You are on page 1of 11

ASKEP HIPERTENSI PULMONAL

Filed Under: Respirasi — putri_rahza — 46 Comments


November 30, 2009
HIPERTENSI PULMONAL
2.1 DEFINISI
WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95
mmHg pada keadaan , sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan
bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga
melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastole
diatas 90 mmHg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42).
Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta
(1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa
hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti diajukan oleh kaplan
(1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan
darah waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90mmHg, sedangkan pada usia
lebih dari 45 tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmHg.
Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang
berbeda diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah 40
tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun
tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal. Hipertensi pada usia
lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih pada dua
atau lebih pemeriksaan yang berbeda. (JNC VI, 1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila dua kali kunjungan yang
berbeda waktu didapatkan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, atau apabila
tekanan darah sistolik pada beberapa pengukuran didapatkan nilai yang menetap
diatas 140 mmHg (R. P. Sidabutar dan Waguno P, 1990).
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi
merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan
atau diastolik lebih dari 90 mmhg.
Hipertensi Pulmonar pertama kali ditemukan oleh Romberg pada tahun 1891.
Hipertensi Pulmonal terbagi atas :
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi Pulmonar dapat menjadi penyakit berat yang
ditandai denga penurunan toleransi dalam melakukan aktivtas dan gagal jantung
kanan.
Hipertensi Pulmonar primer
Hipertensi Pulmonar Primer (HPP) adalah pennyakit yang ditemukan dengan ditandai
oleh peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan resistensi vaskuler paru tanpa
penyebab yang jelas, tetapi menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan karena
peningkatan afterload ventrikel kanan. Pada tekanan arteri pulmonary normal pada
saat istirahat adalah lebih kurang 14 mmHg. Pada hipertensi pulmonar Primer akan
lebih dari 25 mmHg saat istirahat, dan 30 mmHg saat aktivitas hipertensi pulmonary
primer akan meningkatkan tekanan darah pada cabang- cabang arteri yang lebih kecil
di paru, sehingga meningkatkan tahanan (resistensi) vascular aliran darah di paru.
Peningkatan tahanan arteri pulmonal primer akan menimbulkan beban pada ventrikel
kanan sehingga harus bekerja lebih kuat untuk memompakan darah ke paru.
Hipertensi pulmonar sekunder
Hipertensi Pulmonar Sekunder adalah penyakit yang diakibatkan oleh penyakit jantung
atau paru. Prognosisnya tergantung pada keparahan gangguan yang mendasari dan
perubahan pada jaring-jaring vascular paru. Penyebab paling umum dari paru adalah
kontriksi arteri pulmonary akibat hipoksia karena PPOM (Penyakit Paru Obstruksi
Menahun). Hipertensi paru yang timbul karena beberapa keadaan, seperti penyakit
paru atau jantung yang kronik, bekuan darah dalam paru, dan penyakit seperti
scleroderma. Kasus ini lebih sering terjadi.
2.1.2 PATOFISIOLOGI
Normalnya, jaring-jaring vascular paru dapat mengatasi volume darah yang dikirimkan
oleh ventrikel kanan.Ventrikel kanan mempunyai resistensi rendah terhadap aliran
darah dan mengkompensasi peningkatan volume darah dengan dilatasi pembuluh
dalam sirkulasi paru. Jika jaring-jaring vascular paru rusak atau tersumbat, bagaimana
pun, seperti pada hipertensi paru, kemampuan untuk mengatasi berapa pun aliran dan
volume darah yang diterimanya hilang dan peningkatan aliran darah lebih lanjut akan
meningkatkan peningkatan arteri pulmonal. Dengan meningkatnya tekanan arteri
pulmonal, tahanan vascular pulmonal juga meningkat. Baik kontriksi arteri pulmonal (
seperti yang terjadi dalam hipoksia atau hiperkapnia) dan penurunan jaring- jaring
vascular pulmonal. Beban kerja yang meningkat ini mempengaruhi fungsi ventrikel
kanan. Miokardium akhirnya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat yang di bebankan padanya, mengarah pada hipertrofi ventrikel kanan (
pembesaran dan dilatasi ) dan gagal (kor pulmonal).
