Professional Documents
Culture Documents
Topik
DELIBERASI HUKUM TERHADAP TUGAS POKOK POLRI
DIBIDANG PENEGAKAN HUKUM
Judul
OPTIMALISASI KERJASAMA POLRES PKP DAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK
INDONESIA KOTA PKP GUNA MENGANTISIPASI KEKERASAN TERHADAP ANAK
DALAM RANGKA TERWUJUDNYA POLRI YANG PROMOTER
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada prinsipnya, hukum merupakan manifestasi konsep-konsep dan cita-
cita mengenai pola ideal sistem pengaturan dan pengorganisasian kehidupan
masyarakat. Hal ini terutama dalam konsep atau cita-cita tentang keadilan sosial,
kesejahteraan hidup bersama, keterlibatan dan ketentraman masyarakat
demokrasi. Hukum merupakan kaidah tertinggi yang harus diikuti oleh
masyarakat/warga negara termasuk di dalamnya penyelenggara negara dalam
melakukan interaksi sosial, oleh karenanya diperlukan suatu sistem hukum yang
mampu mengakomodir rasa keadilan dan keberpihakan pada masyarakat yang
memuat misalnya prinsip kesamaan di muka hukum (Equality before the Law) dan
asas praduga tak bersalah (Presumption of Innocence) serta jaminan kepastian
hukum (justice insurance).
Salah upaya dalam mewujudkan kepastian hukum adalah dengan
memberikan azas keadilan dalam pelaksanaan pemidanaan terhadap anak yang
mengalami permasalahan hukum. Pengertian keadilan bagi anak yang mengalami
permasalahan dengan hukum adalah dipastikannya semua anak untuk
memperoleh layanan dan perlindungan secara optimal dari sistem peradilan dan
proses hukum. Hal tersebut secara yuridis merupakan upaya yang ditujukan guna
meminimalisir proses pemidanaan terhadap anak sehingga dapat mencegah agar
1
2
2. Pokok permasalahan
Pokok permasalahan yang terdapat dalam penulisan ini adalah “belum
optimalnya kerjasama Polres X dengan komisi perlindungan anak (KPAI)
Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan Hukum guna
meminimalisir pemidanaan terhadap anak sehingga kurang mendukung
terwujudnya kepastian hukum”
3. Pokok-pokok Persoalan
4. Ruang lingkup
Ruang lingkup penulisan ini dibatasi pada upaya optimalisasi kerjasama
yang dijalin oleh unit PPA Sat Reskrim Polres X dengan komisi perlindungan anak
(KPAI) Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna
meminimalisir kriminalisasi terhadap adak dalam rangka terwujudnya kepastian
hukum.
7. Sistematika
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III KONDISI FAKTUAL
BAB IV FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BAB V KONDISI IDEAL
BAB VI UPAYA PEMECAHAN MASALAH
BAB VII PENUTUP
4
8. Pengertian - pengertian
a. Optimalisasi: berasal dari kata optimal yang berarti pengoptimalan atau
usaha untuk menjadikan optimal yang berarti tertinggi, paling baik,
sempurna, terbaik.
b. Kerjasama2 : Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok untuk mencapai tujuan bersama manakala yang bersangkutan
memiliki kepentingan yang sama.
c. Komisi Perlindungan Anak : disingkat KPAI, adalah lembaga independen
Indonesia yang dibentuk berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Tugas pokok KPAI adalah memantau, memajukan, dan
melindungi hak anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran
hak anak yang dilakukan oleh Negara, perorangan, atau lembaga.
d. Anak bermasalah dengan hukum 3 : adalah seorang anak yang sedang
terlibat dengan masalah hukum atau sebagai pelaku tindak pidana,
sementara anak tersebut belum dianggap mampu untuk mempertanggung
jawabkan perbuatannya, mengingat usianya yang belum dewasa sehingga
berhak untuk dilindungi dengan Undang – undang.
e. Meminimalisir: Minimalisir artinya memperkecil atau biasa digunakan
mengutarakan bahwa sesuatu itu memang tidak dapat dihilangkan
sepenuhnya tetapi hanya bisa beberapa persen yang bisa terselesaikan.
f. Pemidanaan: adalah proses mengangkat perbuatan yang semula bukan
perbuatan pidana menjadi perbuatan yang dapat dipidana.
g. Kepastian hukum4 : Dalam istilah hukum di kenal “Fiat Justitia et pereat
mundus” artinya hukum itu harus ditegakan karena mempunyai tujuan yang
hakiki yaitu untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada
masyarakat. Kepastian hukum secara normatif diartikan sebagai sesuatu
yang jelas dan logis serta tidak menimbulkan multi tafsir..
