You are on page 1of 8

MKM Vol. 07 No.

02 Juni 2013

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat


Oleh Penderita Tuberkulosis (TB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Busalangga Kecamatan
Rote Barat Laut Kabupaten Rote Ndao Tahun 2011

Arman Rifat Lette1, Engelina Nabuasa2, Ribka Limbu3

Abstract: Tuberculosis (TB) still as a big health problem in the world and Indonesia. Local
clinic of Busalangga, northwest Rote subdistric, Rote Ndao region still have high tuberculosis
case with total case at 2011 are attain 48 person with total death are attain 3 person
(Busalangga local clinic, 2011). The medicine threatment of tuberculosis disease have long
period and routine system that is 6-8 month. For Tuberculosis patient there is one important
thing that must be attention and do, which is the discipline way to take medicine until the
declared to recover. The aim of this research is to find out the factors which are related to the
discipline to take medicine by Tuberculosis patient in Busalangga local clinic, subdistrict of
Northwest Rote, Rote Ndao region at 2011. The kind of this research is analitic survey with
structure design of cross sectional study. This research is implemented in Busalangga local
clinic area, subdistrict of Northwest Rote, Rote Ndao region in October 2011-March 2012. The
population are all Tuberculosis patient in Busalangga local clinic area 2011 which are serve
the medicine threatment, which are 32 person and the sample is took by using total sampling
method, so that the total sample are 32 person. The data is analized by using chi square test
and signicant value is 0,05. The result of this research show that there is relation between
level of knowledge with the discipline to take medicine (p=0,009) where p<0,05, the education
with discipline to take medicine (p=0,008) where p<0,05, the role of supervisor in taking the
medicine with the discipline to take the medicine (p=0,001) where p<0,05 and there in not
relation between attitude with the discipline to take medicine (p=0,170) where p>0,05.
Conclusion is relation between level of knowledge with discipline to take medicine, the
education with discipline to take medicine, the role of supervisor in taking the medicine with
the discipline to take the medicine and there in not relation between attitude with the discipline
to take medicine.

Keywords: The discipline to take medicine, Tuberculosis patient, Tuberculosis disease

PENDAHULUAN dengan kematian sekitar 91.000 orang. Pada


Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu tahun 2008 prevalensi TB di Indonesia
masalah kesehatan terbesar di dunia dan di mencapai 253 per 100.000 penduduk. Pada
Indonesia. Pada tahun 1992, World Health tahun 2009 angka prevalensi TB di Indonesia
Organization (WHO) telah mencanangkan pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000
tuberkulosis sebagai Global Emergency. penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70%
Laporan WHO pada tahun 2002, sepertiga usia produktif. Tahun 2010 jumlah kasus TB
penduduk dunia telah terinfeksi kuman di Indonesia Mencapai 565.614 kasus semua
tuberkulosis dan tahun 2004 , WHO tipe TB, insidensi semua tipe TB sebesar 228
menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063
baru tuberkulosis di seluruh dunia. kasus semua tipe TB. (Global Report TB,
WHO, 2010).
TB menyerang lebih dari 75% penduduk usia
produktif, 20-30 % pendapatan keluarga Jumlah kasus TB Paru dengan BTA positif
hilang pertahunnya akibat TB. Selain itu, yang dideteksi pada tahun 2008 di Provinsi
seorang penderita aktif TB akan menularkan NTT sebanyak 3.426 kasus, diobati
kepada 10-15 orang disekitarnya per tahun, sebanyak 3.171 kasus dengan angka
dan tanpa pengobatan yang efektif, 50-60 % kesembuhan mencapai 59,7% (Profil
penderita TB akan meninggal dunia (Depkes Kabupaten/Kota dan Laporan Subdin
RI, 2002). Di Indonesia, diperkirakan setiap Yanmedik tahun 2008). Pada tahun 2009
tahun terdapat 528.000 kasus TB baru terjadi penurunan kasus TB paru di NTT

158
MKM Vol. 07 No. 02 Juni 2013

menjadi 3.369 kasus, tetapi pada tahun 2010 Populasi dan Sampel
terjadi peningkatan kasus TB paru menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
3.755 kasus dan data yang diperoleh pada pasien penderita penyakit TB di wilayah kerja
tahun 2011 dari bulan Januari-Maret jumlah Puskesmas Busalangga Kabupaten Rote
kasus TB paru di NTT adalah 977 kasus tahun 2011, yaitu sebesar 32 orang yang
(Dinkes Propinsi NTT, 2011). masih sementara menjalani pengobatan.

