You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan ini ditandai oleh
meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan
lapangan pandang. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekstravasasi (penggaungan/cupping) serta
degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak.
Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan
karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan. Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi
penduduk. Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, tingkat
resiko menderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir separuh penderita glaukoma tidak
menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.
Glaukoma tidak hanya disebabkan oleh tekanan yang tinggi di dalam mata. Sembilan
puluh persen (90%) penderita dengan tekanan yang tinggi tidak menderita glaukoma, sedangkan
sepertiga dari penderita glaukoma memiliki tekanan normal.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis), Glaukoma
primer sudut tertutup (sempit / akut), Glaukoma sekunder, dan glaukoma kongenital (Glaukoma
pada bayi).

1
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI


2.1 Anatomi Sudut Filtrasi

Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan pengaturan
tekanan intraokuler. Hal ini disebabkan karena pengaliran cairan aquos harus melalui bilik
mata depan terlebih dahulu sebelum memasuki kanal Schlemm. Bilik mata depan dibentuk
oleh persambungan antara kornea perifer dan iris.
Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Anatomi sudut filtrasi
terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang
menghubungkan akhir dari membran descement dan membran Bowman, lalu ke posterior
0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal schlemn dan trabekula sampai ke bilik mata
depan. Akhir dari membran descement disebut garis schwalbe.
Limbus terdiri dari 2 lapisan, epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali setebal epitel kornea.
Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a. siliaris anterior.
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan menuju
ke belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke skle-
ralspur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m. siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju jaringan
pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju depan
trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan seluruhnya
diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga ada darah
di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar.
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada dinding sebelah dalam
terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula

2
dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke
pleksus vena didalam jaringan sklera dan episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar.

2.2 Fisiologi Humor Aqueous

2.2.1 Produksi Cairan Aquos


Cairan aquos diproduksi epitel non pigmen dari korpus siliaris, tepatnya dari
plasma darah di jaringan kapiler proccesus siliaris. Fungsi Cairan aquos adalah : Sebagai
cairan yang mengisi bilik mata depan, cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan
intraokuler, memberi nutrisi ke kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola mata
anterior. Volumenya sekitar 250 µL dengan jumlah yang diproduksi dan dikeluarkan
setiap harinya berjumlah 5 mL/hari. Cairan ini bersifat asam dengan tekanan osmotik
yang lebih tinggi dibandingkan plasma.

Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar) :

1. Transpor aktif (sekresi)


Transpor aktif menggunakan energi untuk memindahkan substansi melawan
gradien elektrokimia dan tidak bergantung pada tekanan. Ciri-ciri tepatnya ion atau ion-
ion yang ditranspor tidak diketahui, akan tetapi sodium, klorida, potasium, asam askorbat,
asam amino dan bikarbonat ikut terlibat. Transpor aktif diperhitungkan untuk sebagian
besar produksi akueus dan melibatkan, setidaknya sebagian, aktivitas enzim carbonic

3
anhydrase II dan Na+K+ pump diaktivasi ATPase.

2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltasi berkenaan dengan pergerakan yang bergantung pada tekanan
sepanjang gradien tekanan. Pada prosesus siliaris, tekanan hidrostatik dibedakan antara
tekanan kapiler dan tekanan intraokular yang menyokong pergerakan cairan kedalam
mata, sedangkan gradien onkotik diantara keduanya menghambat pergerakan cairan.
Hubungan antara sekresi dan ultrafiltrasi tidak diketahui.

3. Difusi
Difusi adalah pergerakan pasif ion-ion melewati membran yang berhubungan
dengan pengisian. Sodium sangat bertanggungjawab untuk pergerakan cairan kedalam
camera oculi posterior.

Supresi Pembentukan Akueus

Mekanisme aksi dari beberapa kelas obat-obatan yang menekan pembentukan


akueus – penghambat karbonik anhidrase, β-adrenergik antagonis (β-bloker) dan α2-
agonis – tidak sepenuhnya dipahami. Peranan enzim karbonik anhidrase sangat
diperdebatkan. Fakta memberi kesan bahwa ion bikarbonat secara aktif disekresi didalam
mata; jadi fungsi enzim tersebut mungkin untuk menyediakan ion ini. Karbonik anhidrase
mungkin juga menyediakan ion bikarbonat ataupun ion hidrogen untuk sistem penyangga
intrasel.

Fakta terkini mengindikasikan bahwa β2-reseptor merupakan reseptor adrenergik


yang paling lazim berada dalam epitel silier. Namun arti dari temuan ini tidak jelas, tapi
antagonis β-adrenergik dapat mempengaruh transpor aktif dengan menyebabkan
penurunan baik efisiensi pompa Na+K+ maupun jumlah kedudukan pompa.

Humor aquos diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrasi plasma yang dihasilkan
di stroma prosesus siliaris dimodofikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel
siliaris. Setelah masuk ke bilik mata belakang, humor aquos mengalir melalui pupil ke
bilik mata depan Lalu ke jalinan trabekular di sudut bilik mata depan. Selama periode ini,
terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di iris.