BAB II
LANDASAN TEORI
9. Teori Kerjasama
Charles H. Cooley (Dalam Soerjono Soekanto, 2000 : 80) menyatakan,
kerjasama adalah kesepakatan yang timbul apabila orang menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan - kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan - kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
kepentingan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta fakta
yang penting dalam kerjasama yang berguna.
Menurut Miftah Thoha (1986), dua atau lebih organisasi yang melakukan
kerjasama yang efektif dicerminkan dengan adanya :
a. Adanya komunikasi kedua belah pihak yang intens.
b. Persepsi yang sama tentang hal yang dikerjasamakan.
c. Adanya koordinasi.
d. Integrasi.
e. Sinkronisasi dalam kerjasama.
Merujuk pada uraian diatas, selanjutnya penggunaan teori kerjasama
tersebut diterapkan sebagai pisau analisis pada bab III dan Bab V yang
menggambarkan pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten
X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum dalam bingkai komunikasi,
koordinasi dan kolaborasi.
5
Iwan Puwanto, 2007. Manajemen strategis kutipan Fred R David (2006:35) CV Yrama widya, Bandung,
hal. 70
6 Rangkuti ,2013. Kutipan Kearns (1998:15),Kompas Gramedia Pustaka Utama. Hal 19
7
BAB III
KONDISI FAKTUAL
Selain itu tren kejahatan yang dilakukan oleh anak berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat seperti berikut:9
Anak) Polres X pada saat ini memiliki kekuatan sebanyak 8 Personil yang
tersusun dalam struktur organisasi sebagai berikut :
1) 1 (satu) personil berpangkat IPDA sebagai Kanit UPPA
2) 2 (dua) personil berpangkat Bripka sebagai Kasubnit
3) 1 (satu) personil berpangkat Brigadir sebagai anggota
4) 1 (satu) personil berpangkat Brigadir sebagai anggota
5) 2 (dua) personil berpangkat Briptu sebagai anggota
b. Kualitas
1) Pengetahuan (knowledge)
a) Lemahnya pemahaman terhadap dasar hukum proses
pemidanaan terhadap anak sebagaimana yang diatur dalam.
Peraturan KAPOLRI 10/2007, 6 Juli 2007 tentang Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dan perkap no 3
tahun 2008 tentang pembentukan RPK dan tata cara
pemeriksaan saksi&/korban TP serta TR/1124/XI/2006 dari
Kabareskrim POLRI, 16 Nov 2006 dan TR/395/VI/2008 9
Juni 2008, tentang pelaksaan dalam penanganan kasus anak
pelaku dan pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus
anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi.
b) Lemahnya pehamanan personel terhadap mekanisme
penerapan diversi yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus
anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses
formal dengan atau tanpa syarat.
2) Kemampuan (skill)
a) Personel kurang terbuka dalam melakukan diplomasi dan
komunikasi dengan keluarga anak maupun tokoh masyarakat
dalam memusyawarahkan anak bermasalah dengan hukum.
b) Adanya personel yang melakukan proses pemidanaan
terhadap anak disamakan dengan proses pemidanaan
terhadap orang dewasa.
10
3) Perilaku (attitude)
a) Masih lemahnya respon personel dalam menerima
laporan/pengaduan terhadap adanya anak bermasalah dengan
hukum.
b) Dalam memberikan perlindungan terhadap anak bermasalah
dengan hukum, personel kurang menunjukan etos kerja yang
baik sepertihalnya dengan menunjukan pelayanan yang
protagonis dan humanis sehingga anak tersebut sering kurang
merasa dilayani secara optimal.
b. Tahap koordinasi
1) Masih terbatasnya pelaksanaan koordinasi antara Polres X dengan
KPAI Kabupaten X, khususnya melalui penyusunan MOU yang
memuat tentang mekanisme sistem perbantuan Polres X dan KPAI
Kabupaten X dalam hal memantau, memajukan, dan melindungi hak
anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran dan
tindakan kekerasan terhadap anak.
2) Adanya perbedaan pemahaman antara Polres X dan KPAI terkait
batas usia anak dapat berimplikasi adanya perbedaan proses
pemidanaan terhadap anak bermasalah dengan hukum
c. Tahap Kolaborasi
1) Kurang dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dengan
KPAI Kabupaten X dalam memberikan perlindungan dan
menyediakan pembelaan terhadap anak bermasalah dengan hukum
untuk mengutarakan pendapat dan pembelaannya dimuka hukum.
