You are on page 1of 27

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN CEREBROVASCULAR ACCIDENT


(STROKE, BRAIN ATTACK)

Disusun Oleh:
YUNI ELITA SARI
1211112364

UNIVERSITAS RIAU
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TA 2014/2015
A. Defenisi
Cerebrovascular Accident (CVA) merupakan penyakit system persarafan yang paling
sering dijumpai. Kira-kira 200.000 kematian dan 200.000 orang dengan gejala sisa akibat
stoke pada setiap tingkatumur, tetapi yang paling sering pada usia 75-85 tahun. Pada bagian
ini terminology CVA akan dipakai sebagai istilah umum. Banyak ahli saraf dan bedah saraf
menyatakan penyebab CVA paling adalah thrombosis, emboli, dan hemoragik. Stroke
merupakan bagian dari CVA.
Menurut WHO Stroke adalah gangguan peredaran darah ke otak atau disebut cerebro
vascular accident (VCA) atau, stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat
akibat fungsi vocal (global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih ataupun menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang ada selain vaskuler.
Stroke atau gangguan peredaran darah otak merupakan penyakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bias
terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir,
daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik (sekitar 70%) dan stroke hemoragik.
Sekitar 14% kasus stroke di United State diakibatkan gangguan vascular dan sekitar 60%
stroke hemoragik disebabkan oleh hipertensi. Serta angka kematian akibat stroke di United
State sekitar 700.000.

B. Etiologi
1. Trombosis
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: Lumen arteri
menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah, Oklusi mendadak
pembuluh darah karena terjadi thrombosis merupakan tempat terbentuknya
thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan dinding arteri
menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli: Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD),
myokard infark, fibrilasi dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endokarditis oleh
bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
3. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosclerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu :
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
serebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons,
dan serebellum.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan kelurnya ke ruang
subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otal lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2
sampai dengan minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara
bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal
dengan pembuluh arteri di ruang subarachnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid


Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering Fokal
Tanda rangsangan maningeal +/- +++
Hemiperase ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

2. Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Tabel 2. Perbedaan antara Stroke Hemoragik dan Stroke Nonhemoragik
Gejala (anamnesa) Sroke nonhemoragik Stroke hemoragik
Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Saat aktivitas
peringatan Bangun pagi/istirahat -
Nyeri kepala + 50% TIA +++
kejang +/- +
muntah - +
-
Kesadaran menurun +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran menurun +/- +++
Kaku kuduk - ++
Tanda kering - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
brakikardia Hari ke-4 Sejak awal
Tanda adanya
aterosklerosis di
Hampir selalu hipertensi,
retina, koroner,
Penyakit lain aterosklerosis, penyakit
perifer. Emboli pada
jantung hemolisis (HHD)
kelainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan darah pada LP - +
Kemungkinan pergeseran
rontgen +
glandula pineal
Aneurisma, AVM, massa
angiografi Oklusi, stenosis
intrahemister/vasospasme
Densitas berkurang Massa intracranial densitas
CT scan
(lesi hipodensi) bertambah (lesi hiperdensi)
Fenomena silang Perdarahan retina atau
Oftalmoskop
Silver wire art korpus vitreum
Lumbal pungsi
Normal Meningkat
 Tekanan
Jernih Merah
 Warna
< 250/mm3 >1000/mm3
 eritrosit
Arteriografi Oklusi Ada pergeseran
EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah
Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
3. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang

D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya infark
hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien
mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture.
Faktor-faktor risiko stroke

Aterosklerosis, Katup jantung rusak, Aneurisma, malformasi, arteriovenous


hiperkoagulasi, artesis miokard infark, fibrilasi,
endokarditis
Perdarahan intraserebral
Trombosis serebral
Penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan Perembesan darah ke
Pembuluh darah oklusi darah, lemak, dan udara dalam parenkim otak

Iskemik jaringan otak Penekanan jaringan otak


Emboli Serebral
Edema dan kongesti Infark otak, edema, dan
jaringan sekitar herniasi otak
Stroke (cerebrovascular
accident)

