You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang Khalifah
pertama Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau
Khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas,
tetapi dapat mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar
sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Salah seorang yang oleh
kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar Khulafaur Rasyidin adalah Umar bin
Abdul-Aziz, Khalifah Bani Umayyah ke VIII.

Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal


tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang
ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW. tentang bagaimana suksesi kepemimpinan
Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi’ah meyakini bahwa Nabi
Muhammad SAW. dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa
Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya
atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum.

Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib
sebagai khalifah. Ali Bin Abi Thalib memerintah hanya Enam Tahun. Selama masa
pemerintahannya, Ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan sebagai
Khalifah, Beliau menarik kembali tanah yang dihadiahkan Khalifah Usman Bin Affan
R.A. kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan
memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam
sebagaimana pernah diterapkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab R.A.

B. Rumusan Masalah
1. Nasab dan Keutamaan Sahabat Ali Bin Abi Thalib?
2. Proses Terpilihnya Sebagai Khalifah?
3. Fitnah Al - Kubra dan Tantangan - Tantangan Dalam Pemerintahan?
4. Wafatnya Khalifah Ali bin Abi Thalib R.A

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Nasab & Keutamaan Sahabat ‘Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu’anhu


Nama lengkapnya adalah Ali Bin Abi Thalib (Abdu Manaf) Bin Abdul Muthalib
(Syaibatul Hamdi) Bin Hasyim Bin Abdu Manaf Bin Qushay Bin Kilab Bin Luay Bin
Ghalib Bin Fihr Bin Malik Bin An-Nadr Bin Kinanah Bin Khuzaimah Bin Mudrikah Bin
Ilyas Bin Mudhar Bin Nizar Bin Ma’d Bin Adnan. Ali Bin Abi Thalib dilahirkan di Mekkah,
daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Ali Bin Abi Thalib adalah Sepupu
Rasulullah SAW yang Nasabnya bertemu dengan Nasab Rasulullah SAW pada Kakek
pertama, Abdul Muthalib Bin Hasyim. Ayah Ali Bernama Abu Thalib, Saudara Kandung
Ayah Rasulullah SAW, Abdullah. Ketika dilahirkan, Ali diberi nama Asad oleh Ibunya yang
bernama Fatimah Radiallahunhuma. nama itu diambil dari nama Ayahnya, Asad Bin
Hasyim. hal Ini berdasarkan pengakuan Ali sendiri pada perang Khaibar di dalam Syairnya,

Aku Diberi Nama Oleh Ibuku Haidarah

Seperti Harimau Hutan Yang Mengerikan

Kucukupkan Untuk Mereka Satu Sha’ Takaran Sandarah

Pada saat Ali lahir, kebetulan Abu Thalib, Ayahnya, sedang dalam perjalanan dan
ketika kembali ternyata Dia tidak menyukai nama itu (Haidarah) sehingga diapun
menggantinya menjadi Ali. Julukan Ali Bin Abu Thalib Radiallahunnhu adalah Abu Al-
Hasan yang diambil dari nama putra Sulungnya, Al Hasan, yang lahir dari Rahim Fathimah
Radiallahunnha Binti Muhammad SAW. Selain itu Ali juga memiliki julukan Abu Turab.
ada beberpa riwayat yang menyebutkan tentang tahun kelahiran Ali Bin Abu Thalib
Radiallahuannhu Al-Hasan Al Bashri menyebutkan bahwa Ali dilahirkan lima belas tahun
atau enam belas tahun sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi Nabi. Sementara itu Ibnu
Ishaq menyebutksn bahwa Ali diLahirkan sepuluh tahun sebelum Rasullullah SAW
diangkat menjadi Nabi. Ibnu Hajar cenderung memilih endapat Ishaq.

Al – Baqir Muhammad Bin Ali menyebutkan dua pendapat lain: Pertama seperti
pendapat Ibnu Ishaq dan dikuatkan oleh Ibnu Hajar; Kedua, Ali dilahirkan lima tahun
sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi Nabi. Penulis cenderung memilih pendapat

2
Ibnu Ishaq yang dikuatkan oleh Ibnu Hajar ; Bahwa Ali dilahirkan sepuluh tahun sebelum
Rasulullah SAW diangkat menjadi Nabi. Al –Fakihi menyebutkan bahwa Ali adalah anak
pertama dari Bani Hasyim yang dilahirkan didalam Ka’bah. Hakim juga mengatakan bahwa
riwayat yang menyebutkan tentang Ali yang dilahirkan didalam Ka’bah adalah Mutawattir.1

2. Proses Terpilihnnya Sebagai Khalifah

Banyak hadist shoheh yang menyebutkan tentang beberapa keutamaan sahabat Ali
Bin Abi Thalib Radiallahuannhu. Isyarat-isyarat itulah yang kemudian oleh segelintir orang
diinterpretasikan sebagai sebuah petunjuk kuat yang menjadikan Ali sebagai Wa’shi
(Penerima Wasiat) dari Rasulullah SAW untuk memimpin umat ini sesudah beliau.