2.1.3 PATOGENESIS
Hipertensi Pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan
didalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru.
Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal. Hal ini
akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah
terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga
menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehingga terjadi suatu
keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan.
Sejalan dengan hal tersebut, maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga
darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi
kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas.
Berikut ini adalah pathogenesis hipertensi pulmonary:
Pelepasan : TB,
PGI2, ET-1
Pelepasan : NO,
kerusakan sal K+
Pelepasan: PDGF, VEGF, TGF- β
PATOGENESIS HIPERTENSI PULMONAR PRIMER
Keterangan :
TB = tromboxan
PG = prostaglandin
ET = endothelin,
NO = nitric oxide
PDGF = Platelet- derived growth factor
VEGF = Vaskular endothelial growth factor
TGF = Transforming Growth factor
2.1.4 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung kiri. Hal ini
disebabkan karena gangguan pada bilik kiri jantung akibat gangguan katub jantung
seperti regurgitasi (aliran balik) dan stenosis (penyempitan katub mitral). Penyebab lain
hipertensi pulmonal antara lain adalah : HIV, penyakit autoimun, sirosis hati, anemia
sel sabit, penyakit bawaan dan penyakit tiroid. Penyakit pada paru yang dapat
menurunkan kadar oksigen juga dapat menjadi penyebab penyakit ini, misalnya :
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit paru interstitial dan sleepapnea yaitu
henti napas sesaat pada saat tidur.
PENYEBAB HIPERTENSI PULMONAR
HIPERTENSI PRIMER
1. Mekanisme imun yang berubah
2. Emboli paru silent
3. Fenomena Raynaud
4. Kontraseptif Oral
5. Penyakit sel Sabit
6. Penyakit Kolagen HIPERTENSI PULMONAR SEKUNDER
1. Vasokontriksi akibat Hipoksia
2. PPOM
3. Kifoskoliosis
4. Obesitas
5. Inhalasi Asap
6. Tempat di ketinggian
7. Kelainan neuro muscular
8. Pneumonia instrestisial difus
9. Tromboemboli paru
10. Kelainan jantung kongenital
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS
• Gejala – gejala yang timbul :
- Dyspnea. Untuk meningkatkan secara bertahap atau mendadak nafas dan kebutuhan
udara bagi tubuh, pasien mengalami nafas pendek dan haus udara. Terjadi
hiperventalasi (napas cepat dan dalam)
- Sinkope. Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya mendenging atau sering
pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan episode sinkope. Wajah pasien
merah panas dan merasa lemah lesu. Periksalah jika sinkope terjadi secara acak atau
ketika berdiri dari posisi tertelungkup.
- Pelebaran dan peningkatan tekanan vena di leher
- Hepatomegali. Kelainan hepatomegali terjadi karena peningkatan kerja jantung
kanan untuk memompakan darah ke paru melalui resistensi arteri pulmonal yang
meningkat, sehingga terjadi hipertrofi dan dilatasi dari ventrikel kanan
- Kelemahan, batuk tidak produktif
- Oedema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki, terutama
pada pagi hari dan sore hari mengalami perbaikan). Pemasukan garam menyebabkan
retensi cairan. Terjadi selisih berat badan antara oedema dan tidak.
- Asites (penimbunan air pada abdomen )
- Nyeri dada atau rasa tidak nyaman lainnya. Nyeri dada dirasakan nyeri yang nyata
atau terasa ringan di dinding dada. Nyeri mungkin terasa menekan atau lemah. Pasien
jugamengeluh nyeri di lengan dan rahang kiri. Pasien seringkali tidak mendapatkan
nyeri dada dengan indigestion.
- Kelelahan yang luar biasa. Pasien mengeluh sangan lelah sekali setelah beraktivitas,
yang serangannya bertahap. Periksalah pasien jika pasien sering mengantuk dan
menanyakan perubahan kemampuan pasien dalam bekerja pada hari-hari tertentu.