4
Kecepatan produksi cairan aquos diukur dalam satuan mikroliter per menit
(µL/menit). Para peneliti di Amerika Serikat melakukan penelitian terhadap 300 orang
dengan tekanan intraokuler normal yang berusia antara 3 sampai 38 tahun dengan
menggunakan teknik penyaringan (scan) fluorofotometri. Dalam penelitian tersebut
didapat bahwa kecepatan rata-rata aliran cairan aquos pada jam 8.00 – 16.00 berkisar
antara 2,75 ± 0.63 µL/menit sehingga didapat batas normal produksi cairan aquos sekitar
1,8 –4,3 µL/menit. Kecepatan ini dalam sehari dapat bervariasi yang disebut dengan
variasi diurnal yaitu kecepatan selama tidur ±1,5 kali lebih cepat dari pada pagi hari.

2.2.2 Komposisi Cairan Aquos


Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan bilik
mata belakang. Humor akueus dibentuk dari plasma didalam jalinan kapiler prosesus
siliaris. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisinya serupa
dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan
laktat yang lebih tinggi; dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah. Unsur pokok
dari humor akueus normal adalah air (99,9%), protein (0,04%) dan lainnya dalam
milimol/kg adalah Na+ (144), K+ (4,5), Cl- (110), glukosa (6,0), asam laktat (7,4), asam
amino (0,5) dan inositol (0,1). Normal produksi rata-rata adalah 2,3 µl/menit.

5
2.2.3 Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos
Humor akuous diproduksi oleh epitel non pigmen dari korpus siliaris dan
mengalir ke dalam bilik posterior, kemudian masuk diantara permukaan posterior iris
menilai sudut pupil.

Selanjutnya masuk ke bilik anterior. Humor akuous keluar dari bilik anterior
melalui dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non
trabekula).

1.Jalur trabekulum (konvensional)

Kebanyakan humor akueus keluar dari mata melalui jalur jalinan trabekula-
kanal Schlemm-sistem vena. Jalinan trabekula dapat dibagi kedalam tiga
bagian :

- Uveal

- Korneoskleral

- Jukstakanalikular

Tahanan utama aliran keluar terdapat pada jaringan juksta kanalikular. Fungsi
jalinan trabekula adalah sebagai katup satu jalan yang membolehkan akueus
meninggalkan mata melalui aliran terbesar pada arah lain yang tidak bergantung pada
energi. Akueus bergerak melewati dan diantara sel endotelial yang membatasi dinding
dalam kanal Schlemm. Sekali berada dalam kanal Schlemm, akueus memasuki saluran
kolektor menuju pleksus vena episklera melalui kumpulan kanal sklera.

2. Jalur uveosklera (nonkonvensional)

Pada mata normal setiap aliran non-trabekular disebut dengan aliran uveoskleral.
Mekanisme yang beragam terlibat, didahului lewatnya akueus dari camera oculi anterior
kedalam otot muskularis dan kemudian kedalam ruang suprasiliar dan suprakoroid.
Cairan kemudian keluar dari mata melalui sklera yang utuh ataupun sepanjang nervus dan
pembuluh darah yang memasukinya. Aliran uveoskleral tidak bergantung pada tekanan.
Aliran uveoskleral ditingkatkan oleh agen sikloplegik, adrenergik, dan prostaglandin dan
beberapa bentuk pembedahan (misal siklodialisis) dan diturunkan oleh miotikum.

6
Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di
dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga
berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut.
Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan
dalam bola mata (tekanan intra okuler).

7
Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata cairan
aqueous diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui system drainase
mikroskopik.

Kecepatan pembentukan cairan aquos dan hambatan pada mekanisme pengaliran


keluarnya menentukan besarnya tekanan intraokuler. Normalnya tekanan di dalam bola
mata berkisar antara 10-20 mmHg.

Peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi akibat produksi cairan aquos yang
meningkat misalnya pada reaksi peradangan dan tumor intraokuler atau karena aliran
keluarnya yang terganggu akibat adanya hambatan pada pratrabekular, trabekular atau
post trabekular.

Resistensi utama terhadap aliran keluar humor aquous dari COA adalah lapisan
endotel saluran schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekula di dekatnya, bukan dari
sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar
minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.

2.2.4 Faktor yang mempengaruhi tekanan intraokuler (TIO)


Variasi tekanan intraokular dengan sejumlah faktor termasuk berikut ini :

 Waktu siang
 Detak jantung
 Pernafasan
 Intake cairan

8
 Medikasi sistemik
 Obat-obatan topical

Konsumsi alkohol menghasilkan penurunan tekanan intraokular yang bersifat


sementara. Kafein dapat menyebabkan peningkatan kecil sementara pada tekanan
intraokular. Tekanan intraokular akan lebih tinggi ketika pasien berbaring daripada
berdiri. Beberapa orang mengalami peningkatan tekanan intraokular berlebihan ketika
mereka dalam posisi berbaring dan kecenderungan ini mungkin penting dalam
patogenesis beberapa bentuk glaukoma. Tekanan intraokular biasanya meninggi seiring
usia dan dipengaruhi oleh genetik. Biasanya ada kecenderungan peninggian tekanan
intraokular pada pagi hari dan terjadi penurunan pada sore hari; hal ini telah dihubungkan
dengan variasi diurnal pada tingkat kortisol plasma.

9
BAB III

GLAUKOMA

3.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang demikian tinggi atau
tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada
sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta.