Di Kabupaten Rote dalam 3 (tiga) tahun Cara pengambilan Sampel dalam penelitian
terakhir terjadi peningkatan kasus TB. Tahun ini dilakukan dengan menggunakan teknik
2009 ada 139 kasus, tahun 2010 ada 147 total sampling, yang mana peneliti
kasus dan pada tahun 2011 ada 165 kasus mengambil seluruh objek yang akan diteliti di
(Dinkes Kabupaten Rote Ndao, 2011). Salah wilayah kerja Puskesmas Busalangga
satu puskesmas yang tinggi jumlah pasien Kabupaten Rote Ndao, sebesar 32 orang.
TB di Kabupaten Rote adalah puskesmas
Busalangga. Pada tahun 2009 tercatat ada Pengumpulan Data
33 kasus, tahun 2010 ada 42 kasus dan Data primer dikumpulkan menggunakan
tahun 2011 ada 48 kasus diwilayah kerja kuesioner. Sedangkan data sekunder
Puskesmas Busalangga. Kematian penderita diperoleh dari instansi terkait, seperti: Dinas
TB pada tahun 2011 di Puskesmas Kesehatan Kabupaten Rote Ndao dan dari
Busalangga mencapai 3 orang (Profil Puskesmas Busalangga.
Kesehatan Puskesmas Busalangga, 2011).
Analisa Data
Pengobatan penyakit TB memerlukan jangka Data dianalisis dengan analisis univariat,
waktu yang lama dan rutin yaitu 6-8 bulan. yang bertujuan untuk menjelaskan atau
Bagi penderita TB ada satu hal penting yang mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
harus di perhatikan dan dilakukan, yaitu penelitian. Analisis bivariat dengan
Kepatuhan minum obat sampai dinyatakan menggunakan uji Chi-square, dengan uji
sembuh. Fisher sebagai alternatif apabila hasil tidak
memenuhi syarat kelayakan uji Chi-square.
Dari latar belakang masalah yang ada, Kemudian untuk uji hipotesis dilakukan
penulis merasa perlu untuk melakukan dengan uji statistik Chi-square (X²).
penelitian tentang Faktor-Faktor yang Hipotesis Ho diuji dengan tingkat kemaknaan
Berhubungan dengan Kepatuhan Minum (signifikansi) = 0,05.
Obat oleh Penderita Tuberkulosis (TB) di
Wilayah Kerja Puskesmas Busalangga HASIL
Kecamatan Rote Barat Laut Kabupaten Rote Hubungan antara Tingkat Pengetahuan
Ndao Tahun 2011. dengan Kepatuhan Minum Obat

BAHAN DAN METODE Tabel 1. Hubungan Tingkat Pengetahuan


Lokasi Penelitian dengan Kepatuhan Minum Obat Oleh
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Penderita TB di Wilayah Kerja Puskesmas
Puskesmas Busalangga Kabupaten Rote
Ndao. Waktu penelitian dari bulan Oktober Penge-
Kepatuhan minum obat Jumlah P Value
Tidak = 0,009
2011-Maret 2012. tahuan Patuh %
Patuh
% Total %
Baik 0 0 0 0 0 0
Desain Penelitian Cukup 8 72,7 3 27,3 11 34,4 X²=
Kurang 4 19,0 17 81,0 21 65,6
Jenis penelitian yang digunakan adalah Total 12 37,5 20 62,5 32 100 0,466
kuantitatif dengan menggunakan metode
survei analitik dengan rancang bangun cross
sectional study.

