You are on page 1of 52

USULAN PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH PENGHINDARAN PAJAK TERHADAP


NILAI PERUSAHAAN DENGAN TRANSPARANSI SEBAGAI
VARIABEL PEMODERASI
(Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode tahun 2014 – 2016)

Usulan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyusun
skripsi S1 Program Studi Akuntansi

Diajukan oleh :

MADE CAESAR JULIARTHA N

NIM : 1415351142

PROGRAM NON REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang

berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu usaha bangsa agar bisa mandiri

dalam pembiayaan pembangunan adalah dengan cara menggali sumber pendapatan

pemerintah. Sumber pendapatan pemerintah berasal dari pendapatan pajak dan

pendapatan non pajak (Alabede, 2001; Olaofe, 2008). Penerimaan Negara dari

sektor pajak merupakan salah satu sumber peneriman negara yang penting. Bahkan

dengan diberlakukannya Undang Undang otonomi daerah maka penerimaan negara

khususnya penerimaan dari sektor pajak memiliki peranan yang sangat besar bagi

peningkatan jumlah dana pembangunan nasional dan pembiayaan rutin. Menyadari

akan besarnya peranan pajak untuk menggerakkan roda pemerintah dan

pembangunan maka sejak tahun 1983 telah dilakukan usaha usaha dalam bentuk

reformasi sistem perpajakan nasional secara terus menerus.

Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 adalah kontribusi wajib kepada negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Wajib pajak dalam hal ini badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang

2
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,

badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam

bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,

lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk

usaha tetap (Dharma dan Ardiana, 2016).

Definisi tersebut menegaskan bahwa pajak merupakan salah satu sumber

penerimaan negara. Pajak memiliki manfaat sebagai sumber dana bagi pemerintah

yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara (fungsi

budgetair) dan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (fungsi regulator)(Mardiasmo ,2016).

Oleh karena itu, pemerintah selalu menaikkan target penerimaan dari sektor

perpajakan. Perpajakan Indonesia sendiri dikelola pemerintah melalui Direktorat

Jenderal Pajak yang berada di bawah Departemen Keuangan.

Pemerintah setiap tahunnya selalu meningkatkan target penerimaan dari

sektor pajak, namun kenyataannya realisasi penerimaan dari sektor pajak selalu

lebih rendah dari yang sudah ditargetkan. Berdasarkan data dari liputan6.com,

efektivitas pemungutan pajak terus mengalami penurunan dari tahun 2014 – 2016.

Efektivitas pemungutan pajak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

3
Tabel 1.1 Efektivitas Pemungutan Pajak di Indonesia

Efektivitas
Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Pemungutan
Pajak (%)
2014 1.246 Triliun 1.143 Triliun 91,75

2015 1.294 Triliun 1.060 Triliun 81,91

2016 1.355 Triliun 1.105 Triliun 81,54

Sumber: www.liputan6.com, 2018

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa tingkat efektivitas penerimaan

pajak tiap tahunnya dari tahun 2014 – 2016 mengalami penurunan. Target

penerimaan pajak yang tidak tercapai tersebut dikarenakan salah satu penyebab

adalah adanya tindakan penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan

(Dharma dan Ardiana, 2016). Penghindaran pajak bisa terjadi karena pada intinya

pemengang saham di tiap perusahaan tentu ingin mendapatkan return yang tinggi

karena sudah menanamkan modalnya di perusahaan tersebut, dengan mengurangi

jumlah pajak yang terutang, perusahaan bisa meningkatkan keuntungannya.

Menurut Kurniasih & Sari (2013) bagi sebuah perusahaan, pajak merupakan beban

yang akan mengurangi pendapatan atau laba bersih dan sudah menjadi rahasia

umum bahwa perusahaan selalu menginginkan pembayaran pajak seminimal

mungkin, sedangkan pemerintah menginginkan pajak setinggi mungkin guna

membiayai penyelenggaraan pemerintahan.

Pemerintah menyusun berbagai kebijakan dalam bentuk intensifikasi dan

ekstensifikasi dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Salah satu kebijakan yang sedang dilakukan oleh pemerintah yaitu pengampunan

pajak (tax amnesty). Tax amnesty adalah program pengampunan yang diberikan

4
oleh pemerintah kepada wajib pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya

terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi

pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh, dengan cara melunasi

seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan. Kebijakan

amnesty pajak merupakan terobosan kebijakan dan bagian reformasi perpajakan

menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta meningkatkan penerimaan

pajak yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Pemerintah menargetkan

penerimaan pajak dari tax amnesty sebesar Rp 165 triliun (www.kemenkeu.go.id).

Upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak ternyata

berlawanan dengan kepentingan para wajib pajak pribadi maupun badan yang

sebisa mungkin untuk menghindari pembayaran pajak. Perusahaan sebagai salah

satu wajib pajak memandang pajak sebagai beban bagi perusahaan. Hal ini

disebabkan pajak perusahaan dapat mempengaruhi posisi keuangan perusahaan,

kinerja keuangan, likuiditas, hasil operasi, dan arus kas. Bagi perusahaan, pajak

yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap

sebagai biaya atau beban dalam menjalankan usaha. Oleh karena itu, perusahaan

cenderung untuk mengurangi beban pajak dalam memperbaiki kinerja

perusahaan(Prasiwi, 2015).

Perusahaan melakukan berbagai cara untuk meminimalkan beban pajak

yang akan dibayar, salah satunya yaitu dengan manajemen pajak. Menurut

Lumbantoruan (1996), manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban

perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang harus dibayar dapat ditekan

serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.

5
Manajemen pajak merupakan upaya dalam melakukan penghematan pajak secara

legal. Salah satu bentuk manajemen pajak adalah penghindaran pajak (tax

avoidance).

Penghindaran pajak (tax avoidance) tidak sama dengan penggelapan pajak

(tax evasion). Dalam kirchler, Maciejovsky, dan Schneider (2002), tax avoidance

merupakan usaha pengurangan pembayaran pajak dengan cara legal, misalnya

memanfaatkan kelemahan peraturan perpajakan, sedangkan tax evasion adalah

usaha penghindaran pajak dengan cara ilegal, misalnya melaporkan pendapatan

dibawah yang sebenarnya ataupun tingkat pengurang yang tinggi, secara garis besar

perbedaan utama terletak pada sisi legalitas. Jacob (2014) mendefinisikan tax

avoidance sebagai suatu tindakan untuk melakukan pengurangan atau

meminimalkan kewajiban pajak dengan hati-hati mengatur sedemikian rupa untuk

mengambil keuntungan dari celah-celah dalam ketentuan pajak, seperti pengenaan

pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Dalam hal ini cara yang

digunakan untuk mengukur penghindaran pajak adalah Effective Tax Rate (ETR)

Di Indonesia, salah satu kasus yang terkenal yaitu penghindaran pajak yang

dilakukan PT. Coca Cola Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah

menyelidiki kasus penghindaran pajak oleh CCI. DJP menyatakan total penghasilan

kena pajak CCI pada periode itu senilai Rp.603,48 miliar, sedangkan CCI

mengklaim penghasilan kena pajak Rp.492,59 miliar. Akibatnya, DJP menghitung

kekurangan pajak penghasilan dan CCI terindikasi merugikan devisa negara senilai

Rp.49,24 miliar. Hasil penelusuran DJP bahwa perusahaan tersebut telah

melakukan tindakan penghindaran pajak yang menyebabkan setoran pajak

6
berkurang dengan ditemukannya pembengkakan biaya yang besar pada perusahaan

tersebut. Beban biaya itu antara lain untuk iklan dari rentang waktu tahun 2002-

2006 dengan total sebesar Rp.566,84 miliar. Akibatnya, ada penurunan penghasilan

kena pajak. (www.rimanews.com).