3.2 Epidemiologi Glaukoma


Diseluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tertinggi, 2%
penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat juga didapatkan
pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita.
Di seluruh dunia, kebutaan menempati urutan ketiga sebagai ancaman yang menakutkan
setelah kanker dan penyakit jantung koroner. Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada
usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan
penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan
meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus
glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut
tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang

10
Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit
hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih.
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat pertama untuk
kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di Indonesia
mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui negara Asia lainnya seperti
Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3%. Menurut Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak
(0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan
dengan usia lanjut (0,38%).

3.3 Faktor Resiko

1. Tekanan intarokuler yang tinggi

Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.


Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah
dapat merusak saraf optik.

2. Umur

Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari


populasi 40 tahun yang terkena glaukoma

3. Riwayat glaukoma dalam keluarga

Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita galukoma mempunyai risiko 6


kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik
kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.

4. Obat-obatan

Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata yang mengandung
steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya glaukoma.

5. Riwayat trauma pada mata

6. Riwayat penyakit lain

11
Riwayat penyakit Diabetes, Hipertensi

3.4 Klasifikasi
3.4.1 Klasifikasi berdasarkan etiologi
a. Primer
Bila keadaan tersebut dimulai dengan terjadinya obstruksi saluran keluar humor
aqueous (anyaman trabekulum) yang disertai peningkatan tekanan intraokular,
baik sudut bilik mata terbuka, tertutup atau terjadinya kelainan kongenital.
Keadaan ketiga kejadian tersebut tidak disertai adanya kontribusi dari patologi
baik di mata maupun sistemik atau penyebab terjadinya kelainan tersebut tidak
diketahui. Pada umumnya kelainan glaukoma mengenai kedua mata serta
dihubungkan oleh adanya faktor keturunan (genetik).
b. Sekunder
Bila penyebabnya diketahui, baik berasal dari matanya maupun penyakit sistemik.
Glaukoma ini biasanya unilateral tapi mungkin pula dapat terjadi dikedua mata.
Sebagian mungkin berhubungan dengan genetik (glaukoma yang disebabkan
pemakaian steroid jangka panjang) atau disebabkan dari kelainan yang didapat
(contoh: sindroma stuger weber)
3.4.2 Klasifikasi berdasarkan mekanisme
Klasifikasi ini diceetuskan pertama kali oleh Barkan;
a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks kronis) bila semua struktur sudut
bilik mata depan (anyaman trabekulum, skleral spur dan badan siliar) terlihat pada
pemeriksaan gonioskopi.
b. Glaukoma sudut tertutup, bila sebagian (1800 - 2700) anyaman trabekula tidak
terlihat saat pemeriksaan gonioskopi dinamis.
c. Glaukoma developmental/perkembangan, bila terjadi anomali perkembangan
mata di segmen anterior.

12
3.4.3 Vaughen mengklasifikasikan glaucoma menjadi:

1. Glaukoma Primer
a) Glaucoma sudut terbuka (glaucoma simpleks).
b) Glaucoma sudut sempit.
2. Glaukoma Kongenital
a) Primer atau infantile
b) Menyertai kelainan congenital lainnya
3. Glaucoma sekunder
a) Perubahan lensa
b) Kelainan uvea
c) Trauma
d) Bedah
e) Rubeosis
f) Steroid dan lainnya.
4. Glaucoma absolut

Dari pembagian diatas dapat dikenal glaucoma dalam bentuk-bentuk:

1. Glaucoma sudut sempit primer dan sekunder, (dengan blockade pupil atau tanpa blockade
pupil)
2. Glaucoma sudut terbuka primer dan sekunder.
3. Kelainan pertumbuhan, primer (congenital, infantile, juvenile), sekunder (kelainan
pertumbuhan lain pada mata.

3.5 Glaukoma Primer


Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang merupakan
penyebab glaukoma. Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan
glaukoma, seperti;
1. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis
bilik mata yang menyempit.

13
2. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(goniodisgenesis), berupa trubekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis
dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.
Trabekulodisgenesis adalah:
- Barkan menemukan membran yang persisten menutupi permukaan trabekula.
- Iris dapat berinsersi pada permukaan trabekula tepat pada skleral spur atau agak lebih ke
depan.
- Goniodisgenesis.
Glaukoma primer bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata
terbuka ataupun tertutup, pengelompokan ini berguna untuk penatalaksanaan dan penelitian.
Untuk setiap glaukoma diperlukan pemeriksaan gonioskopi.

3.6 Glaukoma Sekunder


Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan
atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau
pada saat itu, yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intaokuler.