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa hasil


penelitian pada 32 responden dengan

159
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat oleh Penderita Tuberkulosis (TB)

variabel pengetahuan untuk kategori cukup Tabel 3. Hubungan Tingkat Pendidikan


dan yang patuh minum obat sebanyak 8 dengan Kepatuhan Minum Obat Oleh
orang (72,7 %) dan yang tidak patuh minum Penderita TB di Wilayah Kerja Puskesmas
obat sebanyak 3 orang (27,3 %). Sedangkan Busalangga Tahun 2011
untuk kategori kurang dan yang patuh minum
obat sebanyak 4 orang (19 %) dan yang Pendi-
Kepatuhan minum obat Jumlah P Value
Tidak = 0,008
tidak patuh minum obat sebanyak 17 orang dikan Patuh %
Patuh
% Total %
(81 %). Hasil analisis statistik dengan Tinggi 2 100 0 0 2 6,2
menggunakan uji chi square diperoleh nilai p Sedang 4 80 1 20 5 15,6 X²=
Rendah 6 24 19 76 25 78,1
= 0,009 (p < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 Total 12 37,5 20 62,5 32 100 0,471
diterima. Artinya ada hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
minum obat. Besarnya nilai hubungan dari
variabel tingkat pengetahuan adalah 0,466 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa hasil
penelitian pada 32 responden penderita TB
Hubungan antara Sikap dengan dengan variabel pendidikan untuk kategori
Kepatuhan Minum Obat tinggi dan yang patuh minum obat sebanyak
2 orang (100%) dan yang tidak patuh tidak
Tabel 2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan ada. Untuk kategori sedang dan yang patuh
Minum Obat Oleh Penderita TB di Wilayah minum obat sebanyak 4 orang (80 %) dan
Kerja Puskesmas Busalangga yang tidak patuh sebanyak 1 orang (20 %).
Sedangkan untuk kategori rendah dan yang
Kepatuhan minum obat Jumlah P Value patuh minum obat sebanyak 6 orang (24 %)
Sikap
Patuh %
Tidak
% Total %
= 0,170 dan yang tidak patuh sebanyak 19 orang (76
Patuh
Positif 8 53,3 7 46,7 15 46,9
%). Hasil analisis statistik dengan
Negatif 4 23,5 13 76,5 17 53,1 X²= menggunakan uji chi square diperoleh nilai
Total 12 37,5 20 62,5 32 100 p= 0,008 (p < 0,05), maka H0 ditolak dan H1
0,294
diterima. Artinya ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kepatuhan minum
obat. Besarnya nilai hubungan dari variabel
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa hasil pendidikan adalah 0,471.
penelitian pada 32 responden penderita TB
dengan variabel Sikap untuk kategori positif Hubungan Peran PMO dengan Kepatuhan
dan yang patuh minum obat sebanyak 8 Minum Obat
orang (53,3 %) dan yang tidak patuh minum
obat sebanyak 7 orang (46,7 %). Sedangkan Tabel 4. Hubungan Peran PMO dengan
untuk kategori negatif dan yang patuh minum Kepatuhan Minum Obat Oleh Penderita TB
obat sebanyak 4 orang (23,5 %) dan yang di Wilayah Kerja Puskesmas Busalangga
tidak patuh minum obat sebanyak 13 orang Tahun 2011
(76,5 %). Hasil analisis statistik dengan
menggunakan uji chi square diperoleh nilai Peran
Kepatuhan minum obat Jumlah P
Tidak Value
p= 0,170 (p > 0,05), maka H0 diterima dan H1 PMO Patuh %
Patuh
% Total %
=
ditolak. Artinya tidak ada hubungan antara Berperan 8 88,9 1 11,1 9 28,12 0,001
sikap dengan kepatuhan minum obat Tidak 4 17,4 19 82,6 23 71,87 X²=
berperan
penderita TB. Besarnya nilai hubungan dari Total 12 37,5 20 62,5 32 100 0,533
variabel sikap adalah 0,294.

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa hasil


Hubungan Tingkat Pendidikan dengan penelitian dengan variabel Peran PMO untuk
Kepatuhan Minum Obat kategori berperan dan yang patuh minum
obat sebanyak 8 orang (88,9 %) dan yang
tidak patuh sebanyak 1 orang (11,1 %).