- Terdengan murmur jantung
- Hemoptisis (batuk berdarah)
- Tidak disertai orthopnea (sesak napas akibat perubahan posisi) atau Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (sesak napas pada saat tidur), karena gejala-gejala tersebut timbul
pada Hipertensi Vena Pulmonal.
- Perubahan elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan, penyimpangan
aksis kanan dan gelombang P dengan puncak yang tinggi pada lead inferior dan PaO2
yang menurun (hipoksemia).
2.1.5 PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan tindakan adalah untuk mengatasi kondisi paru dan kardiak yang mendasari.
Karena hipoksia adalah penyebab yang paling sering dari vasokontriksi paru yang
mengarah pada peningkatan tahana vascular paru dan hipertensi paru, terapi oksigen
kontinu adalah komponen utama dalam penatalaksanaanya.
Pada kondisi akut, terapi oksigen akan mengatasi vasokontriksi dan mengurangi
hipertensi pulmonary dalam waktui yang relative singkat. Pada kondisi yang lebih
kronis dan progresif, terapi oksigen kontinu mungkin diperlukan untuk melambatkan
progresi penyakit. Pada hipertensi paru primer, vasodilator telah diberikan dengan
keberhasilan yang beragam. Antikoagulan, seperti koumadin, telah diberikan pada
pasien karena emboli paru kronis. Tranplantasi jantung –paru telah menunjukkan
keberhasilan pada sejumlah pasien dengan hipertensi pulmonary yang tidak responsive
terhadap terapi lain.
Jika hipertensi disebabkan oleh Kor Pulmonar, maka penatalaksanaan adalah dengan
Pembatasan cairan, Glikosida jantung, Istirahat yang cukup, dan pemberian obat-
obatan diuretik untuk mengurangi akumulasi cairan.
2.1.6 EVALUASI DIAGNOSTIK
Evaluasi diagnostik lengkap termasuk riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, rontgen
dada, EKG, kateterisasi jantung, hasil pemindaian perfusi paru, pemeriksaan fungsi
paru, dan biopsy paru. Kateterisasi jantung sebelsh kanan akan menunjukkan kenaikan
tekanan arteri pulmonary. Angiografi paru akan mendeteksi defek dalam pembuluh
darah paru, seperti emboli paru. Pemeriksaan fungsi paru akan memperlihatkan suatu
peningkatan volume residual dan kapasitas paru total serta penurunan volume
ekspirasi (FEV1) pada penyakit obstruksi paru dan penurunan kapasitas vital serta
kapasitas paru total dalam penyakit restiktif paru.Biopsi paru akan menegakkan
diagnosis hipertensi paru.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pengobatan
Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri
dengan menggunakan obat-obatan seperti diuretik, beta-blocker, dan ACE Inhibitor
atau dengan cara memperbaiki katup jantul mitral atau katup aorta (pembuluh darah
utama) .
Pada Hipertensi Pulmonal pengobatan dengan perubahan pola hidup, diuretic,
antikoagulan, dan terapi oksigen merupakan suatu terapi yang lazim dilakukan tetapi
berdasarkan dari penelitian tersebut belum pernah dinyatakan bermanfaat dalam
mengatasi penyakit tersebut. Lihat tebel 1.
- Terapi bedah
Pembedahan sekat antar serambi jantung (Atrial Septostomi) yang dapat
menghubungkan antara serambi kanan dan serambi kiri dapat mengurangi tekanan
pada jantung kanan tetapi kerugian dari terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen
dalam darah (hipoksia).Transplantasi paru dapat menyenangkan hipertensi pulmonal
namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan angka harapan hidupnya kurang lebih 5
tahun.