Defisit neurologis

Infark serebral Kehilangan control Risiko Peningkatan Kerusakan terjadi Disfungsi


volunter TIK pada lobus frontal bahasa dan
kapasitas, memori, komunikasi
atau fungsi
MK: Risiko intelektual kortikal
ketidakefektifan Hemiplegia dan Herniasi falks
perfusi jaringan hemiparesis serebri dan ke Disartria,
serebral foramen magnum disfasia/afasia
Kerusakan fungsi , apraksia
Kompresi batang kognitif dan efek
MK: Hambatan mobilitas
otak psikologis
fisik
MK: Kerusakan
komunikasi
Depresi saraf Lapang perhatian verbal
Koma kardiovaskuler dan terbatas, kesulitan
pernapasan dalam pemahaman,
lupa, kurang motivasi,
frustasi, labilitas
emosional,
Intake nutrisi tidak Kelemahan fisik Kegagalan bermusuhan,
adekuat umum kardiovaskuler dendam, dan kurang
dan pernapasan kerja sama;
penurunan gairah
seksual
MK: MK:Ketidakmam-
Ketidakseimbangan puan Perawatan Kematian
nutrisi: Kurang dari Diri (ADL)
Kebutuhan Tubuh MK: Ketidakefektifan
koping
MK: Disfungsi
seksual
Penurunan tingkat Disfungsi persepsi MK: Gangguan proses
kesadaran visual spasial dan keluarga
kehilangan sensorik MK: Ansietas
MK: Risiko hambatan
Penekanan jaringan religiositas Kemampuan batuk Disfungsi
setempat MK: Risiko trauma menurun, kurang kandung kemih
(cedera) mobilitas fisik, dan dan saluran
MK: Gangguan produksi sekret pencernaan
MK: Risiko kerusakan sensorik presepsi
integritas kulit
MK: gangguan
MK: Ketidakefektifan eliminasi urinarius
Bersihan Jalan Napas
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di
bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus,
dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya, yaitu:
a. Defisit Lapangan Penglihatan
1. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
 Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan penglihatan
 Mengabaikan salah satu sisi tubuh
 Kesulitan menilai jarak
2. Kehilangan penglihatan perifer:
 Kesulitan melihat pada malam hari
 Tidak menyadari objek atau batas objek
3. Diplopia/penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer
yang berlawanan)
2. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer
yang berlawanan)
3. Ataksia: berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar
berdiri yang luas
4. Disartria/kesulitan dalam membentuk kata
5. Disfagia/kesulitan dalam menelan
c. Defisit Sensori
Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
 Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
 Kesulitan dalam propriosepsi
d. Defisit Verbal
1. Afasia ekspresif: tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2. Afasia reseptif: tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara
tetapi tidak masuk akal
3. Afasia global/kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
e. Defisit Kognitif
 Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
 Penurunan lapang perhatian
 Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
 Alasan abstrak buruk
 Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
 Kehilangan control diri
 Labilitas emosional
 Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
 Depresi
 Menarik diri
 Rasa takut, bermusuhan, dan marah
 Perasaan isolasi

F. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Fase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b. Post fase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
I. Pengkajian
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
Gambar Pemeriksaan Tonus Otot

i. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
J. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran darah.
2. Kerusakan mobilitas fisik behubungan dengan keterlibatan neuromuskular: paralisis.
3. Kerusakan menelan berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Kriteria Rasional
Keperawatan Tujuan Intervensi
Evaluasi
1 Perubahan Diharapkan Tingkat Mandiri
perfusi Setelah kesadaran 1. Tentukan faktor-faktor - Mempengaruhi
jaringan dilakukan membaik, TTV yang berhubungan penetapan
berhubungan tindakan stabil tidak ada dengan intervensi.
dengan keperawatan tanda-tanda keadaan/penyebab
interupsi diharapkan peningkatan khusus selama - Mengetahui
aliran darah. selama ± 3 hari tekanan koma/penurunan perfusi kecenderungan
pasien dapat intrakranial. serebral dan potensial tingkat kesadaran
meningkatkan terjadi peningkatan TIK. dan potensial
tingkat DO: 2. Pantau/catat status peningkatan TIK
kesadaran - KU: Normal neurologis sesering dan mengetahui
biasanya atau - Kes: Compos mungkin dan lokasi, luas dan
membaik, Mentis bandingkan dengan kemajuan
fungsi kognitif - GCS: Normal keadaan kerusakan SSP.
dan motorik TTV: normalnya/standar
sensori. -Td: 120/80 3. Pantau tanda-tanda vital, - Hipertensi/hipote
Menunjukkan mmHg seperti catat : nsi postural dapat
TTV stabil dan -N: 60-80 x/m - Adanya menjadi faktor
tak ada tanda- -R: 16-20 x/m hipertensi/hipotensi, pencetus.
tanda Pemerikksaan bandingkan tekanan
peningkatan Lab: darah yang terbaca pada - Perubahan
TIK. - Cholesterol: kedua lengan. terutama adanya
< 226 mg/dl. - Frekuensi dan irama bradikardia dapat
- HDL: L: jantung : auskultasi terjadi sebagai
>45/P: >35 adnaya mur-mur. akibat adanya
mg/dl. - Catat pola dan irama kerusakan otak.
LDL: <150 dari pernapasan, seperti
mg/dl adanya periode apnea - Ketidakteraturan
setelah pernapasan pernapasan dapt
hiperpentilas, memberikan
pernapasan cheyne- gambaran lokasi
strokes. kerusakan
4. Evaluasi pupil catat serebral/peningka
ukuran, bentuk, tan TIK.
kesamaan dan reaksi
terhadap cahaya. - Ukuran dan
5. Catat perubahan dalam kesamaan pupil
penglihatan, seperti ditentukan oleh
adanya kebutaan, keseimbangan
gangguan lapang antara persarafan
pandang/kedalaman simpatis dan
persepsi. parasimpatis yang
6. Kaji fungsi-fungsi yang mempersarafinya.
lebih tinggi, seperti - Gangguan
fungsi bicara jika pasien penglihatan yang
sadar. spesifik
7. Letakan kepala dengan mencerminkan
posisi agak ditinggikan daerah otak yang
dan dalam posisi terkena.
anatomis/netral.
8. Pertahankan keadaan - Perubahan dalam
tirah baring ; ciptakan isi kognitif dan
lingkungan yang tenang; bicara merupakan
batasi indikator dari
pengunjung/aktivvitas lokasi/derajat
pasien sesuai indikasi. gangguan
9. Cegah terjadinya serebral dan
mengejan saat defekasi, mungkin
dan pernapasan yang mengindikasikan
memaksa (batuk terus- penurunanan/peni
menerus). ngkatan TIK.
10. Kaji ragiditas nukal, - Menurunkan
kedutan, kegelisahan tekanan arteri
yang meningkat, peka dengan
rangssang dan serangan meningkatkan
kejang. drainase dan
Kolaborasi : meningkatkan
11. Berikan oksigen sesuai sirkulasi/perfusi
indikasi. serebral.
- Aktivitas/stimula
si yang kontinu
dapat
12. Berikan obat sesuai meningkatkan
indikasi dari dokter. TIK istirahat total
dan ketenangan.