Penyakit-penyakit yang diderita tersebut dapat memberikan kelainan pada :

 Badan siliar : luksasi lensa ke belakang


 Pupil : seklusio pupil, glaukoma yang diinduksi miotik
 Sudut bilik mata depan : goniosinekia.
 Saluran keluar aqueous : miopia
Glaukoma sekunder dibagi menjadi dua yaitu :

1. Glaucoma sekunder sudut terbuka


2. Glaucoma sekunder sudut tertutup

Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka

Glaukoma dimana tidak terdapatnya kelainan pada pangkal iris serta kornea perifer
melainkan terhambatnya aliran humor aquos di jalinan trabekuler. Bentuk dari glaukoma
sekunder sudut terbuka antara lain;

14
a. Glaukoma pigmentasi
Sindrom ini tampaknya disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen iris dan korpus
siliaris. Granula pigmen terkelupas dari iris akibat friksi dengan serat-serat zonular di
bawahnya sehingga terjadi transiluminasi iris. Pigmen mengendap di permukaan kornea
posterior (Krukenberg’s spindle) dan tersangkut di jalinan trabekular, mengganggu aliran
keluar humor aquos. Sindrom ini terjadi paling sering pada pria miopia usia antara 25-40
tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.

b. Sindrom pseudo-exfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-endapan bahan berserat mirip serpihan
di permukaan lensa anterior (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat pajanan
terhadap radiasi inframerah, yakni “katarak glass blower’), prosesus siliaris, zonula,
permukaan posterior iris, dam di jalinan trabekular (disertai peningkatan pigmentasi).
Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun.

c. Glaukoma akibat steroid


Kortikosteroid topikal dan periokular dapat menimbulkan sejenis glaukoma yang
mirip dengan glaukoma primer sudut terbuka, terutama pada individu dengan riwayat
penyakit ini pada keluarga dan akan memperparah peningkatan tekanan intraokuler pada
para pengidap glaukoma primer sudut terbuka. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
meningkatnya deposit mukopolisakarida yang terdapat pada humor aquos sehingga
drainasenya terganggu.

d. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior,
sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan
trabekular menjadi oedema dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan
peningkatan mendadak tekanan intraokular.

15
Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup

Glaukoma sekunder sudut tertutup sama halnya dengan glaukoma primer sudut tertutup,
dimana terjadinya peninggian tekanan intraokuler disebabkan adanya hambatan atau blokade
pada trabekular meshwork. Penyebab dari glaukoma sekunder sudut tertutup antara lain ;

a. Uveitis
Pada uveitis, tekanan intraokuler biasanya lebih rendah daripada normal karena
korpus siliaris yang meradang kurang berfungsi dengan baik. Namun, juga dapat terjadi
peningkatan tekanan intraokuler melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan
trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan, disertai edema
sekunder atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan spesifik diarahkan ke sel-
sel trabekula (trabekulitis).

Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi trabekula,


sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut, yang semuanya
meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Sindorm uveitis yang cenderung timbul
karena glaukoma sekunder adalah siklitis heterikromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait
HLA-B27, dan uveitis herpes zoster dan herpes simpleks.

b. Trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini tekanan intraokular
akibat perdarahan ke bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat jalinan
trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera.

3.7 Glaukoma Usia Muda


Glaukoma di usia muda dikenal dalam 2 bentuk, yaitu glaukoma kongenital dan glaukoma
juvenil.

16
3.7.1 Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital atau infantil dapat tidak disertai kelainan mata lain (primer) dan dapat
bergabung dengan suatu sindrom, pasca trauma, pasca operasi, dan radang. Glaukoma kongenital
primer disebabkan oleh gagal atau pembentukan tidak normal dari anyaman trabekulum.

Glaukoma ini biasanya berjalan sporadik. Terdapat 10% dengan pola herediter dan diduga
bersifat autosomal resesif. Prognosis buruk bila gejala telah terlihat sejak lahir. Biasanya
glaukoma kongenital mengenai anak laki.

Gejala mulai dilihat oleh ibu pasien dengan tanda-tanda :

a. Bola mata membesar


b. Edema atau kornea keruh akibat endotel kornea sobek
c. Bayi tidak tahan sinar matahari
d. Mata berair
e. Silau
f. Menjauhi sinar dengan menyembunyikan mata dengan bantal Pengobatan atau pembedahan
sangat perlu segera dilakukan.

3.7.2 Glaukoma Juvenil

Biasanya bersifat herediter yang terdapat pada lengan pendek kromosom 1.

Terlihat sebagai glaukoma sudut terbuka pada usia antara 10 - 35 tahun. Biasanya 35%
menderita miopia tinggi.

3.8 Glaukoma Absolut

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup) dimana sudah terjadi
kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.Pada glaukoma
absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa,
mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering dengan mata buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris,
keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.1

17
3.9 Patofisiologi Terjadinya Glaukoma
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai makanan dan
oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar dari mata melalui anyaman
trabekulum ke Canalis Schlemm. Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh
derajat produksi cairan mata oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari
bola mata. Pada glaukoma tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika
tekanannya diperlukan sekali. Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan
regangan.

1. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa dinding
korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila penekan pada sklera tidak
benar.

2. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan yang rendah
dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada papil optik ketimbang
sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat mengalami robekan
dibawah otot rektus lateral.

3. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri.

Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor oleh
badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui sudut bilik
mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan trabekulum,
keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera. Tekanan intraokuler dianggap
normal bila kurang daripada 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada
tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya

18
glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus,
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya
akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris
memperlihatkan degenerasi hialin.

Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga disebabkan
oleh ; gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada
papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan
ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara
mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah
pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga
terjadi cekungan pada papil saraf optik. Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter
kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak
serta mati. Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen. 2,6

19
Keterangan gambar : Normal dan abnormal aliran humor aquos :

a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah
kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos melewati
anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan ke sirkulasi vena mata.
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini terhalang.
c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran humor
aquos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal).

