You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Tulang punggung atau vertebreae disusun oleh 33 vertebrae, diantaranya 7

vertebrae servikalis (C), 12 vertebrae thorakalis (T), 5 vertebrae lumbalis (L), 5

vertebrae sakralis (S), dan 4 vertebrae koksigeus. Struktur kolumna vertebralis ini

fleksibel karena bersegmen dan disusun oleh tulang vertebrae, sendi-sendi, dan

bantalan fibrokartilago yang disebut diskus intervertebralis (Snell, 2003).

Gambar 2.1 Anatomi Vertebrae

3
4

Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar

terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus

intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale

anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina,

kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot

penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu

dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint) (Nuarta, 2004).

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan

tulang rawan. Bagian anterior kolumna vertebralis terdiri dari korpus vertebrae yang

dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut diskus

invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum

longitudinalis posterior (Nuarta, 2004).

Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu:

1) Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:

 Lapisan terluar terdiri dari lamella fibrokolagen yang berjalan menyilang

konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan akan

menyerupai gulungan per (coiled spring).

 Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibrokartilagenus

 Daerah transisi
5

2) Nucleus Pulposus

Nucleus pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan

(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai

sifat sangat higroskopis. Sifat setengah cair dari nucleus pulposus, memungkinkannya

berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang

lain, seperti pada flexi dan ekstensi kolumna vertebralis.

Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan

tekanan/beban. Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara

progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan

degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai

berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi

kurang elastis.

Gambar 2.2 Diskus Intervertebralis


6

2.2 Hernia Nukleus Pulposus

Hernia nucleus pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi penonjolan

sebagian atau seluruh bagian dari nucleus pulposus atau anulus fibrosus diskus

intervertebralis, yang kemudian dapat menekan arah kanalis spinalis atau radiks saraf

melalui anulus fibrosus yang robek (Dorland, 2007). Hernia nucleus pulposus

mempunyai banyak sinonim antara lain : herniated disc, prolapsed disc, sequestered

disc, protuding disc, bulging disc, ruptured disc, extruded disc, soft disc dan slipped

disc (Mahadewa & Maliawan, 2009).

Gambar 2.3 Herniated Disc


7

2.3 Epidemiologi HNP

Hampir 80% dari hernia nucleus pulposus terjadi didaerah lumbal. Sebagian

besar HNP terjadi pada diskus L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya

sekitar 20% dari insiden HNP. HNP servikal paling sering terjadi pada diskus C6-C7,

C5-C6, C4-C5. Selain pada daerah servikal dan lumbal, HNP juga dapat terjadi pada

daerah torakal namun sangat jarang ditemukan. Lokasi yang paling sering terjadi

HNP torakal adalah diskus T9-T10, T10-T11, T11-T12. Karena ligamentum

longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka

protusi diskus cenderung terjadi kearah posterolateral, dengan kompresi radiks saraf

(Satyanegara, 2010). Prevalensi tertinggi terjadi antara umur 30-50 tahun, dengan

rasio pria dua kali lebih besar daripada wanita (Jordon,2009). Pada usia 25-55 tahun,

sekitar 95% kejadian HNP terjadi di daerah lumbal. HNP diatas daerah tersebut lebih

sering terjadi pada usia diatas 55 tahun (Ciatawi, 2015).

2.4 Etiologi HNP

Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi karena

terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada posisi

gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang akan

terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup besar

akan terjadi robekan pada annulus fibrosus yaitu cincin yang melingkari nucleus

pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia nucleus


8

pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi pada pasien

tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang lemah (locus

minoris resistentiae).

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP adalah aliran darah ke

diskus berkurang, beban berat, dan ligamentum longitudinalis posterior menyempit.

Jika beban pada diskus bertambah, annulus fibrosus tidak lagi kuat untuk menahan

nucleus pulposus dan keluar ke kanalis vertebralis yang akhirnya menekan radiks

sehingga timbul rasa nyeri.