Al-qur’an Al-karim adalah sumber hukum muslimin. Allah SWT memerintahkan


mereka untuk bermusyawarah lewat firman-Nya, “Sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarah antara mereka,” (Q.S.Asy-Syu’ara:38). Itulah yang dilakukan oleh
generasi pertama islam. Para sahabat telah menempuh manhaj yang lurus dalam memilih
pengganti Rasulullah SAW sesuai dengan aturan Sya’riat Ilahi. Kepemimpinan itulah yang
berturut-turut di pegang oleh orang-orang pilihan dari generasi Rabbani ini dengan
menempuh manhaj yang diperintahkan oleh Allah SWT. Mereka adalah Abu Bakar Ash-
Shiddiq, Umar Bin Khatthab, Utsman Bin Bin Affan, dan Ali Bin Abu Thalib.

Khalifah Utsman Bin Affan R.A gugur sebagai syahid di tangan kaum khawarij yang
datang dari berbagai tempat,kota, dan kabilah yang sama sekali tidak memberikan bagi
dunia, setelah kaum khawarij membunuh Utsman Bin Affan secara zalim dan melanggar
syariat Allah SWT, pada hari jum’at tanggal 18 Dzulhijjah 35 H, semua Sahabat Rasulullah
SAW yang masih ada di Madinah langsung membaiat Ali R.A. menjadi khalifah. Hal itu
karena pada saat itu tidak seorang pun yang lebih utama dari Ali R.A. sepeninggal Utsman
semua orang mengakui kepemimpinan Ali R.A. akan tetapi Ali menolaknya. Para sahabat
yang ada adi madinah terus mendesak Ali R.A. agar bersedia menerima mandat tersebut,
apabila di khawatirkan pada saat itu dikhawatirkan fitnah akan kian membesar dan
menyebar kemana-mana.

1
(Dr. Bin Muhammad Ash-Shallabi,Asma’ Al-Matha’lib Fi Sirah Amir Al-Mu’minin Ali Bin
Abu Thalib Ra.Syakhshiyatuhu’ Wa As’hruhu, Hlm.280)

3
Bahkan Ia sendiri tidak luput dari serangan beberapa pengkhianat yang kemudian
mencetuskan perang Jamal dan Shiffin yang dikobarkan oleh mereka yang mendengki
terhadap islam, seperti Ibnu Saba’ dan para pengikutnya, disebabkan kefasikan mereka dan
menyimpangan mereka dari kebenaran dan petunjuk. Bebarapa ulama telah meriwayatkan
proses pemilihan Ali R.A. sebagai Khalifah. Dari Salim Bin Abu Al-ja’d, dari Muhammad
Bin Al-Hanafiyah, Dia berkata,’ “Beberapa orang sahabat berkata kepada Ali,
Sesungguhnya Utsman telah dibunuh, kaum muslimin harus memiliki seorang khalifah.
Dan, kami tidak melihat seorangpun yang lebih utama dari pada Engkau; Engkau memiki
keutamaan dalam berjihad dan paling dekat hubungannya dengan Rasulullah SAW,’’ Ali
berkata,’’ Janganlah kalian membai’atKu. Sungguh, aku menjadi Wazir bagi kalian adalah
lebih baik daripada Aku menjadi Amir,’’ Mereka berkata,Tidak demi Allah! Kami tetap
akan membaitmu. Ali berkata,’’ Baiklah kalaw itu yang kalian inginkan. Aku ingin bai’at
terhadapku dilakukan dimasjid. Aku tidak ingin baiatku di lakukan sembunyi-sembunyi dan
harus dari keridhaan semua kaum Muslimin.’’ Abdullah Bin Abbas berkata,’’ Sungguh,
ketika itu Aku takut seseorang akan menyerang Ali jika dia keluar menuju masjid. Akan
tetapi, dia tetap ingin diba’iat di masjid, setelah Dia masuk masjid, kaum Muhajirin dan
Anshor pun berdatangan untuk membai’atnya,’’2

3. Fitnah Al-Kubra Dan Tantangan Dalam Kepemerintahan


a. Tuntutan terhadap darah Utsman
Setelah terbunuhnya utsman Muawiyah Bin Abi Sufyan beserta sejumlahsahabat
lainnya angkat bicara dihadapan manusia untuk mendorong mereka agar menuntut darah
Utsman dari orang-orang khawariz yang telah membunuhnya. Para sahabat yang turut serta
dalam tuntutan ini adalah Ubadah bin ash-Shamit, Abu ad-Darda, Abu Umamah, Amar bin
Abasahan para sahabat lainnya.
Dari kalangan tabiin Syarikh bin Khubasyah, Abu Muslim al-Khaulani,
Abdurrahman bin Ghanm dan yang lainnya
Setelah selesai proses pembaiatan Ali, maka Thalhah az-Zubair dan beberapa
pemuka sahabat datang menemui beliau guna menuntut penegakan hukum dan penegakan

2
(Dr. Ali Bin Muhammad Ash-Shallabi,asma’ Al-Mathalib Fi Sirah Amir Al-Mu’minin Ali Bin
Abi Thalib R.A. Syakhshyatuhu Wa‘ashruhu, hlm. 211-212; dinukil dari Ibnu Sa’ad dan Abu
Bakr Al-Khallal).

