You are on page 1of 25

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN MENENGAH

Topik
DELIBERASI HUKUM TERHADAP TUGAS POKOK POLRI
DIBIDANG PENEGAKAN HUKUM
Judul
OPTIMALISASI KERJASAMA POLRES PKP DAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK
INDONESIA KOTA PKP GUNA MENGANTISIPASI KEKERASAN TERHADAP ANAK
DALAM RANGKA TERWUJUDNYA POLRI YANG PROMOTER

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada prinsipnya, hukum merupakan manifestasi konsep-konsep dan cita-
cita mengenai pola ideal sistem pengaturan dan pengorganisasian kehidupan
masyarakat. Hal ini terutama dalam konsep atau cita-cita tentang keadilan sosial,
kesejahteraan hidup bersama, keterlibatan dan ketentraman masyarakat
demokrasi. Hukum merupakan kaidah tertinggi yang harus diikuti oleh
masyarakat/warga negara termasuk di dalamnya penyelenggara negara dalam
melakukan interaksi sosial, oleh karenanya diperlukan suatu sistem hukum yang
mampu mengakomodir rasa keadilan dan keberpihakan pada masyarakat yang
memuat misalnya prinsip kesamaan di muka hukum (Equality before the Law) dan
asas praduga tak bersalah (Presumption of Innocence) serta jaminan kepastian
hukum (justice insurance).
Salah upaya dalam mewujudkan kepastian hukum adalah dengan
memberikan azas keadilan dalam pelaksanaan pemidanaan terhadap anak yang
mengalami permasalahan hukum. Pengertian keadilan bagi anak yang mengalami
permasalahan dengan hukum adalah dipastikannya semua anak untuk
memperoleh layanan dan perlindungan secara optimal dari sistem peradilan dan
proses hukum. Hal tersebut secara yuridis merupakan upaya yang ditujukan guna
meminimalisir proses pemidanaan terhadap anak sehingga dapat mencegah agar
1
2

anak tidak mengalami perlakuan yang diskriminatif/perlakuan salah (child abused)


baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin
kelangsungan hidup, tumbuh dan perkembangan anak secara wajar, baik fisik
maupun mental dan sosial. Berdasarkan hal tersebut, guna meminimalisir
pemidanaan terhadap anak tanpa mengabaikan kepastian hukum adalah melalui
aktualisasi sistem deliberasi hukum1. Penerapan deliberasi hukum terhadap anak
yang bermasalah dengan hukum adalah dengan mengedepankan musyawarah /
pemulihan dengan melibatkan korban dan pelaku beserta keluarga masing-
masing, ditambah wakil masyarakat yang diharapkan dapat mewakili lingkungan
dimana tindak pidana dengan pelaku anak tersebut terjadi sehingga dapat
menghasilkan putusan yang tidak bersifat punitif, namun tetap mengedepankan
kepentingan dan tanggung jawab dari anak pelaku tindak pidana, korban dan
masyarakat.
Menyikapi uraian diatas, dalam penanganan anak bermasalah dengan
hukum, maka Polres X perlu mengembangkan koordinasi dan kerjasama dengan
komisi perlindungan anak (KPAI) yang terdapat diwilayah Kabupaten X. Kerjasama
antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X dilaksanakan guna memantau,
memajukan, dan melindungi hak anak serta mencegah berbagai kemungkinan
pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh negara, perorangan, atau lembaga.
Selain itu, kerjasama tersebut juga diarahkan guna merangkul mitra lembaga lokal
dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap adanya ekploitasi
anak yang digunakan untuk melakukan tindak kejahatan oleh pihak-pihak tertentu.

2. Pokok permasalahan
Pokok permasalahan yang terdapat dalam penulisan ini adalah “belum
optimalnya kerjasama Polres X dengan komisi perlindungan anak (KPAI)
Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan Hukum guna
meminimalisir pemidanaan terhadap anak sehingga kurang mendukung
terwujudnya kepastian hukum”

3. Pokok-pokok Persoalan

1http://maumere-ntt.blogspot.com/2013/04/hukum-deliberative-adalah-solusi.html diunduh pada tanggal


5/08/2015 pukul 16.20 WIB
3

a. Bagaimana kemampuan personel Polres X dalam penanganan anak


bermasalah dengan hukum ?
b. Bagaimana metode kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X
guna penanganan anak bermasalah dengan hukum ?

4. Ruang lingkup
Ruang lingkup penulisan ini dibatasi pada upaya optimalisasi kerjasama
yang dijalin oleh unit PPA Sat Reskrim Polres X dengan komisi perlindungan anak
(KPAI) Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna
meminimalisir kriminalisasi terhadap adak dalam rangka terwujudnya kepastian
hukum.

5. Maksud dan tujuan


a. Maksud : Penulisan ini, dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
persyaratan ujian pendidikan Sespimmen Polri Dikreg Ke 55, TA. 2015
b. Tujuan : Untuk memberikan sumbang pemikiran kepada pimpinan Polri
tentang upaya optimalisasi kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X
terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum.