2) Polres X kurang dapat memberdayakan KPAI kabupaten X dalam
melakukan rehabilitasi mental dan konseling terhadap anak
bermasalah dengan hukum.
3) Kurang dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dan KPAI
kabupaten X dalam melakukan restitusi anak, yaitu mengembalikan
anak kepada masyarakat dengan pemulihan nama baik anak
sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan sekolahnya.
4) Masih adanya anggarapan bahwa (juveneille deliquence) dianggap
berhasil apabila berkas P21 sehingga penyelesaian kasus anak
melalui deliberasi hukum kurang mendapat prioritas / apresiasi.
5) Kurang dilaksanakannya kerjasama antara Polres X dengan KPAI
kabupaten X guna melakukan pemantauan dan penindakan terhadap
orang atau jaringan yang secara sengaja melakukan ekspolitasi anak.
12
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
b. Kelemahan
1) Terbatasnya pemahaman personel Polres X mengenai konsep dan
mekanisme penanganan anak bermasalah dengan hukum sehingga
dalam pelaksanannya masih sering dilaksanakan pemidanaan seperti
pada orang dewasa.
2) Personel di unit PPA yang masih merangkap tugas pada jabatan/unit
lain, sangat mempengaruhi kinerja Unit PPA didalam memberikan
perlindungan terhadap anak yang bermsalah dengan hukum.
3) Unit PPA belum bisa dibentuk di tingkat Polsek untuk memberikan
pelayanan terhadap anak bermasalah dengan hukum.
4) Adanya sebagian personel yang kurang terbuka sehingga menjadi
penghambat dalam kerjasama dengan KPAI Kabupaten X terkait
penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir
kriminalisasi terhadap anak.
14
5) Belum adanya SOP yang dapat dijadikan sebagai pedoman Unit PPA
dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b. Kendala
1) Rendahnya peran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan
laporan terkait adanya tindak kejahatan oleh anak kepada Polres X.
2) Kurang meratanya pembangunan telah mengakibatkan banyaknya
anak putus sekolah sehingga berpotensi melakukan tindakan
kriminilitas.
3) Adanya jaringan yang tersebunyi dan terstuktur yang secara sengaja
melakukan eksploitasi anak guna melakukan pekerjaan terburuk.
4) Belum adanya MOU yang bersifat mengikat antara Polri dan KPAI
dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
5) Masih kurang sosialisasi terhadap masyarakat terkait undang-undang
perlindungan anak.
15
BAB V
KONDISI IDEAL
b. Kualitas
1) Pengetahuan (knowledge)
a) Lemahnya pemahaman personel terhadap dasar hukum dalam
penanganan kasus anak pelaku kejahatan dan pemenuhan
kepentingan terbaik dalam kasus anak, baik sebagai pelaku,
korban atau saksi.
b) Meningkatnya pehamanan personel terhadap mekanisme
diversi yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang
diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal ke
non formaldengan atau tanpa syarat.
2) Kemampuan (skill)
a) Personel dapat melakukan komunikasi dengan keluarga anak
dalam memusyawarahkan anak bermasalah dengan hukum.
b) Personel mampu melakukan diversi terhadap kasus anak
sesuai dengan UU no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
anak dan tidak disamakan dengan proses pemidanaan
terhadap orang dewasa.
16
3) Perilaku (attitude)
a) Meningkatnya respon personel dalam menerima
laporan/pengaduan terhadap adanya anak bermasalah dengan
hukum.
b) Dalam memberikan perlindungan terhadap anak bermasalah
dengan hukum, personel mampu menunjukan etos kerja yang
baik sepertihalnya dengan menunjukan pelayanan yang
protagonis dan humanis.
b. Tahap koordinasi
1) Dilakukannya penyusunan MOU antara Polres X dengan KPAI
Kabupaten X yang memuat tentang mekanisme sistem perbantuan
antara Polres X dan KPAI Kabupaten X dalam hal memantau,
memajukan, dan melindungi hak anak, serta mencegah berbagai
kemungkinan pelanggaran hak anak.
2) Adanya persamaan pemahaman terkait batas usia anak dalam
penanganan anak bermasalah dengan hukum.
c. Tahap Kolaborasi
1) Dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dengan KPAI
kabupaten X dalam memberikan perlindungan dan menyediakan
pembelaan terhadap anak bermasalah dengan hukum.