Penghindaran pajak telah terjadi sekian lama yang dilakukan oleh

perusahaan-perusahan besar di dunia. Berbagai cara yang dilakukan antara lain

melakukan investasi di negara tax haven country, dimana negara yang tergolong

dalam kategori ini memiliki kemudahan untuk tidak membayar pajak untuk jangka

waktu yang tidak terbatas, atau tarif yang rendah, pengawasan yang tidak ketat atas

valas, dan jaminan kerahasiaan bank. Praktik thin capitalization juga dinilai

memiliki andil dalam penghindaran pajak perusahaan. Teorinya, perusahaan

dibiayai dengan jumlah hutang yang lebih banyak daripada jumlah modal sendiri,

sehingga perusahaan menanggung beban pinjaman yang tinggi yang

mengakibatkan perusahaan terlihat seperti memiliki banyak hutang dengan pihak

lain. Transfer pricing juga merupakan salah satu mekanisme dalam melakukan

penghindaran pajak dengan cara menaikkan harga beli atau menurunkan harga jual

pada anak perusahaan, sehingga induk perusahaan tampak seolah-olah mengalami

kerugian (Setiawan, 2014).

Peningkatan nilai perusahaan merupakan tujuan perusahaan yang dapat

dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen, dimana suatu keputusan yang

diambil akan mempengaruhi keputusan lainnya dan nantinya akan berdampak pada

nilai perusahaan. Peningkatan nilai perusahaan dapat terlihat pada kenaikan harga

saham perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi akan menjadi sinyal positif yang

7
dapat meningkatkan kesejahteraan bagi investor untuk menanamkan modalnya di

perusahaan tersebut. Salah satu keputusan manajemen adalah penghindaran pajak

(tax avoidance) yang diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Namun,

disisi lain investor bertentangan dengan penghindaran pajak tersebut dan merasa

dirugikan.

Investor sebagai principal menganggap penghindaran pajak adalah tindakan

yang tidak patuh terhadap undang-undang perpajakan dan timbulnya biaya di

kemudian hari seperti biaya yang timbul akibat adanya pemeriksaaan pajak.

Sedangkan manajer sebagai agen memandang kebijakan penghindaran pajak adalah

cara untuk meminimumkan beban pajak secara legal dengan memanfaatkan celah

celah dari peraturan perpajakan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan yang

berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Timbulnya konflik kepentingan ini

terjadi karena adanya asimetri informasi sehingga mengakibatkan adanya

perbedaan persepsi antara investor dan manajer tentang kebijakan penghindaran

pajak.

Untuk mengatasi masalah agensi tersebut sangat relevan dalam

mempertimbangkan transparansi informasi sebagai moderasi hubungan antara

penghindaran pajak dan nilai perusahaan. Konflik kepentingan (agency conflict) ini

dapat diminimalisir dengan adanya transparansi informasi (Armstrong et al., 2013).

Menurut Wang (2010), transparansi informasi merupakan ketersediaan informasi

spesifik perusahaan kepada pemegang saham luar yang mempengaruhi nilai

perusahaan. Transparansi menjadi alat untuk mengawasi setiap tindakan manajer

sehingga mengurangi kecemasan investor terhadap biaya agensi tersembunyi

8
terkait penghindaran pajak. Biaya agensi merupakan biaya yang timbul karena

tindakan manajer yang berbeda dari tindakan untuk memaksimumkan kepentingan

pemegang saham. Adanya transparansi diharapkan mengurangi perilaku

oportunistik manajer dan resiko yang timbul dalam melakukan penghindaran pajak

dapat terdeteksi.

Penelitian-penelitian sebelumnya tentang hubungan antara penghindaran

pajak, nilai perusahaan, dan transparansi informasi menghasilkan simpulan yang

berbeda-beda. Stevanus Tri Anggoro, Aditya Septiani (2015) menyatakan bahwa

perilaku penghindaran pajak berpengaruh pada nilai perusahaan dan tranparansi

mampu memoderasi pengaruh penghindaran pajak pada nilai perusahaan. Menurut

Ayu Aryista Dewi dan Luh Gede Krisna Dewi (2017) agresivitas pajak berpengaruh

positif pada nilai perusahaan. Penelitian dari Wang (2010) menyatakan bahwa tax

avoidance berpengaruh pada nilai perusahaan dan transparansi berpengaruh pada

nilai perusahaan. Menurut Ida Bagus Gede Putra Pradnyana, Naniek Noviari (2017)

perencanaan pajak berpengaruh pada nilai perusahaan dan transparansi mampu

memperkuat pengaruh perencanaan pajak pada nilai perusahaan. Hal ini juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan Arif Fajar Kurniawan, Muchamad

Syafruddin (2017), Ainia Fajrin, Nur Diana, M. Cholid Mawardi (2017) yang

menghasilkan bukti empiris penghindaran pajak berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan dan transparansi mampu memoderasi pengaruh penghindaran pajak

pada nilai perusahaan.

9
Hasil yang berbeda didapat oleh Simarmata (2012) yang menyatakan bahwa

tidak ada pengaruh yang signifikan penghindaran pajak terhadap nilai perusahaan.

Penelitian ini juga didukung oleh Anita Tarihoran (2016), Kristantina Wahyu

Prasiwi (2015), Daniel Rheza Siregar (2012), Olga Theresia Nuritomo (2012) yang

menyatakan bahwa penghindaran pajak berpengaruh negatif pada nilai perusahaan

dan transparansi tidak mampu memoderasi pengaruh penghindaran pajak pada nilai

perusahaan. Perbedaan hasil dari penelitian-penelitian tentang pengaruh

penghindaran pajak terhadap nilai perusahaan menjadi motivasi penelitian ini.

Penelitian ini memfokuskan sampel penelitian pada salah satu sektor

kelompok perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu

perusahaan manufaktur. Alasan pemilihan perusahaan manufaktur karena

perusahaan tersebut melakukan aktivitas usaha secara menyeluruh mulai dari

pembelian bahan baku hingga menjadi barang jadi dan siap untuk dijual ke pasaran

sebagian usahanya terkait dengan aspek perpajakan. Perusahaan manufaktur juga

memiliki jumlah perusahaan yang paling banyak dibandingkan jenis usaha lain

yang terdiri dari beberapa industri. Perusahaan manufaktur masih memiliki andil

yang besar dalam menyumbangkan pajak penghasilan (PPh) nonmigas setiap

tahunnya kepada negara. Pada tahun 2017 industri pengolahan menjadi kontributor

tertinggi terhadap penerimaan PPh nonmigas, di mana mencapai 31,8 persen.

Selanjutnya, diikuti sektor perdagangan 19,3 persen, jasa keuangan 14,0 persen,

dan pertanian 1,7 persen (bisnis.rakyatku.com,2018).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Analisis Pengaruh Penghindaran Pajak Terhadap Nilai Perusahaan

10
Dengan Transparansi Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur

Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti merumuskan masalah

yang akan diteliti, yaitu:

1) Apakah penghindaran pajak berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun

2014-2016?

2) Apakah transparansi dapat memoderasi hubungan antara penghindaran

pajak terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014-2016?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas,

maka tujuan penelitian adalah :

1) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh penghindaran pajak pada

nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) tahun 2014-2016

2) Untuk memperoleh bukti empiris transparansi dalam memoderasi

hubungan antara penghindaran pajak terhadap nilai perusahaan pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2014- 2016

11
1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mamberikan manfaat secara teoritis maupun

praktis bagi semua pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini, antara lain:

1) Kegunaan teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan konseptual

ilmu pengetahuan bagi peneliti sejenis maupun peneliti lainnya dalam

rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan

kemajuan dunia pendidikan.

2) Kegunaan praktis

Bagi Pihak Regulator

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi

pihak regulator khususnya Direktorat Jendral Pajak untuk melihat

karakteristik dari setiap perusahaan agar bisa disesuaikan dengan peraturan

perpajakan yang lebih baik dan lebih teliti dalam memeriksa pajak

perusahaan agar penerimaan negara dari pajak dapat lebih optimal.

Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi di dalam

melakukan penelitian sejenis mengenai nilai perusahaandan faktor-faktor

yang mempengaruhinya.

Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pertimbangan bagi

perusahaan untuk menyajikan laporan tahunan yang lebih transparan dan

12
dapat diandalkan. Karena laporan keuangan yang transparan menjadi salah

satu pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya.

Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan

untuk melakukan investasi.

13
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan

Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan antara agent

(manajemen suatu usaha) dan principal (pemilik usaha). Agent melakukan tugas-

tugas tertentu yang diperuntukkan bagi principal dan principal bertugas untuk

memberi imbalan pada agent (Hendriksen dan Breda, 1992). Jensen dan Meckling

(1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak antara satu orang atau

lebih (pemberi kerja atau prinsipal) untuk melakukan sejumlah jasa dan

memberikan wewenang dalam pengambilan keputusan kepada pihak lain (agen).

Ketika kedua belah pihak terjadi suatu kontrak yang berusaha untuk

memaksimalkan utilitas mereka, maka akan terjadi kemungkinan kalau agen tidak

akan bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal.

Konflik kepentingan antara agent dan principal dalam mencapai

kemakmuran yang dikehendakinya disebut sebagai masalah keagenan. Inti dari

teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan

kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997).

Dalam teori keagenan menunjukkan bahwa terdapat dua potensial konflik

keagenan. Pertama, masalah agensi antara manajemen dan pemegang saham dan

14
kedua, masalah agensi antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham

minoritas.

Pada masalah agensi yang pertama, konflik kepentingan muncul karena

adanya hubungan kontraktual antara principal dan agent. Konflik kepentingan

semakin meningkat karena pemegang saham tidak dapat memonitor aktivitas

manajer sehari-hari untuk memastikan bahwa manajer bekerja sesuai dengan

kepentingan pemegang saham. Pemegang saham tidak memiliki informasi yang

cukup tentang kinerja manajer, disisi lain manajer memiliki lebih banyak informasi

mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal

inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh

pemegang saham dan manajer. Kondisi ini dikenal dengan asimetri informasi

(asymmetric information).

Schift dan Lewin (1970) dalam Siregar (2012) menyatakan bahwa manajer

berada pada posisi yang memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri,

lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan

pemegang saham. Dengan adanya asimetri informasi tersebut, manajemen

mendapatkan dorongan untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya dengan

memanfaatkan keterbatasan informasi yang dimiliki pemegang saham. Oleh karena

itu manajemen tidak akan selalu bertindak sesuai apa yang diinginkan oleh

pemegang saham, contohnya seorang manajer akan memiliki alternatif pencatatan

akuntansi yang akan memperbesar laba akuntansi ketika bonus yang akan

didapatkan oleh manajer tersebut bersumber pada laba perusahaan, alternatif ini

15
akan membuat bonus manajer semakin besar dan menurunkan kekayaan pemegang

saham (Schroeder,et al., 2009).

Masalah agensi yang kedua akan terjadi apabila terdapat pemegang saham

mayoritas dan pemegang saham minoritas. Pemegang saham mayoritas akan

muncul pada saat pemegang saham secara aktif menginvestasikan sumber dayanya

dalam jumlah besar untuk mengontrol suatu perusahaan secara langsung maupun

tidak langsung sehingga kepemilikan akan terkonsentrasi pada suatu entitas atau

individu tertentu. Pergeseran konflik ini terjadi karena pemegang saham mayoritas

dapat mengendalikan manajemen agar membuat keputusan yang menguntungkan

pemegang saham mayoritas, tanpa memikirkan kepentingan seluruh pemegang

saham termasuk pemegang saham minoritas. Pemegang saham mayoritas memiliki

kendala absolute sehingga dapat melakukan tindakan yang menguntungkan

pemegang saham mayoritas tetapi merugikan pemegang saham minoritas.

Adanya konflik kepentingan dan asimetri informasi yang terjadi antara

pemegang saham dan manajer mendorong manajer untuk menyajikan informasi

yang tidak sebenarnya kepada pemegang saham terutama jika informasi yang

disajikan tersebut berhubungan dengan pengukuran kinerja manajemen. Hal ini

mendorong manajer menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui

oleh pemegang saham sehingga digunakan untuk kepentingan diri sendiri. Konflik

kepentingan tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu biaya yang disebut

dengan agency cost. Biaya keagenan (agency cost) adalah biaya yang dikeluarkan

pemilik untuk mengatur dan mengawasi kinerja para manajer sehingga mereka

bekerja untuk kepentingan perusahaan.

16
Jensen dan Meckling (1976) dalam Simarmata (2012) menyebutkan tiga

jenis biaya keagenan meliputi monitoring cost, bonding cost, residual losses.

1) Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal

untuk memonitor perilaku para agen yaitu untuk mengukur, mengamati, dan

mengontrol perilaku agen. Contohnya biaya audit dan biaya untuk

menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan

aturan-aturan operasi.

2) Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan

dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk

kepentingan principal. Contohnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer

untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.

3) Residual loss timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen kadangkala

berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan principal.

2.1.2 Teori Sinyal (Signalling Theory)

Signalling Theory atau teori sinyal dikembangkan oleh (Ross, 1977),

menyatakan bahwa pihak eksekutif perusahaan memiliki informasi lebih baik

mengenai perusahaannya akan terdorong untuk menyampaikan informasi tersebut

kepada calon investor agar harga saham perusahaannya meningkat. Hal positif

dalam signalling theory dimana perusahaan yang memberikan informasi yang

bagus akan membedakan mereka dengan perusahaan yang tidak memiliki “berita

bagus” dengan menginformasikan pada pasar tentang keadaan mereka, sinyal

tentang bagusnya kinerja masa depan yang diberikan oleh perusahaan yang kinerja

17
keuangan masa lalunya tidak bagus tidak akan dipercaya oleh pasar (Wolk dan

Tearney dalam Dwiyanti, 2010).

Signalling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan

untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karena

terdapat asimetris informasi (asymmetri information) antara perusahaan dan pihak

luar. Teori sinyal menekankan pentingnya pemberian informasi dari pihak internal

perusahaan kepada pihak eksternal atau investor yang digunakan sebagai alat

pertimbangan investasi (Thiono 2006). Hal yang dapat terjadi atas asimetri

informasi menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Simarmata dapat

menimbulkan 2 (dua) permasalahan, yaitu:

1) Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak

melaksanakan hal-hal yang disepakati dalam kontrak kerja.

2) Adverse Selection, yaitu suatu keadaan dimana principal tidak dapat

mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar

didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebuah

kelalaian dalam tugas.

Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana sebuah perusahaan

seharusnya memberikan sinyal kepada pihak luar perusahaan. Sinyal tersebut dapat

berupa informasi berupa laporan tahunan yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi

akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi

non akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan.

Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan menggungkapkan

18
informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak

dalam mapun pihak luar perusahaan.

Dengan adanya signaling theory ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak

manajemen perusahaan terkhususnya perusahaan yang telah go public pasti

memberikan informasi kepada para investor sehingga investor dapat mengetahui

keadaaan perusahaan dan prospeknya di masa depan. Dalam pengambilan

keputusan untuk berinvestasi, investor dapat membedakan perusahaan mana yang

memiliki nilai perusahaan yang baik, sehingga di masa mendatang dapat

memberikan keuntungan bagi investor tersebut. Dalam signaling theory,

pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan

di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator

nilai perusahaan(Jama’an, 2008). Selain itu, bagi pihak manajemen praktik

penghindaran pajak yang telah dilakukan diharapkan dapat memberikan sinyal

positif kepada pihak investor yang akan berdampak terhadap naiknya nilai

perusahaan. Karena pada dasarnya nilai perusahaan dapat dikatakan baik salah

satunya ditunjukkan oleh peningkatan harga saham perusahaan dari waktu ke

waktu.

2.1.3 Pengertian Pajak

Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang

perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

19
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Beberapa pendapat para pakar pajak dalam mendefinisikan pajak sebagai

berikut (Burton dan Ilyas, 2013).