160
MKM Vol. 07 No. 02 Juni 2013

Sedangkan untuk kategori tidak berperan penyuluhan tentang kesehatan khususnya


dan yang patuh minum obat sebanyak 4 tentang penyakit TB jarang dilakukan.
orang (17,4 %) dan yang tidak patuh Penyuluhan kesehatan dilakukan 1 (satu) kali
sebanyak 19 orang (82,6 %). Hasil analisis dalam 1 (satu) tahun saja, itupun hanya
statistik dengan menggunakan uji chi square untuk 1 (desa). Hal ini disebabkan karena
diperoleh nilai p= 0,001 (p < 0,05), maka H 0 kurangnya dukungan dana untuk
ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan menjalankan program kesehatan, khususnya
antara peran PMO dengan kepatuhan minum untuk melakukan penyuluhan sehingga
obat. Besarnya nilai hubungan dari variabel berdampak pada minimnya pengetahuan
peran PMO adalah 0,533. yang dimiliki masyarakat akan penyakit TB.
Makin rendah pengetahuan penderita
BAHASAN tentang bahaya penyakit TB untuk dirinya,
Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan keluarga dan masyarakat disekitarnya maka
dengan Kepatuhan Minum Obat pada besar pula bahaya penderita untuk
Penderita TB menularkan penyakit TB kepada orang-orang
disekitarnya baik dirumah maupun ditempat
Pengetahuan didapat melalui proses belajar kerjanya. Untuk keluarga dan orang-orang
dan penginderaan terhadap suatu obyek, disekitarnya, sebaiknya pengetahuan yang
yang dalam hal ini berhubungan dengan baik tentang penyakit TB akan menolong
kepandaian yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat dalam menghindarinya (Entjang
individu. Penginderaan terjadi melalui panca dalam Subijakto, 2011). Selain itu PMO yang
indera manusia yakni indera penglihatan, tidak berperan dalam memberikan
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. penyuluhan tentang penyakit TB kepada
Pengetahuan atau kognitif merupakan penderita karena PMO sendiri tidak pernah di
domain yang sangat penting untuk berikan training/pembekalan sebelum
membentuk tindakan seseorang mereka mendampingi pasien minum obat.
(Notoatmodjo, 2003). Semakin tinggi tingkat Tugas PMO untuk memberikan penyuluhan
pengetahuan seseorang semakin besar kepada penderita dan keluarga tidak pernah
kemungkinan untuk patuh pada suatu dilaksanakan.
program pengobatan (Niven, 2000).
Informasi yang diperoleh dari berbagai
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada sumber akan mempengaruhi tingkat
hubungan antara tingkat pengetahuan pengetahuan seseorang. Seseorang
dengan perilaku kepatuhan minum obat pada memperoleh banyak informasi maka ia
penderita TB yaitu nilai p = 0,009 (p < 0,05), cenderung mempunyai pengetahuan lebih
maka H0 ditolak dan H1 diterima. Besarnya luas (Notoatmodjo, 2003). Cara terbaik
nilai hubungan dari variabel tingkat mengubah perilaku adalah dengan
pengetahuan adalah 0,466. Penelitian ini memberikan informasi serta diskusi dan
sesuai dengan hasil penelitian Heriyono partisipasi dari penderita. Perilaku penderita
pada tahun 2004, yang menyatakan bahwa untuk lebih patuh dibutuhkan driving force
salah satu faktor yang berhubungan dengan dengan menggalakkan persuasi dan
kepatuhan penderita tuberkulosis paru memberi informasi (teori Force Field Analysis
adalah pengetahuan. Semakin tinggi dari Lewis).
pengetahuan penderita maka semakin tinggi
pula kepatuhan minum obat yang dilakukan.Analisis Hubungan Sikap dengan
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa TB
sebanyak 21 orang (65,62%), memiliki
tingkat pengetahuan yang kurang kemudian Sikap merupakan reaksi atau respons yang
tingkat pengetahuan cukup sebanyak 11 masih tertutup dari seseorang terhadap
orang (34,37%) dan tidak ada responden suatu stimulasi atau objek. Sikap secara
yang memiliki tingkat pengetahuan baik. nyata menunjukkan konotasi adanya
Pengelola program TB mengatakan bahwa kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