2) Polres X dapat memberdayakan KPAI Kabupaten X dalam melakukan
rehabilitasi mental dan konseling anak bermasalah dengan hukum.
3) Dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dan KPAI
kabupaten X dalam melakukan restitusi anak (mengembalikan anak
kepada masyarakat) sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan
lingkungan sekolahnya.
4) Dilaksanakannya kerjasama antara Polres X dengan KPAI kabupaten
X guna melakukan pemantauan dan penindakan terhadap orang atau
jaringan yang secara sengaja melakukan ekspolitasi anak dalam
kejahatan narkoba..
5) Tersedianya ruang pelayanan khusus anak maupun rumah aman
(safety house) guna mediasi permasalahan anak yang terlibat
dalam kejahatan narkoba sehingga dalam melalukan mediasi
dapat dilaksanakan kantor kepolisian
18
BAB VI
PEMECAHAN MASALAH
Pada bab ini dijabarkan mengenai langkah-langkah pemecahan masalah yang
dideskripsikan dengan menggunakan pendekatan manajemen strategik dalam bentuk
formulasi strategi dalam menjawab persoalan yang dituangkan dalam action plan (upaya
yang dilakukan).
23. Visi
Terlaksananya kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan
anak bermasalah dengan hukum melalui guna menimalisir pemidanaan terhadap anak
dalam rangka terwujudnya kepastian hukum.
24. Misi
a. Meningkatkan profesionalisme SDM Polri dalam pelaksanaan kerjasama
dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan
hukum.
b. Melakukan penataan sistem dan metode penanganan anak bermasalah guna
menimalisir kriminalisasi terhadap anak.
c. Menjalin sinergitas dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak
bermasalah dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak
25. Tujuan.
a. Mengembangkan kompetensi personel dalam pelaksanaan kerjasama
dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan
hukum.
b. Mengembangan sistem dan metode yang efektif dan efesien dalam
kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak
bermasalah dengan hukum.
26. Sasaran
a. Terwujudnya profesionalisme personel dalam penyelenggaraan kerjasama
dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah
dengan hukum k.
20
27. Kebijakan
a. Menyelenggarakan pembinaan dan pelatihan terhadap personel Polres X
guna menjalin kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait
penanganan anak bermasalah dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi
terhadap anak.
b. Melakukan penataan mekanisme penyelenggaraan kerjasama dengan
dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan
hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak.
28. Strategi.
a. Analisa Strategi Matriks Tows
KEKUATAN (STRENGHTS) KELEMAHAN (WEAKNESESS)
INTERNAL 1. Adanya kebijakan Kapolres X 1. Terbatasnya pemahaman personel
FAKTOR dalam kerma dgn KPAI. Polres X mengenai konsep
2. Adanya unit PPA Polres dalam penanganan anak bermasalah
penanganan anak yang dengan hukum.
berhadapan dengan hukum . 2. Penempatan personel Polwan di
3. Adanya unit kerja RPK yang unit PPA yang masih merangkap
dalam berikan pelayanan pada jabatan/unit lain.
terhadap anak yang berhadapan 3. Unit PPA belum bisa dibentuk di
dengan hukum. tingkat Polsek.
4. personel memiliki kemampuan 4. Adanya sebagian personel yang
komunikasi dalam kerjasama kurang terbuka dalam menjalin
dengan KPAI penanganan anak kerjasama dengan KPAI Kabupaten
bermasalah dengan hukum. X.
5. Validitas unit PPA pelayanan 5. Belum adanya SOP sebagai
dan perlindung terhadap pedoman Unit PPA dalam
EKSTERNAL perempuan dan anak penanganan anak bermasalah
FAKTOR dengan hukum
PELUANG (OPORTUNITIES) Strategi SO : Strategi WO :
1. Dukungan Pemda dalam 1. Pembenahan sistem dan metode 1. Pemantapan pembinaan sumber
perlindungan terhadap tenaga secara komprehensi dan daya manusia mendukung
kerja anak dibawah umur baik integratif dalam mendukung kerjasama dengan KPAI Kabupaten
sebagai pelaku maupun korban pelaksanaan kerjasama dengan X dalam penanganan anak
kejahatan. KPAI Kabupaten X dalam bermasalah dengan hukum guna
2. Komitmen Nasional terhadap penanganan anak bermasalah meminimalisir kriminalisasi anak
penghapusan eksploitasi anak. dengan hukum guna (W1, O1).