1) Pengertian pajak menurut Rachmat Soemirto

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-

Undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik secara langsung yang

dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2) Pengertian pajak menurut M.J.H. Smeets

Pajak merupakan prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-

norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontrprestasi yang

ditunjukkan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran rutin

pemerintah.

3) Pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja.

Pajak merupakan iuran wajib masyarakat berupa barang yang dapat

dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum yang berguna menutupi

biaya produksi barang dan jasa kolektif mencapai kesejahteraan umum.

4) Pengertian pajak menurut Mr. N. J. Feldmann

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada

penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa

adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup

pengeluaran-pengeluaran umum.

20
Dari Pendapat yang diberikan oleh pakar pajak tersebut mengenai definisi

pajak, terdapat beberapa unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu.

1) Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

2) Sifatnya dapat dipaksakan.

3) Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh

pembayar pajak.

4) Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik pemerintah pusat maupun

daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta).

5) Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin

dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang mempunyai dua fungsi

(Mardiasmo 2016), yaitu.

1) Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk

membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2) Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan

pemerintahan dalam bidang sosial ekonomi.

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Mardiasmo,

2016) sebagai berikut:

1) Official Assessment System adalah suatu sistem yang memberi wewenang

kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak.

21
2) Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang

terutang.

3) Withholding System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak.

Walby (2010) membagi tarif pajak pajak menjadi empat macam yaitu.

1) Tarif Pajak Statutori (Statutory Tax Rate) adalah tarif pajak yang secara

legal berlaku dan ditetapkan oleh otoritas perpajakan.

2) Tarif Pajak Rata-Rata (Average Tax Rate) adalah rasio jumlah pajak yang

harus dibayarkan terhadap jumlah penghasilan kena pajak. Perbedaan tarif

pajak statutori dengan tarif pajak rata-rata ketika tarif pajak statutori

memiliki tarif pajak yang bertingkat, pada saat itu pajak rata-rata akan lebih

rendah dari pajak statutori.

3) Tarif Pajak Marginal (Marginal Tax Ratio) adalah tarif pajak yang

dikenakan atas sisa penghasilan kena pajak setelah dikenakan dengan tarif

pajak sebelumnya.

4) Tarif Pajak Efektif (Effective Tax Rate) adalah tarif pajak aktual yang harus

dibayarkan oleh perusahaan dibandingkan dengan laba yang dihasilkan

perusahaan.

22
2.1.4 Manajemen Pajak

Tax avoidance adalah bagian dari manajemen pajak (Muhammad, 2012).

Menurut Lumbantoruan (1996), manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi

kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan

serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Tujuan

manajemen pajak yaitu menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan

melakukan usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.

Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen

pajak yang terdiri atas perencanaan pajak (tax planning), pelaksanaan kewajiban

perpajakan (tax implementation), dan pengendalian pajak (tax control). Pada

umumnya penekanan perencanaan pajak untuk meminimumkan kewajiban

perpajakan. Oleh karena itu ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat

dikenakan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Untuk

menghindari sanksi tersebut manajemen berusaha untuk melakukan pengendalian

atas beban pajak yang ditetapkan.

Menurut Suandy (2008), manajemen pajak adalah perencanaan pemenuhan

kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu, sehingga dapat

menghindari pemborosan sumber data. Ada 3 unsur motivasi perusahaan dalam

melakukan tindakan manajemen pajak yaitu :

1) Kebijakan Perpajakan

Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang

hendak dituju dalam sistem perpajakan, penerapan dan perlakuan yang

berbeda atas dasar peraturan pemerintah terhadap masing-masing kondisi

23
wajib pajak, membuat wajib pajak termotivasi untuk melakukan

manajemen pajak.

2) Undang-undang Perpajakan

Dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain

(Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri

Keuangan, dan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak), karena tidak adanya

undang-undang yang mengatur setiap permasalahan perpajakan secara

sempurna. Tidak jarang ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan

undang-undang itu sendiri, sehingga terbuka celah bagi wajib pajak untuk

menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk manajemen pajak

yang baik.

3) Administrasi perpajakan

Di Indonesia sangat sulit dalam pelaksanaannya karena wilayahnya yang

luas dan jumlah penduduk yang banyak. Hal ini mendorong perusahaan

untuk melakukan manajemen pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi

administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan pendapat. Ini

disebabkan karena luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem

informasi yang belum efektif.

2.1.5 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Menurut Zain (2003), penghindaran pajak adalah proses pengendalian

tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki.

Penghindaran pajak adalah suatu tindakan yang benar- benar legal. Penghindaran

24
pajak juga diartikan sebagai cara mengurangi pajak yang masih dalam batas

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan,

terutama melalui perencanaan pajak. Arnold dan McIntyre (2002), tax avoidance

adalah transaksi atau perjanjian lain yang dilakukan wajib pajak untuk

meminimalkan jumlah pajak yang terutang dengan cara yang sah dan bukan

merupakan tindak pidana. Sementara menurut Sri Hutami (2010) tax avoidance

adalah suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak

dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan ketentuan perpajakan suatu negara

sehingga ahli pajak mengatakan hal tersebut legal karena tidak melanggar undang-

undang perpajakan. Dipercaya bahwa penghindaran pajak perusahaan

menggambarkan transfer kekayaan dari pemerintah kepada korporasi dan harus

menambah nilai perusahaan.

Menurut Dyreng et al., (2008) penting untuk menekankan bahwa

penghindaran pajak tidak selalu berarti perusahaan terlibat dalam suatu yang tidak

benar. Ada banyak ketentuan atau celah dalam peraturan perpajakan yang

memungkinkan dan mendorong perusahaan untuk mengurangi tarif pajaknya.

Terdapat perbedaan antara penghindaran pajak (tax avoidance) dengan

penggelapan pajak (tax evasion). Tax avoidance tidak melanggar perundang-

undangan dan hanya memanfaatkan celah kelemahan yang ada dalam undang-

undang tersebut. Sedangkan tax evasion merupakan usaha yang dilakukan oleh

perusahaan untuk menghindari kewajiban perpajakan dengan melanggar peraturan

perundang-undangan yang ada.

25
Dalam penelitian Hoque et al., (2011) dalam Surbakti, 2012 diungkapkan

beberapa cara penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan, seperti :

1) Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal

sehingga mengurangi laba bersih dan utang pajak perusahaan tersebut.

2) Mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelanjaan operasional, dan

membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi utang

pajak perusahaan.

3) Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi

laba bersih.

4) Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri

manufaktur sehingga mengurangi laba kena pajak.

Dalam teori agensi, adanya pemisahan kepemilikan dan manajemen

mengindikasikan keputusan pajak perusahaan dapat memicu konflik agensi antara

kepentingan pribadi manajemen dan pemegang saham. Manajer sebagai agent,

dapat memanipulasi laporan dalam aktivitas penghindaran pajak yang memberikan

informasi keliru bagi investor. Manajer dapat membenarkan aktivitas ini dengan

mengatakan ketidaktahuan dalam meminimalkan terdeteksinya aktivitas

penghindaran pajak oleh pemeriksa pajak atau fiskus (Chasbiandani dan Martani,

2012). Hanlon dan Heitzman (2010) memaparkan bahwa pengukuran adanya

penghindaran pajak dapat menggunakan banyak proksi yang bervariasi. Salah satu

pengukuran yang dapat membuktikan ada atau tidaknya praktik penghindaran pajak

yaitu effective tax rate (ETR) total beban pajak penghasilan dibagi laba sebelum

pajak.

26
2.1.6 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan adalah persepsi penilaian investor terhadap perusahaan,

nilai perusahaan dicerminkan dengan harga saham, dimana semakin meningkat

nilai perusahaan maka akan semakin meningkat harga saham perusahaan tersebut

(Partha, 2016). Tujuan utama setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai

perusahaan yang tercermin dari kemakmuran pemilik atau pemegang saham

perusahaan. Kenaikan harga saham akan memberikan keuntungan dan kemakmuran

bagi pemegang saham(Prasiwi, 2015).

Tobin’s Q merupakan salah satu proksi untuk mengukur nilai perusahaan.

