Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Dwi Putri Suryani
03021181419035
Menyetujui:
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
B. BIDANG ILMU
Teknik Pertambangan
C. LATAR BELAKANG
Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi penghasil utama timah di
Indonesia. Hal tersebut dapat dipahami mengingat provinsi ini terbentang di South
East Asia Tin Belt dan Indonesia Tin Belt. Pada umumnya, area – area yang berada
pada sabuk timah (tin belt) mengandung deposit mineral timah yang cukup tinggi
(Asmarhansyah, 2016).
PT Timah, Tbk telah mewarisi sejarah panjang usaha pertambangan timah di
Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 200 tahun. Kegiatan penambangan
bijih timah yang dilakukan oleh PT Timah, Tbk menggunakan metode
penyemprotan (monitoring) pada tambang darat. Sedangkan pada tambang di laut
menggunakan kapal isap produksi (KIP) dan kapal keruk (KK) dalam penambangan
bijih timah (PT Timah, Tbk, 2014).
Aktivitas penambangan bijih timah di Provinsi Bangka Belitung hingga saat
ini masih dilakukan. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat tidak hanya dampak
positif tetapi juga beberapa dampak negatif, salah satunya adalah banyak
bermunculan kolam bekas tambang timah atau disebut dengan kolong timah.
Jumlah kolong yang terbentuk pasca penambangan timah yang ada di wilayah
Bangka Belitung sebanyak 887 kolong dengan luas 1.712,65 ha, yang terdiri dari
554 kolong di wilayah pulau Bangka dengan luas 1.035,51 ha sedangkan untuk
wilayah pulau Belitung terdapat 343 kolong dengan luas 677,14 ha (Yusuf, 2011).
Penanganan kolam bekas tambang timah khususnya dilakukan sistem
backfilling atau penimbunaan kembali kolam bekas tambang timah yang telah
dimulai sejak tahun 1992. Terkait dengan dikeluarkannya UU No 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, maka pemerintah daerah Kabupaten Bangka
mengeluarkan PERDA No 6 Tahun 2001 tentang Usaha Pertambangan Umum
membuat masyarakat atau lebih dikenal dengan Tambang Inkonvesional (TI)
kembali melakukan kegiatan pertambangan timah di kolam bekas tambang timah
yang telah direklamasi sehingga menyebabkan banyaknya kolong yang kembali
terbuka atau terbentuk. Hal tersebut menjadi suatu kendala bagi perusahaan, karena
sesuai dengan Undang – Undang Negara Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009
Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 96, dimana pemegang Izin
Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib
melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk
kegiatan reklamasi dan pascatambang.
Usaha reklamasi terus dilakukan oleh PT Timah, Tbk guna memperbaiki rona
awal bentang alam wilayah Bangka Belitung. Menurut Peraturan Menteri Energi
dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia No. 7 Tahun 2014 Reklamasi adalah
kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,
memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat
berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi
ini, perusahaan harus mengacu kepada Rencana Kelola Lingkungan (RKL),
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), dan pertimbangan tata guna lahan yang
telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah atau Dinas Pertanian setempat untuk
kepentingan masyarakat sekitar lokasi penambangan. Adanya kegiatan reklamasi
yang terencana diharapkan lahan bekas tambang dapat digunakan atau
dimanfaatkan kembali sebagai lahan pertanian atau kegiatan produktif lainnya,
sehingga dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat berkurang dan
menambah penghasilan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas maka dari itu perlu diadakan penelitian mengenai
optimalisasi upaya backfilling kolam bekas tambang timah (kolong) untuk
lingkungan berkelanjutan pada area reklamasi PT Timah, Tbk.
D. PERMASALAHAN
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana proses kegiatan backfilling kolam bekas tambang (kolong) timah
pada area reklamasi PT Timah, Tbk ?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan proses kegiatan backfilling dalam upaya
pengendalian kolong timah pada area reklamasi PT Timah, Tbk ?