161
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat oleh Penderita Tuberkulosis (TB)

yang dalam kehidupan sehari-hari responden yang tidak patuh dalam minum
merupakan suatu reaksi yang bersifat obat TB.
emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian diketahui bahwa untuk untuk
pemeriksaan dahak dan pengambil obat
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa diketahui bahwa 70 % (22 responden)
responden terbanyak memiliki sikap negatif responden tidak rutin melakukannya. Ada
terhadap penyakit TB yaitu sebanyak 17 beberapa faktor yang membuat penderita
orang (53,12%) dan sisanya 15 responden tidak datang mengambil obat dan melakukan
(46,87%) memiliki sikap yang positif terhadap pemeriksaan ulang dahak di puskesmas,
penyakit TB. Hasil analisis statistik dengan yaitu: (1). Jarak rumah dan puskesmas yang
menggunakan uji chi square diperoleh nilai cukup jauh. Hasil penelitian diketahui bahwa
p= 0,170 (p > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ada 70 % yang letak rumahnya cukup jauh
ditolak. Artinya tidak ada hubungan antara dengan Puskesmas sehingga membuat
sikap dengan perilaku kepatuhan minum penderita tidak rutin untuk mengambil obat
obat penderita TB. Besarnya nilai hubungan jika sudah 1 (satu) bulan pengobatan. (2).
dari variabel sikap adalah 0,294. Hasil sarana transportasi yang masih sangat
penelititan ini tidak sesuai dengan hasil minim. Hasil penelitian di ketahui bahwa
penelitian Heriyono tahun 2004, yang sarana transportasi untuk mendukung pasien
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mencapai sarana pelayanan kesehatan, yaitu
berhubungan dengan kepatuhan penderita Puskesmas Busalangga sangat jarang.
tuberkulosis paru adalah sikap. Terbukti dari minimnya mobil angkutan umum
yang beroperasi di Kabupaten Rote Ndao.
Menurut Azwar tahun 2005, salah satu faktor Hasil pengamatan diketahui bahwa belum
yang mempengaruhi Sikap adalah Pengaruh adanya pertamina yang dibangun di
orang lain yang dianggap penting dan faktor Kabupaten Rote Ndao untuk mengisi bahan
emosional. Hasil penelitian menunjukkan bakar kendaraan bermotor. Hal ini
bahwa masih kurangnya dukungan dari berdampak pada minimnya kendaraan umum
keluarga sebagai PMO kepada responden, yang beroperasi seperti angkutan kota
sehingga membuat responden tidak patuh maupun ojek. Walaupun ada penjual bensin
dalam minum obat, tidak rutin untuk eceran tetapi harganya cukup mahal yaitu
mengambil obat jika sudah 1 (satu) bulan 6.000-7.000 per botol. (3). Biaya transportasi
pengobatan dan tidak rutin untuk melakukan yang cukup mahal. Berdasarkan hasil
pemeriksaan dahak, walaupun sebenarnya penelitian diketahui bahwa 70% penderita ke
keinginan mereka untuk sembuh sangatlah puskesmas menggunakan ojek yang bayaran
besar. PMO belum melakukan tugas dan cukup mahal (15.000-25.000 rupiah) untuk
tanggungjawabnya dengan baik sehingga sekali jalan, sehingga membuat penderita
berdampak pada minimnya pengetahuan tidak rutin untuk pergi mengambil obat jika
responden akan penyakit TB serta masih sudah 1 (satu) bulan pengobatan, serta tidak
kurangnya usaha yang dilakukan untuk rutin untuk melakukan pemeriksaan ulang
menjadi sembuh. Menurut H. Becker dan dahak, walaupun mereka sebenarnya
Lois A. Maiman (1995) yang dikutip oleh mempunyai keinginan yang besar untuk
Sudarma (2008), perilaku Kesehatan sembuh.
seseorang terdiri atas unsur-unsur yang
salah satu diantaranya adalah suatu “kunci” Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan
untuk melakukan tindakan kesehatan yang dengan Kepatuhan Minum Obat pada
tepat, baik dari sumber internal (misalnya Penderita TB
gejala penyakit) maupun eskternal (misalnya
interaksi personal, komunikasi massa). Dari Pendidikan adalah suatu usaha untuk
hasil penelitian diketahui bahwa masih mengembangkan kepribadian dan
kurangnya interaksi personal yang dilakukan kemampuan di dalam dan di luar sekolah
oleh responden dengan PMO untuk saling dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mendukung sehingga masih banyak mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