6. Metode dan pendekatan


a. Metode : Studi deskriptif analisis melalui kajian terhadap sumber daya
Polres X dalam mengoptimalkan kerjasama Polres X dengan KPAI
Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b. Pendekatan : Pendekatan dalam penulisan ini dilaksanakan melalui tehnik
observasi dan dokumentasi serta kaji kepustakaan (library search).

7. Sistematika
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III KONDISI FAKTUAL
BAB IV FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BAB V KONDISI IDEAL
BAB VI UPAYA PEMECAHAN MASALAH
BAB VII PENUTUP
4

8. Pengertian - pengertian
a. Optimalisasi: berasal dari kata optimal yang berarti pengoptimalan atau
usaha untuk menjadikan optimal yang berarti tertinggi, paling baik,
sempurna, terbaik.
b. Kerjasama2 : Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok untuk mencapai tujuan bersama manakala yang bersangkutan
memiliki kepentingan yang sama.
c. Komisi Perlindungan Anak : disingkat KPAI, adalah lembaga independen
Indonesia yang dibentuk berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Tugas pokok KPAI adalah memantau, memajukan, dan
melindungi hak anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran
hak anak yang dilakukan oleh Negara, perorangan, atau lembaga.
d. Anak bermasalah dengan hukum 3 : adalah seorang anak yang sedang
terlibat dengan masalah hukum atau sebagai pelaku tindak pidana,
sementara anak tersebut belum dianggap mampu untuk mempertanggung
jawabkan perbuatannya, mengingat usianya yang belum dewasa sehingga
berhak untuk dilindungi dengan Undang – undang.
e. Meminimalisir: Minimalisir artinya memperkecil atau biasa digunakan
mengutarakan bahwa sesuatu itu memang tidak dapat dihilangkan
sepenuhnya tetapi hanya bisa beberapa persen yang bisa terselesaikan.
f. Pemidanaan: adalah proses mengangkat perbuatan yang semula bukan
perbuatan pidana menjadi perbuatan yang dapat dipidana.
g. Kepastian hukum4 : Dalam istilah hukum di kenal “Fiat Justitia et pereat
mundus” artinya hukum itu harus ditegakan karena mempunyai tujuan yang
hakiki yaitu untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada
masyarakat. Kepastian hukum secara normatif diartikan sebagai sesuatu
yang jelas dan logis serta tidak menimbulkan multi tafsir..

BAB II

2http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/09/pengertian-kerja-sama.html diunduh pada tanggal


30/08/2014 pukul 12.01 WIB
3 http://saraswati.web.id/profil/berbagi-link/kompilasi-peraturan-perundangundangan-mengenai-anak-berhadapan-

dengan- hukum/ diunduh pada tanggal 28/09/2014 pukul 12.01 WIB


4Moh. Mahfud MD. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media, 1999.hal 7
5

LANDASAN TEORI

9. Teori Kerjasama
Charles H. Cooley (Dalam Soerjono Soekanto, 2000 : 80) menyatakan,
kerjasama adalah kesepakatan yang timbul apabila orang menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan - kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan - kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
kepentingan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta fakta
yang penting dalam kerjasama yang berguna.
Menurut Miftah Thoha (1986), dua atau lebih organisasi yang melakukan
kerjasama yang efektif dicerminkan dengan adanya :
a. Adanya komunikasi kedua belah pihak yang intens.
b. Persepsi yang sama tentang hal yang dikerjasamakan.
c. Adanya koordinasi.
d. Integrasi.
e. Sinkronisasi dalam kerjasama.
Merujuk pada uraian diatas, selanjutnya penggunaan teori kerjasama
tersebut diterapkan sebagai pisau analisis pada bab III dan Bab V yang
menggambarkan pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten
X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum dalam bingkai komunikasi,
koordinasi dan kolaborasi.

10. Teori Kompetensi


Menurut Spencer & Spencer (1993: 9), karakteristik kompetensi yaitu:
a. Self concept, yakni sikap, nilai atau image yang dimiliki seseorang tentang
dirinya sendiri. Self concept ini akan memberikan keyakinan pada seseorang
siapa jati dirinya dan perilakunya.
b. Knowledge, adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam bidang
tertentu.
c. Skill, merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas mental atau tugas
fisik tertentu.
6

Penggunaan teori komptensi dari Spenser tersebut, digunakan sebagai


pisau analisis kompetensi personel Polri ditinjau dari aspek pengetahuan,
kemampuan, dan perilaku yang akan diuraikan pada bab III dan bab V

11. Teori Manajemen Strategis5


Manajemen strategik didefinisikan sebagai suatu rangkaian keputusan dan
tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana untuk mencapai
tujuan organisasi. Manajemen Strategi terdiri dari 9 (sembilan) tugas penting yang
mencakup :
a. Perumusan visi
b. Perumusan misi organisasi
c. Penentuan tujuan
d. Penetapan sasaran
e. Merancang kebijakan
f. Menyusun seperangkat strategi
Penggunaan teori manajemen strategis tersebut, diterapkan guna
menformulisasikan langkah – langlah strategik yang dilakukan oleh Polres X dalam
menjalin kerjasama dengan Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait
penanganan anak bermasalah dengan hukum sebagaimana dijelaskan dalam Bab
VI.