3. Bagaimana perencanaan reklamasi lanjutan dan upaya yang akan dilakukan
oleh PT Timah, Tbk terhadap pengendalian kolam bekas tambang (kolong)
timah untuk lingkungan berkelanjutan di wilayah Bangka Belitung ?
F. PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah pada penelitian ini terfokus pada:
1. Proses kegiatan backfilling kolam bekas tambang (kolong) timah pada area
reklamasi yang dilakukan oleh PT Timah, Tbk.
2. Tingkat keberhasilan proses kegiatan backfilling dalam upaya pengendalian
kolam bekas tambang (kolong) timah pada area reklamasi PT Timah, Tbk.
3. Perencanaan reklamasi lanjutan dan upaya pengendalian kolam bekas tambang
(kolong) timah yang akan dilakukan oleh PT Timah, Tbk untuk lingkungan
berkelanjutan di wilayah Bangka Belitung.
G. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai pembelajaran ilmu bagi penulis dan pembaca untuk bisa mengetahui
bagaimana dan seberapa besar keberhasilan dari proses kegiatan backfilling
kolam bekas tambang (kolong) timah pada area reklamasi yang dilakukan oleh
PT Timah, Tbk.
2. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam optimalisasi upaya kegiatan
backfilling kolam bekas tambang (kolong) timah pada area reklamasi yang telah
dilakukan agar program reklamasi dan pascatambang yang telah direncanakan
dapat berjalan dengan baik untuk lingkungan berkelanjutan sehingga dapat
terjalin hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar
wilayah pertambangan apabila perusahaan tidak lagi beroperasi.
H. METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian yang diterapkan pada Tugas Akhir ini meliputi:
1. Pengambilan data
a. Data Primer, yaitu data kajian teknis yang dikumpulkan dengan melakukan
penelitian lapangan. Penelitian lapangan yang akan dilakukan dengan
beberapa tahap, antara lain : (1) Observasi lapangan, dengan melakukan
pengamatan secara langsung terhadap proses yang terjadi dan mencari
informasi pendukung yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas.
(2) Menentukan lokasi pengamatan dan mengambil data - data yang
diperlukan untuk penyelesaian masalah. (3) Mencocokkan dengan
perumusan masalah yang ada, dengan tujuan agar penelitian yang dilakukan
tidak meluas serta data yang diambil dapat digunakan secara efektif.
b. Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan studi literatur
yang dilakukan dengan mencari bahan - bahan pustaka guna menunjang
penelitian ini, antara lain : data dari instansi terkait dengan permasalahan,
serta jurnal dan buku – buku terkait dengan permasalahan.
2. Akuisi data
Akuisi data ini bertujuan untuk mengumpulkan dan mengelompokkan data
untuk memudahkan analisis nantinya, mengolah nilai karateristik data-data
yang mewakili obyek pengamatan, serta mengetahui keakuratan data, sehingga
kegiatan penelitian menjadi lebih efesien.
5. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan beberapa perhitungan dan
pengambaran, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
6. Analisis hasil pengelompokan data
Analisis hasil pengolahan data dilakukan dengan tujuan memperoleh
kesimpulan sementara dan selanjutnya diolah dalam bagian pembahasan.
7. Hasil dan Kesimpulan
Data yang telah didapat dan diolah pada penelitian ini diharapkan dapat
memberikan output berupa hasil dan kesimpulan diperoleh setelah dilakukan
koreksi antara hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
permasalahan yang diteliti. Kesimpulan ini merupakan suatu hasil akhir dari
semua yang telas dibahas.
OPTIMALISASI UPAYA BACKFILLING KOLAM BEKAS TAMBANG
(KOLONG) TIMAH UNTUK LINGKUNGAN BERKELANJUTAN PADA AREA
REKLAMASI UNIT PENAMBANGAN DARAT PT TIMAH, TBK
Orientasi Lapangan
Permasalahan:
1. Bagaimana proses kegiatan backfilling kolam bekas tambang (kolong) timah pada area reklamasi PT
Timah, Tbk ?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan proses kegiatan backfilling dalam upaya pengendalian kolong timah
pada area reklamasi PT Timah, Tbk ?