Tobin’s Q dikembangkan oleh James Tobin (1967) dan dinilai dapat memberikan

informasi yang paling baik, karena rasio ini dapat menjelaskan berbagai fenomena

yang terjadi dalam kegiatan perusahaan seperti terjadinya perbedaan crossectional

dalam pengambilan keputusan investasi (Simarmata, 2012). Semakin besar nilai

Tobin’s Q maka semakin besar nilai perusahaan dan mengindikasikan perusahaan

memiliki prospek yang baik. Hal ini karena nilai pasar asset perusahaan lebih besar

dibandingkan nilai buku asset perusahaan yang berarti semakin besar kerelaan

investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan

tersebut (Sukamulja, 2004).

Nilai perusahaan mengindikasikan tingkat kemakmuran yang didapat oleh

pemegang saham. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi kemakmuran

pemegang saham (Simarmata, 2012). Pemegang saham akan melakukan segala

upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan sehingga tingkat kesejahteraannya

meningkat. Bagi perusahaan yang telah go public, maka nilai perusahaannya akan

27
tercermin dari harga saham yang terdapat di bursa. Nilai perusahaan dapat

meningkat jika perusahaan dikelola oleh orang yang kompeten.

2.1.7 Transparansi

Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses

informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan informasi

yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Menurut Ilmiani

et al. (2014) transparansi diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam

proses pengambilan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan

mengenai perusahaan. Transparansi informasi menjadikan akses informasi menjadi

transparan dan mudah untuk diakses oleh investor sehingga dapat meminimalisir

perilaku oportunistik manajer dalam melakukan penghindaran pajak sehingga

mengurangi resiko deteksi dan resiko yang diakibatkan oleh asimetri informasi dari

kebijakan penghindaran pajak yang dilakukan oleh manajer perusahaan (Chen et

al., 2010).

Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang

disajikan oleh perusahaan (Tjager et al., 2003). Kepercayaan investor akan sangat

tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena

itu, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat dan tepat

waktu serta dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama. Prinsip ini

diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akuntansi yang berbasiskan

standar akuntansi yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan

yang berkualitas, mengembangkan teknologi informasi dan sistem informasi

28
akuntansi manajemen untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai

dan proses pengambilan keputusan yang efektif oleh dewan komisaris dan direksi

termasuk juga mengumumkan jabatan kosong secara terbuka.

Transparansi juga merupakan salah satu prinsip penerapan Good Corporate

Governance, berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia

tahun 2006 dijelaskan bahwa transparansi merupakan pengungkapan kinerja

perusahaan secara akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal-hal

penting perusahaan. Untuk menjaga tujuan dalam menjalankan bisnis, perusahaan

harus menyediakan informasi yang relevan dan dipahami oleh stakeholders.

Dengan kata lain, prinsip transparansi menghendaki adanya keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian

(disclosure) yang dimiliki oleh perusahaan.

2.2 Kerangka Konseptual

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penghindaran pajak

terhadap nilai perusahaan dengan transparansi sebagai pemoderasi. Penelitian ini

menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

sebagai populasi dalam penelitian ini. Populasi penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 sampai 2016.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu sampel

atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang

telah ditentukan

29
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan

tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama

periode 2014-2016 dalam situs resmi www.idx.co.id. Data akan diolah

menggunakan aplikasi SPSS untuk mengetahui hasil dari hipotesis yang telah

dibuat. Teknik analisis yang akan dilakukan adalah dengan Moderate Regression

Analysis (MRA).

Berdasarkan uraian tersebut, akan terlihat bagaimana pengaruh praktik

penghindaran pajak terhadap nilai perusahaan dengan transparansi sebagai

pemoderasi yang kemudian akan diambil kesimpulan dari hasil pengolahan data

yang diperoleh. Kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar 2.1.

30
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Fenomena

Rumusan Masalah

Hipotesis

Variabel Penelitian:
Penghindaran Pajak(Tax Avoidance) (X), Nilai Perusahaan (Y), dan
Transparansi (Z)

Instrumen dan Pengumpulan Data Metode Penelitian

Pengolahan dan Analisis Data

Pembahasan dan Interprestasi Data

Kesimpulan dan Saran


Sumber: data diolah, 2018

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian yang

telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dibuat beberapa hipotesis sebagai berikut:

2.3.1 Pengaruh Penghindaran Pajak terhadap Nilai Perusahaan

Penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa

sedemikian rupa untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan

31
memperhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan. Sehingga

penghindaran pajak tidak merupakan pelanggaran atas perundang- undangan

perpajakan atau secara etik tidak dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak

untuk mengurangi, menghindari, meminimumkan atau meringankan beban pajak

dengan cara-cara yang dimungkinkan oleh undang- undang pajak. Pada dasarnya

penghindaran pajak dapat meningkatkan nilai perusahaan karena terjadi

pengambilalihan potensi kekayaan negara kepada pemegang saham. Penghindaran

pajak dilakukan dengan cara meminimalkan jumlah pajak yang dibayar untuk

memperoleh laba yang tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Praktik penghindaran pajak juga dapat menurunkan nilai perusahaan,

penghindaran pajak tidak selalu diingikan oleh pemegang saham karena adanya

gabungan biaya, yang meliputi biaya yang berkaitan langsung dan tidak langsung

dengan penghindaran pajak (Desai dan Dharmapala, 2009). Biaya langsung

meliputi biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perencanaan pajak, denda pajak,

tambahan biaya kepatuhan. Selain biaya langsung terlibat dalam penghindaran

pajak, manajer harus memastikan bahwa tindakan ini dapat disembunyikan oleh

pihak otoritas pajak yang berwenang. Biaya tidak langsung meliputi biaya agensi.

Biaya agensi merupakan biaya yang timbul karena tindakan manajer yang

kadangkala berbeda dari tindakan yang seharusnya yaitu memaksimumkan

kepentingan pemegang saham. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

penghindaran pajak mungkin akan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh

pemegang saham sehingga kegiatan penghindaran pajak dapat berpotensi

mengurangi peningkatan nilai perusahaan.

32
. Perusahaan dengan pengungkapan pajak yang lebih luas mendapatkan

reaksi yang lebih baik. Ketika perusahaan tersebut memiliki good corporate

governance yang lebih baik maka reaksinya akan menjadi lebih positif. Perusahaan

yang lebih berorientasi pada konsumen reaksinya lebih negative dan reaksi tersebut

tergantung pada persepsi investor atas level penghindaran pajak perusahaan.

Stevanus Tri Anggoro, Aditya Septiani (2015), Ida Bagus Gede Putra Pradnyana

Naniek Noviari (2017), Arif Fajar Kurniawan, Muchamad Syafruddin (2017), dan

Xiaohang Wang (2010) menyatakan bahwa penghindaran pajak berpengaruh positif

pada nilai perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H1: Penghindaran pajak berpengaruh terhadap nilai perusahaan

2.3.2 Pengaruh Transparansi terhadap Hubungan Penghindaran Pajak

dengan Nilai Perusahaan

Transparansi dapat didefinisikan sebagai ketersediaan informasi mengenai

perusahaan bagi pengguna publik, dapat juga berfungsi sebagai tata kelola

perusahaan yang efektif untuk mengurangi konflik kepentingan antara pemegang

saham. Transparansi informasi membuat operasi bisnis lebih transparan bagi

pemerintah, sehingga kemampuan untuk menghindari pajak semakin melemah.

Transparansi informasi dapat berkontribusi secara langsung terhadap kinerja

ekonomi dengan mendisiplinkan karyawan perusahaan dalam pemilihan investasi

yang lebih baik, manajemen aset yang lebih efisien, dan mengurangi

33
pengambilalihan kekayaan pemegang saham minoritas dan mengurangi perilaku

oportunistik manajemen (Bushman et al., 2003).

