Professional Documents
Culture Documents
Pengertian
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari
unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit.
Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and
limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus,
petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi(Depkes RI,
2010).
B. Kegiatan Pokok
1. Pengembangan SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah sebuah
sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan
didukung berbagai kegiatan profesi disiplin dan multi profesi untuk
menyelenggarakan pelayanan terpadu penderita gawat darurat baik dalam keadaan
sehari-hari maupun dalam keadaan bencana (DepKes RI, 2006).
Sistem ini telah diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan sejak tahun 1985,
yang merupakan sistem pelayanan pasien gawat darurat dari tempat kejadian
sampai ke sarana pelayanan kesehatan,yang berpedoman pada respon cepat yang
menekankan padatime saving is life and limb saving Implementasi SPGDT dapat
dibagi dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu-Sehari-
hari(SPGDT-S) dan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu-Bencana
(SPGDT-B) (DepKes RI, 2006).
2. Pengembangan Sumber Daya
Logistik adalah istilah yang dipakai untuk aktivitas yang mendukung yang
dipusatkan dengan menyediakan dan mengirimkan sumber-sumber usaha
penyelamatan. Sumber ini dapat berupa sumber daya manusia, peralatan, makanan
dan air, fasilitas yang meringankan anggota dan semacamnya (Stone dan Humphries,
2004).
Bagian logistik adalah bagian yang menyediakan barang dan jasa dalam
jumlah, mutu dan waktu yang tepat dengan harga yang sesuai. Logistik menurut
bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus disediakan di rumah sakit dapat
dikelompokkan menjadi: persediaan farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik
umum dan persediaan teknik (Aditama, 2006).
Sumber daya manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu
organisasi(Gomescit Parsan, 2005). Tersedianya SDM dalam jumlah yang cukup
dengan mutu dan motivasi yang tinggi serta kemampuan antar disiplin, antar profesi,
maupun antar sektor akan menentukan keberhasilan dalam penanganan keadaan
gawat darurat (DepKes RI, 1999).
3. Pengembangan subsistem komunikasi
Menurut DepKes RI (2006b), peran komunikasi pada penanggulangan
penderita gawat darurat dilatar belakangi karena time saving is live and limb saving.
Selain itu, kondisi kegawat daruratan yang mungkin terjadi sehari-hari atau bencana
tertentu dapat menimbulkan korban individu atau korban massal. Pentingnya peran
komunikasi dalam penanggulangan penderita gawat darurat juga dikarenakan adanya
peningkatan kasus gawat darurat dan adanya perubahan epidemiologi penyakit.
Potensi terjadinya bencana yang cukup tinggi (baik bencana alam/akibat ulah
manusia) dan kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan, belum semua
daerah memiliki sarana komunikasi dantransportasi yang memadai juga menjadi latar
belakang penting adanya peran komunikasi dalam penanggulangan penderita gawat
darurat.
Komunikasi dalam kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari
memerlukan sebuah sub sistem komunikasi yang terdiri dari jaring penyampaian
informasi, jaring koordinasi dan jaring pelayanan gawat darurat sehingga seluruh
kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem terpadu. Jaring komunikasi adalah
suatu jejaring atau komando untuk mengkomunikasikan informasi dalam suatu
kejadian bencana. Komunikasi tersebut diharapkan menjadi penghubung semua fase
penanganan gawat darurat sehari-hari dan bencana (pra RS, intra RS, antar RS, lintas
sektor) (DepKes RI, 2006). Tata cara berkomunikasi adalah singkat, jelas dan benar.
Komponen dalam komunikasi mencakup pengirim berita, penerima berita dan
penerus berita (DepKes RI, 2006).
4. Pengembangan subsistem transportasi
Evakuasi dan transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam
pelayanan gawat darurat. Melalui evakuasi dan transportasi yang tepat dapat
membantu penanganan penderita gawat darurat dengan baik. Evakuasi adalah
transportasi yang terutama ditujukan dari rumah sakit lapangan menuju ke rumah
sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit dikarenakan ada bencana yang terjadi
pada satu rumah sakit dimana pasien harus dievakuasikan ke rumah sakit lain
(DepKes RI, 2006).