162
MKM Vol. 07 No. 02 Juni 2013

pendidikan seseorang maka makin mudah Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
orang tersebut untuk menerima informasi. responden terbanyak memiliki PMO yang
Seseorang yang berpendidikan tinggi akan tidak berperan sebanyak 23 orang (71,87%)
cenderung untuk mendapatkan informasi, dan berperan sebanyak 9 orang (28,12%).
baik dari orang lain maupun dari media Hasil analisis statistik dengan menggunakan
massa. Semakin banyak informasi yang uji chi square diperoleh nilai p= 0,001 (p <
masuk semakin banyak pula pengetahuan 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima.
yang didapat tentang kesehatan Artinya ada hubungan antara peran PMO
(Notoatmodjo, 2003). dengan perilaku kepatuhan minum obat.
Besarnya nilai hubungan dari variabel peran
Berdasarkan hasil penelitian diketahui 25 PMO adalah 0,533. Hasil penelitian ini sesuai
responden (78,12%) memiliki tingkat dengan hasil penelitian Heriyono tahun 2004,
pendidikan rendah, 5 responden (15,62%) yang menyatakan bahwa salah satu faktor
memiliki tingkat pendidikan sedang dan ada yang berhubungan dengan kepatuhan
2 responden (6,25%) yang memiliki tingkat penderita tuberkulosis paru adalah dukungan
pendidikan tinggi. Hasil analisis statistik Pengawas Minum Obat (PMO).
dengan menggunakan uji chi square
diperoleh nilai p= 0,008 (p < 0,05), maka H 0 Hasil penelitian diketahui bahwa : PMO tidak
ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan mendapat pelatihan khusus atau training
antara tingkat pendidikan dengan perilaku untuk menjadi PMO, sehingga PMO tidak
kepatuhan minum obat. Besarnya nilai mengerti dan tidak mengetahui tugasnya
hubungan dari variabel pendidikan adalah yang sebenarnya. Tidak ada PMO yang
0,471. Penelitian ini sesuai dengan hasil memegang maupun membuat jadwal untuk
penelitian Heriyono pada tahun 2004, yang mengontrol waktu pengobatan dari penderita
menyatakan bahwa salah satu faktor yang TB, serta tugas PMO untuk melakukan
berhubungan dengan kepatuhan penderita penyuluhan kepada pasien tidak pernah
tuberkulosis paru adalah pendidikan. dilakukan. PMO semuanya berasal dari
keluarga penderita yang ditunjuk oleh
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pengelola program TB di Puskesmas
pendidikan dimana diharapkan seseorang Busalangga. PMO hanya mengetahui
dengan pendidikan tinggi, maka orang tugasnya untuk memastikan penderita
tersebut akan semakin luas pula minum obat, itupun tidak dilaksanakan
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan dengan sebaik-baiknya. Terbukti dari masih
bahwa seorang yang berpendidikan rendah banyaknya penderita yang tidak patuh dalam
tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah minum obat.
pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi Hasil penelitian Mukhsin tahun 2008
juga dapat diperoleh pada pendidikan non menunjukkan bahwa, ada perbedaan
formal (Anonim, 2010). bermakna secara statistik antara keteraturan
minum obat pada penderita TB paru yang
ada PMO dibandingkan dengan yang tidak
ada PMO. Penderita yang mempunyai PMO
Analisis Hubungan Peran PMO dengan lebih besar untuk menjadi teratur dalam
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita minum OAT dibandingkan dengan penderita
TB yang tidak mempunyai PMO.