Stevanus Tri Anggoro, Aditya Septiani (2015), Anita Tarihoran (2016), Ida

Bagus Gede Putra Pradnyana Naniek Noviari (2017) menyatakan bahwa

Tranparansi mampu memoderasi pengaruh Penghindaran Pajak pada Nilai

Perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H2: Transparansi dapat memoderasi pengaruh penghindaran pajak terhadap

nilai perusahaan

34
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis, maka variabel independen dalam penelitian ini

adalah penghindaran pajak, dengan nilai perusahaan sebagai variable dependen dan

transparansi sebagai variable moderating. Hubungan antara penghindaran pajak,

nilai perusahaan, dan transparansi dapat digambarkan dalam kerangka sebagai

berikut:

Gambar 3.1 Desain Penelitian

(H1 (+))
Penghindaran Pajak(Tax Nilai Perusahaan (Y)
Advoidance) (X)

(H2 (+))

Transparansi (Z)

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan

mengakses situs resmi BEI yaitu www.idx.co.id. Penelitian ini dilakukan pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2014-2016. Alasan pemilihan

perusahaan manufaktur karena perusahaan tersebut melakukan aktivitas usaha

35
secara menyeluruh mulai dari pembelian bahan baku hingga menjadi barang jadi

dan siap untuk dijual ke pasaran sebagian usahanya terkait dengan aspek perpajakan

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah suatu sifat dari obyek yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian memperoleh kesimpulan (Sugiyono, 2016). Obyek

yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang dipengaruhi

oleh praktik penghindaran pajak dan transparansi. Transparansi dalam penelitian ini

berfungsi sebagai pemoderasi pengaruh antara variabel independen dan dependen.

3.4 Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis variabel yaitu variabel bebas

(independent variable), variabel terikat (dependent variable) dan variabel

pemoderasi. Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1) Variabel Bebas (X)

Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2016) . Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah Penghindaran Pajak (X)

2) Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas

36
(Sugiyono, 2016). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai

Perusahaan (Y).

3) Variabel Moderator

Variabel moderator adalah variabel yang memengaruhi

(memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel independen

dengan dependen (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini Transparansi (Z)

merupakan variabel moderasi.

3.5 Definisi Operasional Variabel

Menurut Erlina (2011), definisi operasional yaitu menjelaskan karakteristik

dari objek ke dalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan

konsep dapat diukur dan dioperasionalkan ke dalam penelitian. Sedangkan variabel

adalah suatu atribut atau nilai atau sifat dari orang, objek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini, variabel yang

digunakan adalah variabel dependen, variabel independen, dan variabel

pemoderasi.

3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilai atau valuenya dipengaruhi

atau ditentukan oleh oleh nilai variabel lain. Bagi para peneliti, variabel dependen

merupakan variabel utama karena fokus penelitian pada umumnya ditekankan pada

perubahan yang terjadi pada variabel ini (Sinulingga, 2015). Variabel dependen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan.

37
Nilai perusahaan menggambarkan kemakmuran dari pemilik atau

pemegang saham perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan maka dapat

menggambarkan semakin sejahtera pula pemiliknya. Nilai perusahaan dapat dilihat

dari harga pasar sahamnya. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur

menggunakan rasio Tobin’s Q, rasio ini dinilai dapat memberikan informasi yang

paling baik, karena rasio ini dapat menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi

dalam kegiatan perusahaan seperti terjadinya perbedaan crossectional dalam

pengambilan keputusan investasidengan rumus perhitungan :

Keterangan :

Total Market Value = Harga saham penutupan × jumlah saham yang beredar

Total Book Value Of Liabilities = Utang lancar + utang jangka panjang

Total Book Value Of Assets = Total aset

3.5.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel

dependen baik secara positif maupun secara negatif. Kata mempengaruhi dalam

konteks ini mempunyai arti bahwa jika variabel independen ada maka variabel

dependen juga ada, dan jika nilai variabel independen berubah maka nilai variabel

dependen juga berubah (Sinulingga, 2015).

38
Penghindaran pajak (tax avoidance) adalah usaha untuk mengurangi utang

pajak yang bersifat legal (Xyans, 2011). Menurut Lim (2011) mendefinisikan tax

avoidance sebagai penghematan pajak yang timbul dengan memanfaatkan

ketentuan perpajakan yang dilakukan secara legal dengan meminimalkan

kewajiban pajak. Dalam definisi luas, penghindaran pajak merupakan rangkaian

strategis perencanaan pajak, karena secara ekonomis berusaha untuk

memaksimalkan penghasilan setelah pajak. Biasanya tax avoidance dilakukan

dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan hukum pajak dan tidak melanggar

hukum perpajakan.

Dalam penelitian ini menggunakan proksi Effective Tax Rate (ETR) sebagai

pengukuran penghindaran pajak. Effective tax rate (ETR) digunakan untuk

merefleksikan perbedaan antara perhitungan laba buku dengan laba fiskal (Frank et

al, 2009). Menurut Hanlon dan Heintzman (2010) pendekatan ETR mampu

menggambarkan penghindaran pajak yang berasal dari dampak beda temporer dan

memberikan gambaran menyeluruh menganai perubahan beban pajak karena

mewakili pajak kini dan pajak tangguhan. ETR adalah total pajak yang dibayarkan

dibagi dengan laba sebelum pajak. Rumus untuk menghitung ETR adalah sebagai

berikut :

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛


𝐸𝑇𝑅 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

3.5.3 Variabel Pemoderasi

Variabel pemoderasi adalah variabel yang turut mempengaruhi hubungan

antara variabel dependen dan variabel independen (Sinulingga, 2015). Variabel

39
pemoderasi dalam penelitian ini adalah transparansi informasi yang akan

mempengaruhi hubungan antara penghindaran pajak terhadap nilai perusahaan.

Transparansi informasi dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam

proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material

dan relevan mengenai perusahaan.

Pengukuran transparansi informasi menggunakan proksi voluntary

disclosure, yaitu pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan

tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Pengukuran transparansi informasi

dilakukan melalui dua tahap, pertama yaitu pengembangan butir-butir

pengungkapan sukarela dan kedua adalah mencari angka indeks pengungkapan

sukarela. Butir-butir pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan terdiri dari 50

item informasi yang telah dikembangkan dan disesuaikan dengan peraturan

Bapepam-LK Keputusan nomor Kep-431/BL/2012. Untuk proksi pengukurannya

menggunakan prosedur ceklist dengan skor 1 jika perusahaan mengungkapkan item

dan skor 0 jika tidak mengungkapkan item. Sehingga tingkat pengungkapan

sukarela dihitung sebagai berikut :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛


𝐷𝐼𝑆𝐶 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠

3.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam

40
penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) pada tahun 2014 sampai dengan 2016

3.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2016). Oleh sebab itu, sampel yang diambil dari populasi harus

benar-benar representatif atau mewakili. Jika sampel kurang representatif akan

mengakibatkan nilai yang dihitung dari sampel tidak cukup tepat untuk menduga

nilai populasi sesungguhnya (Erlina, 2011). Pengambilan sampel dalam penelitian

ini menggunakan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan

kriteria tertentu. Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah

1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

selama periode 2014-2016

2) Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan secara

berturut-turut dari tahun 2014-2016

3) Perusahaan tidak mengalami kerugian selama periode penelitian tahun

2014-2016

3.7 Jenis dan Sumber Data

3.7.1 Jenis Data

Berdasarkan jenisnya, data yang dgunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1) Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang

diangkakan (Sugiyono, 2016). Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah

41
angka-angka laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di

BEI tahun 2014-2016.

2) Data kualitatif merupakan data yang berbentuk kalimat, kata, atau gambar

(Sugiyono, 2016). Data kualitatif dalam penelitian ini adalah daftar nama-

nama perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2014 – 2016

3.7.2 Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

telah dikumpulkan dan diolah pihak lain sehingga tidak perlu lagi digali/ dicari oleh

peneliti bersangkutan tetapi hanya mengumpulkan (Sinulingga, 2015). Data

sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu dan ditunjang dengan

literatur-literatur lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah

laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) pada periode tahun 2014-2016 dan dapat diakses dari www.idx.co.id atau dari

situs resmi dari masing-masing perusahaan.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi non participant, yaitu dengan membaca, mengumpulkan, mencatat data-

data, informasi, dan keterangan dimana peneliti tidak terlibat secara langsung dan

hanya sebagai pengamat independen (Sugiyono, 2016). Data yang dimaksudkan

adalah data publikasi laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang telah

terdaftar pada BEI dan sesuai dengan kriteria pemilihan sampel.