3.10 Gejala Klinis


a. Fase prodormal (fase nonkongestif)
1) Pengelihatan kabur.
2) Terdapat halo (gambaran pelangi) sekitar lampu.
3) Sakit kepala.
4) Sakit pada mata.
5) Akomodasi lemah.

20
6) Berlangsung ½ - 2 jam.
7) Injeksi perikornea.
8) Kornea agak suram karena edem.
9) Bilik mata depan dangkal.
10) Pupil melebar.
11) Tekanan intraokuler meningkat.
12) Mata dapat normal juga serangan reda.

b. Fase kongestif
1) Sakit kepala yang hebat sampai muntah-muntah.
2) Palpebra bengkak.
3) Konjungtiva bulbi : hiperemia kongesti, kemosis dengan injeksi silier, injeksi
konjungtiva.
4) Kornea keruh.
5) Bilik mata depan dangkal.
6) Iris : gambaran, corak bergaris tidak nyata.
7) Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang midriasis total, warna
kehijauan, refleksi cahaya menurun sekali atau tidak sama sekali.

3.11 Diagnosis Banding


Iritis akut dan konjungtivitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada
glaukoma sudut tertutup bila ada radang mata akut, meskipun pada kedua hal tersebut di atas
jarang disertai bilik mata depan yang dangkal atau tekanan yang meninggi.

1. Pada iriditis akut terdapat lebih banyak fotofobia, tetapi rasa nyerinya kurang jika
dibandingkan dengan glaukoma. Tekanan intraokular normal, pupil kecil dan kornea tidak
sembab. “Flare” dan sel-sel terlihat didalam bilik mata depan, dan terdapat injeksi siliar
dalam (deep ciliary injection).
2. Pada konjungtivitis akut tidak begitu nyeri atau tidak nyeri sama sekali, dan tajam
pengelihatan tidak menurun. Ada kotoran mata dan konjungtiva sangat meradang, tetapi
tidak ada injeksi siliar. Reksi pupil normal, kornea jernih dan tekanan intraokular normal.

21
3. Iridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar dibedakan. Goniuskopi untuk
menentukan jenis sudut sangatlah membantu. Jika pengamatan terganggu dengan adanya
kekeruhan kornea atau kekeruhan didalam bilik mata depan, maka untuk memastikan
diagnosis bisa dilakukan genioskopi pada mata lainnya, dan ini sangat membantu.

3.12 Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis glaukoma dilakukan sejumlah pemeriksaan yang rutin dilakukan pada
seseorang yang mengeluh rasa nyeri di mata, penglihatan dan gejala prodromal lainnya.
Pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan dengan lebih dari satu metode akan lebih
bermakna dibandingkan jika hanya dilakukan 1 kali pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut meliputi:

a. Tajam penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus untuk glaukoma,
namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik, misalnya 6/6 belum berarti
tidak glaukoma.

b. Tonometri

22
Gambar dari: Atlas Ilmu Penyakit Mata karangan Sidarta Ilyas

Tonometri diperlukan untuk memeriksa tekanan intraokuler. Ada 3 macam tonometri,


yaitu:

1. Digital

Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan alat.
Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan
tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari. Hasil pemeriksaan ini diinterpretasikan
sebagai T.N yang berarti tekanan normal, Tn+1 untuk tekanan yang agak tinggi, dan Tn-1
untuk tekanan yang agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini dianggap paling rendah
karena penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.

2. Tonometer Schiøtz

Tonometer Schiøtz ini bentuknya sederhana, mudah dibawa, gampang digunakan


dan harganya murah. Tekanan intraokuler diukur dengan alat yang ditempelkan pada
permukaan kornea setelah sebelumnya mata ditetesi anestesi topikal (pantokain). Jarum
tonometer akan menunjukkan angka tertentu pada skala. Pembacaan skala disesuaikan
dengan kalibrasi dari Zeiger-Ausschlag Scale yang diterjemahkan ke dalam tekanan
intraokuler.

3. Tonometer aplanasi Goldmann

Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu memerlukan slitlamp yang juga
mahal. Meskipun demikian, di dalam komunikasi internasional, hanya tonometri dengan
aplanasi saja yang diakui. Dengan alat ini, kekakuan sklera dapat diabaikan sehingga
hasil yang didapatkan menjadi lebih akurat.

c. Genioskopi

23
Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma. Gonioskopi dapat
menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada
semua pasien yang menderita glaukoma, pada semua pasien suspek glaukoma, dan pada
semua individu yang diduga memiliki sudut bilik mata depan yang sempit. Dengan
gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga dapat
dilihat adanya perlekatan iris bagian perifer ke depan (peripheral anterior sinechiae).

Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua kuadran yang
menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan:

1) Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar.

2) Pita badan siliar, biasanya tampak abu-abu atau coklat.

3) Taji sklera, biasanya tampak sebagai garis putih prominen di alas pita badan shier.

4) Trabekulum meshwork

5) Garis Schwalbe, suatu tepi putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork. Pembuluh
darah umumnya terlihat pada sudut normal terutama pada biru.