4
Qishash atas kematian Utsman. Namun Ali menyampaikan alasan kepada mereka bahwa
kelompok pembangkang itu memiliki kekuatan yang besar. Dan tidak mungkin tuntutan itu
dilakukan sekarang. Az-Zubair meminta kepada beliau agar diangkat menjadi amir
dibashrah. Az-Zubair berjanji akan membawa pasukan dari Bashrah untuk memperkuat
barisan melawan kaum khawariz dan kaum arab badui jahiliyah yang ikut bersama mereka
dalam pembunuhan Utsman. Ali berkata kepada mereka berdua, “Bersabarlah dulu, jangan
paksa aku.!”
Aisyah dan rombongannya berangkat menuju Bashrah, ketika rombongan mendekati
Bashrah ' Aisyah ra menulis surat3 kepada al-Ahnaf bin Qais dan orang-orang disana
mengabarkan bahwa ia sudah sampai di Bashrah. Utsman bin Hunaif mengutus Imran bin
Hushain dan Abul Aswad ad-Duali untuk menemui ‘Aisyah ra, guna menanyakan maksud
kedatangannya. Ketika kedua utusan itu datang menemui ‘Aisyah ra, keduanya
mengucapkan salam dan menanyakan maksud kedatangan beliau. ‘Aisyah ra
menyampaikan kepada kedua utusan itu bahwa maksud kedatangannya adalah hendak
menuntut atas tertumpahnya darah Utsman. Karena beliau dibunuh secara zhalim pada bulan
Haram di negeri Haram. Beliau membacakan firman Allah:

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan


dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar." (An-Nisa': 114).
Kedua utusan itupun meninggalkan ‘Aisyah, lalu menemui Thalhah dan bertanya
kepadanya, "Apa gerangan tujuan anda kemari?" Thalhah menjawab, "Menuntut atas
tertumpahnya darah Utsman." Keduanya berkata, "Bukankah engkau telah membai'at Ali
ra.? "Thalhah menjawab, "Ya, dibawah ancaman pedang di leherku. Aku tidak akan
membatalkannya apabila ia tidak membiarkan kami menebus balas atas para pembunuh

3
Isi suratnya ”sesungguhnya kami keluar bukan untuk berperang, tetapi menegakkan kitabullah. Allah telah
melarang kita berperang. Kami lalu membai,at pemimpin Basrah dan para pembesar mereka dan kami perangi
para penjahat serta pemecah belah dari kalangan mereka. Sebab, menyambut kedatangan kami dengan senjata.
Mereka berkata “kami menjadikan ummul mukminin sebagai jaminan agar dia memerintahkan dan menganjurkan
mereka kepada kebenaran.” Kemudian Allah memberi nikmat kepada mereka yang tak terhitung, sampai akhirnya
tidak ada satupun hujjah atau alasan yang dapat membenarkan perbuatan para pembunuh Utsman ra Amirul
Mukminin. Dalam perang ini tidak ada seorang pun yang berhasil melarikan diri kecuali Hurqush bin Zuhair,
mesti Allah pastiakan membelenggunya. Sesungguhnya kami menyeru kalian dengan nama Allah agar kalian
tidak berbuat (dalam situasi iniI, kecuali seperti yang kami lakukan (memerangi pemberontak), sehingga kami
bertemu dengan Allah dan kalian pun bertemu dengan Allah ketika kita semua mengajukan alasan terhadap apa
yang kita lakukan dan sudah kita selesaikan apa yang menjadi tanggug jawab kita.”

5
Utsman! "Lalu keduanya mendatangi az-Zubair, dan beliaupun mengucapkan seperti itu.
Imran dan Abul Aswad kembali kepada Utsman bin Hunaif lalu menyampaikan kepadanya.
Utsman bin Hunaif berkata, "Inna lillahi wa inna ilaihiraji'un, demi Rabb pemilik Ka'bah,
telah tiba masa berperang dalam Islam. Coba lihat alternatif apakah yang terbaik untuk
kita?" Imran berkata, "Demi Allah, hal itu akan menjebak kalian dalam peperangan yang
panjang." Kemudian Utsman bin Hunaif berkata kepada Imran bin Hushain, "Beri aku
saran! "Imran berkata, "Menghindarlah, sesungguhnya aku akan berdiam dalam rumahku
atau aku akan duduk di atas untaku. "Utsman bin Hunaif berkata, "Aku akan menghadang
mereka hingga Amirul Mukminin datang." la pun menyerukan kepada manusia agar
mengambil senjata mereka dan berkumpul di masjid. Mereka pun berkumpul lalu Utsman
bin Hunaif menyuruh mereka agar bersiap-siap.