Upaya transportasi dibagi menjadi dua macam, yaitu transportasi untuk
penolong dan transportasi untuk korban. Transportasi untuk penolong dari tim
setempat dapat memobilisasi semua fasilitas kendaraan yang dimiliki instansi
kesehatan setempat baik pemerintah maupun swasta dan untuk tim bantuan
diusahakan mendapatkan prioritas fasilitas transportasi yang ada agar dapat segera
sampai ke tempat kejadian. Transportasi untuk korban dengan menggunakan
ambulans yang ada (ambulan darat, laut dan udara) atau sarana lain yang diperlukan
sesuai kebutuhan yang disempurnakan berdasarkan situasi dan kondisi setempat
(DepKes RI, 1999).
5. Latihan -latihan gabungan
Pelatihan (drills) penanganan bencana menyediakan kesempatan untuk pendidikan
personel rumah sakit mengenai kesiapsiagaan bencana. Pelatihan ini membantu kita
untuk kreatif dalam memilih alternatif untuk respon bencana sehingga dapat
mempersiapkan lebih baik untuk bencana yang sesungguhnya (Sheehy, 1992).
Departemen Kesehatan RI (1999) menyatakan bahwa dalam Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Bencana (SPGDB) perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Kegiatan
evaluasi tersebut dapat dilaksanakan pada waktu betul-betul terjadi bencana. Namun
karena bencana jarang terjadi maka evaluasi dapat dilakukan pada latihan-latihan yang
simulasi bencana, dengan demikian SPGDB sudah dapat ditingkatkan mutunya jauh
sebelum bencana terjadi. Simulasi dapat digunakan untuk menguji sebuah ketentuan-
ketentuan baik berupa prosedur tetap (protap) maupun petunjuk pelaksanaan (juklak)
atau petunjuk teknis (juknis). Ketentuan tersebut perlu diuji agar dapat diketahui
apakah semua rancangan dapat diimplementasikan pada kenyataan yangsebenarnya di
lapangan (DepKes RI, 2006).
6. Kerjasama lintas sektor
Kesiapsiagaan menghadapi bencana merupakan suatu aktivitas lintas-sektor
yang berkelanjutan. Kegiatan tersebut membentuk suatu bagian yang tak terpisahkan
dalam sistem nasional yang bertanggung jawab untuk mengembangkan perencanaan
dan program pengelolaan bencana (pencegahan,mitigasi, kesiapsiagaan, respons,
rehabilitasi atau rekonstruksi). Upaya kesiapsiagaan bencana mempunyai tujuan
khusus, yaitu menjamin bahwa sistem, prosedur dan sumber daya yang tepat siap
ditempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi
korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan
rehabilitasi layanan (PAHO,2006).
C. Jenis-jenis SPGDT
SPGDT dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait
yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit – antar Rumah
Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup.
Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai berikut :
a. Pra Rumah Sakit
Dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans dan komunikasi.
Pelayanan sehari-hari :
1. PSC
Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian
dibawah Pemda. SDM berbagai unsur tersebut. ditambah masyarakat yang
bergiat dalam upaya pertolongan bagi masyarakat. Biaya dari masyarakat.
Kegiatan menggunakan perkembangan teknologi, pembinaan untuk
memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untuk keterpaduan
kegiatan. Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepat
penangggulangan gadar.
2. BSB.
Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam
bencana. Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, DInkes, RS),
petugas medis (perawat, dokter), non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll).
Pembiayaan dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan APBN/APBD.
3. Pelayanan Ambulans.
Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans Puskesmas,
klinik, RB, RS, non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang
disepakati bersama untuk mobilisasi ambulans terutama dalam bencana.
4. Komunikasi.
Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga
seluruh kegiatan berlangsung dalam sistem terpadu.
5. Pembinaan.
Berbagai pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi
dokter, perawat, awam khusus. Penyuluhan bagi awam. Pelayanan pada
bencana, terutama pada korban massal
6. Koordinasi komando.
Melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan efisien bila dalam
koordinasi dan komando yang disepakati bersama.
8. Simulasi.
Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi apakah
dapat diimplementasikan pada keadaan sebenarnya.
D. Pengembangan SPGDT
Pengembangan SPGDT-S dan SPGDT-B memerlukan beberapa hal yang terlibat,
diantaranya yaitu:
1. Semua jajaran kesehatan
Departemen kesehatan
Direktur RS
Puskesmas
Dinas kesehatan
Kepala IGD
Dokter, perawat, petugas kesehatan
Dan unit kesehatan lain (PMI)
Seri Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) / General Emergency Life Support
(GELS) : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan Ketiga. Dirjen
Bina Yanmed Depkes RI, 2006.
Http://Repository.Ump.Ac.Id/5881/3/Koko%20Ginanjar%20Saputro%20BAB%20II.Pdf