3. Adanya LSM dengan meminimalisir kriminalisasi anak 2. Menyusun MOU antara Polres X
memberikan pengetahuan bagi (S1,02). dengan KPAI kab X terkait
unit PPA melalui seminar, 2. Memberdayakan peran LSM penanganan anak bermasalah
lokakarya, dan bantuan tenaga guna memberikan perlindungan dengan hukum guna meminimalisir
untuk konseling. terhadap anak pelaku pemidaaan terhadap anak (W3, W5,
4. Adanya reformasi sistem hukum kriminalistas (S2, S5, O3) 01)
nasional yang lebih
21
mengdepankan penerapan
deliberasi hukum
5. Peran media massa dalam
melakukan investigasi
jurnalisitik terhadap berbagai
kasus ekpoloitasi anak
KENDALA (TREATHS) Strategi ST : Strategi WT :
1. Rendahnya partisipasi 1. Meningkatkan peran dan 1. Melaksanakan pengawasan dan
masyarakat dalam memberikan pastisipasi masyarakat dalam pengendalian kegiatan kinerja unit
laporan terkait adanya tindak memberikan laporan adanya PPA dalam memberikan
kejahatan oleh anak kepada anak yang melakukan tindakan perlindungan terhadap tenaga kerja
Polres X. diluar hukum(S5, T1, T2,T3). anak dibawah umur (, W3,W5 02,
2. Kurang meratanya . 04)
pembangunan sehingga anak
putus sekolah sehingga
berpotensi melakukan tindakan
kriminilitas.
3. Adanya jaringan terstuktur yang
secara sengaja melakukan
eksploitasi terhadap anak.
4. Belum adanya MOU antara Polri
dan KPAI dalam penanganan
anak bermasalah dengan
hukum.
5. Masih kurang sosialisasi
terhadap masyarakat terkait
undang-undang perlindungan
anak.
b. Pentahapan Strategi
Jangka Waktu
N Pentahapan Strategi JP Ket
o JPM JPJ
D
1 Pembenahan sistem dan metode secara komprehensi dan integratif
dalam mendukung pelaksanaan kerjasama dengan KPAI Kabupaten X
dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum (S1,02)
2 Pemantapan pembinaan sumber daya manusia mendukung kerjasama
dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak bermasalah
dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak (W1, O1)
3 Memberdayakan peran LSM guna memberikan perlindungan terhadap
anak pelaku kriminalistas (S2, S5, O3)
4 Menyusun MOU antara Polres X dengan KPAI kab X terkait
penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir
pemidaaan terhadap anak (W3, W5, 01)
5 Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan
laporan adanya anak yang melakukan tindakan diluar hukum (S5, T1,
T2,T3)
6 Melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan kinerja unit
PPA dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja anak
dibawah umur (W3,W5 02, 04)
22
BAB VII
PENUTUP
30. Kesimpulan
a. Dalam upaya penanganan anak bermasalah dengan hukum guna
meminimalisir kriminalisasi terhadap anak saat ini masih belum berjalan
secara optimal, yang disebabkan oleh beberapa hal seperti masih
terbatasnya kompetensi personel Unit PPA baik dilihat dari aspek
pengetahuan (knowlegde), keterampilan (skill) maupun perilaku (attitude).
Oleh karena itu dilakukan langkah sistematis dan konseptual dalam
pengembangan kemampuan perosnel UPPA tersebut sepertihalnya melalui
kegiatan pembinaan dan pelatihan, coaching clinic, mentoring, dan caching
clinik.
b. Pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan komponen KPAI Kab X
kurang berjalan secara optimal, oleh karena itu perlu dilakukan rapat
koordinasi, kegiatan rehabilitasi, restitusi dan pemantauan jaringan
ekspolitasi anak, penyusunan SOP, penentuan HTCK, kerjasama dan
koordinasi serta melakukan pengawasan dan pengendalian.
31. Rekomendasi
a. Mengajukan kepada Kapolda Cq Dir Reskrimum agar menyusun SOP yang
dapat menjadi panduan dalam pelaksanaan penanganan anak bermasalah
dengan hukum dengan pendekatan deliberasi hukum guna menimalisir
pemidanaan terhadap anak.
b. Mengajukan kepada Kapolda Cq Karo Sarpras agar pada setiap unit PPA
dapat disediakan ruang khusus pelayanan anak sepertihalnya ruang
pemeriksaan dan rumah aman guna perlindungan anak yang bermasalah
dengan hukum.