Ketika Utsman bin Hunaif berbicara di atas mimbar seorang lelaki bangkit dan berkata,
"Wahai sekalian manusia, jika mereka datang dalam keadaan takut maka sungguh mereka
datang dari negeri yang aman. Jika mereka datang untuk menuntut darah Utsman maka kita
bukanlah pembunuhnya. Ikutilah kata-kataku, kembalikanlah mereka ke tempat asal
mereka. "Lalu bangkitlah al-Aswad bin Sarie' as-Sa'di dan berkata, "Sesungguhnya mereka
datang meminta pertolongan kepada kita untuk menangkap para pembunuh Utsman yang
berasal dari kita maupun dari orang di luar kita. "Orang-orang pun menyorakinya. Tahulah
Utsman bin Hunaif bahwa para pembunuh Utsman memiliki pendukung di Bashrah. Hal itu
mengendorkan semangatnya. Ummul Mukminin ‘Aisyah ra tiba bersama rombongan yang
menyertainya. Mereka berhenti di tempat bernama al-Mirbad sebelah atas dekat kota
Basrah. Maka keluarlah Penduduk Bashrah yang ingin bergabung bersama ‘Aisyah. Utsman
bin Hunaif keluar bersama pasukan dan berkumpul di al-Mirbad. Thalhah berbicara beliau
berada di sebelah kanan pasukan mengajak orang-orang untuk menuntut balas atas kematian
Utsman bin Affan Lalu diikuti pula oleh az-Zubair, ia mengatakan hal yang sama. Perkataan
mereka berdua dibalas oleh sejumlah orang dari pasukan Utsman bin Hunaif. Bergejolaklah
sekelompok orang dari kedua pasukan lalu mereka saling melempar batu. Kedua pasukan
pun bersiap-siap dan kembali ke pangkalan masing-masing. Sebagian orang dari pasukan
Utsman bin Hunaif keluar dan bergabung dengan pasukan ‘Aisyah ra, Maka jumlah
merekapun bertambah banyak. Jariyah bin Qudamah as-Sa'di datang dan berkata, "Wahai
Ummul Mukminin, demi Allah terbunuhnya Utsman lebih ringan daripada keluar-nya anda
dari rumah anda dengan mengendarai unta ini untuk menghadapi senjata. Jika anda datang

6
kepada kami sebagai orang yang taat maka kembalilah ke tempat anda semula. Jika anda
datang karena dipaksa maka mintalah bantuan kepada orang-orang untuk kembali.

b. Pecahnya perang antara pasukan Aisyah dengan wakil Ali bin Abi Thalib di Bashrah

Hukaim bin Jabalah yang berada dalam pasukan Utsman bin Hunaif yang memicu
pecahnya perang. Sementara pasukan ummul mukminin menahan diri dan enggan
meladeninya, lalu Hukaim menyerang mereka. Kedua pasukan saling bereperang dimulut
jalan, Aisyah menyuruh pasukannya agar menghindar ke kanan hingga mereka sampai di
perkuburan Bani Mazin. Malam memisahkan antara kedua pasukan. Pada hari kedua,
masing-masing pasukan keluar dengan tujuan berperang. Mereka pun terlihat dalam
pertempuran yang sengit sampai menjelang sore hari.orang-orang dari pasukan Utsman bin
Hunaif banyak yang tewas dan banyak pulang orang yang cedera dan luka-luka dari kedua
belah pihak. Setelah letih bereperang kedua pasukan pun setuju berdamai, hanya saja
beberapa orang yang terlibat langsung dalam pembunuhan Utsman dan para pendukung
mereka telah menyelusup kedalam pasukan. Jumlah mereka lebih kurang tiga ratus orang.
Pemimpin mereka adalah Hukaim bin Jubalah ia adalah salah seorang yang terlibat langsung
dalam pembunuhan Utsman, mereka keluar dan berperang, salah seorang lelaki menebas
kaki Hukaim bin Jubalah hingga putus. Hukaim Merangkak alu mengambil kakinya dan
memukulkannya kelelaki yang telah menebasnya hingga lelaki itu terbunuh. Hukaim tewas
dalam pertempuran tersebut bersama tujuh puluh orang yang membunuh Utsman dan para
pendukung mereka.

Peristiwa ini terjadi pada 5 Rabiul Akhir 36 H, peristiwa ini disebut juga dengan
perang jamal sughra.4

Imam ath-Thahawi berkata, “ fitnah perang jamal terjadi bukan atas dasar keinginan
Ali bin Abu Thalib ra begitu juga Thalhah ra. Perang itu terjadi disebabkan provokasi kaum
perusak, bukan karena keinginan kedua belah pihak. (Imam ath-Thahawi, dalam kitabnya
Syarh al-Aqidah ath-Thawiyah, hlm 546)

4
Muhammad bin Shamil as-Shulami, Targhib wa Tarhib al-Bidayah wan Nihayah Perjalanan
Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, Darul Haq, Jakarta, 1422 H/2002 M hlm: 599
7
c. Perang Jamal Susulan

Ketika Aisyah mendengar kabar pertempuran tersebut ia langsung keluar mengendarai


untanya bersama pasukan asal kabilah Azadiyah yang akan menjaganya. Saat itu Aisyah di
dampingi oleh ka’b dan telah menyerahkan mushaf kepadanya untuk menyeru pasukan
menghentikan perang. Ummul mukminin berangkat dengan harapan orang-orang akan
mendengarkannya disebabkan posisinya yang istimwa didalah hati setiap muslim. Dia berharap
agar kaum muslimin menghentikan pertempuran serta memadamkan kobaran api fitnah yang
sudah menjalar. Ka’b bin Sur membawamushaf lalu maju kedepan pasukan Basrah seraya
berseru kearah pasukan Ali, “wahai kalian! Aku adalah Ka’b bin Sur, qadhi (hakim) Bashrah,
aku menyeru kalian kepada kitabullah, mengamalkan apa yang ada di dalamnya yaitu
perdamaian.