12. Teori Analisa Swot6


Freddy Rangkuti (2006) mendefinisikan SWOT adalah singkatan atau
akronim dari Strenghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats. Artinya Kekuatan
yang dimiliki oleh Kesatuan yang akan melaksanakan rencana, kelemahan yang
dimiliki oleh kesatuan dan peluang yang dapat dimanfaatkan serta ancaman yang
akan dihadapi.
Penggunaan teori Analisa SWOT tersebut, diterapkan guna membedah
kekuatan, kelemahan serta peluang dan kendala yang dimiliki Polres X dalam
menjalin kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak
bermasalah dengan hukum sebagaimana dijelaskan dalam Bab IV.

5
Iwan Puwanto, 2007. Manajemen strategis kutipan Fred R David (2006:35) CV Yrama widya, Bandung,
hal. 70
6 Rangkuti ,2013. Kutipan Kearns (1998:15),Kompas Gramedia Pustaka Utama. Hal 19
7

BAB III
KONDISI FAKTUAL

13. Kemampuan personel Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan


hukum Saat ini
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di
masa yang akan datang, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan
sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara seimbang. Di
Indonesia sendiri ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang anak, misalnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 4 tentang Kesejahteraan Anak,
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Berbagai peraturan
lain yang berkaitan dengan masalah anak.
Secara substansi, menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu : “Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.” Sedangkan berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga menjelaskan tentang anak yang
berkonflik dengan hukum, yaitu : “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang
selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun,
tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.”
Pembahasan mengenai penyimpangan hukum (delikuense) yang dilakukan
oleh anak serta dan instrumen hukum bagi anak di Indonesia ini, semakin
meningkat dan semakin beragam modusnya. Berdasarkan pengamatan penulis,
kasus anak yang bermasalah dengan hukum tersebut, dapat terlihat seperti
berikut:
8

Tabel 1: Trend perkembangan kejahatan oleh anak berdasar usia


Umur
No Tahun
< 15 16-18
1 2013 10 235
2 2014 15 590
Data: Sat Reskrim Polres X

Selain itu tren kejahatan yang dilakukan oleh anak berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat seperti berikut:9

Tabel 2: Trend perkembangan kejahatan pada anak-anak berdasarkan


pendidikan
Umur
Tahun Jumlah SD SMP SMA PT
2013 235 16 87 108 44
2014 447 55 102 196 94
Data: Sat Reskrim Polres X
Adapun data terhadap jenis kejahatan / perbuatan melawan yang
dilakukan oleh anak dapat terlihat seperti dibawah ini :
Tabel 3: data jenis kejahatan yang dilakukan oleh anak
Tahun Keterangan
No Tahun
2013 2014
1 Pencurian 64 105
2 Penganiyaan 56 90
3 Perkelahian 40 82
4 Pemerkosaan 28 34
5 Narkoba 47 136
Jumlah 235 447
Data: Sat Reskrim Polres X
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan adanya suatu pemahaman
baru yang dapat menjadi jalan keluar bagi masalah delinkuensi anak. Adapun
berbagai fakta-fakta yang ditemukan terkait kondisi kemampuan personel Polres X
dalam penanganan terhadap anak bermasalah dengan hukum, adalah sebagai
berikut :
a. Kuantitas

Sebagai fungsi terdepan (leading sector) dalam pelayanan terhadap


anak di lingkungan Polres X adalah UPPA (Unit Pelayanan Perempuan dan
9

Anak) Polres X pada saat ini memiliki kekuatan sebanyak 8 Personil yang
tersusun dalam struktur organisasi sebagai berikut :
1) 1 (satu) personil berpangkat IPDA sebagai Kanit UPPA
2) 2 (dua) personil berpangkat Bripka sebagai Kasubnit
3) 1 (satu) personil berpangkat Brigadir sebagai anggota
4) 1 (satu) personil berpangkat Brigadir sebagai anggota
5) 2 (dua) personil berpangkat Briptu sebagai anggota

b. Kualitas
1) Pengetahuan (knowledge)
a) Lemahnya pemahaman terhadap dasar hukum proses
pemidanaan terhadap anak sebagaimana yang diatur dalam.
Peraturan KAPOLRI 10/2007, 6 Juli 2007 tentang Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dan perkap no 3
tahun 2008 tentang pembentukan RPK dan tata cara
pemeriksaan saksi&/korban TP serta TR/1124/XI/2006 dari
Kabareskrim POLRI, 16 Nov 2006 dan TR/395/VI/2008 9
Juni 2008, tentang pelaksaan dalam penanganan kasus anak
pelaku dan pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus
anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi.
b) Lemahnya pehamanan personel terhadap mekanisme
penerapan diversi yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus
anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses
formal dengan atau tanpa syarat.