3. Bagaimana perencanaan reklamasi lanjutan dan upaya yang akan dilakukan oleh PT Timah, Tbk
terhadap pengendalian kolam bekas tambang (kolong) timah untuk lingkungan berkelanjutan di wilayah
Bangka Belitung ?
Kesimpulan:
1. Didapatkan data kegiatan backfilling kolam bekas tambang (kolong)
timah.
2. Didapatkan data realisasi tingkat keberhasilan dari proses kegiatan
backfilling selama periode tahun 2008 sampai tahun 2018 dalam upaya
pengendalian kolam bekas tambang (kolong) timah pada area reklamasi
PT Timah, Tbk.
3. Didapatkan perencanaan reklamasi lanjutan dan upaya pengendalian
kolam bekas tambang (kolong) timah yang akan dilakukan oleh PT
Timah, Tbk untuk lingkungan berkelanjutan di wilayah Bangka
Belitung.
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Mineral Timah
Timah merupakan sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom 50. Unsur ini merupakan logam
dasar berwarna keperakan, dapat ditempa (“malleable”), tidak mudah teroksidasi
dalam udara sehingga tahan karat, ditemukan dalam banyak aloy, dan digunakan
untuk melapisi logam lainnya untuk mencegah karat. Timah diperoleh terutama dari
mineral cassiterite. Mineral ini memiliki warna yang beragam yakni kecoklatan,
kehitaman, dan kemerahan. Mineral ini juga memiliki kandungan Sn sekitar 78,8%
dengan berat jenis 6,8-7,1 (Kelly dan Spottiswood, 1982).
2. Sejarah Timah di Indonesia
Sejarah Timah di Indonesia dimulai dari adanya catatan sejarah kerajaan
Sriwijaya yang menyebutkan bahwa salah satu komoditi dagang pada zaman
kerajaan itu adalah timah, dimana timah tersebut berasal dari hulu Sungai Rokan.
Marcopolo yang singgah di Aceh pada tahun 1297 juga mencatat bahwa salah satu
komoditi dagang Kerajaan Peurelak di Aceh adalah timah. Dari sejumlah publikasi
didapatkan bahwa penemuan timah di Bangka terjadi pada tahun 1709, meskipun
sebenarnya sebenarnya kesimpulan tersebut tidak didukung oleh fakta-fakta yang
akurat dan otentik. (Sutedjo Sujitno, “Sejarah Timah Indonesia”, hal. 53-61).
3. Geologi dan Persebaran Timah di Bangka Belitung
Mineral pembawa timah di Indonesia sudah diketahui oleh masyarakat luas
sejak lama dan keberadaannya hanya terdapat di pulau – pulau timah yang dikenal
sebagai (The Tin Belt), jalur the tin belt membentang mulai dari Myanmar,
Thailand, Kamboja, Semenanjung Malaysia dan pulau – pulau di Indonesia yaitu
pulau – pulau di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
(Mardiah, 2013). Sedangkan menurut (Cobbing dkk, 1992) Indonesia juga dilewati
oleh Sabuk Timah Asia Tenggara di mana Pulau Bangka dan Belitung merupakan
akhir dari jalur tersebut.
Endapan timah ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan sekunder.
Bijih timah primer dihasilkan dari mineralisasi pada intrusi magmatik asam seperti
pada batuan granit dan pegmatit. Batuan granitoid merupakan istilah bagi kelompok
batuan beku plutonik dengan komposisi asam hingga intermediate yang memiliki
tekstur faneritik (Gill, 2010) dengan mineral penyusun berupa plagioklas, kuarsa,
dan alkali feldspar (Winter, 2001).
Batuan granitoid di Indonesia memiliki penyebaran yang cukup luas.
Kehadiran granitoid di daerah Kepulauan Timah seperti Pulau Bangka dan Pulau
Belitung berasosiasi dengan kehadiran mineral pembawa timah seperti kasiterit
(SnO2). Granit Tanjung Pinang dibagian Barat laut Pulau Belitung merupakan
granit tipe S yang mengandung greisen yang kaya mineral kasiterit primer
(Baharuddin dan Sidarto, 1995).