13. Pantau pemeriksaan - Manuver valsalva


laboratorium sesuai dapat
indikasi, seperti masa meningkatkan
protrombin, kadar TIK dan
dilantin. memperbesar
resiko terjadinya
pendarahan
- Kejang dapat
mencerminkan
adanya
peningkatan
TIK/trauma
serebral yang
memerlukan
perhatian dan
intervensi
selanjutnya.
- Menurunkan
hipoksia yang
dapat
menyebabkan
vasodilatasi
serebral dan
tekanan
meningkat /
terbentuknya
edema.
- Dapat digunakan
untuk
meningkatkan/
memperbaiki
aliran darah
serebral dan
selanjutnya dapat
mencegah
pembekuan saat
embolus/trombus
merupakan faktor
masalahnya.
- Memberikan
informasi tentang
keefektifan
pengobatan/
kadar terapeutik.
2 Kerusakan Diharapkan Pasien dapat Mandiri
mobilitas fisik Setelah mempertahankan 1. Kaji kemampuan secara - Mengidentifikasi
behubungan dilakukan posisi yang fungsional/ luasnya kekuatan/kelema
dengan tindakan optimal, terjadi kerusakan awal dan han dan dapat
keterlibatan keperawatan peningkatkan dengan cara yang memberikan
neuromuskula diharapkan kekuatan dan teratur. informasi
r: paralisis. selama ± 3 fungsi bagian 2. Ubah posisi minimal mengenai
hari kondisi tubuh yang setiap 3 jam pemulihan.
pasien dapat terkena, pasien (Terlentang,miring) dan - Menurunkan
menunjukan dapat sebagainya dan jika resiko terjadinya
peningkatan mendemonstrasik memungkinkan bisa trauma/iskemia
kekuatan dan an perilaku yang lebih sering jika jaringan.
fungsi bagian memungkinkan diletakkan dalam posisi Kerusakan pada
tubuh yang aktivitas. bagian yang terganggu. kulit/dekubitus.
terkena atau 3. Letakkan pada posisi
kompensasi. DO: terlengkuk satu kali atau - Membantu
Mempertahan - Rentang gerak dua kali sehari jika mempertahankan
kan integritas pasien normal pasien dapat ekstensi pinggul
kulit. - KU: Membaik mentoleransinya. funngsional.
(normal) 4. Mulailah melakukan
- Kes: Compos latihan rentang gerak - Meminimalkan
Mentis aktif dan pasif pada atrofi otot,
- GCS: Normal semua ekstermitas saat meningkatkan
- TTV masuk. Anjurkan sirkulasi,
- Td: 120/80 melakukan latihan membantu
mmHg seperti latihan mencegah
- N: 60-80 x/m quadrisep/gluteal, kontraktur.
- R:16-20 x/m meremas bola karet,
melebarkan jari-jari dan - Paralisis flaksid
kaki/telapak. dapat
5. Sokong ekstermitas mengganggu
dalam posisi kemampuannya
fungsionalnya, gunakan untuk
papan kaki (footboard) menyangga
selama periode paralisis kepala, dilain
flaksid, pertahankan pihak paralisis
posisi kepala netral. spastik dapat
6. Gunakan penyangga mengarah pada
lengan ketika pasien deviasi kepala
berada dalam posisi kesalah satu sisi.
tegak, sesuai indikasi.
- Selama paralisis
flaksid,
penggunaan
7. Evaluasi penggunaan penyangga dapat
dari kebutuhan alat menurunkan
bantu untuk pengaturan resiko terjadinya
