You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

EPISODE DEPRESIF BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK (F32.2)

IDENTITAS PASIEN
Nama :Ny. N
Umur :36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Jl. BTN PNS blok 12 no 1 Kendari
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Masuk RS : 03 April 2017
No. RM : 265082

ALLOANAMNESA
Diperoleh dari : Tn.I
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. BTN PNS blok 12 no 1 Kendari
Hubungan dengan Pasien : Kakak

LAPORAN PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT :
A. Keluhan utama:
Gelisah
B. Riwayat gangguan sekarang :
 Keluhan dan gejala
Seorang wanita umur 36 tahun dibawa ke poli RSKD oleh
keluarganya untuk pertama kalinya dengan keluhan gelisah yang
memberat kurang lebih 3 bulan terakhir.Pasien sering ingin keluar dari
rumah tanpa tujuan yang jelas.Pasien terlihat murung dan merasa

1
lemas, kadang pusing dan nyeri kepala walaupun tidak
beraktivitas.Pasien menjadi pendiam dan hanya menjawab jika ditanya
oleh keluarga serta pasien mengalami sulit tidur, malas makan dan
malas mandi tapi pasien masih bisa mandi sendiri.
Awal perubahan perilaku diketahui sejak bulan Desember 2016
lalu, kerika pasien pulang ke Kendari dari rumahnya yang ditinggali
bersama suami dan anaknya di Bulukumba. Pasien tampak murung
dan seperti ketakutan dalam bertindak. Pasien juga merasa terganggu
akibat seperti mendengar suara-suara laki-laki dan perempuan di
telinganya yang seakan memanggilnya, tapi kadang suara itu seperti
saling berbicara dengan perkataan yang tidak jelas. Hubungan pasien
dengan keluarga baik dan dulu pasien di kenal sebagai pribadi yang
sabar, pendiam,ramah serta kadang ikut dalam acara keluarga ataupun
acara di sekitar rumah.Pasien telah menikah dan memiliki 1 orang
anak, tapi pasien ditinggalkan oleh suami dan anaknya tinggal
bersama suaminya di Bulukumba. Suami pasien diketahui suka
memarahi pasien, kadang mengancam ingin memukul dan pasien
tidak pernah membantah ataupun melawan. Pasien pernah berobat ke
Puskesmas Bulukumba dan hanya diberikan obat maag dan obat tidur.
 Hendaya / disfungsi
- Hendaya dalam bidang sosial (+)
- Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
- Hendaya dalam penggunaan waktu senggang (+)
 Faktor stressor psikososial :
Pasien memiliki masalah rumah tangga, yaitu suami pasien suka
memarahi dan mengancam ingin memukul pasien.
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya :
- Riwayat infeksi tidak ada
- Riwayat trauma tidak ada.
- Riwayat kejang tidak ada
- Riwayat penggunaan NAPZA tidak ada

2
- Riwayat konsumsi alkohol tidak ada
- Riwayat merokok tidak ada
C. Riwayat gangguan sebelumnya :
 Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat perubahan perilaku sejak Desember 2016 lalu, dimana
pasien jadi murung, merasa terancam serta tidak bersemangat dalam
aktivitas sehari-hari dan jarang makan serta sulit tidur.
D. Riwayat kehidupan pribadi :
1. Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Lahir pada tahun 1980, cukup bulan, lahir normal, dibantu oleh
dukun di rumah. Pasien meminum ASI.
2. Riwayat Kanak Awal (1-3 tahun)
Perkembangan masa kanak-kanak awal pasien seperti berjalan,
berbicara baik, perkembangan motorik berlangsung baik. Pasien
bermain dengan teman seusiannya.
3. Riwayat Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien hanya mengeyam pendidikan hingga tamat Sekolah Dasar.
Sikap terhadap teman dan saudara kandung baik.
4. Riwayat Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Hubungan dengan rekan sebaya baik
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan : Sebelum sakit pasien bekerja di kebun
b. Riwayat Pernikahan : Pasien sudah menikah, tapi telah berpisah
c. Riwayat Agama : Islam
E. Riwayat kehidupan keluarga :
- Pasien anak ke 5 dari 7 bersaudara (♂, ♂,♀,♂,♀, ♀,♂ )
- Hubungan dengan keluarga baik
- Pasien tinggal bersama dengan keluarga
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama: ada (kakak pertama
pasien mengalami gangguan kejiwaan dan lari dari rumah)

3
Genogram

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan

: Penderita

F. Situasasi sekarang :
Pasien tinggal bersama keluarga dan tidak bekerja.
G. Persepsi tentang diri & kehidupannya :
Pasien merasa tidak bersemangat dalam beraktivitas dan lelah.

II. STATUS MENTAL :


A. Deskripsi Umum :
 Penampilan
- Penampilan umum:
Seorang wanita memakai kudung biru lebar, wajah tidak sesuai
usia(36 tahun), perawakan sedang, perawatan diri cukup.
 Kesadaran : Berubah, Kontak mata (+) merunduk,
Verbal (+)
 Aktivitas psikomotor : Tenang

4
 Pembicaraan : Lambat,intonasi pelan, suara kecil
 Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif
B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati :
 Mood : Depresi
 Afek : Depresif
 Empati : Tidak dapat diraba rasakan
C. Fungsi Intelektual (kognitif) :
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan dengan
pendidikan : Sesuai
2. Daya konsentrasi : Kurang
3. Orientasi
 Orientasi waktu : Tidak terganggu
 Orang : Tidak terganggu
 Tempat : Tidak terganggu
4. Daya ingat
 Jangka panjang : Baik
 Jangka pendek : Baik
 Jangka segera : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Tidak terganggu
D. Gangguan Persepsi :
1. Halusinasi : Auditorik ( mendengar suara perempuan
dan pria yang seakan memanggil pasien dan kadang seperti saling
berbicara dengan perkataan yang tidak jelas)
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir :
1. Arus pikiran :
 Produktivitas : Cukup
 Kontinuitas : Cukup relevan

