You are on page 1of 14

Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang berlangsung

dalam tahapan-tahapan dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor neuroendokrin yang kompleks.
Faktor tersebut bertanggung jawab terhadap awitan dan perkembangan menuju maturitas
seksual yang sempurna.1,2 Walaupun umur awitan pubertas sangatlah bervariasi, sebagian
besar anak akan mengawali pubertas pada umur 8-13 tahun untuk anak perempuan, dan 9-14
tahun untuk anak laki-laki.2-5 Banyak faktor yang dapat mempengaruhi awitan pubertas antara
lain etnis, sosial, psikologis, nutrisi, fisis dan penyakit kronis.3,6-,8

Perkembangan pubertas dianggap abnormal bila awal pubertas terlampau dini atau terlambat.
Pubertas prekoks ialah perkembangan ciri-ciri seks sekunder yang terjadi sebelum usia 8
tahun pada seorang anak perempuan atau sebelum umur 9 tahun pada seorang anak laki-
laki.3,4,6,9,10

Dalam praktek sehari-hari selain pubertas prekoks dan pubertas terlambat sering dijumpai
masalah pubertas lainnya seperti telars prematur, pubarke prematur, ginekomastia dan
constitutional delay of growth and puberty. Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah
masalah pubertas yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.

Telars Prematur

Istilah telars prematur pertama kali digunakan oleh Wilkins untuk menyatakan payudara
tanpa disertai tanda-tanda seks sekunder lainnya (isolated=tersendiri) pada anak perempuan
berusia kurang dari 8 tahun.11,12 Pada telars prematur perkembangan payudara dapat terjadi
pada salah satu atau kedua payudara. Prevalensi telars prematur tertinggi terjadi pada umur
dua tahun pertama kehidupan.

Antara tahun 1945-1975 di Amerika Utara dilaporkan 205 kasus telars prematur. Setelah
tahun 1971 jumlah kasus yang dilaporkan cenderung menurun, kemungkinan disebabkan oleh
timbulnya pengetahuan dan kesadaran bahwa kondisi ini secara klinis lazim dijumpai dan
jinak. Rogdriguez19 dkk (1981), melaporkan 482 kasus telars prematur pada suatu epidemi di
Puer to Rico akibat mengkonsumsi makanan dan minuman berupa daging ayam, sapi, babi
dan susu yang mengandung preparat estrogen. Pasquino17 dkk, (1990) melaporkan 48 kasus
telars prematur di Minnesota dari tahun 1940 sampai 1984 dengan angka kejadian
21,2/100.000 orang per tahun. Dari 48 kasus telars prematur tersebut, 29 orang anak di
antaranya berumur kurang dari 2 tahun. Di Subbagian Endokrinologi Anak dan Remaja
FKUI/RSCM dari tahun 1987-1991 tercatat dari 682 kasus baru endokrin, ditemukan 53
(7,8%) kasus kasus telars prematur.17

Klasifikasi

Dalam klasifikasi pubertas prekoks oleh Styne3 telars prematur digolongkan sebagai variasi
perkembangan pubertas. Sedangkan Sizonenko,10 menggolongkannya sebagai pubertas
prekoks parsial (inkomplet) yang harus dibedakan dengan pubertas prekoks sentral dan
pubertas prekoks semu (pseudopubertas prekoks).

Etiologi

Studi hormonal belum banyak membantu menentukan etiologi telars prematur. Beberapa
penulis menemukan bukti adanya pengaruh estrogen sedangkan yang lain tidak
menemukannya. Kadar hormon gonadotropin yang normal maupun meningkat telah
dilaporkan. Estrogen eksogen juga telah dilaporkan sebagai penyebab timbulnya
perkembangan seksual baik melalui ingesti, absorpsi melalui kulit atau kontak dengan
lingkungan.14-16

Patogenesis

Patogenesis telars prematur masih kontroversial. Menurut beberapa penulis telars prematur
disebabkan oleh meningkatnya sensitivitas secara abnormal jaringan mamae (lokal) terhadap
peningkatan sekresi estrogen fisiologis. Pada beberapa anak perempuan hormonal spurt
cukup untuk menginduksi perkembangan kelenjar payudara parsial dan juga maturasi derajat
tertentu sel epitel vagina.