Ketika mendengar itu, para penghianat yaitu kaum saba’ yang menyusup kedalam
pasukan Ali khawatir kalau-kalau upaya Ka’b itu akan berhasil. Mereka pun menyerang Ka’b
menggunakan anak panah, beberapa anak panah melesat ketubuh Ka’b sehingga membuatnya
tewas seketika. Ka’b pun gugur dengan mushaf tergenggam ditangannya.5

Kemudian anak panah mulai menghujani sekedup6 Aisyah Ummul Mukminin. Aisyah
berteriak, “Allah! Allah! Wahai anakku, ingatlah hari hisab! Ia mengangkat kedua tangannya
mendo’akan keburukan untuk para pembunuh Utsman, orang-orag pun bergemuruh besamanya
dalam berdo’a, hingga gemuruh tersebut sampai ketelinga Ali maka dia berkata,”Suara apa itu?
“ Mereka berkata, Ummul Mukminin mendoakan keburukan untuk para pembunuh Utsman
dan pendukungnya! Maka Ali berkata, “Ya Allah laknatlah para pembunuh Utsman.

Mereka terus menghujani sekedup Aisyah dengan panahsehingga bentuksekedup itu


tak ubahnya seperti seekor landak (yakni anak panah yang menancap padanya seperti duri-duri
pada tubuh landak). Aisyah terus memotivasi pasukan untuk mempertahankan diri dan
menghentikan serangan mereka.mereka terus mendesak hingga medan pertempuran sampai
ketempat Ali bin Abi Thalib ra berada. Ali berkata kepada putranya, Muhammad bin Al-
Hanafiyah, “cepat maju dengan membawa panji ini! ”namun Muhammad bin Al-Hanafiyah
tidak sanggup. Maka Ali mengambil panji itu dengan tangannya lalu maju kedepan.
Peperangan semakin seru, kadangkala pasukan Bashrah di atas angin dan kadangkala juga

5
Sami bin Abdullah al-Maghlout, Jejak Khulafaurrasyidin Ali bin Abu Thalib, almahira,
2014 hlm 178
6
Kamus KBBI, “pelana atau tempat duduk dari kayu yang dipasang di punggung unta
8
pasukan Kuffah berada di atas angin. Banyak sekali pasukan yang gugur. Belum pernah
ditemukan pertempuran yang lebih banyak menimbulkan koraban yang putus tangan dan
kakinya daripada peperagan ini. Aisyah terus mendorong pasukannya untuk mengejar para
pembunuh Utsman.

Prajurit-prajurit yang bertempur mendekati unta (yang membawa Aisyah), mereka


berkata, “peperagan ini akan terus berlanjut selagi unta ini masih tegak disini! Tali kekang unta
pada saat itu berada ditangan Umairah bin Yatsribi, dia termasuk salah seorang jagoan yang
tersohor. Dia tetap mempertahankan tai kekang itu hingga tewas terbunuh.

Prajurit yang pemberani dan gagah berani mengelilingi Aisyah saat itu panji dan
talikekang untanya hanya di pegang oleh jagoan-jagoan gagah berani yang terkenal
keberanianya. Ia membunuh siapa saja yang mendekat keunta dan akhirnya terbunuh. Pada saat
itu sebagian darimereka mencederaisalah satu mata Adi bin Hatim. Abdullah bin az-
Zubairmenderita luka sebanyak 37 luka pada peperangan jamal ini. Marwan binAl-Hakam
juga terluka.kemudian seorang lelaki datang menebas kaki unta lalu membunuhnya, akhirnya
unta itu roboh diatas tanah. Ada yangmengatakan bahwa yang mengisyaratkan membunuh unta
itu adalah Ali bin Abi Thalib ada juga yang mengatakan al-Q’da bin Amr tujuannya agar
Ummul mukminin tidak terkena lemparan panah, karena pada saat itu menjadi sasaran tembak
oleh para pemanah. Dan agar ia dapat terpisah dari medan pertempuran yang telah menelan
banyak korban.7

Kemudian Ali ra. memerintahkan beberapa orang agar membawa sekedup tersebut
keluar dari tumpukan korban-korban yang bergelimpangan. Ali ra. memerintahkan
Muhammad bin Abi Bakar dan Ammar supaya mendirikan kemah untuk ‘Aisyah ra. ra.. ra.
Lalu saudara lelakinya, yakni Muhammad bin Abi Bakar datang menemuinya dan bertanya
kepadanya," Adakah engkau menderita luka?" ‘Aisyah menjawab, "Tidak! Ada apa gerangan
dengan dirimu hai Ibnul Khats'amiyyah?"