2) Kemampuan (skill)
a) Personel kurang terbuka dalam melakukan diplomasi dan
komunikasi dengan keluarga anak maupun tokoh masyarakat
dalam memusyawarahkan anak bermasalah dengan hukum.
b) Adanya personel yang melakukan proses pemidanaan
terhadap anak disamakan dengan proses pemidanaan
terhadap orang dewasa.
10

c) Penyidik belum mengetahui prosedur untuk melaksanakan


proses hukum terhadap anak bermasalah dengan hukum
dengan merujuk pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
tentang Pengadilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
d) Masih terbatasnya kemampuan personel dalam melakukan
konseling terhadap anak bermasalah dengan hukum dengan
maksud untuk memahami kondisi korban dan memberikan
jalan keluar yang terbaik sesuai dengan kebutuhan anak.
e) Personel kurang mampu menfasilitasi dan memberdayakan
KPAI dalam melakukan pemantauan, pembinaan dan
pengawasan maupun melakukan rehabilitasi terhadap anak
bermasalah dengan hukum.

3) Perilaku (attitude)
a) Masih lemahnya respon personel dalam menerima
laporan/pengaduan terhadap adanya anak bermasalah dengan
hukum.
b) Dalam memberikan perlindungan terhadap anak bermasalah
dengan hukum, personel kurang menunjukan etos kerja yang
baik sepertihalnya dengan menunjukan pelayanan yang
protagonis dan humanis sehingga anak tersebut sering kurang
merasa dilayani secara optimal.

14. Pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X guna


penanganan anak bermasalah dengan hukum saat ini
a. Tahap Komunikasi
1) Belum dilaksanakannya pertemuan rutin antara Polres X dengan
KPAI Kabupaten X guna membahas tentang sistem dan prosedur
penanganan anak bermasalah dengan hukum.
2) Kurang dibangunnya sistem informasi timbal balik antara Polres X
dan KPAI guna saling mensosialisasikan berbagai peraturan
11

perundangan yang berkaitan dengan penanganan anak bermasalah


dengan hukum.

b. Tahap koordinasi
1) Masih terbatasnya pelaksanaan koordinasi antara Polres X dengan
KPAI Kabupaten X, khususnya melalui penyusunan MOU yang
memuat tentang mekanisme sistem perbantuan Polres X dan KPAI
Kabupaten X dalam hal memantau, memajukan, dan melindungi hak
anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran dan
tindakan kekerasan terhadap anak.
2) Adanya perbedaan pemahaman antara Polres X dan KPAI terkait
batas usia anak dapat berimplikasi adanya perbedaan proses
pemidanaan terhadap anak bermasalah dengan hukum

c. Tahap Kolaborasi
1) Kurang dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dengan
KPAI Kabupaten X dalam memberikan perlindungan dan
menyediakan pembelaan terhadap anak bermasalah dengan hukum
untuk mengutarakan pendapat dan pembelaannya dimuka hukum.
2) Polres X kurang dapat memberdayakan KPAI kabupaten X dalam
melakukan rehabilitasi mental dan konseling terhadap anak
bermasalah dengan hukum.
3) Kurang dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dan KPAI
kabupaten X dalam melakukan restitusi anak, yaitu mengembalikan
anak kepada masyarakat dengan pemulihan nama baik anak
sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan sekolahnya.
4) Masih adanya anggarapan bahwa (juveneille deliquence) dianggap
berhasil apabila berkas P21 sehingga penyelesaian kasus anak
melalui deliberasi hukum kurang mendapat prioritas / apresiasi.
5) Kurang dilaksanakannya kerjasama antara Polres X dengan KPAI
kabupaten X guna melakukan pemantauan dan penindakan terhadap
orang atau jaringan yang secara sengaja melakukan ekspolitasi anak.
12

16. Implikasi kurang optimalnya kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X


terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum
a. Lemahnya kemampuan personel Polres X dalam menjalin kerjasama
dengan KPAI terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum dapat
berimplikasi pada meningkatnya angka tindak pidana oleh anak (juvenaile
deliquence).
b. Kurang optimalnya kerjasama antara Polres X dengan KPAI terkait
penanganan anak bermasalah dengan hukum dapat berimplikasi pada
adanya ekpolitasi anak secara masive, sistematis dan terstruktur baik oleh
pelaku perorangan maupun koorporasi.
13

BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

17. Faktor Internal


a. Kekuatan
1) Adanya kebijakan Kapolres X untuk melaksanakan kerjasama
dengan lintas sektoral termasuk dengan KPAI guna penanganan
anak bermasalah dengan hukum.
2) Adanya unit PPA Polres dibawah Satuan Fungsi Reskrim sebagai
leading sector dalam memberikan perlindungan dan pelayanan
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum .
3) Adanya unit kerja RPK yang dapat diberdayakan dalam memberikan
pelayanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
4) Adanya sebagian personel yang memiliki kemampuan komunikasi
dan negosiasi dalam mendukung kerjasama dengan KPAI Kabupaten
X guna memberikan penanganan anak bermasalah dengan hukum.
5) Validitas unit PPA dari tingkat Polda hingga Polres guna pembinaan
bidang pelayanan dan perlindung terhadap perempuan dan anak.