posisi atau alat pembalut subluksasio
selama periode paralisis lengan dan
spastik. “sindrom bahu-
8. Tempatkan bantal lengan”.
dibawah aksila untuk - Kontraktur fleksi
melakukan abduksi pada dapat terjadi
tangan. akibat dari otot
9. Tinggikan tangan dan fleksor lebih kuat
kepala. dibandingkan
dengan otot
ekstensor.
- Mencegah
10. Tempatkan “hand roll” adduksi bahu dan
keras pada telapak fleksi siku
tangan dengan jari-jari
dan ibu jari saling - Meningkatkan
berhadapan. aliran balik vena
11. Posisikan lutut dan dan membantu
panggul dalam posisi mencegah
ekstensi. terbentuknya
12. Pertahankan kaki dalam edema.
posisi netral dengan - Alas/dasar yang
gulungan/bantalan keras
trokanter. menurunkan
13. Gunakan papan kaki stimulasi fleksi
secara berganti, jika jari-jari.
memungkinkan.
- Mempertahankan
posisi fungsional.
14. Bantu untuk - Mencegah rotasi
mengembangkan eksternal pada
keseimbangan duduk pinggul.
(seperti meninggikan
bagian kepala tempat - Penggunaan yang
tidur) kontinu (setelah
15. Observasi daerah yang perubahan dari
terkena termasuk warna, paralisis flaksid
edema, atau tanda lain ke spastik) dapat
dari gangguan sirkulasi. menyebabkan
16. Inspeksi kulit terutama tekanan yang
pada daerah-daerah yang berlebihan pada
menonjol secara teratur. sendi peluru
kaki,
17. Bangunkan dari kursi meningkatkan
sesegera mungkin spastisitas, dan
setelah tanda-tanda vital secara nyata
stabil kecuali pada meningkatkan
hemoragik serebral. fleksi plantar.
18. Alasi kursi duduk - Membantu dalam
dengan busa atau balon melatih kembali
air dan bantu pasien jaras saraf,
untuk memindahkan meningkatkan
berat badan dengan respons
interval yang teratur. propioseptik dan
19. Susun tujuan dengan motorik.
pasien/orang terdekat
untuk berpartisipasi - Jaringan yang
dalam aktivitas/latihan mengalami
dan mengubah posisi. edema lebih
20. Anjurkan pasien untuk mudah
membantu pergerakan mengalami
dan latihan dengan trauma dan
menggunakan penyembuhannya
eksternitas yang tidak lambat.
sakit untuk - Titik-titik
menyokong/menggerakk tekanan pada
an daerah tubuh yang daerah yang
mengalami kelelahan. menonjol paling
Kolaborasi beresiko untuk
21. Berikan tempat tidur terjadinya
dengan matras bulat penurunan
(seperti egg crate perfusi/iskemia.
mattress), tempat tidur - Membantu
air,alat flotasi, atau menstabilkan
tempat tidur khusus tekanan darah
(seperti tempat tidur (tonus vasomotor
kinetik) sesuai indikasi. terjaga),
meningkatkan
22. Konsultasikan dengan keseimbangan
ahli fisioterapi secara ekstremitas.
aktif, latihan resistif, dan - Mencegah/menur
ambulasi pasien. unkan tekanan
23. Bantulah dengan koksigeal/kerusa
stimulasi elektrik, seperti kan kulit.
TENS sesuai indikasi.