42
3.9 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua teknik analisis data, yaitu dengan analisis

regresi sederhana dan analisis regresi moderasi. Analisis data menggunakan alat

bantu program Statistical Product and Service Solutation (SPSS). Teknik analisis

regresi sederhana digunakan untuk menguji pengaruh penghindaran pajak pada

nilai perusahaan. Teknik analisis regresi moderasi digunakan untuk menguji

variabel moderasi transparansi pada hubungan praktik penghindaran pajak pada

nilai perusahaan. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.9.1 Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan

atau memberi gambaran umum terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel

atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat

kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono, 2016). Statistik deskriptif dapat diukur

dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai minimum dan nilai

maksimum dari skala jawaban responden pada setiap variabel (Ghozali, 2016).

3.9.2 Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

data telah memenuhi persyaratan distribusi normal dan apakah residual

dalam model regresi sudah terdistribusi secara normal (Gujarati, 2009).

Pengujian normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji

Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan bantuan fasilitas SPSS. Model regresi

43
yang baik jika distribusi datanya mendekati normal. Ghozali (2016)

menyatakan jika probabilitas signifikan di atas atau sama dengan 0,05, maka

variabel tersebut terdistribusi secara normal.

2) Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan

ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2016). Pengujian ini dilakukan dengan

uji Glejser yaitu dengan cara meregresi nilai absolute residual dari model

yang diestimasi terhadap variabel independen. Jika tidak ada satupun

variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap nilai absolute residual

atau nilai signifikansinya di atas α, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3) Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali,

2016). Model regresi yang baik adalah jika tidak ditemukannya

multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi. Multikolinearitas antar variabel

independen dapat dilihat dari nilai tolerance dan nilai Variance Inflation

Factor (VIF), jika nilai tolerance dibawah 10% maka dapat dikatakan tidak

ada gejala multikolinearitas.

4) Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi tersebut ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

44
terjadi korelasi, maka dinamakan adanya problem autokorelasi (Ghozali,

2016). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang

waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual

(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi

lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series)

karena gangguan pada seseorang individu/kelompok cenderung

mempengaruhi gangguan pada individu/kelompok yang sama pada periode

berikutnya. Uji autokorelasi dalam penelitian ini digunakan uji Durbin-

Watson. Dengan ketentuan sebagai beikut :

1) 0 < d< dl = ada autokorelasi positif

2) dl ≤ d ≤ du = tidak ada autokorelasi positif

3) 4- dl < d < 4 = ada autokorelasi negatif

4) 4- du ≤ d ≤ 4 – dl = tidak ada autokorelasi negatif

5) Du < d < 4 – du = tidak ada autokorelasi positif atau negatif

3.9.3 Analisis Regresi

3.9.3.1 Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi adalah regresi yang didasarkan pada hubungan fungsional

ataupun kasual satu variabel independen dengan satu variabel dependen (Sugiyono,

2016). Persamaan regresi pada penelitian ini adalah:

Y= α + β1X1 + µ.......................................................................................(1)

45
Keterangan:

Y = Nilai Perusahaan
α = Konstanta
β1 = Koefisien regresi variabel penghindaran pajak
X1 = Penghindaran pajak
µ = Standard Error

3.9.3.2 Analisis Regresi Moderasi / Moderated Regression Analysis (MRA)

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis Moderated Regression Analysis (MRA). Uji MRA merupakan aplikasi

khusus linier berganda. MRA dalam persamaan regresinya mengandung interaksi,

yaitu perkalian dua atau lebih variabel independen. MRA digunakan untuk menguji

hubungan penghindaran pajak pada nilai perusahaan dimana transparansi sebagai

variabel pemoderasi. Persamaan regresi dari model regresi moderasi adalah:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X1X2 + µ......................................................(2)

Keterangan:

Y = Nilai Perusahaan
α = konstanta
X1 = penghindaran pajak
X2 = transparansi
β1- β3 = koefisien regresi
X1X2 = interaksi antara penghindaran pajak dengan transparansi
µ = standard error

3.9.4 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis ini berguna untuk memeriksa atau menguji apakah

koefisien regresi yang didapat adalah signifikan atau secara statistik nilainya tidak

sama dengan nol. Uji hipotesis dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

46
3.9.5 Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2016). Semakin

kecil nilai R2 maka semakin terbatas kemampuan variabel-variabel independen

dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai yang mendekati satu berarti

variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Menurut Gujarati (2003)

dalam Ghozali (2016), jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif,

maka nilai adjusted R2 dianggap bernilai nol.

3.9.6 Uji Kelayakan Model (Uji F)

Uji statistik F dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan dari

model regresi linear berganda sebagai alat analisis yang menguji pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan

menggunakan significance level 0,05 (α = 5%). Jika signifikansi pada tabel annova

lebih kecil daripada α = 5%, maka model yang digunakan layak.

3.9.7 Uji Hipotesis (Uji t)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh masing-masing

variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. Level of significant (α) yang

digunakan adalah 5% (0,05). Apabila tingkat signifikansi t lebih besar dari α = 0,05

maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sebaliknya jika tingkat signifikansi t lebih kecil

dari atau sama dengan α = 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

47
DAFTAR RUJUKAN

Alabede, J. O., Affrin, Z. Z., Idris, K, M. 2011. Tax Service Quality and Tax
Compliance in Nigeria : Do Taxpayer’s Financial Condition and Risk
Preference Play Any Moderating Role. European Journal of Economics,
Finance and Administrative Sciences, (35), 90 – 108

Armstrong, Christian, L Blonin, Jennifer, D Jagolinzer, Alan and Larcker, David,


2013. “Corporate Governance, Incentives, and Tax Avoidance”, Journal of
Empirical Finance, vol 18.

Brain J. Arnold dan Michael J.McIntyre,. 2002. International Tax Primer(2nd ad)
at 81

Bushman, R.M. and A.J. Smith. 2003. ”Transparency, Financial Accounting


Information and Coroporate Governance”, Economic Policy Review,
9,6587

Chasbiandani, Tryas dan Dwi Martani, 2012. “Pengaruh Tax Avoidance Jangka
Panjang Terhadap Nilai Perusahaan”. Tesis. Universitas Indonesia

Chen, S., Chen, X., Cheng, Q., dan Shevlin T.J. 2010. “Are Family Firms More Tax
Aggressive Than Non Family Firms?” Journal of Financial Economics,95,
41-61.

Chen, Xudong, Na Hu, Xue Wang dan Xiaofei Tang, “Tax Avoidance and Firm
Value: Evidence From China”, Nankai Business Review International, Vol.
5 No. 1, 2014.

Desai, Mihir A. dan Dhammika Dharmapala, 2009. “Corporate Tax Avoidance and
Firm Value”. The Review Of Economic and Statistic. 91, 537-546

Dharma, I Made Surya dan Putu Agus Ardiana. 2016. Pengaruh Leverage,
Intensitas Aset Tetap, dan Koneksi Politik Terhadap Tax Avoidance. E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 15 (1), hal.584-613.

Dyreng, Scott, Michelle Hanlon dan Edward Maydew. 2008. Long Run Corporate
Tax Avoidance. The Accounting Review. 83, 61-82.

Dwiyanti, R. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu


Pelaporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang

Erlina, 2011. Metodologi Penelitian, USU Press, Medan

48
Frank, M., Lynch, L., dan Rego, S. 2009. Tax reporting aggressiveness and its
relation to aggressive financial reporting. The Accounting Review.