b. Kelemahan
1) Terbatasnya pemahaman personel Polres X mengenai konsep dan
mekanisme penanganan anak bermasalah dengan hukum sehingga
dalam pelaksanannya masih sering dilaksanakan pemidanaan seperti
pada orang dewasa.
2) Personel di unit PPA yang masih merangkap tugas pada jabatan/unit
lain, sangat mempengaruhi kinerja Unit PPA didalam memberikan
perlindungan terhadap anak yang bermsalah dengan hukum.
3) Unit PPA belum bisa dibentuk di tingkat Polsek untuk memberikan
pelayanan terhadap anak bermasalah dengan hukum.
4) Adanya sebagian personel yang kurang terbuka sehingga menjadi
penghambat dalam kerjasama dengan KPAI Kabupaten X terkait
penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir
kriminalisasi terhadap anak.
14

5) Belum adanya SOP yang dapat dijadikan sebagai pedoman Unit PPA
dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.

18. Faktor Eksternal


a. Peluang
1) Adanya dukungan Pemda terhadap Polres X dalam memberikan
perlindungan terhadap anak bermasalah dengan hukum sebagai
pelaku maupun korban.
2) Kuatnya komitmen nasional terhadap penghapusan tindak kekerasan
serta eksploitasi terhadap anak yang diaktualisasikan dalam bentuk
perundangan dan peraturan pemerintah.
3) Adanya dukungan LSM setempat yang peduli terhadap anak dengan
memberikan pengetahuan bagi unit PPA melalui seminar, lokakarya,
memberikan bantuan tenaga untuk konseling, dsbnya.
4) Adanya reformasi sistem hukum nasional yang lebih mengdepankan
penerapan deliberasi hukum khususnya terhadap anak bermasalah
dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak.
5) Adanya peran media massa yang turut berperan dalam melakukan
investigasi jurnalisitik terhadap berbagai kasus ekpoloitasi anak.

b. Kendala
1) Rendahnya peran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan
laporan terkait adanya tindak kejahatan oleh anak kepada Polres X.
2) Kurang meratanya pembangunan telah mengakibatkan banyaknya
anak putus sekolah sehingga berpotensi melakukan tindakan
kriminilitas.
3) Adanya jaringan yang tersebunyi dan terstuktur yang secara sengaja
melakukan eksploitasi anak guna melakukan pekerjaan terburuk.
4) Belum adanya MOU yang bersifat mengikat antara Polri dan KPAI
dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
5) Masih kurang sosialisasi terhadap masyarakat terkait undang-undang
perlindungan anak.
15

BAB V
KONDISI IDEAL

19. Kemampuan personel Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan


hukum yang diharapkan
a. Kuantitas
1) Diharapkan adanya penambahan personel yang ditugaskan pada
Unit PPA sehingga dapat mendukung penanganan anak bermasalah
dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak.
2) Diharapkan adanya penambahan para Perwira Pertama (PAMA)
yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang baik dibidang
manajerial dan komunikasi untuk ditugaskan pada Unit PPA guna
memaksimalkan penanganan anak bermasalah dengan hukum.

b. Kualitas
1) Pengetahuan (knowledge)
a) Lemahnya pemahaman personel terhadap dasar hukum dalam
penanganan kasus anak pelaku kejahatan dan pemenuhan
kepentingan terbaik dalam kasus anak, baik sebagai pelaku,
korban atau saksi.
b) Meningkatnya pehamanan personel terhadap mekanisme
diversi yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang
diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal ke
non formaldengan atau tanpa syarat.

2) Kemampuan (skill)
a) Personel dapat melakukan komunikasi dengan keluarga anak
dalam memusyawarahkan anak bermasalah dengan hukum.
b) Personel mampu melakukan diversi terhadap kasus anak
sesuai dengan UU no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
anak dan tidak disamakan dengan proses pemidanaan
terhadap orang dewasa.
16

c) Penyidik mapu menguasai prosedur untuk melaksanakan


proses hukum terhadap anak bermasalah dengan hukum
dengan merujuk pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
tentang Pengadilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
d) Meningkatnya kemampuan personel dalam melakukan
konseling terhadap anak bermasalah dengan hukum dengan
maksud untuk memahami kondisi korban dan memberikan
jalan keluar yang terbaik sesuai dengan kebutuhan anak.
e) Personel mampu melakukan pendataan terhadap orang atau
jaringan yang dengan sengaja melakukan ekploitasi anak.
f) Personel mampu menfasilitasi dan memberdayakan KPAI
dalam melakukan pemantauan, pembinaan dan pengawasan
maupun melakukan rehabilitasi terhadap anak bermasalah
dengan hukum.

3) Perilaku (attitude)
a) Meningkatnya respon personel dalam menerima
laporan/pengaduan terhadap adanya anak bermasalah dengan
hukum.
b) Dalam memberikan perlindungan terhadap anak bermasalah
dengan hukum, personel mampu menunjukan etos kerja yang
baik sepertihalnya dengan menunjukan pelayanan yang
protagonis dan humanis.