2.5 Faktor Risiko HNP

Mahadewa dan Maliawan tahun 2009 menyatakan bahwa faktor risiko

penderita HNP dapat dibagi atas :

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi

b. Jenis Kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita.

c. Riwayat akibat cedera punggunng atau HNP sebelumnya.

2. Faktor risiko yang dapat diubah

a. Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama,

mengangkat ataupun menarik beban yang berat. Terlalu sering

memutar punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu berat

dan berlebihan, paparan pada vibrasi yang konstan.


9

b. Olahraga tidak teratur, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah

sekian lama tidak dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam

jangka waktu yang cukup lama.

c. Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu kemampuan

diskus menyerap nutrisi yang diperlukan dari darah.

d. Berat badan yang berlebian, terutama beban ekstra diperut yang

menyebabkan strain pada punggung bawah.

e. Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulang.

2.6 Patofisiologi HNP

Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia (dari 90% pada

masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan jumlah kolagen bertambah menjadi

lebih kasar serta mengalami hialinisasi. Mukopolisakarida juga berkurang bersama

dengan rasio jumlah karatan sulfat yang dibandingkan dengan kondroitin sulfat yang

meningkat. Ukuran molekular proteoglikan menjadi lebih kecil dan lebih dapat

menempel pada serabut kolagen. Elastisitas, viskositas, dan kapasitas untuk berikatan

dengan air pada proteoglikan berkurang serta berperan menyebabkan HNP yang

disertai penekanan akar saraf spinalis (Brunicardi, 2015; Ciatawi, 2015).

Pada umumnya HNP didahului oleh gaya traumatik seperti mengangkat benda

berat, aktivitas berlebihan, menegakkan badan waktu terpeleset, dan sebagainya yang

mengakibatkan sobekan pada anulus fibrosus yang bersifat sirkumferensial (Harsono,

2009). Sobekan tersebut ditandai dengan terbentuknya nodus Schmorl yang dapat
10

menyebabkan inflamasi dan nekrosis tulang vertebra, sehingga terjadinya low back

pain subkronis atau kronis, kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang

dikenal sebagai ischialgia. Menjebolnya nukleus pulposus secara vertikal ke kanalis

vertebralis berarti nukleus pulposus menekan radiks dan arteri radikularis yang

berada pada lapisan dura. Hal ini terjadi apabila penjebolan berada pada sisi lateral,

sedangkan tidak ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah

karena tidak adanya kompresi pada kolumna anterior (Sidharta, 1999; Ciatawi, 2015).

2.7 Klasifikasi HNP

Hernia nucleus pulposus paling sering terjadi pada daerah sambungan bagian

yang bergerak (mobile) dengan bagian yang relative tidak bergerak (immobile),

misalnya junctura cervicothoracalis dan juncture lumbasacralis (Snell, 2003).

Klasifikasi hernia nucleus pulposus yaitu:

 Diskus Servikal

Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan

kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal

menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun

atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5

dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7.


11

 Diskus Thorakal

Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-

gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia

dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat

kejang paraparese, kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.

 Diskus Lumbal

Herniasi diskus lumbalis lebih sering terjadi dibandingkan dengan herniasi

pada diskus lainnya dan biasanya terjadi pada diskus L4 dan L5. Hernia

diskus lumbal terjadi dibagian punggung bawah, paling sering pada vertebrae

L4, L5 dan S1 serta biasanya unilateral. Gejala yang timbul bisa melibatkan

punggung bawah, bokong, paha, dan bisa menjalar ke kaki dan/atau jari-jari

kaki karena melibatkan nervus skiatrik. Nervus femoral juga bisa terkena dan

menyebabkan kebas pada satu atau kedua kaki serta rasa terbakar dipinggang

dan kaki.

Klasifikasi hernia nucleus pulposus menurut gradasinya yaitu: (Ekayuda, 2005).