5
 Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran :
 Preokupasi : Tidak ada.
 Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian Impuls : Baik
G. Daya Nilai :
 Norma sosial : Terganggu
 Uji daya nilai : Terganggu
 Penilaian realitas : Terganggu
H. Tilikan (insight) : Derajat 4 (Pemahaman bahwa dirinya sakit
tapi tidak tahu penyebabnya)
I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT:


1. Status Internus
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 65x/menit
- Suhu : 36,5°C
- Pernapasan : 26x/menit
2. Status Neurologi
a. GCS : E4M6V5
b. Rangsang meningeal : Tidak dilakukan
c. Tandaekstra piramidal
- Tremor tangan : Tidak ada
- Cara berjalan : Normal
- Keseimbangan : Baik
d. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal
e. Kesan : Normal

6
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :
Seorang wanita umur 36 tahun dibawa ke poli RSKD oleh keluarganya untuk
pertama kalinya dengan keluhan gelisah yang memberat kurang lebih 3 bulan
terakhir.Pasien sering ingin keluar dari rumah tanpa tujuan yang jelas.Pasien
terlihat murung dan merasa lemas, kadang pusing dan nyeri kepala walaupun
tidak beraktivitas.Pasien menjadi pendiam dan hanya menjawab jika ditanya oleh
keluarga serta pasien mengalami sulit tidur, malas makan dan malas mandi tapi
pasien masih bisa mandi sendiri.
Awal perubahan perilaku diketahui sejak bulan Desember 2016 lalu, keTika
pasien pulang ke Kendari dari rumahnya yang ditinggali bersama suami dan
anaknya di Bulukumba. Pasien tampak murung dan seperti ketakutan dalam
bertindak. Pasien juga merasa terganggu akibat mendengar suara-suara laki-laki
dan perempuan di telinganya yang seakan memanggilnya, tapi kadang suara itu
seperti saling berbicara dengan perkataan yang tidak jelas. Hubungan pasien
dengan keluarga baik dan dulu pasien di kenal sebagai pribadi yang sabar,
pendiam dan ramah.Pasien telah menikah dan memiliki 1 orang anak, tapi pasien
ditinggalkan oleh suami dan anaknya tinggal bersama suaminya di Bulukumba.
Suami pasien diketahui suka memarahi pasien, kadang mengancam ingin
memukul dan pasien tidak pernah membantah ataupun melawan suaminya. Pasien
pernah berobat ke Puskesmas Bulukumba dan hanya diberikan obat maag dan
obat tidur.
Ditemukan adanya gangguan persepsi, berupa haluinasi auditorik, yaitu
mendengar suara wanita dan pria yang seperti memanggilnya dan kadang saling
berbicara atara suara tapi pasien tidak mengerti pembicaraan mereka . Tidak
ditemukan gangguan isi pikir berupa waham. Mood pasien depresi, afek depresif,
serta empati tidak dapat dirabarasakan. Pasien mengalami penurunan dalam
berkonsentrasi. Pasien sadar dirinya sakit tapi tidak tahu penyebabnya( tilikan 4)
dan secara umum yang diutarakan oleh pasien dapat dipercaya.
V. EVALUASI MULTIAKSIAL :
 Aksis I :
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan adanya gejala
khas yang bermakna yaitu pasien gelisah, sering ingin keluar rumah,

7
tampak murung, tidak bersemangat dalm beraktivitas dan mendengar suara
bisikan pria dan wanita. Keadaan ini mengakibatkan penderitaan(distress)
serta hendaya(disability) pada fungsi psikososial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang. Oleh karena itu, digolongkan sebagai
Gangguan Jiwa.
Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya berat dalam menilai
realita berupa halusinasi, yaitu halusinasi auditorik sehingga didiagnosis
Gangguan Jiwa Psikotik.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologik tidak ada kelainan,


sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat
disingkirkan dan didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.

Pada pemeriksaan status mental terdapat (1) kehilangan minat dan


kegembiraan dan (2) berkurangnya energi, mudah lelah dan menurunnya
aktivitas, dan (3) afek depresi. Gejala tersebut memenuhi 3 dari 3 gejala
utama. Kemudian gejala lain berupa (1) Konsentrasi dan perhatian
berkurang, (2) Kepercayaan diri berkurang, (3) Nafsu makan berkurang,
dan (4) Tidur terganggu. Gejala-gejala tersebut memenuhi 4 gejala
lainnya. Didapatkan pula halusinasi auditorik berupa mendengar suara
bisikan wanita dan pria yang seakan memangilnya dan kadang saling
berbicara tapi perkataan tidak di mengerti.Oleh karena itu, berdasarkaan
Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ III) diagnosa
diarahkan pada Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)

 Aksis II :
Dari alloanamnesis diperoleh informasi, sebelum sakit pasien termasuk
orang yang sabar, pendiam,ramah, ikut serta dalam acara keluarga maupun
acara di sekitar rumah. Data yang didapatkan belum cukup untuk
mengarahkan pasien ke salah satu ciri kepribadian.

 Aksis III :
Tidak ada diagnosa
 Aksis IV :

8
Faktor stressor psikososial akibat masalah pernikahan,yaitu suami pasien
yang sering marah dan mengancam ingin memukul serta suami pasien
meninggalkan pasien dan membawa anak tunggalnya.
 Aksis V :
GAF scale saat ini : 60-51 (gejala sedang (moderate) , disabilitas sedang).

VI. DAFTAR PROBLEM :


 Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter, maka dari itu pasien memerlukan
farmakoterapi.
 Psikologik
Ditemukan adanya masalah psikologik sehingga dibutuhkan adanya
bantuan psikoterapi
 Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan , penggunaan
waktu senggang sehingga perlu sosioterapi.

VII. RENCANA TERAPI :


 Psikofarmaka :
- Fluoxetine 20 mg (1-0-0)
- Olanzapin 5 mg (0-0-1)
 Psikoterapi :
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi
reedukatif, dan psikoterapi rekonstruktif.
- Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme
defens (pertahanan) pasien terhadap stres. Perlu diadakannya
terapi untuk meningkatkan kemampuan pengendalian diri dan
memberikan motivasi hidup.
- Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien
dengan mengawasi pasien untuk minum obat teratur.