20. Metode kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X guna


penanganan anak bermasalah dengan hukum yang diharapkan
a. Tahap Komunikasi
1) Dilaksanakannya pertemuan rutin antara Polres X dengan KPAI
Kabupaten X guna membahas tentang sistem dan prosedur dalam
penanganan anak bermasalah dengan hukum.
17

2) Dibangunnya sistem informasi timbal balik antara Polres X dan KPAI


guna saling mensosialisasikan berbagai peraturan perundangan yang
berkaitan dengan penanganan anak bermasalah dengan hukum.

b. Tahap koordinasi
1) Dilakukannya penyusunan MOU antara Polres X dengan KPAI
Kabupaten X yang memuat tentang mekanisme sistem perbantuan
antara Polres X dan KPAI Kabupaten X dalam hal memantau,
memajukan, dan melindungi hak anak, serta mencegah berbagai
kemungkinan pelanggaran hak anak.
2) Adanya persamaan pemahaman terkait batas usia anak dalam
penanganan anak bermasalah dengan hukum.

c. Tahap Kolaborasi
1) Dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dengan KPAI
kabupaten X dalam memberikan perlindungan dan menyediakan
pembelaan terhadap anak bermasalah dengan hukum.
2) Polres X dapat memberdayakan KPAI Kabupaten X dalam melakukan
rehabilitasi mental dan konseling anak bermasalah dengan hukum.
3) Dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dan KPAI
kabupaten X dalam melakukan restitusi anak (mengembalikan anak
kepada masyarakat) sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan
lingkungan sekolahnya.
4) Dilaksanakannya kerjasama antara Polres X dengan KPAI kabupaten
X guna melakukan pemantauan dan penindakan terhadap orang atau
jaringan yang secara sengaja melakukan ekspolitasi anak dalam
kejahatan narkoba..
5) Tersedianya ruang pelayanan khusus anak maupun rumah aman
(safety house) guna mediasi permasalahan anak yang terlibat
dalam kejahatan narkoba sehingga dalam melalukan mediasi
dapat dilaksanakan kantor kepolisian
18

22. Kontribusi Optimalnya kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait


penanganan anak bermasalah dengan hukum
a. Meningkatnya kemampuan personel Polres X dalam menjalin kerjasama
dengan KPAI guna penanganan anak bermasalah dengan hukum dapat
memberi kontribusi pada dapat ditekannya tindak pidana yang dilakukan
oleh anak (juvenaile deliquence).
b. Optimalnya kerjasama antara Polres X dengan KPAI terkait penanganan
anak bermasalah dengan hukum dapat berkontribusi pada dapat menimalisr
dilaksanakannya pemidanaan terhadap anak.
c. Optimalnya pelaksanaan kerjasama Polres X dan KPAI Kabupaten X dapat
berkontribusi pada adanya keterpaduan dalam perlindungan terhadap anak.
19

BAB VI
PEMECAHAN MASALAH
Pada bab ini dijabarkan mengenai langkah-langkah pemecahan masalah yang
dideskripsikan dengan menggunakan pendekatan manajemen strategik dalam bentuk
formulasi strategi dalam menjawab persoalan yang dituangkan dalam action plan (upaya
yang dilakukan).

23. Visi
Terlaksananya kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan
anak bermasalah dengan hukum melalui guna menimalisir pemidanaan terhadap anak
dalam rangka terwujudnya kepastian hukum.

24. Misi
a. Meningkatkan profesionalisme SDM Polri dalam pelaksanaan kerjasama
dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan
hukum.
b. Melakukan penataan sistem dan metode penanganan anak bermasalah guna
menimalisir kriminalisasi terhadap anak.
c. Menjalin sinergitas dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak
bermasalah dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak

25. Tujuan.
a. Mengembangkan kompetensi personel dalam pelaksanaan kerjasama
dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan
hukum.
b. Mengembangan sistem dan metode yang efektif dan efesien dalam
kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak
bermasalah dengan hukum.
26. Sasaran
a. Terwujudnya profesionalisme personel dalam penyelenggaraan kerjasama
dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah
dengan hukum k.
20

b. Tersedianya pedoman teknis dalam penyelenggaraan kerjasama dengan


dengan KPAI terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum.

27. Kebijakan
a. Menyelenggarakan pembinaan dan pelatihan terhadap personel Polres X
guna menjalin kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait
penanganan anak bermasalah dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi
terhadap anak.
b. Melakukan penataan mekanisme penyelenggaraan kerjasama dengan
dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan
hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak.