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariative Dengan Program IBM SPSS
23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar, Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta

Hanlon, Michelle and Joel Slemrod, 2009. “What does tax aggressiveness signal?
Evidence from stock price reactions to news about tax shelter involvement”,
Journal of Publik Economics, 93, 126-141

Hanlon, M. and S. Heitzman. 2010. A Review Of Tax Research. Juournal of


Accounting and Economics, 50: h: 127-178

Hendrikzen, Eldon S and M.F Van Breda. 1992. Accounting Teory. Fifth Edition.
USA: Richard D. Irwin Inc.

Hoque, M. J., Bhuiyan, M. Z. H., Ahmad, A. 2011.Tax Evasion and Avoidance


Crimes – A Study on Some Corporate Firms of Bangladesh. Tax
management.

Hutami, Sri. 2010. Tax Planing (Tax Avoidance dan Tax Evasion) Dilihat Dari
Teori Etika. Majalah Online Politeknosains. 9(2): h:57-64.

Ilmiani, Amalia, Sutrisno, dan Catur Ragil, 2014. Pengaruh Tax Avoidance
terhadap Nilai Perusahaan dengan Transparansi sebagai Variabel
Pemoderasi, E-Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Pekalongan

Ilyas, W &amp; Burton,R. 2013. Hukum Pajak. Edisi 6. Jakarta: Salemba.

Jama’an. “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, dan Kualitas Kantor


Akuntan Publik Terhadap Integritas Informasi Laporan Keuangan (Studi
Kasus Perusahaan Publik yang Listing di BEJ) ”, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.

Jacob, Fatoki Obafemi FCA. 2014. An Empirical Study of Tax Evasion and
TaxAvoidance: A Critical Issue in Nigeria Economic Development. Journal
of Economics and Sustainable Development, 5(18), pp: 22-27.

Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Manajerial
Behaviour, Agency Cost, and Owners Structure”, Journal of Financial and
Economics, 3, 305-360.

49
Kim, Jeong-Bon, Yinghua Li and Liandong Zhang. 2010. “Corporate Tax
Avoidance and Stock Price Crash Risk: Firm-Level Analysis”. (on line)
http://ssrn.com/abstract=1649679.

Kirchler E, Maciejovsky B, Schneider F. 2002. Everyday representations of tax


avoidance, tax evasion, and tax flight: Do legal differences matter?, Journal
of Economics Psycology (2003). Vol. 24, Pages. 535-553

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate


Governance Indonesia. Jakarta

Kurniasih, Tommy dan Maria M. Ratna Sari. 2013. Pengaruh Return on Assets,
Leverage, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Kompensasi
Rugi Fiskal pada Tax Avoidance. Buletin Studi Ekonomi. ISSN 1410-4628
, Volume 18, No. 1, Februari 2013

Liputan6.com. 2017. Penerimaan Pajak Capai 81 Persen dari Target 2016.


http://bisnis.liputan6.com/read/2693979/penerimaan-pajak-capai-81-
persen-dari-target-2016. Diakses 7 Februari 2018.

Lim.Y.D. 2011. Tax Avoidance, Cost of Debt and Shareholder Activism: Evidence
From Korea. Journal of Banking &amp; Finance 35, 456-470.

Lumbantoruan, Sophar. 1996. Akuntansi Pajak, edisi revisi, PT Gramedia, Jakarta.

Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta: CV Andi.

Mulyani, S., Darminto., dan Endang, M.W. 2014. Pengaruh Karakteristik


Perusahaan, Koneksi Politik dan Reformasi Perpajakan Terhadap
Penghindaran Pajak (Studi pada perusahaan manufaktur yeng terdaftar di
BEI tahun 2008-2012). Jurnal Mahasiswa Perpajakan Universitas
Brawijaya, 1 (2),hal.1-9.

Muhammad, Baskara dan Christine. 2012. Analisis Pengaruh Strategi Bisnis


Perusahaan Terhadap Tingkat Penghindaran Pajak pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jawa Barat

Olaofe, E. O. 2008. Overview of tax administration dan three tiers of goverment in


Nigeria. ICAN Students Journal, 12(2), 7 – 15.

Partha, I Gede Angga dan Noviari, Naniek. 2016. Pengaruh Penghindaran Pajak
Jangka Panjang pada Nilai Perusahaan dengan Transparansi Informasi
Sebagai Variabel Pemoderasi. E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
Vol.14 (No.3), 2336-2362.

50
Prasiwi, Kristiana Wahyu. 2015. Pengaruh penghindaran pajak terhadap nilai
perusahaan dengan transparansi informasi sebagai variabel pemoderasi.
Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Di Ponegoro

Ross, S.A.,1977, The Determination of Financial Structure : The Incentive


Signaling Approach, The Bell Journal of Economics,Vol 8, No.1, Spring
1977,pp.23-40

Schift, M. and A.W. Lewin. 1970. “The Impact of People on Budgets”. The
Accounting Review. Vol. 45, 259-268

Schoreder, Roger C., 1989. Manajemen Operasi Pengambilan Keputusan dalam


Fungsi Operasi (Terjemahan), Penerbit Erlangga, Jakarta.

Scott, William R. 1997.“Financial Accounting Theory, 2nd Edition, Canada


Inc”.Prentices Hall

Setiawan, H., 2014, Transfer Pricing dan Risikonya terhadap Penerimaan Negara,
Jurnal,PPRF,BKF,KementerianKeuangan,(http://www.perpustakaan.keme
nkeu.go.id/, diunduh 8 Mei 2015).

Simarmata, Ari Putra Permata. 2012. “Pengaruh Penghindaran Pajak Jangka


Panjang pada Nilai Perusahaan dengan Kepemilikan Institusional sebagai
Variabel Pemoderasi”. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Sinulingga, Sukaria. 2015. Metode Penelitian, USU Press, Medan.

Siregar, Daniel Rheza. 2012. “Analisis Pengaruh Penghindaran Pajak terhadap


Nilai Perusahaan dengan Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan
Keluarga sebagai Variabel Moderasi”. Skripsi. Universitas Indonesia.

Suandy, Erly. 2008. Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Alfabeta,


Bandung

Sukamulja, Sukmawati, 2004. “Good Corporate Governance di Sektor Keuangan:


Dampak GCG Terhadap Kinerja Perusahaan (Kasus di Bursa Efek Jakarta),
Journal Benefit, Vol.8, No.I, Juni:1-25.

Surbakti, Theresa Adelina Victoria, 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan


Reformasi Perpajakan Terhadap Penghindaran Pajak di Perusahaan Industri
Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2008-2010, Skripsi Jurnal Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

51
Thiono, Handri. 2006. Perbandingan Keakuratan Model Arus Kas Metoda
Langsung dan Tidak Langsung Dalam Memprediksi Arus Kas dan Deviden
Masa Depan. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang

Tjager, I Nyoman et al. 2003. Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan


bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Prenhallindo, Jakarta.

Tobin, Prof. James. (1967), ” Tobin’s Q Ratio As An Indicator of the valuation of


the company”. Journal of Financial Economics, Vol LIII, No.3: June,
pp.287 – 298.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan

Walby, keren (2010) what is the defference between tax rates?. American for
taxation
Wang, Tina, 2010. “Tax Avoidance, Corporate Transparency, and Firm Value”.
University of Texas at Austin

Wang, Xiaohang. 2010. “Tax Avoidance, Corporate Transparency, and Firm


Value”. Disertasi. the Faculty of the Graduate School of The University of
Texas at Austin.

Wolk, Harry, Michael G. Tearney, dan James L DoMdd. 2000. Accounting Theory:
A Conceptual and Institutional Approach. South-Western
CollegePublishing

www.bisnis.rakyatku.com,2018 (Diakses tanggal 10 Februari 2018)

www.kemenkeu.go.id (Diakses pada 19 Februari 2018)

www.kompas.com (Diakses tanggal 11 Februari 2018)

Xyans, Lidia. 2011. Tax Planing, Avoidance, dan Evasion in Australia 1970-2010.
The Regulatory Responses and TaxPayer Compliance, Revenue Law
Journal, 20-1

Zain, Mohammad, 2003. Manajemen Perpajakan. Salemba Empat, Jakarta

52

You might also like