4. Kegiatan Pertambangan Timah
Kegiatan penambangan bijih timah adalah pengambilan bijih timah yang
meliputi penggalian, pengangkutan, dan penimbunan baik pada tambang terbuka,
tambang bawah tanah maupun penambangan di laut (Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2006). Praktek penambangan timah telah menjadi
aktivitas keseharian bagi masyarakat di Pulau Bangka Belitung yang dilakukan
dengan penambangan lepas pantai dimana perusahaan mengoperasionalkan armada
kapal keruk untuk operasi produksi di daerah lepas pantai (offshore), dan
penambangan timah darat-gravel pump dimana prosesnya dilakukan menggunakan
pompa semprot (gravel-pump) (Susanto,2015).
5. Kolam Bekas Tambang (Kolong) Timah
Dampak negatif dari aktivitas penambangan timah adalah salah satunya
banyak terbentuk kolam bekas tambang timah atau disebut juga kolong. Kolong
berasal dari bahasa daerah Bangka yang dapat diartikan sebagai lubang - lubang
besar yang memiliki kedalaman dan lebar bervariasi, tergantung kandungan timah
yang terdapat di dalamnya. Semakin padat timah yang terkandung, semakin dalam
dan luas kolong yang dibuat. Secara umum, kolong saling berdekatan dan pada
beberapa tempat kolong tersebut menyatu setelah hujan sehingga membentuk
kolong besar menyerupai danau. Topografi Kepulauan Bangka Belitung kini
menyajikan pemandangan kolong-kolong di hampir semua sudut, baik kolong kecil,
sedang dan besar (Indra, 2013).
Kolong pascatambang banyak tersebar di daerah Kepulauan Bangka
Belitung. Kolong – kolong ini terbentuk dari hasil kegiatan penambangan timah
baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat umum. Jumlah
kolong saat ini terus meningkat karena kegiatan penambangan timah yang masih
terus berlangsung. Bahkan diperkirakan lebih dari 1.000 kolong telah terbentuk
baik di pulau Bangka maupun Pulau Belitung (Prasetiyono, 2015).
6. Keadaan Kolam Bekas Tambang (Kolong) Timah
Upaya reklamasi lahan bekas penambangan terbuka oleh PT Timah, Tbk
dilakukan dengan menutup kembali atau disebut juga dengan metode backfilling
terhadap kolong yang terbuka dengan tanah penutup (overburden) hasil galian dari
blok tersebut. Tanah penutup diratakan dan dipadatkan dengan sistem teras bangku
datar dengan lebar bangku teras > 5 m, tinggi vertikal interval < 2 m, dan
kemiringan tebing teras ± 60% (Subowo G, 2011).
Sejak adanya Peraturan Daerah Bangka No. 6 Tahun 2001 membuat
masyarakat sekitar melakukan kegiatan penambangan kembali di daerah kolam
bekas tambang timah yang telah ditutup atau telah dilakukan reklamasi oleh PT
Timah, Tbk. Kegiatan penambangan tersebut memang berdampak positif dari segi
memajukan perekonomian masyarakat sekitar, namun dampak negatif yang jelas
dilihat dari kegiatan pertambangan timah rakyat ini adalah kolong – kolong yang
terbuka. Kolong-kolong ini terbentuknya di darat, kolong ini ditinggalkan begitu
saja oleh pelaku pertambangan timah rakyat karena dianggap sudah tidak produktif.
Kolong – kolong yang berbentuk seperti kolam besar ini pada musim penghujan
akan menampung air ataupun menampung air dari dataran yang lebih tinggi,
sehingga pada saat curah hujan meningkat air yang tidak dapat tertampung akan
meluap ke pemukiman warga setempat dan infrastruktur lainnya contohnya seperti
jalan akan lebih mudah rusak. (Yuliana, 2016).