Bidlingmaier dkk (dikutip dari Ducharme)8 melaporkan bahwa telars prematur mungkin
disebabkan oleh sedikit peningkatan estrogen ovarium sebagai respons terhadap peningkatan
kadar gonadotropin transien. Penulis lain menduga telars prematur disebabkan oleh produksi
estrogen yang berlebihan secara autonom dari folikel ovarium yang mengalami transformasi
kistik dan luteinisasi pada tahun pertama hingga ke-empat kehidupan. Selain itu telars
prematur juga diduga dapat disebabkan oleh peningkatan produksi estrogen dari prekursor
adrenal. Berdasarkan studi fungsi Hipotlamaus-Hipofise-Gonad belakangan ini, diduga
bahwa pada pasien telars prematur mungkin terjadi peningkatan sekresi gonadotropin yang
pada akhirnya akan meningkatkan produksi estrogen. Namun temuan ini belum dikonfirmasi
oleh para ahli lain.1,6,11,12

Perjalanan alamiah

Perjalanan alamiah telars prematur bervariasi dari regresi, persisten, progresif tanpa disertai
gejala lain hingga pasien memasuki usia pubertas, ataupun berkembang menjadi pubertas
prekoks sentral. Beberapa studi tentang perjalanan alamiah telars prematur di luar negeri dan
tentang konklusinya masih bervariasi.

Mills dkk (dikutip dari Pescovtz)18, melaporkan perjalanan alamiah selama 7 tahun 46 kasus
telars prematur. Dari 46 kasus telars prematur didapatkan 57% di antaranya menetap selama
pengamatan 3-5 tahun, sebanyak 11% bersifat progresif walaupun tanpa disertai gejala lain,
dan 32% mengalami regresi. Suatu studi retrospektif longitudinal lainnya memperlihatkan
sebagian besar telars prematur akan mengalami regresi dalam jangka waktu 6 bulan hingga 6
tahun setelah diagnosis ditegakkan. Pada 10% kasus, telars prematur akan menetap hingga
memasuki usia pubertas. Illicki dkk. (dikutip dari Pucarelli)15 dalam pengamatan jangka
panjangnya terhadap 68 kasus telars prematur mendapatkan regresi payudara terjadi pada
44% kasus dalam jangka waktu hampir 3 tahun dan pubertas berlangsung normal sesuai usia.
Hanya sebagian kecil telars prematur yang berkembang menjadi pubertas prekoks sentral.

Pasquino16 dkk. mengamati 52 pasien telars prematur selama 10 tahun dan mendapatkan
hasil sebagai berikut: 3 orang anak berkembang menjadi pubertas prekoks sentral, 9 orang
hilang dari pengamatan, 40 orang selebihnya diikuti selama 2-8 tahun. Dari 40 anak tersebut,
20 orang di antaranya awitannya terjadi sebelum usia 2 tahun, 6 anak di antaranya telah ada
saat lahir (neonatal gynecomastia), sedangkan 14 anak, awitannya terjadi setelah usia 2
tahun. Pucarelli15 dkk. melaporkan pengamatan 2-6 tahun 100 kasus telars prematur antara
tahun 1975-1990. Ternyata 14 anak (14%) di antaranya berkembang menjadi pubertas
prekoks sentral. Menurut Suranto20, dari 60 kasus telars prematur yang ditelitinya, sebagian
besar pasien (31/60) mengalami regresi, sebagian kecil (4/60) berkembang menjadi pubertas
prekoks dan sisanya menetap

Selanjutnya keluaran telars prematur dari berbagai penulis dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :

Diagnosis

Tujuan diagnostik telars prematur adalah untuk membedakannya dengan pubertas prekoks
sentral sedini mungkin karena tata laksananya yang sangat jauh berbeda.

Sebagaimana telah dijelaskan, efek peningkatan estrogen pada telars prematur bersifat lokal
sehingga pada telars prematur umumnya tidak akan terlihat efek sistemik estrogen. Secara
klinis akan tampak pola pertumbuhan linear masih normal tanpa adanya akselerasi, usia
tulang masih sesuai dengan usia kronologis.10,12 Pada pemeriksaan USG pelvis terlihat uterus
berukuran prepubertal (rasio korpus banding serviks adalah 1:2), sehingga tidak terjadi
menstruasi.2

Pemeriksaan hormonal pada telars prematur memperlihatkan pola prepubertal. Kadar


estradiol berada dalam tingkat prepubertal sesuai dengan usia pasien, namun kadang-kadang
sedikit meningkat. Kadar FSH (Follicle stimulating hormone) basal dan LH (luteinizing
hormone) biasanya normal, namun FSH mungkin agak meningkat. Demikian pula terhadap
uji stimulasi LHRH menunjukkan pola prepubertal (FSH dominan).16,10,12

Tata laksana

Telars prematur merupakan suatu keadaan yang self limited dan jarang sekali menjadi
pubertas prekoks sentral.10,15,16 Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa telars prematur yang
terjadi pada usia kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang baik, karena payudara
umumnya akan mengalami regresi spontan, sehingga disarankan untuk tidak melakukan
pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu..

