Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Indikasi Pemeriksaan
Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan janin yang baik Karena berkaitan
dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal, misalnya pertumbuhan janin
terhambat (PJT), gerakan janin berkurang, kehamilan post-term (≥ 42 minggu),
preeklampsia/hipertensi kronik, diabetes mellitus pra kehamilan, DM yang memerlukan terapi
insulin, ketuban pecah pada kehamilan preterm, dan solusio plasenta. Identifikasi pasien yang
memiliki risiko tinggi mutlak dilakukan karena hal ini berkaitan dengan tatalaksana yang harus
dilakukan. Kegagalan mengantisipasi adanya faktor risiko, dapat berakibat fatal.
3
KARDIOTOKOGRAFI
IBU
a. Pre-eklampsia-eklampsia d. Kehamilan ≥ 40 minggu
b. Ketuban pecah f. Asthma bronkhiale
c. Diabetes melitus g. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
h. Infeksi TORCH l. Hipotensi
i. Bekas SC m. Perdarahan antepartum
j. Induksi atau akselerasi persalinan o. Ibu berusia lanjut
k. Persalinan preterm
JANIN
a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) f. Kelainan presentasi, termasuk pasca
b. Gerakan janin berkurang versi luar.
c. Suspek lilitan tali pusat g. Mekonium dalam cairan ketuban
d. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin h. Riwayat lahir mati
e. Hidrops fetalis i. Kehamilan ganda
j. Dan lain-lain
4
SYARAT PEMERIKSAAN KTG
1. Usia kehamilan ≥ 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer ( pada KTG
terkomputerisasi ) sesuai buku petunjuk dari pabrik.
5
Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah
meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus glosofaringeus pada
batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi
DJJ dan curah jantung.
Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak didaerah
karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak dibatang otak. Reseptor ini
berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan
serebro-spinal. Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi
refleks dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan
memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan kadar
karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan
menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan
menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
6
cardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya
menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ.
Gambaran DJJ dalam pemeriksaan KTG dapat digolongkan ke dalam 2 bagian besar, yaitu:
1. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate).Yang termasuk disini adalah
frekuensi dasar dan variabilitas DJJ saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).
2. Perubahan periodik / episodik DJJ (reactivity).Yang dimaksud dengan perubahan
periodik DJJ adalah perubahan DJJ yang terjadi akibat kontraksi uterus atau ada
gerakan janin.
7
8. Takiaritmia janin (biasanya di atas 200 dpm)
Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada hipoksia
ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm danvariabilitas DJJ masih normal. Hal ini
menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia.
Bila hipoksia semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut.
Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm, disertai dengan
berkurang atau menghilangnya variabilitas DJJ.
Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya bukan petunjuk
bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang
bukan hipoksia, seperti:
1. Kehamilan postterm.
2. Hipotermia.
3.Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang.
4.Obat (propranolol, analgetika golongan –kain).
5. Bradiaritmia janin.
8
Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak mampu
mengadakan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi
serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal menunjukkan sistem
persarafan janin mulai dari korteksserebri – batang otak – nervus vagus – dan sistem
konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang
mengalami asidosis metabolik. Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan
variabilitas DJJ berkurang:
1. Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang).
2. Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk).
3. Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna).
4. Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason).
5. Blokade vagal.
6. Defek jantung bawaan.
Beberapa perubahan periodik/episodik DJJ yang dapat dikenali pada pemeriksaan KTG
adalah:
1. Akselerasi.
2. Deselerasi dini.
3. Deselerasi lambat.
4. Deselerasi variabel.
Akselerasi (accelerations)
Akselerasi merupakan respon simpatetik, dimana terjadi peningkatan frekuensi denyut
jantung jnain, suatu repon fisiologik yan gbaik (reaktif). Ciri-ciri akselerasi yang normal
adalah peningkatan djj (amplitudo) sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung selama 15 detik
atau lebih dan terjadi paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit, yang terjadi akibat
gerakan atau stimulasi janin. Akselerasi yang berlangsung selama 2 – 10 menit disebut
akselerasi memanjang (prolonged acceleration).
Yang Penting dibedakan antara akselerasi oleh kontraksi dan gerakan janin
Akselerasi yang sergam (Uniform acceleration). Terjadinya akselerasi sesuai dengan
kontraksi uterus.