7. Karakteristik Lahan Bekas Tambang Timah Lanskap
Setelah kegiatan penambangan timah berakhir, lahan yang ditinggalkan
umumnya berupa lahan dengan lanskap yang tidak beraturan dan didominasi oleh
tailing pasir yang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang buruk. Kondisi
tersebut tentu tidak akan mampu mendukung lahan bekas tambang timah sebagai
media ideal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, khususnya untuk produksi
tanaman pertanian (Asmarhansyah, 2016).
Sifat fisik dan kimia tanah pada lahan pasca penambangan timah umumnya
kurang baik, sehingga dalam rehabilitasi perlu upaya mengatasi kendala tersebut
(PT. Tambang Timah, 1991). Kendala fisik misalnya struktur tanah rusak, tekstur
kasar (dominan pasir), peka terhadap erosi, dan kemampuan memegang air rendah.
Kendala kimia misalnya rendahnya pH dan kapasitas tukar kation, kejenuhan
aluminium (Al), kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) yang tinggi, miskin unsur hara
dan bahan organik serta adanya kandungan logam berat yang relatif tinggi (Tim
Pusat Penelitian Tanah, 1987).
Hasil penelitian yang dilakukan (Santi, 2005) dan (Inonu, 2011) mengenai
sifat fisik dan kimia tanah bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung
disajikan pada Tabel I.1.
Tabel I.1 Sifat fisik dan kimia lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka
Belitung ( 1) Santi, 2005, 2) Inonu, 2011)
8. Pengertian Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar
dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya (Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008). Reklamasi hutan adalah usaha
untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar
dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya (Peraturan Menteri Kehutanan
No. 60 Tahun 2009).
9. Dasar Hukum Kegiatan Reklamasi
Dampak negatif dari kegiatan pertambangan mineral maupun batubara
terhadap lingkungan perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan. Dasar hukum yang digunakan dalam upaya pengendalian dampak
negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang
Reklamasi dan Pascatambang
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2008 Tentang
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
d. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor. P.4/Menhut-
II/2011 Tentang Pedoman Reklamasi Hutan.
e. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor. P.60/Menhut-
II/2009 Tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan.
f. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 07 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pasca
Tambang pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
g. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1967, tentang pengelolaan Lingkungan
Hidup.
10. Tahapan Kegiatan Reklamasi
Tahapan kegiatan reklamasi pada kawasan hutan meliputi pengaturan bentuk
lahan atau penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi, revegetasi, dan
pemeliharaan.
a. Pengaturan Bentuk Lahan atau Penataan Lahan
Pengaturan bentuk lahan atau penataan lahan dapat dilakukan dengan cara
berikut ini:
1) Penimbunan Kembali Lahan Bekas Penambangan (Backfilling)
Menurut (Dairiah, 2010) penataan lahan dilakukan untuk memperbaiki
kondisi bentang alam, antara lain dengan cara menutup lubang galian
(kolong) dengan menggunakan limbah tailing (overburden). Lubang kolong
yang sangat dalam dibiarkan terbuka, untuk penampung air, hal ini tentu
saja dapat berdampak negatif bagi masyarakat.
Penutupan kolam bekas tambang timah dapat dilakukan dengan metode
Backfilling. Backfill merupakan tanah atau batuan yang dipakai untuk
mengurangi (mengisi) bekas galian tambang batubara atau galian sipil
lainnya. Kata ini juga dipakai sebagai kata kerja, yang berarti pekerjaan
pengisian bekas penggalian. Dalam tambang batubara backfill lebih sering
diartikan sebagai pekerjaan mengisi galian bekas endapan batubara beserta
tanah penutupnya dengan tanah kupasan. Cara ini sangat dianjurkan dari
segi teknis ekonomis teknik penambangan maupun dari segi dampak
lingkungan, karena jarak pengangkutan kecil dan tanah buangan tidak
memerlukan tambahan lahan disekitarnya. Backfill dapat juga berasal dari
tambang dalam yang diangkut keluar hasil penggalian terowongan, jalan
menuju kepermukaan kerja baru (pekerjaan persiapan) (Kamus
Pertambangan).