9
- Edukasi untuk menyarankan kepada keluarga untuk selalu
memberikan dukungan kepada pasien, jangan membatasi
aktivitas positif yang disukai pasien, ajak pasien bergembira,
kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor. Berdiskusi
terhadap pentingnya pasien untuk minum obat teratur dan
melakukan kontrol ulang.
VIII. PROGNOSIS : Dubia et Bonam
Faktor Pendukung :
- Pasien mau minum obat
- Keluarga pasien mendukung penyembuhan pasien
Faktor Penghambat :
- Pasien tidak mau terbuka terhadap masalahnya
- Pasien tidak datang saat jadwal kontrol yang ditentukan
IX. FOLLOW UP :
Pasien diminta untuk rutin datang kontrol dan pastikan pasien meminum
obatnya. Selain itu, memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit
serta efektivitas terapi dan efek samping dari obat yang diberikan.

X. PEMBAHASAN
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi
sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub
(arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan
dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan
kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan
emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini,
perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-
sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun. 1,2,3

Kriteria depresi menurut PPDGJ III7


F32 Episode depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
- Afek depresif

10
- Kehilangan minat dan kegembiraan dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya:
a. konsentrasi dan perhatian berkurang
b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. tidur terganggu
g. nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk
episode depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33-)
F32.0 Episode depresif ringan
Pedoman diagnostik
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
disebut di atas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya sampai dengan (g)
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
- Hanya ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya
Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik
F 32.01 = dengan gejala somatik

11
F32.1 Episode depresif sedang
Pedoman diagnostik
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
depresi ringan
- Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga

F 32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik


Pedoman diagnostik
- Semua 3 gejala utama depresi harus ada
- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci
Dalam hal demikian, penilaian scara menyeluruh terhadap episode depresif berat
masih dapat dibenarkan
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang
dari 2 minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas.

F 32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik


- Episode depresi berta yang memenuhi kriteria menurut F 32.2 tersebut di
atas;
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

12
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menunjukkan stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan afek (mood-incoherent)

F 32.8 episode depresif lainnya


F32.9 episode depresif YTT

Episode depresi berdasarkan ICD-10 6


Kriteria Umum

1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu


2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria
untuk episode hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan
individu
3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental
organik
Gejala Utama

1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir
untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak
responsif terhadap keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya
menyenangkan
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat
Gejala Lainnya

1. Kehilangan percaya diri atau harga diri


2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan
tidak tepat
3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri

13
4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau
berkonsentrasi, seperti keraguan atau kebimbangan
5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6. Gangguan tidur
7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan
berat badan yang sesuai

Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode


depresif telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan
pribadi pasien. Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama
efektifnya dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara
farmakoterapi dan psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada
pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan
kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas
dengan kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1
Farmakoterapi
Anti depresi

 Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine


 Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
 Golongan MAOI_Reversible ( Reversible Inhibitor Of Monoamin Oxydase-
A-(RIMA) : Moclobemide
 Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline,
Paroxentine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, citalopram.
 Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.2,4
Jenis-jenis dari obat antidepresan dibedakan dengan mekanisme kerja
masing-masing. Kebanyakan dari obat antidepresan yang efektif bekerja dengan
meningkatkan sinyal dari serotonin dan norepinefrin adalah dengan cara
menghambat proses reuptake pada celah-celah sinaps.
Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan
cara kerja ganda yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin.
Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi
monoamine oleh Monoamine oxidase A atau B. Sementara obat-obat antidepresan

14
yang lain mengantagonis kerja autoreseptor α2-adrenergik yang mengakibatkan
meningkatnya pelepasan norepinefrin, mengantagonis reseptor 5-
hydroxytryptamine2A, atau keduanya.

 SSRIs(Selective Serotonine Reuptake inhibitor)


Pada percobaan klinis, didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan dengan
beberapa macam SSRIs bila dibandingkan dengan dengan beberapa jenis
antidepressan lain adalah kurang bermakna, namun beberapa perbedaan
yang spesifik perlu diperhatikan.
Metabolit aktif fluoxetine memiliki waktu paruh yang lebih panjang
daripada SSRI lainnya, yang menyebabkan fluoxetine hanya
diperbolehkan untuk dimakan satu dosis per hari dan dengan demikian
mengurangi efek dari diskontinuasi pengobatan SSRI. Namun Fluoxetine
perlu digunakan secara berhati-hati pada pasien dengan sindroma bipolar
atau pasien dengan riwayat keluarga sindroma bipolar, karena metabolit
aktif yang terdapat dalam darah selama beberapa minggu dapat
memperburuk episode manik pada saat perubahan episode dari depresi ke
episode manik.
SSRI juga dapat digunakan pada pasien yang tidak berespons dengan
pengobatan trisiklik antidepresan, serta pada pasien yang memiliki daya
toleransi yang rendah pada kasus diskontinuasi obat SSRI dan efek
kardiovaskular. Meskipun obat trisiklik antidepresan mungkin memiliki
tingkat kemanjuran yang lebih tinggi daripada SSRI pada kasus-kasus
depresi mayor yang parah atau pada depresi dengan fitur melankolis,
trisiklik antidepresan kurang efektif pada pengobatan kasus bipolar karena
trisiklik antidepresan dapat memacu episode mania atau episode
hipomania.
SSRI tidak begitu efektif bila dibandingkan jenis lainnya dalam kasus
depresi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit fisik, ataupun pada
kasus dimana terdapat nyeri yang mencolok.
SSRI yang paling menunjukan efektivitas pada anak-anak dan dewasa
muda (18-24 tahun) adalah Fluoxetine.
 NRIs (Norepinephrine Reuptake Inhibitor)