24
Gambar dari: American Academy of Ophtalmology

d. Lapang Pandang (perimetry)


Yang termasuk ke dalam pemeriksaan ini
adalah lapangan pandang sentral dan lapangan
pandang perifer. Pada stadium awal, penderita
tidak akan menyadari adanya kerusakan lapangan
pandang karena tidak mempengaruhi ketajaman
penglihatan sentral. Pada tahap yang sudah lanjut,
seluruh lapangan pandang rusak dengan tajam
penglihatan sentral masih normal sehingga
penderita seolah-olah melihat melalui suatu
teropong (tunnel vision).

e. Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus
diperhatikan adalah keadaan papil. Perubahan yang
terjadi pada papil dengan glaukoma adalah
penggaungan (cupping) dan degenerasi saraf optik
(atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih dari 0,3 dari
diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua

25
mata, maka harus diwaspadai adanya ekskavasio glaukoma.

Gambar 1. Diskus optikus Gambar 2. Rasio C/D pada Gambar 3. ‘Cup’ nervus
normal. Lihat batas tegas dari nervus optikus ini mendekati optikus yang bersifat
diskus optikus, demarkasi 0,6. Hubungan klinis dengan glaukomatous. ‘Cup’ pada
yang jelas dari ‘cup’, dan riwayat dari pasien dan juga nervus optikus ini membesar
warna pink cerah dari sisi pemeriksaan menunjukkan sampai 0,8, dan terdapat
neuroretinal. bahwa nervus optikus ini penipisan yang khas pada sisi
abnormal. inferior neuroretinal,
terbentuk suatu “takik”.

f. Tonografi

Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang dikeluarkan melalui
trabekula dalam satu satuan waktu

g. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma. Untuk
glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure congestion test, dan tes steroid.
Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes kamar gelap, tes membaca
dan tes midriasis.

26
Uji lain pada glaukoma

 Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15-20
mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.

 Uji Minum Air


Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum
dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola
mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita
glaukoma.

 Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma
simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali sehari.
Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka
tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu.

 Uji Variasi Diurnal


Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh, selama 3 hari
biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-4 mmHg,
sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-
5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.

 Uji Kamar Gelap


Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan bola
mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan hasil yang positif,
naik 8 mmHg.

 Uji provokasi pilokarpin


Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin 1% selama 1
minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya.

27
3.12 Penatalaksanaan Glaukoma

Sasaran utama pengobatan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan intraokuler


sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan ketajaman penglihatan
lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan cara mengontrol tekanan intraokuler supaya
berada dalam batasan normal.

Penatalaksanaan glaukoma terdiri dari tiga macam, yaitu medikamentosa, pembedahan dan
laser. Pembedahan dan laser dilakukan jika obat-obatan tidak mampu mengontrol tekanan
intraokuler.

1. Medikamentosa
Berdasarkan tujuan farmakoterapinya, obat anti glaukoma dibedakan menjadi empat
jenis, yaitu: untuk supresi produksi cairan aquos, meningkatkan aliran keluar cairan aquos,
menurunkan volume korpus vitreus.

a). Supresi produksi cairan aquos


 Antagonis adrenergik ß
Obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Efek
samping: pada penggunaan adrenergik sering terjadi reaksi alergi, pandangan kabur,
sakit kepala, rasa terbakar di mata, takikardia dan aritmia.

 Agonis adrenergik α
Bekerja untuk mengurangi produksi cairan aquos dan meningkatkan drainase.
Efek samping: rasa terbakar di tempat meneteskan obat topikal, midriasis, hipertensi,
malaise, sakit kepala, mulut dan hidung terasa kering.

 Inhibitor karbonik anhidrase (CAI)


Bekerja mengurangi produksi cairan aquos sebesar 40-60% dengan
menghambat kerja enzim karbonik anhidrase di korpus siliaris. Obat ini bisa
diberikan per oral ataupun intravenous. Efek samping: paresethesia di lengan dan
tungkai, dispepsia, gangguan ingatan, depresi, batu ginjal, dan polakisuria. Inhibitor
28
karbonik anhidrase diturunkan dari golongan sulfa, sehingga bisa juga menyebabkan
aplastik anemia walaupun hal ini jarang terjadi.

b). Meningkatkan aliran keluar cairan aquos


 Parasimpatomimetik
Obat yang digunakan merupakan golongan agonis kolinergik. Bekerja pada
anyaman trabekular dengan meningkatkan kontraksi otot siliaris sehingga pupil
mengalami miosis. Karena efek inilah maka obat parasimpatomimetik sering juga
disebut obat miotik. Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma
sudut tertutup. Efek samping: diare, kram perut, hipersalivasi, enuresis dan bisa juga
reaksi alergi.

c). Meningkatkan aliran keluar cairan aquos


Obat-obat hiperosmotik, seperti gliserin, menyebabkan darah menjadi hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus. Efek
samping: sakit pinggang, sakit kepala, gangguan mental. Pada pasien DM, obat ini bisa
menyebabkan hiperglikemia atau bahkan ketoasidosis.

Penatalaksanaan terbaik untuk glaukoma sudut tertutup adalah pembedahan. Terapi


medikamentosa hanya merupakan pengobatan pendahuluan sebelum penderita dioperasi.
Terapi diberikan sesuai dengan fase penyakit.