Kemudian Amar mengucapkan salam kepada ‘Aisyah ra. ra.., Ammar bertanya,
"Bagaimana keadaanmu hai ibunda?" ‘Aisyah ra berkata, "Aku bukan ibumu!"

Ammar menjawab, "Engkau tetap sebagai ibundaku meskipun engkau tidak


suka!"

7
Muhammad bin Shamil as-Shulami, Targhib wa Tarhib al-Bidayah wan Nihayah Perjalanan
Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, Darul Haq, Jakarta, 1422 H/2002 M hlm: 621
9
Lalu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra datang menemui ‘Aisyah ra seraya
mengucapkan salam kepadanya, Ali ra. berkata, "Bagaimana kabarmu wahai Ummi?"
"Baik!" jawab ‘Aisyah ra. Ali ra berkata, "Semoga Allah mengampunimu."
"Dan mengampunimu juga" jawab ‘Aisyah ra
Kemudian para amir dan tokoh datang menghampiri Ummul Mukminin
‘Aisyah ra mengucapkan salam kepadanya.
Pada malam hari Ummul Mukminin ‘Aisyah ra memasuki Kota Bashrah didampingi
saudara lelakinya, Muhammad bin Abi Bakar . Mereka singgah di rumah Abdullah bin Khalaf
al-Khuza'i, rumah yang paling besar di Bashrah.
Ali bin Abi Thalib ra. bermalam di Bashrah selama tiga hari. Beliau menshalatkan
korban yang gugur dari kedua belah pihak. Kemudian beliau mengumpulkan barang-barang
yang dirampas dari pasukan ‘Aisyah ra. ra.. di markas dan memerintahkan agar dibawa ke
Masjid Bashrah. Bagi yang mengenali barangnya ia boleh mengambilnya kembali. Kecuali
senjata berlambang khalifah yang terdapat di gudang. Total korban yang gugur pada
peperangan Jamal dari kedua belah pihak berjumlah sepuluh ribu jiwa. Lima ribu dari pasukan
Ali dan lima ribu dari pasukan ‘Aisyah ra.8

d. Surat-Menyurat Antara Ali Dan Muawiyah


Ketika Ali ra. hendak mengirim utusan kepada Mu'awiyah untuk mengajak beliau
berbaiat kepadanya, Jarir bin Abdillah berkata, "Aku bersedia berangkat menemuinya wahai
Amirul Mukminin, sesungguhnya hubunganku dengannya sangat dekat. Aku akan mengambil
bai'at darinya untukmu." Al-Asytar menimpali, "Jangan utus dia wahai Amirul Mukminin, aku
khawatir hawa nafsunya akan mengiringi dirinya." Ali ra berkata, "Biarkanlah ia. "Ali ra
mengutus Jarir dengan membawa surat kepada Mu'awiyah, isinya
pemberitahuan tentang kesepakatan kaum Muhajirin dan Anshar membai'at beliau.
Kemudian menceritakan kepadanya tentang peristiwa peperangan Jamal serta
mengajaknya bergabung bersama kaum muslimin lainnya. Ketika Jarir sampai di hadapan
Mu'awiyah, ia menyerahkan surat Ali ra kepadanya. Mu'awiyah memanggil Amru bin al-'Ash
dan tokoh-tokoh negeri Syam untuk bermusyawarah. Mereka menolak berbai'at kepada Ali ra.
hingga para pembunuh Utsman ra. diqishash atau Ali ra. menyerahkan kepada mereka para
pembunuh Utsman ra. tersebut. Jika ia tidak memenuhi permintaan ini maka mereka akan

8
Muhammad bin Shamil as-Shulami, Targhib wa Tarhib al-Bidayah wan Nihayah Perjalanan Hidup Empat
Khalifah Rasul Yang Agung, hlm 623

10
memerangi beliau dan menolak berbai'at kepada beliau hingga mereka berhasil menghabisi
seluruh pembunuh Utsman ra tanpa sisa. Maka Jarir pun pulang menemui Ali ra. dan
menceritakan hasil keputusan penduduk Syam."

e. Fitnah Kaum Khawariz

Naskah Tahkim(Perdamaian) tenyata menjadi penyebab munculnya fitnah baru. Ketika


al-Asyats bin Qais membawa naskah tahkim berkeliling dan membacanya kepada orang
banyak, kaum khawariz menyebar fitnah mereka. Sebelumnya kaum khawariz bergabung
dengan pasukan Amirul Mukminin Ali ra tanpa seorang pun dari mereka yang berasal dari
pasukan Syam.mereka semua bersedia menerima tahkim dan menerima apapun yang dicapai
oleh dua orang perwakilan untuk tahkim. Adapun pasukan Irak sebagian dari mereka ada yang
berseru kepada al-Asyats, “engkau telah menetapkan hukum dengan orang-orang itu, padahal
hukum hanyalah milik Allah.” Orang yang pertama melontarkan kalimat seperti itu adalah
seorang laki-laki bernama Urwah bin Adiyah.