Kegiatan backfilling menurut (Kennedy,1990) dalam pelaksanaanya
harus memperhatikan beberapa aspek seperti:
a) Tersedianya lubang bukaan bekas tambang yang akan digunakan
untuk penimbunan overburden.
b) Tersedianya jarak yang aman antara front muka penimbunan dengan
front penggalian penambangan, yang bertujuan agar kegiatan
backfilling tidak menggangu kegiatan penambangan.
c) Adanya sinkronisasi antara volume overburden yang akan ditimbun
dengan volume daya tampung lubang bukaan bekas tambang.
Backfilling biasanya dilakukan dengan sistem dumping yaitu
diteruskan dengan spreading, grading dan compacting. Metode dumping
yang dapat diterapkan pada saat kegiatan backfilling sesuai dengan keadaan
topografi menurut (Hartman, 1992) terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Crest Dumping
Proses penimbunan dengan cara ini yaitu elevasi puncak diterapkan
pada awal pembuatan dump. Dump truck membawa muatannya ke
elevasi tertinggi dan menumpahkan muatannya selanjutnya
bulldozer akan mendorong material ke lembah dibawahnya. Elevasi
crest ini dipertahankan sepanjang umur tambang. Metode ini cocok
diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam. Kelemahan
metode ini yaitu pembuatan geometri timbunan agar sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan.
b) Terraced Dumping
Proses penimbunan dengan cara ini paling banyak digunakan yaitu
dengan cara menimbun material mulai dari elevasi bawah ke elevasi
atas. Dengan cara ini timbunan pada layer atas terletak lebih
kebelakang sehingga akan membentuk overall slope yang besarnya
dapat diatur sesuai geometri yang dikehendaki. Metode terraced
dump diterapkan pada topografi tidak begitu curam. Keuntungan
metode ini yaitu proses pengaturan lebar jenjang dan proses
pemadatan akan lebih mudah.
Alat yang digunakan untuk meratakan dari dumping (spreading)
adalah bulldozer, kemudian perataan yang lebih halus (grading) dengan
menggunakan motor grader, dan selanjutnya dilakukan pemadatan
(compacting) dengan menggunakan compactor (Tenriajeng, 2003).
Secara teoritis agar dapat menunjang efektivitas kerja alat pada saat
kegiatan backfilling, maka dapat dilakukan perhitungan produktivitas
terhadap alat mekanis sebagaimana dijelaskan dalam (Komatsu, Handbook
Edition 25th, 2004) terbagi menjadi:
a) Produktivitas Alat Gali – Muat
Alat mekanis yang umum digunakan ditambang terbuka khususnya
untuk penambangan batubara adalah excavator backhoe sebagai alat
gali muat dan dump truck sebagai alat angkut. Kegiatan pengupasan
overburden yang menggunakan excavator backhoe untuk alat gali
muat maka produktivitasnya dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚
𝑄=𝑞 × ×𝐸 ....(1)
𝐶𝑚𝑠
Keterangan:
Q = Taksiran produksi (LCM/jam)
q = Kapasitas bucket (m3) × bucket fill faktor
E = Efisiensi kerja (%)
Cms = Cycletime of loader (menit)
Besar kecilnya nilai faktor isian mangkuk sangat dipengaruhi oleh
jenis material dan lokasi tempat pemuatan (Tabel I.2).
Tabel I.2 Bucket Fill Factor (Komatsu, Handbook Edition 25th, 2004)
60
𝑃= 𝑐× × 𝐸𝑡 ....(2)
𝐶𝑚𝑡
Keterangan:
P = Produksi (LCM/jam)
c = Kapasitas bucket loader (m3) × bucket loader fill faktor ×
Jumlah siklus untuk mengisi highway dump truck
Et = Efisiensi kerja dump truck (%)
Cmt = Cycletime of dump truck (menit)
c) Produktivitas Alat Dorong
Perhitungan produktivitas alat dorong (bulldozer) dapat diperoleh
dengan persamaan sebagai berikut:
60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚
𝑄=𝑞 × ×𝑒×𝐸 ....(3)
𝐶𝑚𝑡
Keterangan:
Q = Produkstivitas alat dorong (m3/jam)
q = Kapasitas blade (m3) × blade fill factor
E = Efisiensi kerja (%)
e = Grade Factor (%)
Cmt = Cycletime of dozer (menit)
Besar kecilnya nilai faktor isian blade sangat dipengaruhi oleh jenis
material dan lokasi tempat kerja (Tabel I.3).