9
Akselerasi yang bervariasi (Variable acceleration) Terjadinya akselerasi sesuai
dengan gerakan atau rangsangan pada janin.
Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi variabel
menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat. Gambaran akselerasi yang menghilang
dapat menjadi pertanda adanya hipoksia janin, apalagi bila disertai dengan tanda-tanda
lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia.
Deselerasi
Merupakan respon parasimpatis (n. Vagus) melalui reseptor-reseptor (baroreseptor /
kemereseptor) sehingga menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung.
10
Deselerasi lambat (late decelerations)
Deselerasi lambat merupakan penurunan djj yang terjadi beberapa saat setelah
kontraksi dimulai. Deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak kontraksi; dan deselerasi
menghilang lebih lambat dari saat menghilangnya kontraksi.Ciri-ciri deselerasi lambat adalah
sebagai berikut :
Timbuknya sekitar 20 – 30 detik setelah kontraksi uterus dimulai
Berakhirnya sekitar 20 – 30 detik setelah kontraksi uterus menghilang
Lamanya kurang dari 90 detik ( rata-rata 40 – 60 detik)
Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesauai dengan intensitas
kontraksi uterus
Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan,
akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa brakdikardi.
Adapun deselerasi lambat dapat terjadi pada beberapa keadaan yang pada dasarnya
semuanya bersifat patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan
janin mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai cadangan oksigen yang
mencakupi dan masih mampu mengadakan kompensasi keadaan tersebut, maka tidak tampak
adanya gangguan pada gambaran kardiotokografi selama tidak ada stres yang lain. Bila
terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan semakin berkurang dan akan
memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan terakhir ini akan menyebabkan rangsangan
pada kemoreseptor dan n. Vagus dan terjadilah deselerasi lambat tersebut. Jarak waktu antara
timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk
rangsangan kemoreseptor dan n. Vagus. Pada fase awal, dimana tingkat hiposia belum
sampai menyebabkan hipoksia otak dan tubuh masih mampu mengadakan kompensasi untuk
mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas denyut jantung janin biasanya normal. Akan
tetapi, bila keadaan hipoksia makin berat atau berlangsung lebih lama maka jaringan otak
akan mengalami hipoksia dan otot jantung pun mengalami depresi oleh karena hipoksia.
Sebagai akibatnya adalah variabilitas denyut jantung janin akan menurun dan akhirnya
menghilang sebelum janin akhirnya mati dalam rahim. Penanganan apabila ditemukan suatu
deselerasi lambat adalah memberikan infus, ibu tidur miring, berikan oksigen, menghentikan
kontraksi uterus dengan obat-obat tokolitik dan segera rencanakan terminasi kehamilan
dengan seksio sesarea.
11
Deselerasi lambat yang terjadi berulang sering kali dijumpai padakeadaan insufisiensi
plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas yang berkurang atau
kelainan djj lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu tanda gawat janin (fetal distress),
sehingga perlu segera dilakukan evaluasi dan tindakan lebih lanjut.
Gambaran deselerasi lambat yang “halus” (penurunan djj sangat sedikit) mungkin
sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis (abnormal).
Berbeda dengan deselerasi dini dan deselerasi lambat, gambaran deselerasi variabel
berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.
Deselerasi variabel digolongkan ke dalam 3 kategori:
1. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan djj tidak mencapai 80 dpm dan
lamanya kurang dari 30 detik.
2. Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan djj mencapai 70-80 dpm
dan lamanya antara 30-60 detik.
12
3. Deselerasi variabel berat, apabila djj menurun sampai di bawah 70 dpm dan
lamanya lebih dari 60 detik.
Istilah deselerasi variable memanjang (prolonged variable decelerations) digunakan untuk
menyatakan penurunan djj lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih dari 2,5 menit
Deselerasi variabel ini sering terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil atau
kal I. Penekanan tali pusat ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat tumbung, atau
jumlah air ketuban berkurang (oligohidramnion). Selama variabilitas denyut jantung janin
masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti.
Deselerasi variabel merupakan jenis deselerasi yang paling sering dijumpai, yaitu
pada sekitar 50% - 80% partus kala II; dan kebanyakan tidak berbahaya bagi janin. Tanda-
tanda deselerasi variabel yang tidak berbahaya bagi janin adalah:
1.Timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.
2.Variabilitas djj masih normal.
3.Terdapat akselerasi djj pada saat kontraksi.