15
Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan
efek antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan
efektivitas yang mirip dengan trisiklik antidepresan dan SSRI.
 Antidepresan kerja ganda
Serotonin–norepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine,
duloxetine, dan milnacipran memblok transporter monoamine lebih efektif
daripada trisiklik antidepresan, dengan efek samping jantung minimal.
Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas
yang lebih tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang
parah bila dibandingan dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan
Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara
venlafaxine dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis
dan diabteik neuropathy
 MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitor)
MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok
isoenzim MAO A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik
antidepresan. Namun MAOI bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan
pasien yang memilih pengobatan dengan MAOI diharuskan untuk
mengikuti diet dengan tyramine rendah untuk mencegah munculnya krisis
hipertensi, serta karena MAOI juga memiliki resiko interaksi obat yang
tinggi dengan pengobatan lainnya.
MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada
pengobatan trisiklik antidepresan.
 Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan
menghambat autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A,
reseptor serotonin 5-HT3, serta reseptor hitsamin H-1.
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake
serotonin – dengan begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI
namun dengan efek samping minimal. Nefazodone juga sering dipakai
pada depresi pasca melahirkan, depresi kronis dan depresi major dengan
gangguan cemas yang resisten terhadap pengobatan lainnya.2,3,4

16
 Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan
haloperidol menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik
atipikal (clozapine, olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and
aripiprazole) berperan sebagan antagonis dari 5HT2A.2

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Maddux, E.James, etc. Psychopathology: Foundations for a Contemporary


Understanding. 3rd edition. 2012
2. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 11th Edition Lippincott Williams
& Wilkins. 2011. p. 1-89.
3. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update On 2012. Cited on [12
September 2015]: Available from :
http://www.Major_depressive_disorder.htm
4. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update On 2012. Cited on
[12 September 2015]: Available from : http://www.All About
Depression.com
5. Porter, Robert. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. 19th edition.
2011
6. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Cited
on [13 September 2015]. p 1-6. Available from :
http://www.mentalhealth.com
7. Maslim R,dr,SpKJ. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5, Jakarta : Badan Penerbit FK UNIKA
Atma Jaya

18
LAMPIRAN

DM :DokterMuda
P : Pasien

DM : Assalamualaikum,bu.
P : Ya
DM : Perkenalkan nama saya Rezky, coass yang bertugas di poli hari ini, apa
bisa saya bertanya beberapa pertanyaan ke ibu ?
P : (mengangguk)
DM : Siapa nama ibu?
P :N*****
DM :Berapa usia ibu ?
P : 36
DM : Dimana ibu tinggal ?
P : Kendari
DM : Ibu ke sini dgn siapa ?
P : Kakak
DM : Ibu keluhannya apa ?
P : (tidak menjawab)
DM : Gelisah ya, bu ?
P :Iye
DM : Gelisah yang ibu maksud itu bagaimana ?
P : (tidak menjawab)
DM : Ibu lemas ya ?
P : Iye
DM : Kenapa ibu lemas ? Belum makan, ya ?
P : Iye , susah tidur juga. Pusing kepala ku juga
DM : Kenapa ibu susah tidur ?
P : Tidak tau juga
DM : Kalau ibu beraktivitas, apakah rasanya tidak ada semangat dan cepat
lelah ?
P : Iye
DM : Apakah ibu ingin bercerita kepada saya, kenapa atau bagaimana awal
mula keluhan ibu muncul ?
P : (ridak menjawab)
DM : Apakah ibu pernah sakit atau dirawat di rumah sakit sebelumnya ?
P : Tidak ji
DM : Apakah ibu tinggal bersama keluarga ?
P : Iye
DM : Apakah hubungan ibu dengan keluarga baik-baik saja ?
P : Iye

19
DM : Apakah ibu masih ingat, apakah ibu lahir cukup bulan dan dimana ?
P : Iye, cukup bulan ji, normal ji , di rumah kalau tidak salah
DM : Apakah ibu lahir di tolong bidan, dokter atau dukun ?
P : Dukun sepertinya
DM :Ibu , sudah menikah yah ? Suaminya kenapa tidak menemani ibu ke sini ?
P : Lama ma tidak ketemu.
DM : Maaf bu, apakah ada yang ingin ibu cerita tentang suaminya ? saya siap
mendengarkannya. Ceritakan saja yang menurut ibu telah jadi beban selama ini.
P : (tidak menjawab)
DM : Maaf bu, apakah ibu ada masalah dengan suami ? Apakah suami ibu
sering marah atau bahkan memukul ibu ?
P : Iye , sering marah tapi na ancam ji mau pukul, tapi tidak pernah.
DM : Apa tindakan ibu ketika dimarahi suaminya ?
P : Tidak ada ji yang ku lakukan, diam saja.
DM ; Apakah ibu merasa pantas untuk dimarahi ?
P : Tidak
DM : Apakah suami ibu memang sering marah dan tidak berlaku baik terhadap
ibu ?
P : Iye, suka marah dari dulu.
DM : Baiklah bu, Ibu terakhir sekolah sampai kelas berapa ?
P : kelas 3 SD
DM : Ibu, apakah ibu tau sekarang lagi berada dimana ?
P : Rumah sakit
DM : Apakah ibu merasa sakit ?
P : Iye, pusing kadang
DM : Ibu tau sekanrang hari apa ?
P : Senin
DM : Apakah ibu sudah makan tadi pagi ?
P : Belum
DM : Kenapa ibu tidak makan ?
P : Tidak ada nafsu makan ku, ku rasa.
DM :Coba ingat bola melati kursi. Sekarang coba sebutkan
P : Bola melati kursi
DM : Jika saya bilang “tangan panjang” apakah ibu mengerti apa maksud
kalimat itu ?
P : Iye, orang suka mencuri
DM : Baiklah ibu, jika ibu melihat dompet jatuh dijalanan, apa yang akan ibu
lakukan ?
P : Ku ambil, lalu mungkin ku cari siapa punya dompet itu.
DM : Oh begitu bu. Ngomong-ngomong , apa yang ibu lakukan ketika
pekerjaan rumah sudah selesai ibu lakukan atau apa yang ibu lakukan ketika
waktu kosong ? mungkin seperti menjahit, atau mungkin menyanyi ?

