Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan tambahan yang diberikan kepada
bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan guna untuk menutupi kekurangan zat-
zat gizi yang terkandung dalam ASI. Jika terlalu dini dalam pemberian MP ASI dapat menyebabkan
diare atau susah BAB, obesitas, kram usus, alergi makanan dan alami konstipasi. Pola makan
kelompok bayi berbeda dengan orang dewasa dikarenakan kemampuan fisiologi bayi belum
berkembang secara sempurna sehingga pola pemberian makanan kepada bayi harus di sesuikan
dengan usianya. Pemberian makan pada bayi harus diberikan secara bertahap, baik bentuk, jenis
makanan, frekuensi ataupun jumlahnya. ASI merupakan makanan yang terbaik pada bayi, terutama
diawal kehidupannya karena komposisi ASI paling sesuai dengan kondisi fisiologis bayi pada awal
kehidupannya. Setelah usia 6 bulan ASI tetap diberikan namun tidak sebagai makanan utama lagi
sehingga bayi sudah harus diperkenalkan dengan makanan yang dikenal dengan istilah makanan
pendamping ASI (MP ASI). Makanan pendamping dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan
bayi yang semakin meningkat sesuai bertambahnya umur (Sulistiyoningsih Hariyani, 2011).
WHO (2001) menyebutkan bahwa ada 51% angka kematian anak balita disebabkan oleh
pnemonia, diare, campak, dan malaria. Lebih dari separuh kematian tersebut (54%) erat hubungannya
dengan masalah gizi. Oleh karena itu prioritas penanganan utama adalah memperbaiki pemberian
makan kepada bayi dan anak serta memperbaiki gizi ibunya (Depkes RI, 2007 dalam Sakti, R.E,
Hadju Veni, Rochimiwati, S.N, 2013).
Hasil pemantauan status gizi di Kota Makassar tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah
balita yang mengalami gizi buruk adalah 31,4%, gizi kurang sebanyak 19,3% dan gizi baik sebanyak
49,2% (Depkes RI, 2007). Tallo adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kota Makassar. Di
antara 15 kelurahan yang ada, terdapat 3 kelurahan yang termasuk wilayah pesisir yaitu Kelurahan
Buloa, Kelurahan Lakkang dan Kelurahan Tallo (Depkes RI, 2007 dalam Sakti, R.E, Hadju Veni,
Rochimiwati, S.N, 2013).
Hasil survei menunjukkan bahwa salah satu penyebab terjadinya gangguan tumbuh
kembang bayi dan anak usia 6 sampai 24 bulan di Indonesia adalah rendahnya mutu MP ASI
(makanan pendamping ASI ) dan ketidak sesuaian pola asuh yang diberikan sehingga beberapa zat
gizi tidak dapat mencukupi kebutuhan energi dan zat mikro terutama zat besi (fe) dan seng (Zn).
Pemberian makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi bayi. Pemberian
makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi dan pemberian yang
berlebihan akan terjadi kegemukan. Secara fisiologis bayi telah siap menerima makanan tambahan,
karena secara keseluruhan fungsi saluran cerna sudah berkembang. Selain itu, pada usia air susu ibu
sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembangnya, sehingga makanan
pendamping air susu ibu (MP-ASI) sangat diperlukan, berdasarkan data pemantauan status gizi balita
(PSG) di Kota Yogyakarta tahun 2007 diketahui dari jumlah balita yag diukur yaitu sejumlah 19.424
anak ternyata ditemukan 214 anak (1,10%) gizi buruk, 1920 anak (9,88%) gizi kurang, dan 16.636
(85,65%) gizi baik serta 654 anak (3,37%) gizi lebih. Indikator yang digunakan pada pemantauan
status gizi ini adalah berat badan menurut umur (BB/U) (Dinkes kota Yogyakarta, 2008). Dinas
Kesehatan Yogyakarta menyebutkan bahwa pada tahun 2007 dari 18 puskesmas yang tersebar di Kota
Yogyakarta, status gizi buruk dengan prevalensi tertinggi yakni terdapat di Puskesmas Gedongtengen
yaitu 2,6 persen, Puskesmas Tegal Rejo yaitu 1,91 persen dan Puskesmas Mantri Jeran yaitu 1,82
persen. Untuk status gizi kurang dengan prevalensi tertinggi yakni Puskesmas Gedongtengen yaitu
16,09 persen, Puskesmas Pakualaman yaitu 14,35 persen dan Puskesmas Wirobrajan yaitu 13,92
persen.
Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat sejak dahulu.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 sampai saat ini masih belum dapat ditanggulangi
dengan baik. Hal ini menyebabkan jumlah keluarga miskin semakin banyak dan daya beli terhadap
pangan menurun. Lebih lanjut, ketersediaan bahan makanan dalam keluarga menjadi terbatas yang
pada akhirnya berpotensi menimbulkan terjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk. Kekurangan gizi
merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian pada bayi. Masalah gizi umumnya disebabkan
oleh dua faktor utama, yakni infeksi penyakit dan rendahnya asupan gizi akibat kurangnya kesediaan
pangan di tingkat rumah tangga atau pola asuh yang salah. Masalah gizi buruk dan gizi kurang pada
anak balita merupakan masalah yang perlu ditanggulangi.
Sebagian bayi mungkin dapat tumbuh dengan normal sampai umur enam bulan hanya
dengan ASI, tetapi ada sebagian bayi yang memerlukan banyak energi dan zat-zat gizi karena sama
sekali tidak menerima ASI dari ibu
Pemberian makanan tambahan sebelum usia 4 bulan harus dengan resep dokter, sebab, bayi
yang berumur kurang dari 4 bulan beresiko tinggi. Dengan memberikan makanan tambahan, juga
akan mengurangi produksi karena si anak menjadi jarang menyusu. Tujuan pemberian makanan
tambahan adalah sebagai pengganti ASI agar anak cukup memperoleh kebutuhan energi, protein dan
zat-zat gizi lain untuk tumbuh kembang secara normal. Meskipun anak telah diberi makanan
tambahan, tetapi pemberian ASI tidak harus dihentikan, karena ASI memberikan sejumlah energi dan
protein yang bermutu tinggi, melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang, mengembangkan
kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk,
mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan, menvcoba adaptasi terhadap
makanan mengandung kadar energitinggi
Bagi petugas kesehatan hendaknya dapat mempertahankan dan meningkatkan kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan status gizi balita dan program MP_ASI seperti memberikan
penyuluhan tentang cara pemberian MP-ASI yang baik dan benar dan memperbanyak materi-materi
tentang gizi, selalu meberikan motivasi kepada ibu-ibu agar tetap terjaga pola asuh dalam keluarga,
mempertahankan peran serta kader posyandu yang berhubungan langsung dengan masyarakat agar
tercapai status gizi anak yang lebih baik, pemberian PMT kepada balita gizi buruk dan gizi kurang
serta memberikan rujukan bagi balita gizi buruk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Berdasarkan fenomena yang ada sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-9 bulan
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-9 bulan?
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penulisan karya tulis ilmiah adalah:
Hasil studi kasus ini, dapat digunakan untuk menambah wawasan dan menambah
jurnal karya tulis ilmiah.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi bidan dan sekaligus tolak
ukur untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-9 bulan.
Bagi subjek dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada
bayi usia 6-9 bulan.