24. Berikan obat relaksan - Meningkatkan


otot, antispasmodik harapan terhadap
sesaui indikasi, seperti perkembangan/p
baklofen, dantrolen. eningkatan dan
memberikan
perasaan
kontrol/kemandir
ian.
- Dapat berespons
dengan baik jika
daerah yang sakit
tidak menjadi
lebih terganggu
dan memerlukan
dorongan serta
latihan aktif
untuk
“menyatukan
kembali” sebagai
bagian dari
tubuhnya sendiri.

- Meningkatkan
distribusi merata
berat badan yang
menurunkan
tekanan pada
tulang-tulang
tertentu dan
membantu untuk
mencegah
kerusakan
kulit/terbentukny
a dekubitus.
- Program yang
khusus dapat
dikembangkan
untuk
menemukan
kebutuhan.

- Dapat membantu
memulihkan
kekuatan otot
dan
meningkatkan
kontrol otot
volunter.
- Mungkin
diperlukan untuk
menghilangkan
spastisitas pada
ekstremitas yang
terganggu.
3 Kerusakan Diharapkan Mendemonstrasi Mandiri :
menelan Setelah kan metode 1. Tinjau ulang patologi/ - Intervensi
berhubungan dilakukan makan tepat kemampuan menelan nutrisi/pilihan
dengan tindakan untuk situasi pasien secara individual, rute makanan di
penurunan keperawatan individual catat luasnya paralisis tentukan oleh
kesadaran. diharapkan dengan aspirasi fasial, gangguan lidah, faktor-faktor ini.
selama ± 3 tercegah. kemampuan untuk
hari keluarga Mempertahanka melindungi jalan napas. - Menetralkan
pasien dapat n berat badan Timbang BB sesuai hiperekstensi,
membantu yang kebutuhan. membantu
perawat diinginkan. 2. Tingkatkan upaya untuk mencegah
dalam dapat melakukan proses aspirasi dan
memberikan DO: menelan yang efektif. meningkatkan
metode makan - Keluarga Bantu pasien dengan kemampuan
tepat untuk memahami mengontrol kepala. untuk menelan.
situasi dan metode makan 3. Letakan pasien pada
kondisi pasien yang tepat. posisi duduk/tegak - Menggunakan
dengan - Pasien dapat selama dan setelah gravitasi untuk
aspirasi makan tanpa makan. memudahkan
tercegah. bantuan alat proses menelan
Mempertahank medis 4. Stimulasi bibir untuk dan menurunkan
an berat badan (mis:NGT) menutup dan membuka risiko terjadinya
yang - KU: Normal mulut secara manual aspirasi.
diinginkan. - Kes: Compos dengan menekan ringan - Membantu
Mentis di atas bibir/dibawah dalam melatih
- GSC: Normal dagu jika di butuhkan. kembali sensori
5. Letakan makanan pada dan
daerah mulut yang tidak meningkatkan
terganggu. kontrol
muskuler.

- Memberikan
6. Sentuh bagian pipih stimulasi sensori
bagian dalam dengan yang dapat
spatel lidah/tempatkan mencetuskan
es untuk mengetahui usaha untuk
kelemahan lidah. menelan dan
meningkatkan
7. Berikan makan dengan masukan.
perlahan pada - Dapat
lingkungan yang tenang. meningkatkan
gerakan dan
8. Mulai untuk kontrol lidah
memberikan makanan (pentingnya
per oral setengah cair, untuk menelan)
makanan lunak ketika dan
pasien dapat menelan menghambat
air. jatuhnya lidah.
- Pasien dapat
9. Anjurkan pasien berkosentrasi
menggunakan sedotan pada mekanisme
untuk meminum cairan. makan tanpa
adanya
10. Anjurkan orang terdekat distraksi/ganggu
untuk membawa an dari luar.
makanan kesukaan - Makanan
pasien. lunak/cairan
11. Pertahanakan masukan kental lebih
dan keluaran dengan mudah untuk
akurat, catat jumlah mengendalikann
kalori yang masuk. ya di dalam
mulut,
menurunkan
resiko terjadinya
12. Anjurkan untuk aspirasi.
berpartisipasi dalam - Menguatkan otot
program latihan atau fasial dan otot
kegiatan menelan dan
menurunkan
Kolaborasi: resiko terjadinya
13. Berikan cairan melalui tersedak.
IV dan/atau makanan - Menstimulasi
melalui selang. upaya makan
dan
meningkatkan
menelan/masukk
an.
- Jika usaha
menelan tidak
memadai untuk
memenuhi
kebutuhan
cairan dan
makanan, harus
dicarikan
metode alternatif
untuk makan.
- Dapat
meningkatkan
pelepasan
endorfin dalam
otak yang
meningkatkan
perasaan senang
dan
meningkatkan
nafsu makan.
- Mungkin
diperlukan untuk
memberikan
cairan
pengganti.

No Implementasi Evaluasi
1 1. Mengobservasi Ku pasien dan Kes. NDx 1
Pasien. Hasil: S: -
Ku: berat. Kes: somnolent O:
2. Mengkaji TTV. Hasil : - Ku: berat
Td : 97/54 mmHg - Kes: somnolent
N : 58 x/m - GCS: 6
R : 20 x/m - TTV:
St : 36,6 0 C Td : 97/54 mmHg
3. Mengobservasi pupil klien, catat N : 58 x/m
ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi R : 20 x/m
terhadap cahaya. St : 36,6 0 C
Hasil: ukuran pupil 5 mm, pupil tidak A: Masalah utama belum teratasi.
bereaksi terhadap cahaya dan P: Intervensi lanjut:
akomodasi kurang baik. 1. Mengobservasi Ku pasien dan Kes.
4. Mempertahankan keadaan tirah baring, Pasien.
lingkungan yang tenang; memberikan 2. Mengkaji TTV.
istirahat secara periodik. Hasil: 3. Mengobservasi pupil klien.
kerjasama dengan keluarga 4. Mempertahankan keadaan tirah baring.
5. Meletakkan kepala dengan posisi agak 5. Meletakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan. Hasil: Posisi semi fowler ditinggikan.