20
P : Ai, tidak ada
DM : Tadi katax saudara ibu, ibu jadi malas mandi sekarang ? tapi apakah ibu
bisa mandi sendiri ?
P : Iye, mandi sendiri ja, tapi malas ka bekin apa apa .
DM : Kenapa ibu jadi malas- malasan ? apakah ada hal yang menggangu ?
seperti mendengar suara-suara yang tidak didengar orang lain ?
P : Iye , ada suara tidak jelas itu apa
DM : Apakah suaranya pria atau wanita bu ? Apa yang mereka katakan ?
P : 22x, kadang na panngil k, kadang bicarai berdua. Tidak ku tau apa na
bilang
DM : Apakah suara itu menyuruh ibu untuk melakukan sesuatu atau bahkan
mengancam ibu ?
P : Iye, tidak ji.
DM : Apakah ibu pernah melihat bayangan atau melihat sesuatu yang aneh ?
P : Tidak ji.
DM : Apakah ibu merasa sakit atau ada yang menggangu ?
P : Iye , tidak tau kenapa.
DM : Baiklah bu, terima kasih banyak atas kesediaanya dan jangan lupa
obatnya diminum dan datang lagi minggu depan untuk kontrol di sini.

21
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pika adalah makan makanan zat – zat tanpa gizi yang berlangsung selama
sedikitnya satu bulan. Perilaku ini tidak sesuai dengan perkembangan,tidak
disetujui budaya dan cukup berat sehingga membutuhkan perhatian klinis.1Pika
tampak lebih sering pada anak kecil di bandingkan orang dewasa, gangguan ini
juga terdapat pada orang yang retardasi mental.1 Individu yang tergolong pika,
memakan makanan non makanan( kotoran, kertas,dll ).2

Pika biasanya pada umur 1- 2 tahun tetapi mungkin lebih awal. Pika
biasanya berhenti pada masa anak – anak tetapi dapat berlanjut pada masa remaja
dan dewasa. Retardasi mental dan tidak adanya perawatan orang tua (psikologis
dan nutrisi) merupakan faktor predisposisi. Meskipun normal pada bayi dan anak
yang baru belajar jalan. Pika pada umur di atas 2 tahun, memerlukan pemeriksaan
dan penulusuran terhadap faktor disorganisasi keluarga, pengawasan yang kurang
dan kurangnya kasih sayang orang tua. Pika lebih menonjol pada kelas sosial
ekonomi yang rendah. Anak – anak dengan pika meningkatkan resiko untuk
keracunan timah dan infeksi parasit.3

Meskipun pika dapat mengganggu fungsi fisik, jarang menyebabkan


kerusakan fungsi sosial, yang biasanya terkait dengan komorbiditas. Yang paling
umum dari gangguan ini gangguan spectrum autisme, cacat intelektual, dan untuk
tingkat yang lebih rendah skizofrenia dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD).
Ketika pica berdampingan dengan trikotilomania atau ekskoriasi rambut atau kulit
biasanya tertelan. Pica juga dapat hidup berdampingan dengan avoidant /
membatasi gangguan asupan makanan, terutama ketika ada komponen sensorik
yangkuatuntukpresentasi.Kriteria diagnostik Manual Diagnostik dan Statistik
Gangguan Mental, Edisi Kelima (DSM-5), mengklasifikasikan pika di bawah
makan dan gangguan makan dan mencatat bahwa itu mungkin ada dalam
hubungannya dengan makanan lain dan gangguan makan. DSM-5 kriteria untuk
picaadalahsebagaiberikut:

22
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Pika didefinisikan sebagai gangguan makan yang berlangsung
secara terus-menerus terhadap suatu zat non-nutrisi. Biasanya tidak
terdapat kelainan biologis tertentu pada pika. Dalam banyak kasus, pica
diidentifikasi hanya ketika timbul masalah medis seperti obstruksi usus,
infeksi usus, atau keracunan, seperti keracunan timbal karena menelan
timbal yang terkandung dalam cat.
Pika lebih sering dalam konteks gangguan spektrum autisme atau
cacat intelektual. Namun, pica biasanya didiagnosis hanya ketika terjadi
keparahan yang cukup untuk memengaruhi kondisi klinis. Pika dapat
muncul pada anak-anak, remaja, atau orang dewasa. Namun, usia minimal
harus 2 tahun seperti yang disarankan oleh DSM-5 dalam diagnosis pika.
Hal ini untuk mengecualikan suatu proses yang sesuai dengan tahapan
perkembangan bayi yang mungkin sengaja mengonsumsi zat non-nutrisi
tersebut. Pika terjadi pada laki-laki dan perempuan. Dalam kasus yang
jarang terjadi, hal itu mungkin terkait dengan keyakinan budaya spiritual
atau keyakinan hsl itu sebagai obat dengan menelan zat non-nutrisi
tersebut. Dalam konteks ini, diagnosis pika tidak bisa ditegakkan.5

B. Epidemiologi
Prevalensi pika tidak jelas. Sebuah survei dari populasi klinik besar
melaporkan bahwa 75 persen bayi 12 bulan dan 15 persen dari balita 2
sampai 3 tahun memakan makanan zat non nutrien dalam mulut mereka;
Namun, perilaku ini sesuai dengan tahapan perkembangan dan biasanya
tidak sampai mengonsumsi, hanya memasukkan ke dalam mulut. Pika
lebih umum terdapat di antara anak-anak dan remaja dengan autisme dan
cacat intelektual. Telah dilaporkan bahwa sekitar 15% dari penyandang
cacat intelektual yang parah telah terlibat dalam pika.5

23
Pika adalah masalah umum, namun seringkali terlewatkan. Onset
pika biasanya selama usia balita antara 12 dan 24 bulan. Karena benda
pada bayi umumnya diletakkan di mulut, masih terjadi kesulitan untuk
membuat diagnosis pada bayi. Perkiraan prevalensi pica antara individu-
individu retardasi mental berkisar antara 10 sampai 33%. Anak-anak
dengan pika lebih rentan terhadap kekurangan gizi, anemia, diare atau
sembelit, dan cacingan. Telah dicatat bahwa diagnosis pica tertinggi
terdapat dalam kelompok anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena
kasus keracunan dan lebih dari 60% ibu dengan anak-anak pika, juga
memiliki gangguan pika dalam dirinya.

