasi depresi,
seperti setelah berduka karena kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit. Kadang-kadang
dapat dilakukan sesuatu terhadap penyebab depresi yang dialami lansia yang ketakutan untuk
kembali ke rumah setelah tinggal dirumah sakit. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan
memastikan bahwa mereka mendapat cukup dukungan di rumah.
c. Penyebab depresi pada lansia:
Penyakit fisik
Penuaan
Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak lansia yang
mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat.
Serotonin dan norepinephrine
Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang. Neurotransmitter sendiri
adalah zat kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.
4. Paranoid
a. Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka, membicarakan,
serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya
b. Gejala Paranoid
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-orang di
sekelilingnya
Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang di
sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya
Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan rasa marah yang
ditahan
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan rasa aman
dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap kegiatan.
Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.
5. Demensia
a. Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan
oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995).
Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat pada
proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004). Menurut Roger
Watson, demensia adalah suatu kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan kognitif
secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.
b. Jenis demensia:
1. Demensia jenis Alzheimer
Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau neuritik) di jaringan
otak atau adanya kekusutan neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada neuron.
Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel saraf, hilangnya sambungan antar
neuron dan akhimya atrofi serebral.
Penyebab
Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi demensia jenis
alzheimer. Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat dini (usia 30-40 th) dan
bertanggung jawab atas 20% dari semua kasus demensia jenis ini. Penyakit ini berkaitan
denga gen¬gen abnormal dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4)
dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada penderita demensia jenis alzheimer
dibanding populasi umum.
Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada otak akibat
pajanan alat-alat dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis alzheimer. Bukti
untuk teori ini masih sedikit.
Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter
kolinergik mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan kognitif (demensia).
(peningkatan kadar asetin kolin merupakan dasar untuk terapi obat yang disetujui FDA untuk
demensia).
2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada tahun pertama
terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami faktor resiko penyakit vaskuler
(misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).
3. Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti penyakit parkinson,
penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldt-jakob. Demensia yang disebabkan
kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya yang spesifik.
c. Gejala demensia:
1. Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk dan klien sulit
"menemukan" kata-kata.
2. Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi sensoriknya
tidak mengalami kerusakan.
3. Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn walaupun
fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
4. Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh individu
yang terkena.
5. Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.
6. Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat inenyakiti diri sendiri atau
orang lain.
7. Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi kata-kata orang lain.
8. Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-benda yang cukup kecil
untuk dimasukkan ke mulut.
9. Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-hal yang baru terjadi,
dan akhirnya gangguan ingatan masa lalu.
10. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
11. Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau mempelajari materi baru.
12. Sulit mengambil keputusan.
13. Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai kewaspadaan lingkungan tentang
keamanan dan keselamatan.
d. Etiologi demensia
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut yang
menyebabkan delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi
ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat menyebabkan
stroke.
3. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
4. Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-jakob).
6. lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat (SSP),
menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS
7. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan cidera akibat
trauma kepala.
2. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada
klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan
service. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan
semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya
daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan,
peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran
diwaktu siang, dan pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa
lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa
melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan
tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat
mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka
puas dan bahagia.
3. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan lansia
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian.
Seorang dokter mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa
semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun
kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan , masih ada orang lain
yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
4. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama
klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton
film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau
kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian
diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan
kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.
BAB III
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Riwayat
Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi
Mini Mental Status Exam (MMSE)
(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
I. ORIENTASI
tanyakan hari ini tanggal berapa?
Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?
II. REGISTRASI
Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya (memori).
Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA, POHON. Dengan
jarak per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk mengulanginya. Jawaban pertama
menentukan skornya, tetapi mintalah pasien untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali)
bila gagal tes ini kurang bermakna.
V. BAHASA
Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : “apa ini?”
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang benar
Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : ‘bukan, itu bukan……………!, tetapi itu
………dan………! Beri skor 1 point bila pengulangan benar.
Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana : “ambil kertas ini
dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar
3. DATA DEMOGRAFI
a. Ras dan suku apa ?
b. Jenis kelamin laki…… perempuan……
c. Pernah sekolah sampai ?
d. Strata 2
e. strata 1
f. Program diploma
g. SMA/ Sederajat
h. SMA (tidak tamat)
i. SMP ke bawah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologist).
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola tidur yang
teratur.
Kriteria Hasil:
a. Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
b. Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
c. Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur
tidak adekuat.
d. Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
melayang-layang (melamun).
e. Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
Intervensi
a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur
pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur
siang yang singkat.
b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid termasuik
perubahan mood, insomnia.
c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (member susu
hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari
terbukti mengganggu tidur.
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang selama tidur,
meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat
selama tidur.
e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan
sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
f. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
g. Putarkan music yang lembut atau “suara yang jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan
sekitar yang akan menggaggu tidur.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi menigkatkan kemampuan untuk
ttidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an efek
samping hipertensi ortostatik.
Intervensi:
a. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi visual.
Bantu keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat akan
bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena kurang mampu
mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh
b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma
akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat pagar tempat
tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan
risiko terjadinya trauma.
d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia. Hipotalamus
dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.
e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik,
gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar
tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi
gangguan.
i. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama
klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien
lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan
atau integrasi sensori ( defisit neurologis ).
Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi penurunan lebih
lanjut pada persepsi sensori klien.
Kriteria hasil :
a. Klien mengalami penurunan halusinasi.
b. Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur
perilaku.
c. Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
Intervensi:
a. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien
termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan
klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa
lapar atau haus.
b. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan kesalahan intepretasi
stimulasi.
c. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita dengan
kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena
salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali keadaan
sekitar.
d. Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke satu
pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien mampu melakukan
aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau komunitas yang dapat
memberikan bantuan.
Intervensi:
a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat diminimalkan
dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.
b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar mungkin dilupakan.
c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri sesuai kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan kognitif.
e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Mental dapat diartikan
sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak
dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya. Pada lansia bukan hanya
dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan
mental dalam menghadapi usia senja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental
pada lansia seperti perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia sering
muncul masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi mental seperti kecemasan,
depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.
Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan hidup lansia sehingga
penting bagi perawat untuk menanganinya. Berdasarkan masalah diatas dapat muncul
beberapa diagnose keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d ansietas; gangguan proses
pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible; risiko cedera
berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif; perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit
neurologist); kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Berdasarkan diagnosa diatas perlu diberikan intervensi yang tepat seperti memberikan
lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur; pertahankan lingkungan yang
menyenangkan dan tenang; hilangkan sumber bahaya lingkungan; kaji derajat sensori atau
gangguan persepsi; identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
B. Saran
1. Untuk pembaca makalah dapat menambah pengetahuan terkait gangguan fungsi mental pada
lansia dan dapat mengimplementasikannya.
2. Untuk penulis dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi untuk menangani lansia
dengan gangguan perubahan fungsi mental.
3. Diharapkan institusi dapat mengembangkan fungsi mental dan mengetahui bagaimana cara
mengatasi maslah gangguan pada lansia dengan gangguan fungsi mental.
4. Diharapkan pemda dapat mengetahui masalah yang ada pada lansia terkait penurunan fungsi
mental, memahami maslah dan dapat mengatasi gangguan fungsi mental pada lansia dengan
memberikan perhatian khusus pada lansia dengan gangguan fungsi mental di dinas terkait.
5. Diharapkan panti werda dapat mengatasi dan memahami masalah pada lansia dengan
penurunan fungsi mental dan berkoordinasi dengan dinas pemda terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usi Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, Wahjudi. 1995. Perawatan Lanjut Usia.Jakarta: EGC
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition. United
State of America : Mosby.
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC,
Jakarta, 2000.
Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.
Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.