PMO (Pengawas Minum Obat) adalah Menurut hasil penelitian Heriyono tahun
seseorang yang dekat dengan pasien TB dan 2004, salah satu faktor yang berhubungan
dengan sukarela mau terlibat dalam dengan kepatuhan penderita tuberkulosis
pengobatan pasien TB hingga dinyatakan paru adalah dukungan PMO. Pengawasan
sembuh oleh tenaga kesehatan. perlu dilakukan secara rutin oleh PMO agar
pasien dapat patuh minum obat dan bisa
sembuh dari penyakitnya. Pengawasan

163
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat oleh Penderita Tuberkulosis (TB)

adalah tindakan untuk memperhatikan dan Busalangga karena kerja sama dengan
melihat bagaimana suatu peraturan yang Dinkes dalam penyediaan obat TB.
berlaku tersebut dijalankan atau tidak. Pada
kepatuhan minum obat, pengawasan dapat Meningkatkan kepatuhan minum obat perlu
dilakukan oleh petugas kesehatan atau dilakukan pemberian motivasi yang terus
keluarga dari pasien yang menderita sakit. menerus kepada pasien baik oleh petugas
Pengawasan tersebut dapat berupa kesehatan maupun pengawas menelan obat
peringatan atau anjuran untuk selalu dirumah agar pasien dapat minum obat
mematuhi waktu dan dosis yang telah secara teratur (Muarif, 2005).
dianjurkan untuk meminum obat tersebut Penanggulangan masalah TB di Indonesia,
(Joniyansah, 2008). Tujuan pengobatan pada strategi DOTS yang direkomendasikan oleh
penderita tuberkulosis bukanlah sekedar WHO merupakan pendekatan yang paling
memberikan obat saja, akan tetapi tepat untuk saat ini, dan harus dilakukan
pengawasan serta memberikan pengetahuan secara sungguh-sungguh dimana salah satu
tentang penyakit TB perlu di lakukan oleh komponen dari strategi DOTS tersebut
PMO. Hendaknya petugas kesehatan adalah pengobatan dengan panduan OAT
memberikan penyuluhan kepada penderita jangka pendek dengan pengawasan
dan keluarganya serta memberikan pelatihan langsung oleh PMO (Muchid, 2005).
bagi PMO agar penderita mengetahui
resiko-resiko jika tidak patuh minum obat SIMPULAN DAN SARAN
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan SIMPULAN
untuk berobat secara tuntas (Joniyansah, Berdasarkan hasil penelitian dapat
2008). disimpulkan bahwa ada hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
Apabila pengobatan terputus tidak sampai minum obat pada penderita TB, tidak ada
enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan hubungan antara sikap dengan kepatuhan
kambuh kembali penyakitnya dan kuman minum obat pada penderita TB, ada
tuberkulosis menjadi resisten sehingga hubungan antara tingkat pendidikan dengan
membutuhkan biaya besar untuk kepatuhan minum obat pada penderita TB,
pengobatannya (Hiswani, 2002). Pengelola Ada hubungan antara peran PMO dengan
program TB di puskesmas Busalangga lebih kepatuhan minum obat pada penderita TB
berperan bila dibandingkan dengan PMO.
Hal ini di sebabkan karena, Pengelola SARAN
Program TB di Puskesmas Busalangga Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Rote Ndao
menggunakan sistem “Jemput Bola” dimana dan Puskesmas Busalangga agar perlu
langsung mengantarkan obat ke rumah melakukan kerja sama dengan Pemerintah
pasien jika pasien tidak datang mengambil untuk melakukan pelatihan atau sosialisasi
obat ke puskesmas jika sudah 1 (satu) bulan kepada PMO, bagi masyarakat agar perlu
pengobatan serta memberikan dukungan melakukan pencegahan terhadap penularan
dan pengertian kepada penderita agar patuh penyakit TB, dan bagi peneliti lain agar
dalam minum obat. Walaupun Pengelola TB mengkaji lebih dalam mengenai peran PMO
sudah pergi mengantarkan obat ke rumah dan dukungan keluarga dengan perilaku
Penderita ternyata masih ada penderita yang kepatuhan minum obat pada penderita TB.
tidak patuh minum obat. Selanjutnya, Selain itu, bisa juga mengkaji dari faktor
melakukan penjaringan untuk mengetahui sosio-demografi dan sosio-ekonomi
Penderita TB di wilayah kerja Puskesmas penderita dengan perilaku kepatuhan minum
Busalangga. Penjaringan dilakukan 3 (tiga) obat.
bulan sekali. Jika didapati ada yang
menunjukkan gejala penyakit TB maka akan DAFTAR PUSTAKA
langsung dilakukan pemeriksaan dahak dan Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan
jika terbukti maka akan diberikan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
pengobatan. Selain itu, Persediaan obat TB Pelajar
yang tidak pernah abis di Puskesmas