C. Etiologi
Pika paling sering sementara, biasanya berlangsung selama
beberapa bulan dan kemudian berkurang. Pada anak-anak muda, itu lebih
sering terlihat di antara anak-anak dengan perkembangan dan gangguan
sosial. Di antara remaja dengan pika, sejumlah besar dari mereka
menunjukkan gejala depresi dan penggunaan zat. kekurangan nutrisi
mineral seperti seng atau besi telah anekdot dilaporkan dalam beberapa
kasus. Namun, laporan-laporan ini jarang terjadi.
Meskipun etiologi pika tidak diketahui, banyak hipotesis telah
diajukan untuk menjelaskan fenomena tersebut, mulai dari penyebab
psikososial penyebab asal murni biokimia. Penyebab sebagai berikut:
1. kekurangan nutrisi
2. faktor budaya dan keluarga
3. Status sosial ekonomi rendah

Meskipun tidak ada data empirik mendukung salah satu hipotesis


etiologi gizi, kekurangan zat besi, kalsium, seng, dan zat gizi lainnya
(misalnya, tiamin, niasin, dan vitamin C dan D) telah dikaitkan dengan
pica. Pada beberapa pasien dengan gizi buruk yang makan tanah liat,
kekurangan zat besi telah didiagnosa, namun arah hubungan sebab-akibat
ini tidak jelas.

24
Apakah kekurangan zat besi mengakibatkan makan makanan dari
tanah liat atau apakah penghambatan penyerapan zat besi yang disebabkan
oleh konsumsi tanah liat menghasilkan kekurangan zat besi tidak
diketahui.

Memakan tanah liat, tanah, atau pati dapat dianggap sebagai budaya
dapat diterima oleh kelompok sosial tertentu. Makan tanah liat dan pati
terdapat di Amerika Serikat dalam beberapa masyarakat , pedesaan Afrika
selatan, terutama di kalangan perempuan dan anak-anak. Pati makan,
khususnya, sering dimulai pada kehamilan sebagai pengobatan untuk mual
di pagi hari dan dapat dilanjutkan ke periode postpartum. Orang tua dapat
secara proaktif mengajar anak-anak mereka untuk makan ini dan lainnya
zat.

Tidak memiliki sosok ibu, orang tua yang berpisah, kelalaian orangtua,
pelecehan anak, dan kurangnya interaksi orangtua-anak telah dikaitkan
dengan pica. Konsumsi cat adalah yang paling umum pada anak-anak dari
keluarga dengan status sosial ekonomi rendah dan berhubungan dengan
kurangnya pengawasan orangtua. Malnutrisi dan kelaparan juga dapat
mengakibatkan pika.Pada anak dengan cacat intelektual, pika dapat terjadi
akibat ketidakmampuan untuk membedakan antara makanan dan non
makanan (barang)

D. Gejala klinis
Pedoman diagnostik PIKA menurut PPDGJ-III:8
F98.3 Pika masa bayi dan anak:
Gejala pica adalah terus menerus makan zat tidak bergizi ( seperti, tanah,
kertas, cat, sabun).

Pika dapat timbul sebagai satu gejala dari sejumlah gangguan psikiatri
yang luas (seperti, autism) atau sebagai perilaku psikopatologis yang
tunggal. Fenomena ini paling sering terdapat pada anak yang retradasi
mental, harus di beri diagnosis retradasi mental ringan atau retradasi

25
mental ytt. Namun demikian pika dapat juga terjadi pada anak ( biasanya
pada usia dini ) yang mempunyai intelegensia normal.6
Makan zat non nutrien berulang kali setelah usia 18 bulan tidak khas;
Namun, DSM-5 menunjukkan usia minimal 2 tahun ketika membuat
diagnosis pika. Perilaku pika mungkin dimulai pada bayi usia 12 bulan
sampai 24 bulan. Zat-zat tertentu yang tertelan cukup bervariasi, sesuai
dengan aksesibilitas mereka, meningkatnya kemampuan bergerak,
peningkatan kemandirian, serta kurangnya pengawasan dari orang tua.
Biasanya pada bayi, cat, plester, rambut, dan kain adalah objek yang dapat
dicerna, sedangkan balita dan anak-anak dengan pica dapat menelan
kotoran, kotoran hewan, batu-batu kecil, dan kertas. Implikasi klinis bisa
tidak terlalu berbahya ataupun mengancam jiwa, tergantung pada objek
tertelan. Di antara komplikasi yang paling serius adalah keracunan
(biasanya dari cat berbasis timbal), ditemukannya parasit usus setelah
konsumsi tanah atau kotoran, anemia dan defisiensi zinc setelah konsumsi
tanah liat, kekurangan zat besi yang parah setelah konsumsi dalam jumlah
besar pati, dan obstruksi usus dari konsumsi bola rambut, batu, atau
kerikil. Kecuali dalam spektrum gangguan autisme dan cacat intelektual,
pika sering terjadi pada remaja. Pika terkait dengan kehamilan biasanya
terbatas hanya pada masa kehamilan itu sendiri.5

Kriteria diagnostik pika berdasarkan DSM 5.7

a.
Memakan zat non-nutrisi secara menetap selama minimal 1 bulan.
b.
Memakan dari non-nutrisi yang tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan.
c.
Perilaku memakan zat non-nutrisi yang bukan bagian dari praktik
budaya setempat.
d.
Jika perilaku makan terjadi dalam kasus gangguan mental lainnya
(misalnya cacat perkembangan intelektual, gangguan spektrum
autisme, skizofrenia), atau kondisi medis (seperti kehamilan), itu
cukup untuk menjamin tambahan perhatian klinis dalam
menegakkan diagnosis pica.

