Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
YUNI ELITA SARI
1211112364
UNIVERSITAS RIAU
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TA 2014/2015
A. Defenisi
Cerebrovascular Accident (CVA) merupakan penyakit system persarafan yang paling
sering dijumpai. Kira-kira 200.000 kematian dan 200.000 orang dengan gejala sisa akibat
stoke pada setiap tingkatumur, tetapi yang paling sering pada usia 75-85 tahun. Pada bagian
ini terminology CVA akan dipakai sebagai istilah umum. Banyak ahli saraf dan bedah saraf
menyatakan penyebab CVA paling adalah thrombosis, emboli, dan hemoragik. Stroke
merupakan bagian dari CVA.
Menurut WHO Stroke adalah gangguan peredaran darah ke otak atau disebut cerebro
vascular accident (VCA) atau, stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat
akibat fungsi vocal (global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih ataupun menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang ada selain vaskuler.
Stroke atau gangguan peredaran darah otak merupakan penyakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bias
terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir,
daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik (sekitar 70%) dan stroke hemoragik.
Sekitar 14% kasus stroke di United State diakibatkan gangguan vascular dan sekitar 60%
stroke hemoragik disebabkan oleh hipertensi. Serta angka kematian akibat stroke di United
State sekitar 700.000.
B. Etiologi
1. Trombosis
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: Lumen arteri
menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah, Oklusi mendadak
pembuluh darah karena terjadi thrombosis merupakan tempat terbentuknya
thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan dinding arteri
menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli: Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD),
myokard infark, fibrilasi dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endokarditis oleh
bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
3. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosclerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C. Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu :
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
serebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons,
dan serebellum.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan kelurnya ke ruang
subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otal lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2
sampai dengan minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara
bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal
dengan pembuluh arteri di ruang subarachnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak.
2. Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Tabel 2. Perbedaan antara Stroke Hemoragik dan Stroke Nonhemoragik
Gejala (anamnesa) Sroke nonhemoragik Stroke hemoragik
Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Saat aktivitas
peringatan Bangun pagi/istirahat -
Nyeri kepala + 50% TIA +++
kejang +/- +
muntah - +
-
Kesadaran menurun +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran menurun +/- +++
Kaku kuduk - ++
Tanda kering - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
brakikardia Hari ke-4 Sejak awal
Tanda adanya
aterosklerosis di
Hampir selalu hipertensi,
retina, koroner,
Penyakit lain aterosklerosis, penyakit
perifer. Emboli pada
jantung hemolisis (HHD)
kelainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan darah pada LP - +
Kemungkinan pergeseran
rontgen +
glandula pineal
Aneurisma, AVM, massa
angiografi Oklusi, stenosis
intrahemister/vasospasme
Densitas berkurang Massa intracranial densitas
CT scan
(lesi hipodensi) bertambah (lesi hiperdensi)
Fenomena silang Perdarahan retina atau
Oftalmoskop
Silver wire art korpus vitreum
Lumbal pungsi
Normal Meningkat
Tekanan
Jernih Merah
Warna
< 250/mm3 >1000/mm3
eritrosit
Arteriografi Oklusi Ada pergeseran
EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah
Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
3. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya infark
hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien
mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture.
Faktor-faktor risiko stroke
Defisit neurologis
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya, yaitu:
a. Defisit Lapangan Penglihatan
1. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan penglihatan
Mengabaikan salah satu sisi tubuh
Kesulitan menilai jarak
2. Kehilangan penglihatan perifer:
Kesulitan melihat pada malam hari
Tidak menyadari objek atau batas objek
3. Diplopia/penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer
yang berlawanan)
2. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer
yang berlawanan)
3. Ataksia: berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar
berdiri yang luas
4. Disartria/kesulitan dalam membentuk kata
5. Disfagia/kesulitan dalam menelan
c. Defisit Sensori
Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
Kesulitan dalam propriosepsi
d. Defisit Verbal
1. Afasia ekspresif: tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2. Afasia reseptif: tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara
tetapi tidak masuk akal
3. Afasia global/kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
e. Defisit Kognitif
Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
Penurunan lapang perhatian
Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
Alasan abstrak buruk
Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
Kehilangan control diri
Labilitas emosional
Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
Depresi
Menarik diri
Rasa takut, bermusuhan, dan marah
Perasaan isolasi
F. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Fase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b. Post fase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
I. Pengkajian
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
- Meningkatkan
distribusi merata
berat badan yang
menurunkan
tekanan pada
tulang-tulang
tertentu dan
membantu untuk
mencegah
kerusakan
kulit/terbentukny
a dekubitus.
- Program yang
khusus dapat
dikembangkan
untuk
menemukan
kebutuhan.
- Dapat membantu
memulihkan
kekuatan otot
dan
meningkatkan
kontrol otot
volunter.
- Mungkin
diperlukan untuk
menghilangkan
spastisitas pada
ekstremitas yang
terganggu.