28. Strategi.
a. Analisa Strategi Matriks Tows
KEKUATAN (STRENGHTS) KELEMAHAN (WEAKNESESS)
INTERNAL 1. Adanya kebijakan Kapolres X 1. Terbatasnya pemahaman personel
FAKTOR dalam kerma dgn KPAI. Polres X mengenai konsep
2. Adanya unit PPA Polres dalam penanganan anak bermasalah
penanganan anak yang dengan hukum.
berhadapan dengan hukum . 2. Penempatan personel Polwan di
3. Adanya unit kerja RPK yang unit PPA yang masih merangkap
dalam berikan pelayanan pada jabatan/unit lain.
terhadap anak yang berhadapan 3. Unit PPA belum bisa dibentuk di
dengan hukum. tingkat Polsek.
4. personel memiliki kemampuan 4. Adanya sebagian personel yang
komunikasi dalam kerjasama kurang terbuka dalam menjalin
dengan KPAI penanganan anak kerjasama dengan KPAI Kabupaten
bermasalah dengan hukum. X.
5. Validitas unit PPA pelayanan 5. Belum adanya SOP sebagai
dan perlindung terhadap pedoman Unit PPA dalam
EKSTERNAL perempuan dan anak penanganan anak bermasalah
FAKTOR dengan hukum
PELUANG (OPORTUNITIES) Strategi SO : Strategi WO :
1. Dukungan Pemda dalam 1. Pembenahan sistem dan metode 1. Pemantapan pembinaan sumber
perlindungan terhadap tenaga secara komprehensi dan daya manusia mendukung
kerja anak dibawah umur baik integratif dalam mendukung kerjasama dengan KPAI Kabupaten
sebagai pelaku maupun korban pelaksanaan kerjasama dengan X dalam penanganan anak
kejahatan. KPAI Kabupaten X dalam bermasalah dengan hukum guna
2. Komitmen Nasional terhadap penanganan anak bermasalah meminimalisir kriminalisasi anak
penghapusan eksploitasi anak. dengan hukum guna (W1, O1).
3. Adanya LSM dengan meminimalisir kriminalisasi anak 2. Menyusun MOU antara Polres X
memberikan pengetahuan bagi (S1,02). dengan KPAI kab X terkait
unit PPA melalui seminar, 2. Memberdayakan peran LSM penanganan anak bermasalah
lokakarya, dan bantuan tenaga guna memberikan perlindungan dengan hukum guna meminimalisir
untuk konseling. terhadap anak pelaku pemidaaan terhadap anak (W3, W5,
4. Adanya reformasi sistem hukum kriminalistas (S2, S5, O3) 01)
nasional yang lebih
21

mengdepankan penerapan
deliberasi hukum
5. Peran media massa dalam
melakukan investigasi
jurnalisitik terhadap berbagai
kasus ekpoloitasi anak
KENDALA (TREATHS) Strategi ST : Strategi WT :
1. Rendahnya partisipasi 1. Meningkatkan peran dan 1. Melaksanakan pengawasan dan
masyarakat dalam memberikan pastisipasi masyarakat dalam pengendalian kegiatan kinerja unit
laporan terkait adanya tindak memberikan laporan adanya PPA dalam memberikan
kejahatan oleh anak kepada anak yang melakukan tindakan perlindungan terhadap tenaga kerja
Polres X. diluar hukum(S5, T1, T2,T3). anak dibawah umur (, W3,W5 02,
2. Kurang meratanya . 04)
pembangunan sehingga anak
putus sekolah sehingga
berpotensi melakukan tindakan
kriminilitas.
3. Adanya jaringan terstuktur yang
secara sengaja melakukan
eksploitasi terhadap anak.
4. Belum adanya MOU antara Polri
dan KPAI dalam penanganan
anak bermasalah dengan
hukum.
5. Masih kurang sosialisasi
terhadap masyarakat terkait
undang-undang perlindungan
anak.

b. Pentahapan Strategi
Jangka Waktu
N Pentahapan Strategi JP Ket
o JPM JPJ
D
1 Pembenahan sistem dan metode secara komprehensi dan integratif
dalam mendukung pelaksanaan kerjasama dengan KPAI Kabupaten X
dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum (S1,02)
2 Pemantapan pembinaan sumber daya manusia mendukung kerjasama
dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak bermasalah
dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak (W1, O1)
3 Memberdayakan peran LSM guna memberikan perlindungan terhadap
anak pelaku kriminalistas (S2, S5, O3)
4 Menyusun MOU antara Polres X dengan KPAI kab X terkait
penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir
pemidaaan terhadap anak (W3, W5, 01)
5 Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan
laporan adanya anak yang melakukan tindakan diluar hukum (S5, T1,
T2,T3)
6 Melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan kinerja unit
PPA dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja anak
dibawah umur (W3,W5 02, 04)
22