KONTRAINDIKASI KTG
Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan KTG terhadap ibu maupun
janin.
14
7. Lama pemeriksaan sedikitnya 20 menit.
Interpretasi NST
Reaktif:
a. Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai dengan akselerasi
sedikitnya 15 dpm.
b. Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120 – 160 dpm.
c. Variabilitas djj antara 5 – 25 dpm.
Non-reaktif:
a. Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat akselerasi pada
gerakan janin.
b. Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari 160 dpm).
c. Variabilitas djj kurang dari 2 dpm.
Meragukan:
a. Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi yang kurang
dari 15 dpm.
b. Frekuensi dasar djj abnormal.
c. Variabilitas djj antara 2 – 5 dpm.
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik sampai 1
minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%). Hasil NST yangnon-reaktif disertai dengan
keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilai Apgar rendah, adanya deselerasi
lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar 20%. Hasil NST yang meragukan harus
diulang dalam waktu 24 jam. Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap
hasil NST yang non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress
test (CST), selama tidak ada kontraindikasi.
15
Tehnik pemeriksaan CST
1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri.
2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi,dan frekuensi
pernafasan ibu. Kemudian selama pemeriksaan dilakukan, tensi diukur setiap 10-15
menit (dicatat pada kertas KTG).
3. Perhatikan timbulnya kontraksi uterus, yang dapat dilihat pada kertas KTG. Kontraksi
uterus dianggap adekuat bila terjadi 3 kali dalam 10 menit.
4. Bila tidak terjadi kontraksi uterus setelah beberapa menit pemeriksaan, dilakukan
stimulasi, misalnya dengan cara Pemberian oksitosin (inhalasi,sublingual, atau
16ntrau). Stimulasi dilakukan sampai timbul kontraksi yang adekuat. Apabila selama
stimulasi terjadi deselerasi lambat meskipun kontraksi belum adekuat, maka
pemeriksaan harus segera dihentikan dan hasilnya dinyatakan positif.
5. Pengamatan dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan perubahan djj
akibat kontraksi.
6. Pemeriksaan dianggap cukup bila didapatkan kontraksi yang adekuat selama 10
menit. Stimulasi oksitosin harus segera dihentikan, dan pasien diawasi terus sampai
kontraksi menghilang.
Interpretasi CST
1. Negatif:
a. Frekuensi dasar djj normal.
b. Variabilitas DJJ normal.
c. Tidak terdapat deselerasi lambat.
2. Positif:
a. Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.
b. Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak adekuat
c. Deselerasi 16ntraute berat yang persisten pada setiap kontraksi.
d. Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang.
3. Mencurigakan(suspicious):
a. Deselerasi lambat yang intermiten pada kontraksi yang adekuat.
16
b. Deselerasi (derajat ringan atau sedang).
c. Frekuensi dasar djj abnormal.
Bila hasil CST mencurugakan, pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam
5. Hiperstimulasi :
a. Terdapat kontraksi 5 kali atau lebih dalam 10 menit; atau lama kontraksi lebih dari 90
detik.
b. Seringkali disertai deselerasi lambat atau bradikardia.
Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang
berlanjut sehingga bukan tidak mungkin terjadi asfiksia janin. Hal yang perlu dilakukan
adalah segera menghentikan pemriksaan dan berikan obat-obat penghilang kontraksi uterus
(tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur miring untuk memperbaiki sirkulasi uteri-
plasenta
Hasil CST yang mencurigakan harus terus diobservasi secara ketat (CST diulang
setiap 30 – 60 menit); bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan Ph darah janin. Hasil CST
yang tidak memuaskan harus diulang dalam waktu 24 jam. Bila terdapat hiperstimulasi,
kontraksi harus segera dihilangkan (tokolisis) dan kehamilan/persalinan diakhiri.
Kontraindikasi CST
1. Mutlak:
a. Adanya risiko uteri: bekas seksio sesarea klasik, riwayat
b. miomektomi, dsb.
c. Perdarahan antepartum: plasenta previa, solusio plasenta.
d. Ketuban pecah dini.
e. Tali pusat terkemuka.
f. Vasa previa.
17
2. Relatif:
a. Persalinan preterm.
b. Kehamilan kembar (< 36 minggu).
c. Inkompetensia serviks.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Abadi : Kardiotokografi Janin dan Velosimetri Doppler, dalam buku Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawiroharjo. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiharjdjo. Jakarta 2010.
20