Pada fase nonkongestif, penderita diberi golongan parasimpatomimetik, seperti


pilokarpin 2-4% tiap 20-30 menit. Dengan demikian diharapkan lensa yang miosis akan
menyebabkan iris tertarik ke belakang sehingga sudut bilik mata depan terbuka. Selain
itu, bisa juga diberikan golongan inhibitor karbonik anhidrase 3X1 tablet/hari. Obat-obat
ini diberikan sampai tekanan intraokuler menjadi normal. Kemudian ada dua pilihan
terapi yang dapat dilakukan, yaitu tetap memberikan obat parasimpatomimetik atau
melakukan tindakan operasi.

Pada fase kongestif, pengobatan harus dilakukan secepat mungkin. Tekanan


intraokuler harus sudah turun dalam 2-4 jam. Jika terlambat 24-48 jam, maka akan
terjadi sinekhia anterior perifer sehingga pengobatan dengan parasimpatomimetik tidak
berguna lagi.

29
Obat yang biasa dipakai untuk glaukoma sudut tertutup adalah:

a. Parasimpatomimetik: pilokarpin 2-4%, setiap menit 1 tetes selama 5 menit.


Kemudian diteruskan setiap jam.
b. Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid 250 mg, 2 tablet. Kemudian disusul
dengan 1 tablet tiap 4 jam.
c. Hiperosmotik: gliserin 50%, 1-1,5 gr/kg yang diberikan per oral.
Dengan pengobatan seperti di atas, tekanan dapat turun sampai di bawah 25
mmHg dalam waktu 24 jam. Bila tekanan intraokuler sudah turun, operasi harus
dilakukan dalam 2-4 hari kemudian.

Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan semaksimal mungkin sehingga


tercapai tekanan intraokuler normal, ekstravasasi tidak bertambah dan lapangan
pandang tidak memburuk. Namun, obat yang diberikan haruslah yang mudah diperoleh
dan mempunyai efek samping yang minimal.

Obat yang bisa dipakai untuk glaukoma sudut terbuka adalah :

a. Parasimpatomimetik: pilokarpin 2-4%, 1 tetes, 3-6 kali sehari atau eserin 0,25-
0,5%, 1 tetes, 3-6 kali sehari
b. Agonis-α: epinefrin 0,5-2%, 1 tetes, 2 kali sehari
c. ß-blocker: timolol maleat 0,25-0,5%, 1 tetes, 1-2 kali sehari
d. Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid 250 mg, 1 tablet, 4 kali sehari
Obat-obat ini biasanya diberikan secara tunggal atau bila perlu dapat dikombinasi.
Bila dengan pengobatan tersebut tekanan intraokuler terkontrol dengan baik, maka
penderita harus menggunakan obat tersebut seumur hidup. Kalau tidak berhasil,
frekuensi penetesan atau dosis obat dapat ditingkatkan.

2. Tindakan pembedahan
Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos di dalam sistem
drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut teknik filtrasi. Pembedahan dapat
menurunkan tekanan intraokuler jika dengan medikamentosa tidak berhasil. Walaupun telah

30
dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang sudah hilang tidak dapat kembali normal,
terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan, namun jumlah dan dosisnya menjadi lebih
sedikit.

a). Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering
digunakan. Pada teknik ini, bagian kecil trabekula
yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari
konjungtiva sehingga terbentuk jalur drainase yang
baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran keluar
cairan aquos sehingga dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi ini cukup
tinggi pada tahun pertama, sekitar 70-90%
Sayangnya di kemudian hari lubang drainase tersebut dapat menutup kembali
sebagai akibat sistem penyembuhan terhadap luka sehingga tekanan intraokuler akan
meningkat. Oleh karena itu, terkadang diperlukan obat seperti mitomycin-C and 5-
fluorourasil untuk memperlambat proses penyembuhan. Teknik ini bisa saja dilakukan
beberapa kali pada mata yang sama.

b). Iridektomi perifer

Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer dengan insisi di
daerah limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris
yang keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan aquos
secara langsung tanpa harus melalui pupil dari bilik mata belakang ke bilik mata depan.
Teknik ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan aman,
namun waktu pulihnya lama.

c). Sklerotomi dari Scheie

Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan aquos di bilik mata depan
langsung ke bawah konjungtiva. Pada operasi ini dilakukan pembuatan flep konjungtiva
di limbus atas (arah jam 12) dan dibuat insisi korneoskleral ke dalam bilik mata depan.
Untuk mempertahankan insisi ini tetap terbuka, dilakukan kauterisasi di tepi luka insisi.