29. Action Plan


a. Jangka Pendek (1 tahun )
1) Pemantapan pembinaan sumber daya manusia mendukung
kerjasama dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak
bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak.
a) Kabag Sumda melaksanakan sosialisasi dan internalisasi
terkait berbagai perundang-undangan yang berkaitan proses
pemidanaan terhadap anak.
b) Kabag Sumda untuk mengadakan pelatihan mekanisme
penerapan diversi yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus
anak dari proses formal dengan atau tanpa syarat.
c) Kabag Sumda Melaksanakan pelatihan guna meningkatkan
kemampuan komunikasi personel dengan keluarga anak
maupun tokoh masyarakat dalam memusyawarahkan anak
yang terlibat dalam penggunaan narkoba.
d) Kabag Sumda dan Kasat Reskrim Melakukan caoching clinic
terhadap personel terkait prosedur untuk melaksanakan
proses hukum terhadap anak bermasalah dengan hukum
dengan merujuk pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang
Pengadilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
2) Pembenahan sistem dan metode secara komprehensi dan integratif
dalam pelaksanaan kerjasama dengan KPAI Kabupaten X dalam
penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir
kriminalisasi anak.
a) Kanit PPA untuk menyusun piranti lunak terutama perangkat
hukum dan aturan yang mengukuhkan kinerja unit PPA dalam
penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b) Kasat Reskrim melaksanakan koordinasi dengan KPAI guna
menentukan batas usia anak guna menentuka tindak lanjut
penanganan anak bermasalah dengan hukum.
23

c) Menyusun SOP yang dapat dijadikan sebagai pedoman


pelaksanaan tugas unit PPA dalam penanganan anak
berhadapan dengan hukum.

b. Jangka Sedang (2 tahun)


1) Memberdayakan peran LSM guna memberikan perlindungan
terhadap anak pelaku kriminalistas
a) Melaksanakan kerjasama dengan KPAI guna rehabilitasi dan
healing proses maupun pembinaan aspek mental dan
psikologis anak.
b) Bersama dengan LSM membentuk tim khusus yang bertugas
dalam melakukan pembinaan, penyuluhan dan pemberdayaan
masyarakat guna penanganan anak bermasalah dengan
hukum

2) Menyusun MOU antara Polres X dengan KPAI kab X terkait


penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir
pemidaaan terhadap anak
a) Menyusun aggrement antara Polres X dan KPAI Kab X dalam
memantau, memajukan, dan melindungi hak anak, serta
mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran dalam
pelaksanaan peradilan anak.
b) Bersama dengan Polres X melakukan rehabilitasi mental dan
psikologi anak bermasalah dengan hukum.
c) Bersama dengan KPAI kabupaten X dalam melakukan restitusi
anak (mengembalikan anak kepada masyarakat) sehingga
dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan sekolahnya.
d) Bersama dengan KPAI menyediakan pembela terhadap anak
24

c. Jangka Panjang (3 tahun)


1) Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan
laporan adanya anak yang melakukan tindakan diluar hukum.
a) Menyediakan SMS center maupun hotline service
pengaduan/pelaporan masyarakat terhadap terjadinya
kejahatan oleh anak
b) Setiap personel memiliki contact person yang mudah dihubungi
sehingga memudahkan masyarakat dalam meminta kejelasaan
tentang penanganan anak yang bermasalah dengan hukum

2) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan kinerja unit


PPA dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja anak
dibawah umur
a) Melakukan analisa dan evaluasi terhadap setiap kegiatan unit
PPA baik pada laporan adminsitrasi maupun melalui
pengawasan langsung sehingga dapat menemukan solusinya
setiap masalah yang ada.
b) Setiap saat terus dilakukan pengawasan, koreksi dan evaluasi
terhadap pelaksanaan kinerja unit PPA dalam penanganan
anak bermasalah dengan hukum meminimalisir kriminalisasi
terhadap anak.
25

BAB VII
PENUTUP
30. Kesimpulan
a. Dalam upaya penanganan anak bermasalah dengan hukum guna
meminimalisir kriminalisasi terhadap anak saat ini masih belum berjalan
secara optimal, yang disebabkan oleh beberapa hal seperti masih
terbatasnya kompetensi personel Unit PPA baik dilihat dari aspek
pengetahuan (knowlegde), keterampilan (skill) maupun perilaku (attitude).
Oleh karena itu dilakukan langkah sistematis dan konseptual dalam
pengembangan kemampuan perosnel UPPA tersebut sepertihalnya melalui
kegiatan pembinaan dan pelatihan, coaching clinic, mentoring, dan caching
clinik.
b. Pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan komponen KPAI Kab X
kurang berjalan secara optimal, oleh karena itu perlu dilakukan rapat
koordinasi, kegiatan rehabilitasi, restitusi dan pemantauan jaringan
ekspolitasi anak, penyusunan SOP, penentuan HTCK, kerjasama dan
koordinasi serta melakukan pengawasan dan pengendalian.

31. Rekomendasi
a. Mengajukan kepada Kapolda Cq Dir Reskrimum agar menyusun SOP yang
dapat menjadi panduan dalam pelaksanaan penanganan anak bermasalah
dengan hukum dengan pendekatan deliberasi hukum guna menimalisir
pemidanaan terhadap anak.
b. Mengajukan kepada Kapolda Cq Karo Sarpras agar pada setiap unit PPA
dapat disediakan ruang khusus pelayanan anak sepertihalnya ruang
pemeriksaan dan rumah aman guna perlindungan anak yang bermasalah
dengan hukum.

You might also like