Belum juga Amirul mukminin sampai di Kuffah, tiba-tiba 12 ribu pasukan dari
pasukannya membelot, mereka kemudian di kenal dengan istilah kaum khawarij (orang-orang
yang keluar). Mereka semua pergi meninggalkan Kuffah dan menetap di Haraura. Mereka
membangkang terhadap Amirul Mukminin. Kemudian Ali mengutus Abdullah bin Abbas ra
untuk berdiskusi dengan mereka. Sebagian dari mereka akhirnya menyadari kesalahan mereka.
Bahkan kemudian khalifah Ali sendiri yang kemudian mendatangi mereka. Amirul Mukminin
kemudian bertukar pikiran dengan para pembelot itu dan tidak sedikit dari mereka yang
akhirnya bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Sementara sebagian yang lain masih tetap
besikukuh dengan sikap keras kepala dan kekufuran mereka. Ketika Ali ra mengingatkan
orang-orang khawarij itu bahwa sebelumnya merekalah yang mendesak untuk mnerima
tahkim, para pembelot itu berdalih dengan berkata, “kami telah keliru, kemudian kami
bertaubat kepada Allah. Oleh karena itu engkau boleh bertaubat seperti kami, atau kalau tidak
kami akan memerangimu sampai engkau kembali kepada hukum Allah.”

Sebenarnya, khaifah Ali bin Abi Thalib ra sangat ingin menghindari konfrontasi dengan
kaum khawarij dengan memberi mereka kesempatan untuk berfikir secara objektif atas
kekeliruan tindakan dan kebusukan ucapan yang telah mereka lontarkan. Tapi rupanya kaum
khawarij justru semakin gemar menimbulkan kekacauan terhadap Daulah Khalifah Islamiyah.
Bahaya yang mereka timbulkan itu semakin besar setelahmereka menganggap halal membunuh
orang-orang yang mestinya di jamin keamanannya. Khalifah Ali lalu mengirim beberapa

11
sahabatnya untuk berbicara dengan kaum khawarij dengan tujuan agar mereka dapat kembali
kepada akal sehat dan aturan syariat. Tapiupaya yang dilakukan Khalifah Ali itu gagal. Bahkan
sebagian sahabat yang di utus itu justru di bunuh oleh orang-orang khawarij.9

f. Fitnah al-Khurait

Al-Khurait adalah seorang laki-laki dari bani Najiyah. Dia memprovokasi kabilahnya
dan kabilah-kabilah lain yang menjadi pengikutnya untuk membangkang dan memberontak
agar tidak membayar zakat serta melakukan tindakan mutad. Al-Khurait membunuh seorang
laki-laki yang merupakan sahabat Khalifah Ali ra. Khalifah Ali lantas mengirim seorang
bawahannya yang terbaik untuk menghadapi al-Khurait. Ath-Thabrani mengatakan, “Ma’qil
bin Qais bersama pasukannnya yang berasal Kuffah dan Basrah berangkat untuk mengahadapi
para pemberontak. Dengan mengendarai kuda dia bergerak menuju pesisir laut. Ketika Khurait
bin Rasyid mendengar pergerakan pasukan itu, dia pun berkata kepada para pengikutnya yang
memiliki pandangan sama degan kaum Khawarij, aku memiliki pandangan yang sama dengan
kalian. Ali sama sekali tidak boleh menyerahkan hukum kepada sesama manusia atas hukum
Allah! Dia lalu berkata secara diam-diam kepada yang lain, sesungguhnya Ali telah membuat
hukum dan dia rela atas itu. Kemudian hukum yang di ridhainya menyebabkan jabatannya
sebagai khalifah telah lepas. Aku ridha atas ketetapan dan hukumnya yang dia ridhai bagi
dirinya. Pendapat ini adalah yang di pegang penduduk Kuffah. Kemudian dia berkata secara
diam-diam kepada orang yang berpihak kepada Utsman, demi Allah aku sependapat dengan
kalian. Demi Allah Utsman telah terbunuh secara dzalim. Maka aku ridha setiap kelompok
yang mendukungnya, dan menurutku Utsman bersama mereka, lalu ia berkata kepada orang-
orang yang menolak membayar zakat, janganlah kalian bayar zakat kalian. Serahkan itu
kepada keluarga kalian. Kalau kalian mau, serahkan itu kepada orang-orang miskin diantara
kalian. Pada saat itu ditengah mereka banyak kaum nasrani yang masuk Islam. Ketika umat
Islam berselisih mereka berkata, Demi Allah agama kami yang telah kami tinggalkan ternyata
lebih baik daripada agama orang-orang ini. Sebab agama mereka (Nasrani) di larang
menumpahkan darah, mengancam keamanan di jalan, dan merampas harta orang lain.akibatnya
mereka kembali keagama lama mereka. Al-Khurait bertemu dengan orang-orang itu lalu dia
berkata, Celakalah kalian. Apakah kalian tahu hukuman apa yang diterapkan Ali kepada orang-