- Obat-obatan Vasoaktif
Obat-obat Vasoaktif yang digunakan saat ini antara lain adalah Antagonis Reseptor
Endothelial,PDE-5 inhibitor dan Derivat Prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan
untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat
golongan PDE-5 inhibitor yang mendapat persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk
mengatasi hipertensi pulmonal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Riwayat atau adanya faktor risiko :
- Obesitas dan nafsu makan yang berlebihan
- Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida
- Peningkatan kadar serum
- Perokok berat
- Life style
- Riwayat keluarga positif hipertensi atau penyakit kjantung lainnya
- Penyakit ginjal
- DM
- Gagal jantung
- Mengkonsumsi pil KB
- Gangguan sistem syaraf
2. Tanyakan tentang kepatuhan dengan program penataaksanaan anti hipertensif yang
diresepkan
3. Tanyakan tentang obat-obatan yang terakhir digunakan
4. Periksa TD pada kedua lengan berbaring, duduk, dan berdiri
Berdasarkan pengukuran berlang-ulang dan akurat pada penderita hipertensi
pulmonal, tekanan sistolik sekitar 140 mmHg, dan tekanan diastolik sekitar 90 mmHg
atau kedua-duanya ditetapkan sesuai dengan diagnosa dari hipertensi pulmonal.
Untuk mengukur keakuratan tekanan darah tidak bisa ditentukan karena banyak
kemungkinan terjadi kesalahan. Beberapa cara untuk mengukur tekanan darah secara
akurat dan valid dengan menggunakan peralatan yang benar, menempatkan posisi
yang sama pada pasien pada saat pengukuran TD ( duduk atau posisi supinasi, dimana
lengan sejajar dengan jantung), menggunakan lengan yang sama pada saat
mengulangi pemeriksaan.
5. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi
kerusakan organ :
- Otak – sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas,
enchepalopati, hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma)
- Mata – retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang
akan menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan
kabur
- Jantung – gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia)
- Ginjal – penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan,
penambahan berat badan tiba-tiba, dan edema.
6. Pemeriksaan Diagnostik
- Sinar x dada dapat menunjukkan kardiomegali
- EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (RVH)
- Urinalisis dapat menunjukkan proteinuria, hematuria mikroskopik
- Survei kimia dapat menunjukkan peningkatan kreatinin serum dan nitrogen urea
darah (BUN)
- Profil lipid dapat menunjukkan kolesterol dan trigeliserida
- Elektrolit serum dapat menunjukkan peningkatan natrium
- Kadar katekolamin meningkat bila hipertensi disebabkan oleh tumor medula spinal
(freikromositoma)
- Rontgen toraks, RVH dan segmen pulmonal menonjol
- Ekokardiogram. Terlihat pembesaran vetrikel kanan dan kadang-kadang dapat
memperkirakan tekanan arteri pulmonal dan ventrikel kanan. Ekokardiografi dapat
mendeteksi kelainan katup, disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung . Pada pasien
hipertensi pulmonal yang tidak memiliki regurgitasi trikuspid, untuk menilai ventrikel
kanan secara kuantitatif, dapat digunakan nilai kualitatif, dengan tanda-tanda :
pembesaran atrium dan ventrikel kanan, dan septum cembung atau rata. Adanya efusi
perikard menunjukkan beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik
- Kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di
ventrikel kanan dan mengukur resistensi pembuluh darah di paru. Tes vasodilator
dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin, inhalasi nitric oxide atau epoprosteno)
dapat dilakukan selama kateterisasi, respons vasolidati positif bila didapatkan
penurunan tekanan arteri pumonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20% dari
tekanan awal.
- Radilogi. Gambaran khas foto toraks pada hipertensi pulmonal ditemukan
pembesaran hilar, bayangan arteri pulmonalis dan pada foto toraks lateral terdapat
pembesaran ventrikel kanan. Konsensus European Society of Cardiologi,
mendefinisikan respon vasodilasi akut positif bila terjadi penurunan tekanan arteri
pulmonalis paling sedikit 10 mmHg sampai < 40 mmHg dengan peningkatan
7. Periksa sikap pasien tentang mengalami kondisi Hipertensi Pulmonal. Cari petunjuk
yang mempredisposisikan ketidakpatuhan melalui interview dengan pasien.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Menurunnya output jantung berhubungan dengan proses penyakit atau terapi obat-
obatan
Cemas yang berhubunga dengan stroke atau IMA
No. Diagnosa Intervensi Rasional
1. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan rencana pengobatan dan eksulitan
beradaptasi terhadap kondisi kronis 1. Evaluasi pemahaman pasien tentang hipertensi
: definisi, tanda-tanda dan gejala – gejala bermakna. Perbaiki kesalahan konsepsi.