 Protruded Intervertebral Disc: Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa

kerusakan anulus fibrosus.

 Proalapsed Intervertebral Disc: Nukleus berpindah, tetapi masih dalam

lingkaran anulus fibrosus.

 Extruded Intervertebral Disc: Nukleus keluar dan anulus fibrosus berada di

bawah ligamentum longitudinalis posterior.


12

 Sequestrated Intervertebral Disc: Nukleus telah menembus ligamentum

longitudinal posterior.

Gambar 2.2 Klasifikasi Hernia Nucleus Pulposus

Kamel pada tahun 2012 menyatakan bahwa sebagian besar HNP terjadi pada

L4-L5 dan L5-S1 karena:

a. Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat,

yaitu menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga

oleh sendi L5-S1.


13

b. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi

sangat tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi

tubuh dilakukan pada sendi L5-S1.

c. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena

ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan

posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah

posterolateral.

2.8 Gejala Klinis HNP

1. Gejala klinis hernia lumbal

 LBP (low back pain)

 Nyeri yang menyebar kepanggul, betis dan kaki

 Nyeri yang bertambah hebat ketika batuk, kejang atau tertawa

 Perasaan geli atau mati rasa pada betis atau kaki

 Kelemahan otot bahkan terkadang sampai atrofi

 Spasme otot

2. Gejala klinis hernia servikal

 Sakit leher, terutama dibelakang dan disamping

 Sakit pada tulang belikat sebagai efek samping

 Sakit yang menyebar pada bahu, lengan bagian atas, bawah dan

telapak tangan, sakit pada dada atau jari yang diperberat ketika batuk,

tegang atau tertawa


14

 Sakit yang bertambah hebat ketika menggerakan leher atau memutar

kepala pada satu sisi

 Spasme otot leher

 Kelemahan otot tangan

3. Gejala klinis hernia torakal

 Nyeri radikal

 Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang

parapresis

 Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.

2.9 Diagnosis HNP

1. Anamnesis

Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana

mulai timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang

diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan,

ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit

yang sama.

2. Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

 Perhatikan cara berjalan, bediri dan duduk.


15

 Inspeksi daerah punggung. Perhatikan jika ada lurus tidaknya,

lordosis, ada tidak jalur spasme otot para vertebral, kiphosis dan

gibus.

 Palpasi

Palpasi sepanjang kolumna vertebralis (ada tidaknya nyeri tekan pada

salah satu process spinosus, atau gibus/deformitas kecil dapat teraba

pada palpasi atau adanya spasme otot para vertebral. Palpasi dimulai

dari daerah yang paling ringan rasa nyerinya, kemudian ke arah yang

terasa paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang diperiksa. Nyeri

dapat bertambah dengan pemberian tekanan pada kepala (tes kompresi

servikal) dan berkurang dengan traksi (tes distraksi servikal) (Reed,

2005; Ciatawi, 2015).

3. Pemeriksaan Neurologis

 Tes Laseque

Tes Laseque disebut juga tes Straight Leg Raising (SLR) test. Caranya

adalah dengan membaringkan pasien dan kemudian satu tungkai lurus

diatas pembaringan meja periksa dan satu tungkai diangkat keatas. Pasien

akan menjerit kesakitan pada saat tungkai diangkat tinggi sebelum

mencapai sudut 70 derajat. Pada keadaan seperti ini dikatakan tes Laseque

positif. Bila tes Lasegue positif maka hampir dapat dikatakan HNP

positif. Bila tungkai kanan diangkat terasa sakit maka disebut tes Lasegue
16

kanan positif berarti lesi HNP di kanan. Sebaliknya bila tes Lasegue kiri

yang positif maka lesi HNP ada di sisi kiri pula.

 Tes Braggard

Tes Braggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Laseque

namun ketika tungkai diangkat maka telapak kaki pasien di dorong kuat

keatas (dorsofleksi maksimal), maka akan terasa nyeri sepanjang tungkai.