26
E. Pemeriksaan Patologi dan laboratorium
Tidak ada tes laboratorium tunggal untuk menegakkan diagnosis
pika. Tetapi ada beberapa tes laboratorium yang berguna karena pica
kadang-kadang dikaitkan dengan tingkat yang abnormal dari suatu zat
dalam tubuh. Kadar zat besi dan zink dalam serum harus ditentukan dan
dikoreksi. Ketika kekurangan zat tersebut yang menjadi etiologinya, maka
pica dapat hilang apabila zat besi dan zink diberikan. Tingkat hemoglobin
juga harus ditentukan untuk menyingkirkan anemia.5
F. Diferensial Diagnosis
Diagnosis banding dari pika termasuk avoidance of food,
anoreksia, atau kekurangan zat besi dan zink. Pica dapat terjadi bersamaan
dengan gagal tumbuh dan menjadi komorbiditas dengan skizofrenia,
gangguan spektrum autisme serta sindrom Kleine-Levin. Dalam
psikososial dwarfisme, yaitu sebuah keadaan reversibel dari perilaku gagal
tumbuh, anak-anak sering menunjukkan perilaku aneh seperti menelan air
toilet, sampah, dan benda non-nutrisi lainnya.
Keracunan kerap berhubungan dengan pika. Pada anak-anak
penderita pika yang menunjukkan perlu intervensi klinis serta disertai
gangguan medis lainnya, kedua keadaan tersebut harus dikodekan menurut
DSM-5 secara berbeda. Di daerah dan budaya tertentu, seperti aborigin
Australia, tingkat pica pada wanita hamil dilaporkan cukup tinggi.
Menurut DSM-5, jika praktik tersebut diterima secara budaya setempat,
maka kriteria diagnostik untuk pica tidak berlaku.
Makan dari zat non-nutrisi juga terjadi pada gangguan mental
lainnya (misalnya gangguan spektrum autisme, skizofrenia) dan sindrom
Kleine-Levin. Dalam kasus tersebut, diagnosis tambahan pika harus
diberikan hanya jika perilaku makan zat non-nutrisi tersebut cukup
persisten dan berat sehingga menimbulkan gejala klinis4
a. Anorexia nervosa
Pika biasanya dapat dibedakan dari feeding and eating disorders lainnya
dengan melihat zat non-nutrisi yang dikonsumsi. Penting untuk dicatat,
bahwa beberapa presentasi dari anoreksia nervosa meliputi konsumsi zat

27
non-nutrisi seperti kertas tisu, sebagai suatu cara untuk mencoba
mengendalikan nafsu makan. Dalam kasus tersebut yang digunakan
sebagai cara untuk mengontrol berat badan, maka anoreksia nervosa harus
menjadi diagnosis utama.4
b. Factitious disorder
Beberapa individu dengan gangguan yang dibuat-buat, mungkin sengaja
menelan benda asing sebagai bagian dari pola pemalsuan gejala fisik.
Dalam hal demikian, ada unsur penipuan dengan cara membuat penyakit
secara sengaja.4
c. Nonsuicidal self-injury behaviors in personality disorders
Beberapa individu mungkin menelan zat yang berbahaya (misalnya pin,
jarum, pisau) dalam hal pola perilaku maladaptif yang berhubungan
dengan gangguan kepribadian yang bersifat nonsuicidal self-injury
behavior.4

G. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menentukan perawatan yang tepat dari pika
adalah untuk menyelidiki situasi tertentu bila memungkinkan. Ketika pica
terjadi dalam konteks mengabaikan anak atau penganiayaan, jelas keadaan
itu harus segera diperbaiki. Paparan zat beracun, seperti timah, juga harus
dihilangkan.5
a. Pertimbangan pendekatan
Meskipun pika pada anak-anak sering sembuh spontan, pendekatan
multidisiplin yang melibatkan psikolog, pekerja sosial, dan dokter
dianjurkan untuk pengobatan yang efektif.8 Pengembangan rencana
perawatan harus memperhitungkan gejala pica dan setiap faktor,
serta pengelolaan kemungkinan komplikasi dari gangguan tersebut.
Pengobatan pika dilakukan terutama pada pasien rawat jalan.
Penilaian keyakinan gizi mungkin relevan dalam pengobatan
beberapa pasien dengan pica. Setiap kekurangan gizi yang
diidentifikasi harus ditangani. Ini harus diingat, bagaimanapun,

28
bahwa pendekatan nutrisi dan diet telah berhasil membantu
mencegah pica hanya dalam jumlah yang sangat terbatas pasien.
Konsultasi dengan psikolog atau psikiater disarankan. Konsultasi
dengan pekerja sosial juga membantu.
Dapat pula berkonsultasi ke dokter gigi. Memperhatikan kesehatan
mulut adalah penting untuk mengelola efek merugikan pica
mungkin pada gigi dari usia muda dan seterusnya.9
b. Terapi farmakologis
Dalam penatalaksanaan pika, tidak terdapat pengobatan yang
spesifik. Salah satu teori mengenai penyebab pika adalah teori
kekurangan neurotransmitter dopaminergik. Kekurangan zat ini
dapat mendorong suatu individu untuk melakukan perilaku pica.
Sehingga, salah satu tatalaksana pica secara farmakoterapi adalah
dengan memicu peningkatan neurotransmitter dopaminergik. Salah
satu obat yang disebutkan adalah olanzapine, obat antipsikotik
yang dapat meningkatkan fungsi dopaminergik sehingga dapat
mengatasi perilaku pica. Selain itu, laporan kasus tunggal
menemukan bahwa olanzapine, agen antipsikotik dengan
dopaminergik menonjol, serotoninergic, adrenergik, dan efek
10
kolinergik, mengurangi perilaku pica. Obat yang digunakan
dalam pengelolaan masalah perilaku yang parah mungkin memiliki
dampak positif pada pica komorbiditas.
c. Intervensi psikososial
Analisis yang cermat dari fungsi perilaku pika pada pasien individu
sangat penting untuk pengobatan yang efektif. Saat ini, strategi
perilaku yang dianggap paling efektif dalam pengobatan pika.
strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manipulasi
2. Pelatihan diskriminasi antara item yang dapat dimakan dan
tidak dapat di makan
3. Perangkat perlindungan diri yang melarang penempatan obyek
di mulut.

