You are on page 1of 5

Mekanisme Kerja Digoxin pada Miokardiak

I. Deskripsi
Digoxin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), yaitu suatu kelompok senyawa
yang mempunyai efek khusus pada miokardium. Digoxin diekstraksi dari daun Digitalis lanata1.
Digoxin merupakan kristal putih tidak berbau. Digoxin memiliki cincin aglycone, yang
merupakan tempat aktivitas farmakologik Senyawa ini praktis tidak larut dalam air dan dalam
eter, sedikit larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut dalam piridin. Digoxin
dikenal sebagai racun namun pada akhirnya dapat digunakan sebagai obat gagal jantung
kongestif khususnya pada kasus fibrikasi atrial2.

II. Farmakokinetika
Absorpsi dilakukan melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan dapat
menyebabkan absorpsi mengalami penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang
diabsorpsi. Distribusi: Disebar ke hampir semua jaringan, termasuk ke eritrosit, otot skelet dan
jantung. Pada keadaan seimbang, kadar dalam jaringan jantung 15-30 kali lebih tinggi daripada
kadar dalam plasma, sementara kadar dalam otot setengah kadar dalam jantung. Efek maksimal
baru timbul 1 jam atau lebih setelah kadar maksimal di jantung tercapai. Ikatan dengan protein
(protein binding) : 25%-30%. Metabolisme dilakukan melalui sequential sugar hydrolysis dalam
lambung atau melalui reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan
dengan adanya gagal jantung kongestif. Ekskresi dan Bioaviabilitas : dieliminasi di ginjal,
Waktu paruh eliminasi digoksin rata-rata adalah 1,6 hari8. Bioaviabilitas 60-80% dari oral. Urin
(50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah ). Dosis : kisaran efektif antara 1-2,5
ng/ml, Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml , aritmia : 0,8-2 ng/ml, dewasa : < 0,5 ng/ml,
toksik jika diatas 2,5 ng/ml3.

III. Mekanisme Aksi


Digoxin pada prinsipnya bekerja dengan cara menghambat pompa Na/K ATP-ase yang
bekerja dengan meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan
kadar kalsium intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas4. Digoxin secara spesifik berikatan
dengan subunit-α dari pompa Na + / K + ATPase yang terletak di otot jantung (miokardia),
adanya ikatan ini meneyebabkan tidak berfungsinya pompa Na+/K+ ATPase3. Gambar 1.
Menujukan mekanisme kerja Na/K ATPase. Hal ini kemudian mengaktifkan Na/Ca exchanger
yang menyebabkan peningkatan konsentrasi ion natrium intraseluler, yang kemudian
menyebabkan kenaikan tingkat ion kalsium. Mekanisme inhibisi transport enzim ini juga
menghasilkan hilangnya K+ dari sel miokardium4. Gambar 2. Menunjukan mekanisme aksi dari
digoxin.
Gambar 1. Mekanisme Kerja Na/K ATPase

Gambar 2. Mekanisme Aksi Digoxin

Kerja dari otot jantung dipengaruhi oleh beberapa ion yaitu ion Na, K dan Ca. Ion Na
terutama bertanggung jawab untuk memelihara tekanan osmosis agar tetap seimbang dalam
jaringan,yaitu menjaga kepekaan sel-sel otot jantung terhadap rangsang yang mempengaruhi
kontraktilitas dan ritmisitas. Kelebihan ion Na ekstraseluler akan menimbulkan efek keracunan
yang menyebabkan jantung berhenti berdenyut. Ion K berperan dalam iritabilitas, kelebihan ion
K ekstraseluler akan mengganggu keseimbangan potensial membrane, bila konsentrasi ion K
ekstraseluler berlebih maka akan menyebabkan berkurangnya kuat kontraksi dan jantung akan
berhenti berdenyut pada keadaan diastole. Ion Ca mempengaruhi kuat kontraksi jantung karena
ion Ca berperan dalam mekanisme sliding filament pada proses kontraksi5. Ion Ca ini akan
berikatan dengan troponin agar otot dapat berkontraksi.
Adanya kelebihan konsentrasi ion Ca akan menghasilkan potensial aksi yang mengubah
permeabilitas retikulum sarkoplasma sehingga mengekresikan ion Ca yang akan menyebabkan
meningkatnya kuat kontraksi jantung melalui mekanisme sliding filament, jika konsentrasi ion
ini terlalu banyak maka jantung akan terus berkontraksi dan tidak dapat berelaksasi sehingga
akhirnya jantung akan berhenti berdenyut pada keadaan systole yang disebut kalsium rigor5.
Kalsium mempotensiasi efek toksin digoxin karena ada Na/ Ca exchanger yang kerjanya
bergantung pada gradien natrium untuk memompa keluar kalsium, digoxin mengurangi gradien
konsentrasi natrium sehingga konsentrasi kalsium intrasel meningkat yang disebakan oleh
menurunnya efflux Ca, hal ini mengarah pada meningkatnya konsentrasi kalsium dalam sel
miokardiak dan pacemaker sehingga jantung mengalami kontraksi5. Gambar 3. Menjelaskan
hubungan ion Ca dan kontraksi miokardium.
Gambar 3. Hubungan ion Ca dan kontraksi otot.
Mekanisme kedua dari digoxin dihubungkan dengan saraf parasimpatik, adanya
perubahan pada tekanan darah rata-rata dapat dikenali oleh baroreseptor yang akan meneruskan
informasi itu ke pusat kardiovaskuler di batang otak yang mengendalikan keluaran sistim saraf
otonom simpatik (SANS) dan parasimpatik (PANS). Suatu peningkatan pada tekanan darah rata-
rata menimbulkan perangsangan baroreseptor, menghasilkan peningkatan aktifitas PANS,
(menstimulasi vagal central ) memicu bradikardi dan mengurangi aktifitas SANS, yang pada
gilirannya menurunkan heart rate, daya kontraksi dan vasokontriksi4,6.

Gambar 4. Mekanisme kerja digoxin terhadap vagal tone


Daftar Pustaka

1. A. Hollman. 1996. Digoxin comes from Digitalis lanata. British Medical Journal 312
(7035): 912. http://www.bmj.com/cgi/content/full/312/7035/912.
2. Damian, Dodo Saputra. 2009. Farmakologi Obat Inotropik/ Vasopressor. Fakultas
Kedokteran Lambung Mangkurat : Banjarmasin.
3. AHFS Drug Information 2005
4. NN. Autonomic nervous system: physiology and pharmacology. http://www.scribd.com,
diakses 4 Februari 2010.
5. Martini. 1998. Fundamental of Anatomy and Physiology, 4th edition. Prentice Hall
International , Inc. New Jersey
6. DJ Goodman et al. 1975. Effect of digoxin on atioventricular conduction. Studies in
patients with and without cardiac autonomic innervation. Circulation 51: 251-256.
http://www.circ.ahajournals.org/cgi/reprint/51/2/251.
7. Trevor P, Nora MV, Raymon LP, Davis C. USMLE step 1 pharmacology notes. USA:
Kaplan Inc; 2002.p.109-39.
8. Muchtar,A dan Z.S.Bustami. “Obat gagal Jantung” dalam Ganiswarna ( eds.). 2002.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

You might also like