6. Memberikan/melayani makanan per NDx 2


oral setengah cair/makanan lunak via S:-
NGT. Hasil: O:
- Ku: berat
7. Mengubah posisi minimal setiap 2 jam. - Kes: somnolent
Hasil: posisi miring kiri dan miring - GCS: 6
kanan (sims) A: Masalah dalam Ndx 2 belum teratasi.
8. Menggerakkan ekstremitas atas dan P: Intervensi Lanjut:
bawah pasien. Hasil: menghindari 1. Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.
adanya kekakuan 2. Menggerakkan ekstremitas atas dan
9. Meninggikan tangan dan kepala pasien. bawah pasien.
Hasil: memberikan bantal sebagai 3. Meninggikan tangan dan kepala pasien.
penyangga kepala dan tangan
NDx 3
S:-
O:Pasien masih tidak bisa menelan
penurunan kesadaran
A:Masalah pada NDx 3 belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
1.Meletakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan.
2.Memberikan/melayani makanan per oral
setengah cair/makanan lunak via NGT.
2 4. Mengobservasi Ku pasien dan Kes. NDx 1
Pasien. Hasil: S: -
Ku: berat. Kes: somnolent O:
5. Mengkaji TTV. Hasil : - Ku: berat
Td : 130/81 mmHg - Kes: somnolent
N : 67 x/m - GCS: 6
R : 16 x/m - TTV:
0
St : 36 C Td : 130/81 mmHg
6. Mengobservasi pupil klien, catat N : 67 x/m
ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi R : 16 x/m
terhadap cahaya. St : 36 0 C
Hasil: ukuran pupil 5 mm, pupil tidak A: Masalah utama belum teratasi.
bereaksi terhadap cahaya dan P: Intervensi lanjut:
akomodasi kurang baik. 1. Mengobservasi Ku pasien dan Kes.
7. Mempertahankan keadaan tirah baring, Pasien.
lingkungan yang tenang; memberikan 2. Mengkaji TTV.
istirahat secara periodik. Hasil: 3. Mengobservasi pupil klien.
kerjasama dengan keluarga 4. Mempertahankan keadaan tirah baring.
8. Meletakkan kepala dengan posisi agak 5. Meletakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan. Hasil: Posisi semi fowler ditinggikan.

9. Memberikan/melayani makanan per NDx 2


oral setengah cair/makanan lunak via S:-
NGT. Hasil: O:
- Ku: berat
10. Mengubah posisi minimal setiap 2 - Kes: somnolent
jam. Hasil: posisi miring kiri dan - GCS: 6
miring kanan (sims) A: Masalah dalam Ndx 2 belum teratasi.
11. Menggerakkan ekstremitas atas dan P: Intervensi Lanjut:
bawah pasien. Hasil: menghindari 1. Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.
adanya kekakuan 2. Menggerakkan ekstremitas atas dan
12. Meninggikan tangan dan kepala bawah pasien.
pasien. Hasil: memberikan bantal 3. Meninggikan tangan dan kepala pasien.
sebagai penyangga kepala dan tangan
NDx 3
S:-
O:Pasien masih tidak bisa menelan
penurunan kesadaran
A:Masalah pada NDx 3 belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
1.Meletakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan.
2.Memberikan/melayani makanan per oral
setengah cair/makanan lunak via NGT.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather. 2011. .NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC
Mutaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Williams, Lippincott & Wikins. 2006. Lippincott Manual of Nursing Practice 8th Edition. USA:
Citabook

You might also like