Penjelasan terhadap orangtua merupakan kunci, bertujuan memberikan keyakinan bahwa


sebagian besar telars prematur bersifat jinak dan tidak perlu khawatir terhadap perkembangan
dan pertumbuhan anak selanjutnya. Yang lebih penting pada kasus telars prematur adalah
pemantauan sedini mungkin kemungkinan terjadinya pubertas prekoks senrtal yang dapat
dilakukan baik secara klinis, laboratoris, maupun dengan pemeriksaan penunjang radiologis.
Hal ini sangat penting agar terapi sedini mungkin dapat segera dilakukan pada pasien telars
prematur yang berkembang menjadi pubertas prekoks sentral.1,10,18

Walaupun angka kejadian telars prematur yang berkembang menjadi pubertas prekoks sangat
kecil, namun dampak yang ditimbulkan oleh pubertas prekoks sentral sangat besar, meliputi
aspek fisis, sosial, psikologis baik pada pasien maupun pada orangtua. Oleh sebab itu setiap
pasien telars prematur perlu diamati secara berkala dan teratur kemungkinan berkembang
menjadi pubertas prekoks sentral, sehingga deteksi dini dan terapi cepat dan adekuat dapat
dilakukan.

Pubarke (adrenarke) premature


Pubarke prematur secara klinis didefinisikan sebagai munculnya rambut pubis sebelum usia 8
tahun pada anak perempuan dan 9 tahun pada anak laki-laki tanpa disertai tanda-tanda seks
sekunder lainnya.1,5,9,13 Keadaan ini 3 kali lebih sering dijumpai pada anak perempuan
ketimbang anak laki-laki.21 Dalam praktek sehari-hari hal ini bisa dijumpai sebagai hal yang
fisiologis, naumun ada beberapa keadaan yang harus disingkirkan seperti tumor atau
hiperplasia adrenal. Anak dengan awitan virilisasi hiperplasia adrenal kongenital dapat
menunjukkan gambaran klinis yang serupa.1,3,21

Mekanisme yang mendasari terjadinya pubarke prematur adalah terjadinya maturasi dini dari
zona retikularis adrenal korteks yang menyebabkan peningkatan produksi androgen.3,6,21 Pada
pubarke prematur, kadar dihidroepiandrosteronesulfas (DHEAS) meningkat, sedangkan
testosteron masih berada dalam kisaran prepubertas.

Umur saat dijumpainya pubarke prematur sangatlah penting. Munculnya rambut pubis
tersendiri atau bersamaan dengan rambut aksila terutama dapat terjadi pada usia sedini 5
tahun. Jika dijumpai pada masa bayi, selalu merupakan kelainan endokrin yang harus segera
ditindak lanjuti yang sebaiknya langsung dirujuk ke spesialis anak konsultan endokrin. Kasus
yang tanpa disertai tanda-tanda virilisasi ataupun gambaran cushingoid, hasil DHEAS sesuai
kisaran nilai pubertas dan umur tulang tidak lebih dari 1 tahun dari umur kronologis bisa
dianggap sebagai pubarke prematur idiopatik. Kasus seperti ini tidak memerlukan
pengobatan, namun monitoring pertumbuhan, status pubertas, virilisasi dan gambaran
cushingoid setiap 3-4 bulan harus dilakukan.5,21,22

Ginekomastia

Ginekomastia (gyneco=wanita; mastia=payudara) merupakan pembesaran kelenjar mamae


yang terjadi pada laki-laki.5 Hal ini terjadi karena adanya gangguan fisiologi hormon steroid
yang bersifat sementara (reversibel) maupun menetap.24 Ginekomastia terjadi karena berbagai
macam perubahan dalam payudara termasuk jaringan penunjang, proliferasi duktus kelenjar
mamae, penambahan vaskularisasi, dan infiltrasi sel-sel radang kronik. Pembesaran seringkali
terjadi pada regio tepat di bawah papila dan areola mamae,24,26 dan dapat disertai atau tanpa
sekresi menyerupai kolostrum, teraba lunak, dan pembesaran papila dan areola mamae.26
Ginekomastia jangan dikacaukan dengan lipomastia yaitu lemak subkutan, teraba lunak yang
seringkali tampak seolah-olah mempunyai payudara pada laki-laki gemuk.