 Tes Siccard

Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Braggard

namun dengan ibu jari di dorong maksimal ke arah atas (dorsofleksi

maksimal) dan akan terasa nyeri sepanjang tungkai.

 Tes Refleks

Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara

L5– S1 terkena.

 Tes Naffziger

Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau dengan

melakukan kompresi dengan ikatan sfigmomanometer selama 10 menit

tekanan sebesar 40mmHg sampai pasien merasakan penuh di kepala.

Dengan penekanan tersebut mengakibatkan tekanan intrakranial

meningkat yang akan diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan

memprovokasi nyeri radikuler bila ada HNP.


17

 Tes Valsava

Dalam berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan. Nyeri timbul

ditempat lesi yang menekan radiks spinalis daerah lumbal.

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis pasti dari hernia nukleus pulposus yaitu :

 Pemeriksaan Laboratorium

Kadar kalsium, fosfat, alkali dan acid phosphatase serta glukosa darah

perlu diperiksa karena beberapa penyakit seperti penyakit tulang

metabolik, tumor metastasis pada vertebra dan mononeuritis diabetika

dapat menimbulkan gejala menyerupai gejala HNP.

 Foto Polos Vertebrae

Sebaiknya dilakukan dari 3 sudut pandang yaitu AP, lateral dan

oblique. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah:

 Adanya penyempitan ruang intervertebralis dapat mengindikasikan

adanya HNP.

 Pada HNP dapat juga dilihat skoliosis vertebra kesisi yang sehat

dan berkurangnya lordosis lumbalis

 Dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis lainnya

seperti proses metastasis, fraktur kompresi.


18

 Kaudigrafi/Mielografi

Mielografi atau kaudigrafi adalah suatu pemeriksaan radiologis dengan

tujuan melihat struktur kanalis spinalis dengan memakai kontras. Bahan

kontras dibagi atas kontras negatif yaitu udara dimana sekarang sudah

tidak dipakai lagi dan kontras positif yang larut dalam air (misal: Dimer-

X, Amipaque, Conray 280).

Foto kaudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam

rongga subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal

antara L3-L4, L4-L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka

dilakukan foto dan akan terlihat pada foto ada bagian yang tidak terisi

kontras yaitu daerah yang terkena HNP (filling defects).

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan standar baku emas untuk HNP. Pada MRI, dapat

terlihat gambaran bulging diskus (anulus intak), herniasi diskus (annulus

robek) dan dapat mendeteksi dengan baik adanya kompresi akar-akar saraf

atau medula spinalis oleh fragmen diskus.

Keunggulan MRI adalah:

 Sangat sensitif untuk menilai morfologi jaringan lunak

 Mampu menghasilkan penampang dalam berbagai arah potongan

tanpa mengubah posisi pasien

 Tidak menggunakan sinar radiasi


19

 Dapat membedakan antara jaringan padat, lemak/non lemak,

cairan, umur perdarahan dan pembuluh darah

 Tidak invasive

 Electromyography

Pemeriksaan EMG dapat membedakan lesi radiks dengan saraf perifer

atau iritasi radiks dengan kompresi radiks. Pada iritasi radiks akan terlihat

potensial yang besar dan polifasik dengan durasi yang melebar pada otot-

otot segmen yang bersangkutan. Sedangkan pada kompresi radiks, selain

temuan seperti diatas juga terlihat adanya fibrilasi dengan atau tanpa

positif sharp waves pada otot-otot segmen yang bersangkutan atau pada

otot-otot paravertebral. Menghilangnya H-refleks pada satu sisi atau

perbedaan H-refleks >1,5 milidetik pada kedua sisi menunjukkan adanya

kompresi radiks.

2.10 Penatalaksanaan HNP

Penatalaksanaan hernia nucleus pulposus sebagai berikut:

1. Konservatif

Mengurangi iritasi saraf, mmperbaiki kondisi fisik, dan melindungi serta

meningkatkan fungsi tulang belakang adalah tujuan terapi konservatif.