Tekankan bahwa hipertensi adalah kondisi sepanjang hidup yang memerlukan
pengobatan kontinu. Ini tidak dapat dikontrol
2. d
3. Ajarkan pasien tentang obat-obatan yang diresepkan, termasuk dosis, jadwal,
nama, tujuan, dan efek samping yang dapat dilaporkan. Biarkan pasien mengetahui
bahwa dokter dapat meresepkan dua atau lebih obat antihipertensif dengan bentuk
kerja berbeda untuk secara efektif mengontrol tekanan darah dengan efek samping
minimal. Anjurkan pasien pria melaporkan gejala-gejala disfungsi seksual
4. Bantu pasien dalam rencana latihan regular rutin. Berikan daftar kelompok
pendukung komunitas yang berfokus pada kontrol berat badan dan berhenti merokok.
5. Bantu pasien dalam mengidentifikasi sumber umum dari stres dan merencanakan
cara-cara untuk meminimalkan stresor. Anjurkan aktivitas untuk :
- Sediakan waktu untuk berdiam diri setiap hari
- Gunakan akhir minggu untuk aktivitas menyenangkan
- Latihan setiap hari setelah kerja
- Latihan relaksasi otot dan teknik pernapasan rileks seperti yoga
- Biofeedback
Konsul terapis okupasi/terapis rekreasi untuk metoda relaksasi tambahan
6. Rujuk pasien pada ahli diet untuk bantuan dalam perencanaan makan bika
modifikasi diet ditentukan (pembatasan natrium, penurunan kolesterol, atau
penurunan berat badan). Jamin pasien mempunyai instruksi tetang modifikasi diet,
instruksi dapat meliputi :
Pembatasan masukan natrium (2-4 gr/hr) :
- Jangan menambahkan garam pada makanan
- Hindari makanan tinggi natrium (bebek, kacang, daging kaleng, daging bergaram,
daging asap kaleng, minyak sayur, kecap)
- Makanan tambahan dengan lemon atau bumbu bebas garam
- Tingkat masukan makanan kaya kalium (buah,sayuran), bila menggunakan diuretik
hemat kalium
- Baca label untuk kandungan garam. Beberapa label makanan menunjukkan
kandungan garam dengan menggunakan kata ”natrium’ sering didaftarkan sebagai
campuran, seperti ”natrium fosfat” 1. Banyak pasien mengetahui ini sulit untuk
menyakini mereka mengalami hipertensi karena ini asimtomatik pada awalnya sampai
kepatuhan mulai terjadi sekunder terhadap kerusakan organ. Bila pasien memahami
kondisi mereka.
2. n
3. Pemahaman tetang hubungan antara terapi obat dan hipertensi penting untuk
meningkatkan kepatuhan. Impoten adalah efek samping paling utama dari agen
antihipertensif, yang dapat dengan mudah diperbaiki dengann penyelarasan dosis atau
mengubah agen antihipertensif lain.
4. Latihan membantu mengontrol berat badan dan menurunkan stres dan kadar
kolesterol. Sistem pendukung membantu menguatkan pertahanan psikologis individu.