Tabel I.3 Blade fill factor (Komatsu, Handbook Edition 25th, 2004)
J. JADWAL PELAKSANAAN
Rencana pelaksanaan penelitian tugas akhir ini mulai tanggal 12 Maret 2018
sampai dengan 5 Mei 2018 dengan jadwal pelaksanaan terurai pada tabel J.1
sebagai berikut:
Bulan 1 2
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi literatur
Observasi Lapangan
Pengambilan Data
Pengolahan Data
K. PENUTUP
Demikianlah proposal pengajuan penelitian tugas ahir ini dibuat sebagai bahan
pertimbangan bagi Bapak/Ibu agar dapat menerima untuk melaksanakan Tugas
Akhir di PT Timah, Tbk. Selanjutnya penulis sangat mengharapkan bimbingan
serta arahan dari Bapak/Ibu dalam pelaksanaan penelitian ini nantinya.
L. DAFTAR PUSTAKA
Ambodo, A.P. 2008. Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang Sebagai Inti dari Rencana
Penutupan Tambang. Makalah disampaikan dalam Seminar dan Workshop
Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Tambang Pasca Penutupan Tambang.
Pusat Studi Reklamasi Tambang. LPPM IPB. Bogor, 22 Mei 2008.
Baharuddin dan Sidarto. 1995. Peta Geologi Lembar Belitung, Sumatera, Skala
1:250.000. Bandung, Indonesia: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
Cobbing, E.J., P.E.J. Pitfield., D.P.F. Darbyshire, dan D.I.J. Malick. 1992. The
Granites of The South-East Asian Tin Belt: Overseas Memoir of the british
Geological Survey No. 10.
I Putu Tuni Cakabawa et. al. 2015. Klinik Hukum Lingkungan. h.49. Denpasar:
Udayana University Press, ,
Indra, Citra Asmara. 2013. Dampak dari Penambangan Timah Inkonvensional Di
Desa Lampur Kabupaten Bangka Tengah. Jurnal Society Vol. 1 No. 2,
Desember 2013.
Kennedy, B. A. 1990. Surface Mining 2nd Edition. Society for Mining Metarllurgy
and Exploration, inc. Colorado.
Komatsu, 2004. Spesification And Aplication Handbook, 25th Edition. Komatsu Ltd.
Nova Scotia Environment. 2009. Guide for Surface Coal Mine Reclamation
Plan. September. Nova Scotia Environment. Kanada.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008.
Reklamasi Dan Penutupan Tambang. 29 Mei 2008. Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2006. Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Bijih Timah.
(Lembaran Salinan Negara Nomor 4 Tahun 2006). Jakarta.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2009.
Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan. 17 September 2009.
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 317. Jakarta.
PT Tambang Timah. 1991. Studi Evaluasi Lingkungan Unit Penambangan dan Unit
Peleburan Timah Pulau Bangka. Ringkasan Eksekutif, Vol. 1- 4. Pangkal
Pinang: PT Tambang Timah.
Santi, R. 2005. Pertumbuhan Nilam (Pogostemon cablin Benth) pada sandy tailing
asal lahan pasca penambangan timah yang diberi kompos dan tanah kupasan
(overburden). Tesis: Program Studi Ilmu Tanaman Program Pascasarjana
Universitas Sriwijaya, Palembang.
Sujitno, Sutedjo. 2007. “Sejarah Timah Indonesia”. hal. 53-61. Jakarta : Cempaka
Pub.
Tim Pusat Penelitian Tanah. 1987. Laporan Survei dan Penelitian Tanah Pulau
Bangka. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor: Pusat
Penelitian Tanah.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. (Lembaran Salinan Negara Nomor 4
Tahun 2009). Jakarta.