29
4. Penguatan sensori
5. Penguatan diferensial perilaku lain atau tidak kompatibel,
seperti skrining (meliputi mata sebentar), sensasi rasa
permusuhan kontingen (misalnya, lemon), sensasi permusuhan
bau kontingen (misalnya, amonia), kontingen sensasi fisik
permusuhan (misalnya, kabut air), dan pengekangan fisik
singkat
6. Overcorrection (memperbaiki lingkungan, atau berlatih
tanggapan alternatif yang tepat)
H. Komplikasi
1. Item tertentu, seperti cat, mungkin mengandung timah atau zat beracun
lainnya dan dapat menyebabkan keracunan. Meningkatkan risiko
termasuk ketidak mampuan belajar dan kerusakan otak. Ini adalah efek
samping yang paling ditakutkan dan berpotensi mematikan.
2. Makan benda non-makanan dapat menyebabkan kekurangan gizi.
3. Makan benda-benda yang tidak dapat dicerna, seperti batu, dapat
menyebabkan sembelit atau penyumbatan di saluran pencernaan.
Benda-benda keras atau tajam (seperti penjepit kertas atau potongan-
potongan logam) dapat menyebabkan ulkus atau luka pada lapisan
kerongkongan atau usus.
4. Bakteri atau parasit dari kotoran atau benda lainnya dapat
menyebabkan infeksi. Beberapa infeksi dapat merusak ginjal atau hati.
5. Cacat perkembangan dapat mempersulit pengobatan.

I. Prognosis
Prognosis untuk pika biasanya baik, dan biasanya pada anak-anak
dengan fungsi intelektual yang normal, pika umumnya sembuh spontan
dalam beberapa bulan. Di masa kecil, pika biasanya sembuh dengan
bertambahnya usia; pada wanita hamil, pica biasanya terbatas pada jangka
waktu kehamilan. Pada beberapa orang dewasa dengan pika, terutama
mereka yang juga memiliki gangguan spektrum autisme dan cacat

30
intelektual, pica dapat terus selama bertahun-tahun. Data tindak lanjut
pada populasi ini terlalu terbatas untuk memungkinkan kesimpulan5

31
BAB III

KESIMPULAN

Pika merupakan suatu kondisi dimana penderita menunjukkan perilaku


memakan zat non-nutrisi seperti tanah, rumput, bulu, rambut, pecahan kaca,
kotoran hewan, cat, dan sebagainya. Pica dapat mengenai dewasa maupun anak-
anak. Namun, lebih sering ditemukan pada anak-anak yang biasanya berhubungan
dengan keadaan sosial dan lingkungan sekitar anak. Biasanya gejala akan
berkurang seiring bertambahnya usia. Pada penderita gangguan perkembangan
intelektual atau autism, biasanya gejala pica akan menetap dalam waktu yang
lama hingga usia dewasa. Pika juga dapat ditemukan pada perempuan hamil.

Pika dapat mengenai lelaki maupun perempuan, dapat mengenai segala ras,
dan terdapat di seluruh dunia. Namun, beberapa suku di dunia memiliki anggapan
yang menunjukkan gejala pica termasuk dalam kebudayaan mereka, seperti
wanita suku aborigin di Australia yang memiliki kebiasaan memakan zat non-
nutrisi pada saat hamil.

Penyebab pika masih belum bisa ditentukan secara pasti. Ada banyak hal
yang diduga menjadi penyebab pica, salah satunya adalah teori mengenai masalah
kekurangan zat nutrisi (kekurangan zat besi dan zink). Gejala dan tampakan klinis
yang dihasilkan oleh pica tergantung pada zat dikonsumsinya. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang rinci untuk mendiagnosis pica. Namun,
pemeriksaan kadar zat besi dan zink cukup untuk membantu sebagai salah satu
diagnosis pica.

Pengobatan pica biasanya dengan pendekatan psikososial dengan


memengaruhi faktor lingkungan pasien, keluarga pasien, dan memodifikasi
perilaku pasien. Pendekatan terapi pica secara psikososial merupakan langkah
awal dalam menangani gangguan pica tersebut. Selain itu, terdapat terapi
farmakologi menggunakan obat-obat yang dapat meningkatkan dopaminergik
serta golongan SSRI.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock,bejamin james. Virginia Alcott. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2.


Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.
2. Setiawati, dr, SpKj. PICA. Gangguan makan pada anak. From :
www.medicastrore.com. Akses 10 April 2016
3. Dalton,R. Ilmu kesehtan Anak Nelson edisi 6. Jakarta : penerbit buku
kedokteran EGC. 2014
4. Cyntia R ellys. Pica disorder . from http://emedicine.medscape.com. Akses
6 April 2017.
5. Sadock, Bejamin james. Synopsis of Psychiatry 8 ed. New York. Wolters
kluer. 2015
6. Jeste, Dilip. Diagnostic And Statistical manual Of Mental Disorders Fifth
Edition DSM-5TM. Washington, DC London: American Psychiatric Publishing.
2013

7. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.

Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika

Atmajaya. 2013.

8. Williams DE, McAdam D. Assessment, behavioral treatment, and


prevention of pica: clinical guidelines and recommendations for
practitioners. Res Dev Disabil. 2012

9. Dougall A, Fiske J. Access to special care dentistry, part 6. Special care


dentistry services for young people. Br Dent J. 2012 Sep 13. 205(5):235-
49
10. Lerner AJ. Treatment of pica behavior with olanzapine. CNS Spectr. Jan.
13(1):19.
11. Walker. Robert. Mental health and pica. From.
http://www.webmd.com/mental-health/mental-health-pica . Akses 6 April
2017

33

You might also like