164
MKM Vol. 07 No. 02 Juni 2013

Azwar, Azrul. dkk. 2003. Metodologi Notoatmodjo, Soekidjo . 2005. Metodologi


Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Masyarakat. Batam : Binarupa Aksara Cipta
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistik untuk Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT
Jakarta : Buku Kedokteran EGC Rineka Cipta
Depkes RI. 2000. Pedoman Nasional Puskesmas Busalangga. 2012. Profil
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Kesehatan Puskesmas Busalangga tahun
Depkes RI 2011. Puskesmas Busalangga :
Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Kabupaten Rote Ndao
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Riyanto, A. 2010. Pengolahan Dan Analisis
Depkes RI Data Kesehatan, Yogyakarta : Nuha
Dinkes Kabupaten Rote Ndao, 2011. Profil Medika
Kesehatan Kabupaten Rote Ndao Tahun Subijakto. 2011. Hubungan pengetahuan
2010. Rote Ndao : Pemda Rote Ndao tentang tuberculosis paru dengan
Dinkes Provinsi NTT, 2011. Profil Kesehatan kepatuhan berobat pasien Tuberculosis
Provinsi NTT. Kupang : Dinkes Provinsi paru di puskesmas Mejayan.
Hiswani, 2002. Tuberculosis merupakan http://subijakto25.blog.com/2011/04/11/pro
penyakit infeksi yang masih menjadi posal-skripsi - tuberculosis- paru /
masalah kesehatan masyarakat http : // (diakses pada tanggal: 30 Januari 2012
library. Use. ac. id / download/fkm/fkm- pukul 15.00 Wita).
hiswani6. Pdf (diakses pada tanggal 19 Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk
Maret 2012 pukul 14.00 Wita) Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
Heriyono . 2004. Faktor-faktor yang Tahitu, Ritha, dkk. 2006. Faktor Risiko
berhubungan dengan kepatuhan Kegagalan Konversi pada Penderita
penderita tuberkulosis paru melakukan Tuberkulosis Paru BTA Positif Baru di
pemeriksaan ulang dahak pada akhir Kota Ambon Provinsi Maluku Tahun 2006.
pengobatan tahap intensif di puskesmas (artikel ilmiah). Ambon : Depkes Maluku
wonosobo kabupaten wonosobo (tesis). Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial (Suatu
Semarang : Universitas Diponegoro. Pengantar). Yogyakarta : Andi
http://eprints.undip.ac.id/6126/(diakses
tanggal 19 Maret 2012 pukul 14.00 Wita)
Joniyansah. 2008. Kepatuhan Minum Obat
Pada Penderita TB Paru.
http://syopian.net/blog/?p=1091 (diakses
pada tanggal: 30 Januari 2012 pukul
15.00 Wita).
Muchid, Abdul. 2005. Pharmaceutical care
untuk penyakit Tuberkulosis. Jakarta :
Depkes RI
Muarif, Syamsul. 2005. Faktor Yang
Berhubungan Antara Kesembuhan
Pengobatan TB Paru dengan OAT
Strategi DOTS di Puskesmas Burneh
Bangkalan (Skripsi): Universitas
Airlangga
Niven, N. 2002. Psikologi Kesehatan :
Pengantar untuk perawat dan proesional
kesehatan lain. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT
Rineka Cipta

165

You might also like