3 Kerusakan Diharapkan Mendemonstrasi Mandiri :
menelan Setelah kan metode 1. Tinjau ulang patologi/ - Intervensi
berhubungan dilakukan makan tepat kemampuan menelan nutrisi/pilihan
dengan tindakan untuk situasi pasien secara individual, rute makanan di
penurunan keperawatan individual catat luasnya paralisis tentukan oleh
kesadaran. diharapkan dengan aspirasi fasial, gangguan lidah, faktor-faktor ini.
selama ± 3 tercegah. kemampuan untuk
hari keluarga Mempertahanka melindungi jalan napas. - Menetralkan
pasien dapat n berat badan Timbang BB sesuai hiperekstensi,
membantu yang kebutuhan. membantu
perawat diinginkan. 2. Tingkatkan upaya untuk mencegah
dalam dapat melakukan proses aspirasi dan
memberikan DO: menelan yang efektif. meningkatkan
metode makan - Keluarga Bantu pasien dengan kemampuan
tepat untuk memahami mengontrol kepala. untuk menelan.
situasi dan metode makan 3. Letakan pasien pada
kondisi pasien yang tepat. posisi duduk/tegak - Menggunakan
dengan - Pasien dapat selama dan setelah gravitasi untuk
aspirasi makan tanpa makan. memudahkan
tercegah. bantuan alat proses menelan
Mempertahank medis 4. Stimulasi bibir untuk dan menurunkan
an berat badan (mis:NGT) menutup dan membuka risiko terjadinya
yang - KU: Normal mulut secara manual aspirasi.
diinginkan. - Kes: Compos dengan menekan ringan - Membantu
Mentis di atas bibir/dibawah dalam melatih
- GSC: Normal dagu jika di butuhkan. kembali sensori
5. Letakan makanan pada dan
daerah mulut yang tidak meningkatkan
terganggu. kontrol
muskuler.
- Memberikan
6. Sentuh bagian pipih stimulasi sensori
bagian dalam dengan yang dapat
spatel lidah/tempatkan mencetuskan
es untuk mengetahui usaha untuk
kelemahan lidah. menelan dan
meningkatkan
7. Berikan makan dengan masukan.
perlahan pada - Dapat
lingkungan yang tenang. meningkatkan
gerakan dan
8. Mulai untuk kontrol lidah
memberikan makanan (pentingnya
per oral setengah cair, untuk menelan)
makanan lunak ketika dan
pasien dapat menelan menghambat
air. jatuhnya lidah.
- Pasien dapat
9. Anjurkan pasien berkosentrasi
menggunakan sedotan pada mekanisme
untuk meminum cairan. makan tanpa
adanya
10. Anjurkan orang terdekat distraksi/ganggu
untuk membawa an dari luar.
makanan kesukaan - Makanan
pasien. lunak/cairan
11. Pertahanakan masukan kental lebih
dan keluaran dengan mudah untuk
akurat, catat jumlah mengendalikann
kalori yang masuk. ya di dalam
mulut,
menurunkan
resiko terjadinya
12. Anjurkan untuk aspirasi.
berpartisipasi dalam - Menguatkan otot
program latihan atau fasial dan otot
kegiatan menelan dan
menurunkan
Kolaborasi: resiko terjadinya
13. Berikan cairan melalui tersedak.
IV dan/atau makanan - Menstimulasi
melalui selang. upaya makan
dan
meningkatkan
menelan/masukk
an.
- Jika usaha
menelan tidak
memadai untuk
memenuhi
kebutuhan
cairan dan
makanan, harus
dicarikan
metode alternatif
untuk makan.
- Dapat
meningkatkan
pelepasan
endorfin dalam
otak yang
meningkatkan
perasaan senang
dan
meningkatkan
nafsu makan.
- Mungkin
diperlukan untuk
memberikan
cairan
pengganti.
No Implementasi Evaluasi
1 1. Mengobservasi Ku pasien dan Kes. NDx 1
Pasien. Hasil: S: -
Ku: berat. Kes: somnolent O:
2. Mengkaji TTV. Hasil : - Ku: berat
Td : 97/54 mmHg - Kes: somnolent
N : 58 x/m - GCS: 6
R : 20 x/m - TTV:
St : 36,6 0 C Td : 97/54 mmHg
3. Mengobservasi pupil klien, catat N : 58 x/m
ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi R : 20 x/m
terhadap cahaya. St : 36,6 0 C
Hasil: ukuran pupil 5 mm, pupil tidak A: Masalah utama belum teratasi.
bereaksi terhadap cahaya dan P: Intervensi lanjut:
akomodasi kurang baik. 1. Mengobservasi Ku pasien dan Kes.
4. Mempertahankan keadaan tirah baring, Pasien.
lingkungan yang tenang; memberikan 2. Mengkaji TTV.
istirahat secara periodik. Hasil: 3. Mengobservasi pupil klien.
kerjasama dengan keluarga 4. Mempertahankan keadaan tirah baring.
5. Meletakkan kepala dengan posisi agak 5. Meletakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan. Hasil: Posisi semi fowler ditinggikan.