9
Sami bin Abdullah al-Maghlout, Jejak Khulafaurrasyidin Ali bin Abu Thalib, almahira,
2014 hlm 244

12
orang Nasrani yang masuk Islam lalu kembali lagi keagama Nasrani? Demi Allah dia tidak
mendengar alasan apapun, tidak akan memberi maaf, tidak akan menerima taubat,dan tidak
akan menyeru mereka untuk bertaubat. Hukuman yang diterapkan Ali kepada mereka adalah
hukuman pancung pada saat itu juga.10

g. Perdamaian Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan

Muawiyah mendengar kabar tentang jariyah yang mengejar Busr dan dia pun akhirnya
menyadari bahwa pertempuran tidak akan pernah selesai, kecuali jika tercapai perjanjian damai
antara kedua belah pihak. Penyebab terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak adalah
karena masing-masing pihak bersikukuh menjadi pemimpin, Ali sebagai khalifah resmi yang
di bai’at oleh penduduk Madinah an-Nabawiyah dan Muawiyah yang terpilih secara aklamasi
setelah tahkim. Masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah. Ketika konflik tidak
kunjung mereda, Muawiyah akhirnya mengirim surat kepada Ali untuk meminta agar gencatan
senjata di berlakukan. Hubungan surat-menyurat pun berlansung antara kedua tokoh ini. Surat
terakhir yang dikirim Muawiyah ke Ali berbunyi:

“Kalau engkau mau, engkau memiliki irak dan aku memiliki Syam. Kita hentikan perang
dari umat ini agar darah umat Islam tidak tumpah.”

Amirul Mukminin Ali menerima permintaan Muawiyah, meski sebenarnya pasukan Ali
telah berasil meraih kemenangan beruntun atas pasukan Syam. Ali ra ridha melakukan
perdamaian.

Dengan demikian atas berkat rahmat Allah, maka tercapailah perdamaian atas Ali dan
Muawiyah untuk menghentikan perang. Mereka juga sepakat ntuk tidak saling memasuki
wilayah kekuasaan masing-masing dengan membawa pasukan ataupun melakukan
penyerangan.11

10
Sami bin Abdullah al-Maghlout, Jejak Khulafaurrasyidin Ali bin Abu Thalib, almahira,
2014 hlm 253
11
Sami bin Abdullah al-Maghlout, Jejak Khulafaurrasyidin Ali bin Abu Thalib, almahira,
2014 hlm 264
13
4. Wafatnya Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a

Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a terbunuh pada hari jum’at dini hari tanggal 17
Ramadhan 40 H. Ali dimakamkan di Kufah pada usia 63 Tahun. Keterangan ini dinyatakan
shahih oleh al-Waqidi, Ibnu jarir dan lainnya. Dikatakan pula Ali terbunuh pada usia 65
tahun, dan ada yang mengatakan 68 tahun. Masa kekhalifahannya adalah empat tahun
sembilan bulan. Ketika Ali r.a terbunuh, al- Hasan memanggil ibnu Muljam. Ibnu Muljam
berkata kepada al-Hasan, “Sesungguhnya aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu.” Al-
Hasan berkata ,” Apa itu?” Ibnu Muljam menjawab, “Sesungguhnya aku telah bersumpah
kepada Allah untuk membunuh Ali dan Muawiyah, atau aku yang mati. Sesungguhnya aku
bersumpah kepadamu, kalaw engkau membiarkan aku mendatangani Muawiyah untuk
membunuhnya; jika aku selesai membunuhnya, demi Allah aku akan kembali kepadamu
untuk menyerahkan diri. Jika mau, engkau boleh membunuhku atau jika mau, engkau bisa
memaafkanku.” Al-Hasan berkata,” Tidak demi Allah, sampai engkau melihat api neraka.”
Al-Hasan lalu membawa ibnu Muljam dan menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Orang-
orang kemudian meletakkan mayatnya di tengah lapangan dan membakarnya. Di
riwayatkan bahwa Abdullah bin Ja’far memotong kedua tangan dan kedua kaki ibnu
Muljam lalu mencongkel kedua matanya, sementara dia (ibnu Muljam) membaca surat al-
‘Alaq sampai selesai. Kemudian orang-orang ingin lidah ibnu Muljam. Dia masih sempat
berkata, “Sesungguhnya aku takut jika sesaat saja waktu yang kulalui tanpa zikir kepada
Allah.” Orang-orang pun memotong lidah ibnu Muljam lalu membakar mayatnya. Wallahu
a’lam.

Ibnu jarir mengatakan,” Al-Harits menyampaikan kepadaku dari ibnu Sa’d dari
Muhammad bin Umar, dia berkata,’ Ali ditikam pada hari jum’at dan dia meninggal dunia
pada malam Ahad sebelas malam terakhir dari bulan Ramadhan 40 H dalam usia 63 tahun.”
Al-Waqidi mengatakan,” itulah yang kami percayai. Wallahu a’lam bish shawab.”12

12
(Ibnu katsir ad-Dimasyqi,al-Bidayah wa an Nihayah, jilid Vll, hlm.361 dan seterusnya).

14
Daftar pustaka

Al-Qur’an al-Karim

Al-Bidayah wa an-Nihayah, ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Al-Khulafa’ ar-Rasyidun,Sami bin Abdullah al-Maghlouth

Athlas al-Khalifah Ali bin Abi Thalib R.A, Sami bin Abdullah al-Maghlouth.

15

You might also like