Nikotin dalam produk tembakau menyebabkan vasokonstriksi, yang meningkat TD
5. Epinefrin, vasokonstriktor protein, di lepaskan selama stres. Ini meningkatkan
frekuensi jantung, curah jantung, dan tekanan darah. Aktivitas-aktivitas ini membantu
memperbaiki kemampuan individu untuk menghadapi stres
6. Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat membantu pasien merencanakan makan
seimbang dalam konteksi pembatasan diet yang ditentukan. Penurunan masukan diet
natrium membantu mengurangi retensi air. Kegemukan dan makanan tinggi lemak
jenuh dan kolesterol dihubungkan dengn insiden tinggi penyakit kardiovaskuler
2. Kerusakan organ sekunder terhadap hipertensi tak terkontrol 1. Pantau :
- TD setiap 4 jam dan prn
- Masukkan dan haluarkan setiap 8 jam, lebih sering bila haluaran kurang bermakna
daripada masukan cairan
- Status umum setiap 8 jam
2. Bila pasien diterima dalam krisis hipertensif, berikan agen antihipertensif yang
diresepkan dan evaluasi keefektifan
3. Ikuti kewaspadaan khusus bila pemberian obat antihipertensif darurat secara
intravena :
- Periksa TD setiap 5 menit bila mulai penginfusan dan setiap 15 menit selama
rumatan. Gunakan lembar beralur untuk mencatat TTV. Titrasi dosis untuk
mempertahankan TD pada tingkat tertentu
- Buang larutan IV setelah 24 jam dan gantungkan baru yang disiapkan
- Tutup infus Nipride (kantung & selang) dengan tinfoil. Obat ini sensitif terhadap
sinar.
- Gunakan pompa infus untuk memberikan tetes kontinu
- Secara bertahap sapih pasien dari infus IV kontinu dari agen antihipertensif setelah
antihipertensif oral dimulai. Jangan menghentikan infus IV secara tiba-tiba. Ini dapat
menyebabkan krisis hipertensif berulang
4. Beri tahu dokter bila haluaran urine turun di bawah 30 ml/jam
5. Tempatkan pemantau jantung sementara infus kontinu dari obat atihipertensif
diberikan
6. Pertahankan tirah baring pada posisi semi-Fowler sampai TD dipertahankan pada
tingkatkan yang diterima
7. Gunakan Dinamapp untuk memantau TD dengan sering
8. Tentukan bila krisis hipertensi disebabkan oleh ketidakpatuhan. Dan gali alasan-
alasan ketidakpatuhan. Bantu pasien untuk menggali cara-cara menghasilkan bahan-
bahan yang dirasakan meningkatkan ketidakpatuhan. Periksa ulang pengetahuan
pasien tentang hipertensi. Tinjau ulang prinsip-prinsip penyuluhan pasien untuk agen
antihipertensif 1. Untuk mengevaluasi keefektifan terapi
2. Penurunan cepat TD penting untuk menghalangi kerusakan luas pada otak, ginjal,
mata, dan jantung
3. Tindakan-tindakan ini menjamin keamanan dan terapi obat efektif
4. Ini dapat menandakan insufisiensi ginjal. Intervensi segera diperlukan untuk
mencegah kerusakan ginjal permanen
5. Angina pektoris dan kemungkinan infark miokard dapat terjadi bila tekanan darah
turun terlalu cepat
6. Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan energi. Posisi duduk meningkatkan
aliran darah arteri berdasarkan gravitasi. Konstuksi arteriol, pada hipertensi,
menyebabkan peningkatan darah pada arteri.
7. Ini adalah alat noninvasif dengan alarm yang memberikan pembacaan digital
kontinu dari TD
8. Ketidakpatuhan dan kegagalan untuk mencari tindakan untuk hipertensi umum
menyebabkan krisis hipertensif
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C and Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Lippincott- Raven Publishers : Washington, Philadelphia
Fuster V,Alexander RW.2001.The Heart:New York
Lee SH,Channick RN.2005.Endothelin Antagonism Hypertension Pulmonary Arterial
Baughman, C Diane. 1996. Hand Book for Brunner and Suddarth’s Text book of
Medical Surgical Nursing. Lippincott- Raven Publishers : Washington, Philadelphia
Engram, Barbara.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah.Jakarta:EGC
Reeves,CJ.2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Salemba Medika
Abrams,AC.1998.Drug Therapy : rationaler for nursing practice.Philadelpia:Lippincott

You might also like