Sebagian besar (90%) pasien HNP akan membaik dalam waktu enam minggu
20

dengan atau tanpa terapi, dan hanya sebagian kecil saja yang memerlukan

tindakan bedah (Mahadewa & Maliawan, 2009).

a. Tirah baring

Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan

intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu

lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap

untuk kembali ke aktifitas biasa (Mahadewa & Maliawan, 2009).

b. Terapi farmakologi

 Analgetik dan NSAID. Tujuan diberikan obat ini adalah untuk

mengurangi nyeri dan inflamasi.

 Kortikosteroid oral. Dipakai pada kasus HNP berat untuk

mengurangi imflamasi, tetapi pemakaiannya masih

kontroversial.

 Analgetik ajuvan. Dibapai pada penderita HNP kronis.

 Suntikan pada titik picu. Caranya dengan menyuntikan

campuran anastesi local kortikosteroid ke dalam jaringan

lunak/otot pada daerah sekitar tulang punggung (Mahadewa &

Maliawan, 2009).

c. Terapi Fisik

 Traksi pelvis. Dengan memberikan beban tarikan tertentu di

sepanjang sumbu panjang kolumna vertebralis.


21

 Ultra Sound Wave (USW) diaterni, kompres panas/ dingin.

Tujuannya adalah mengurangi nyeri dengan mengurangi

peradangan dan spasme otot.

 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS).

Dilakukan dengan memakai alat yang dijalankan dengan

baterai kecil yang dipasang pada kulit untuk memberi

rangsangan listrik terus-menerus lewat elektroda. Diharapkan

terjadi aliran stimulasi yang melawan (counter stimulation)

terhadap susunan saraf sehingga mengurangi persepsi nyeri.

 Korset lumbal dan penopang lumbal lain. Pemakaian kedua

alat ini tidak mengurangi nyeri dengan HNP akut, tetapi

bermanfaat untuk mencegah timbulnya HNP dan mengurangi

nyeri pada HNP kronis.

 Latihan dan modifikasi gaya hidup. Menurunkan berat badan

yang berlebihan karena dapat memperberat tekanan.

Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stress

secepat mungkin. Endurance exercise dimulai pada minggu

kedua setelah awitan dan conditioning exercise yang bertujuan

memperkuat otot dimulai sesudah 2 minggu (Mahadewa &

Maliawan, 2009).
22

2. Pembedahan

 Microdiscectomy

Merupakan pembedahan pada diskus yang terkena yang telah

dikonfirmasi dengan radiologi.

 Open discectomy

Pembedahan ini mempunyai prosedur yang sama dengan

microdiscectomy.

 Minimal acces/ minimally Invasive Discectomy

Discectomy dilakukan melalui sebuah insisi yang sangat kecil pada

gangguan dari jaringan didekatnya. Hal ini sering dilakukan pada

pasien rawat jalan atau rawat inap 24 jam.

2.11 Komplikasi HNP

Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah atrofi otot-

otot ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi tergantung dari radix saraf

yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4 menyebabkan atrofi pada musculus

quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada musculus

gastroknemius dan musculus soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan

menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior (Way, 2003; Ciatawi, 2015).


23

2.12 Prognosis HNP

Pada HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi medis

yang memadai (10-14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut dengan

ketidaknyamanan dan parestesis ringan. Pada beberapa pasien, gejala radikular atau

mielopati kambuh setelah kembali beraktivitas penuh. Untuk 25% pasien yang tidak

respon terhadap terapi konservatif, dibutuhkan operasi. Perbaikan tampak pada

sekitar 80% pasien yang melakukan terapi operatif pada diskus servikalis. Pada

hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus membutuhkan penangan terapi bedah

dan 85% pasien akan pulih sepenuhnya setelah penanganan bedah (Way, 2003;

Ciatawi, 2015).

You might also like