31
Kemudian flep konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi ini diharapkan terjadinya filtrasi
cairan aquos melalui luka korneoskleral ke subkonjungtiva.
d). Cryotherapy surgery
Pada glaukoma absolut badan siliar berfungsi normal memproduksi cairan akuos,
tapi arus keluar terhambat untuk satu alasan atau yang lain. Sehingga tekanan intraokular
yang tinggi menyebabkan rasa sakit kepada pasien dan menyebabkan mata buta yang
menyakitkan.
Karena itu, dilakukan dengan cara menghancurkan badan siliar dengan
cyclocryotherapy mengarah pada mengurangi pembentukan cairan akuos, menurunkan
tekanan intraokular dan memperbaiki rasa sakit..
Caranya terlebih dahulu menginjeksikan obat anestesi dibawah permukaan
retrobulbar dan injeksi 2% Xylocain, melingkar dan mencembung dari retina (cryo-probe)
dengan diameter 4 mm, dilakukan langsung pada permukaan konjungtiva utuh, pusat
ujung menjadi 4 mm dari limbus, selama 1 menit pada suhu sekitar-60 ° sampai -65 °,
secara langsung di atas tubuh ciliary. Dalam semua kasus, probe diaplikasikan
sedemikian rupa sehingga margin es-kawah menyentuh satu sama lain pada setiap
aplikasi, dan aplikasi yang diberikan di sekeliling limbus, kecuali dalam dua belas
pertama matanya di mana ia diterapkan di bagian atas saja.
Setelah cryosurgery mata yang empuk selama 24 jam, dengan menggunakan salep
mata chloromphenical yang kemudian dilanjutkan 4 kali sehari. Tidak ada obat anti-
inflamasi digunakan baik secara lokal atau sistemik. Hanya analgesik diberikan.
Pasca-operasi tekanan intraokular diperiksa setelah 24 jam, pada hari ke 7, hari ke
14, 6 minggu dan 3 bulan setelah operasi. Keunggulan melakukan cyclocryotherapy
karena memiliki keunggulan cyclodiathermy suhu subfreezing kurang merusak struktur
lain mata, dapat dengan aman diulang beberapa kali, dapat dilakukan sebagai prosedur
rawat jalan.

32
3. Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada mata kemudian sinar
laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi
pada teknik ini yaitu tekanan intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal
tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu. Beberapa tindakan operasi yang lazim
dilakukan adalah :

a). Laser Iridektomy


Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang aman dan efektif untuk
glaukoma sudut tertutup. Dilakukan dengan membuat celah kecil di iris perifer dan
mengangkat sebagian iris yang menyebabkan sempitnya sudut bilik mata depan.
Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukannya laser iridektomy, diantaranya
kekeruhan kornea, sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan jaringan iris yang
sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang pernah menjalani operasi ini
sebelumnya namun gagal dan pada penderita yang tidak bisa diajak bekerja sama.

Gambar : Laser iridektomi.

Pada umumnya komplikasi yang terjadi pada laser iridektomi meliputi kerusakan
lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina, pendarahan, gangguan visus dan tekanan intra
okular meningkat. Kerusakan lensa dihindari dengan cara menghentikan prosedur dan
segera penetrasi iris untuk iridektomi lebih ke superior iris perifer

b). Laser Peripheral Iridotomy (LPI)


Dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada teknik ini dibuat lubang kecil di iris
perifer sehingga iris terdorong ke belakang lalu sudut bilik mata depan akan terbuka.

33
c). Laser Trabeculoplasty
Dilakukan pada glaukoma sudut terbuka.
Sinar laser (biasanya argon) ditembakkan ke
anyaman trabekula sehingga sebagian anyaman
mengkerut. Kerutan ini dapat mempermudah
aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus,
terapi medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat
keberhasilan dengan Argon laser trabeculoplasty
mencapai 75%. Karena adanya proses
penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan
bertahan selama 2 tahun.

d). Neodymium: YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP)

Teknik ini digunakan pada glaukoma sudut tertutup. Caranya dengan merusak
sebagian corpus siliar sehingga produksi cairan aquos berkurang.

34
3.13 Komplikasi
A. Sinekia anterior perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar.

B. Katarak
Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan
pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.

C. Atrofi retina dan saraf optik


Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah buruk.
Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel
ganglion.10,11

3.14 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat tetes
anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum mengalami
kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses penyakit terdeteksi dini
sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik.

35
BAB IV

KESIMPULAN
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit neurooptic yang menyebabkan kerusakan
serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan kelainan atau atrofi papil nervus opticus yang
khas, adanya ekskavasi glaukomatosa, serta kerusakan lapang pandang dan biasanya disebabkan
oleh efek peningkatan tekanan intraokular sebagai faktor resikonya.

Camera occuli anterior (COA) dan produksi humor aquous merupakan struktur penting
dalam hubungannya dengan pengaturan tekanan intraokuler. Camera occuli anterior dibentuk
oleh persambungan antara kornea perifer dan iris. Bagian mata yang penting dalam glaukoma
adalah sudut filtrasi. Sudut filtrasi ini berada dalam limbus kornea. Bagian terpenting dari sudut
filtrasi adalah trabekula

Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar) yaitu: Transport
aktif (sekresi), ultrafiltrasi dan difusi. Humor akuous keluar dari Camera occuli anterior melalui
dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non trabekula).

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan


atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau
pada saat itu, yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intaokuler. Glaukoma
sekunder dibagi dua : Glaukoma Sekunder sudut Tertutup dan Glaukoma Sekunder Sudut
Terbuka.

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan visus, Tonometri, Genioskopi, Lapang pandang,


Oftalmoskopi, Tonografi, Tes provokasi. Penatalaksaan Glaukoma dapat melalui Terapi
Medikamentosa, Tindakan Pembedahan dan dapat juga Terapi Laser.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Glaukoma dalam ilmu penyakit mata. Ed 3. Cetakan ke 4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007
2. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta.
2000.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
4. American Academy of Ophthalmology : Basic and clinical science course 2003 - 2004.
5. Kanski JJ. The Glaucomas, in Clinical Ophthalmology Third edition. Butterworth
Heineann. London. 1994; 233-279
6. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook. Second
edition. Thieme Stuttgart : New York. 2007.

37

You might also like