Perjalanan klinis ginekomastia seperti juga efek obat-obatan dapat dipantau dengan
mengukur diameter lempeng jaringan kelenjar mamae setiap 3 bulan sekali. Sering terjadi
asimetri pada perkembangan ginekomastia, dan perkembangan mamae unilateral dapat selalu
dipertimbangkan sebagai stadium perkembangan ginekomastia bilateral.27

Etiologi

Hormon stimulans pertumbuhan mamae yang dominan adalah estrogen, sedangkan androgen
mempunyai efek inhibisi yang lemah.24,25 Ginekomastia ini akan terjadi bila terdapat
penurunan ratio androgen terhadap estrogen.24,26 Peran prolaktin pada genesis ginekomastia
masih belum jelas. Prolaktin serum pada kebanyakan pasien ginekomastia dalam batas
normal. Prolaktin adakalanya ikut berperan melalui efek tidak langsung pada gonad dan
kemungkinan pada fungsi adrenal yang dapat menyebabkan perubahan rasio estrogen atau
androgen dalam sirkulasi.26
Manifestasi klinis

Ginekomastia fisiologis

Ginekomastia pada neonatus

Pembesaran payudara pada neonatus diduga disebabkan oleh faktor estrogen maternal atau
plasenta atau kombinasi keduanya. Pembengkakan ini dapat atau tidak berkaitan dengan
produksi ASI dan biasanya hilang dalam beberapa minggu, walaupun pada beberapa kasus
tertentu dapat menetap lebih lama.26,27

Tabel 2.Klasifikasi ginekomastia26

A. Ginekomastia fisiologis
Ginekomastia pada neonatus
Ginekomastia pubertas
Ginekomastia usia lanjut
B. Ginekomastia patologis
Defisiensi testosteron
 Kelainan kongenital (anorkhia kongenital, Sindrom Klinefelter, resistensi androgen
(feminisasi testis dan sindrom Reifenstein), kelainan sintesis testosteron)
 Gagal testis sekunder (orkhitis virus, trauma, kastrasi, penyakit neurologis dan
granulomatosa, gagal ginjal)
Peningkatan produksi estrogen
 Peningkatan sekresi estrogen testis (tumor testis, karsinoma bronkogenik dan tumor
lain memproduksi hCG, true hermaphroditism)
 Peningkatan zat untuk aromatisasi jaringan ekstra-glanduler (penyakit adrenal, hati,
kelaparan, tirotoksikosis)
 Peningkatan aromatisasi ekstraglanduler
Obat-obatan
 Estrogen atau obat yang beraksi seperti estrogen (dietilstilbestrol, obat kosmetika yang
mengandung estrogen, pil KB, digitalis, makanan yang terkontaminasi estrogen,
fitoestrogen)
 Obat yang meningkatkan produksi estrogen endogen (gonadotropin,klomifen)
 Obat penghambat sintesis testosteron (ketokonazol, metronidazol, simetidin, etomi
dat, alkylating agents, cisplatin, flutamid, spironolakton)
 Obat yang mempunyai mekanisme aksi tidak diketahui (busulfan, isoniazid, metil
 dopa, zat penghambat pompa kalsium, kaptopril, antidepresan trisiklik, penisilamin,
diazepam, marijuana, heroin)
C. Gikenomastia idiopatik

Ginekomastia pubertas

Pada usia 10 sampai 17 tahun, kira-kira 40% anak laki-laki menderita ginekomastia transien
dengan puncak insidens ( 65%) pada 14 tahun (gambar 2)27. Ginekomastia pubertas ini akan
menghilang secara spontan pada kira-kira 75% kasus dalam 2 tahun24,25,26 dan 90% dalam 3
tahun. Ginekomastia yang cukup besar pada anak laki-laki terdapat kurang dari 10%.28.
Manifestasi klinis

Ginekomastia pubertas selalu diawali dengan tanda-tanda perkembangan seks laki-laki.


Perkembangan rambut pubis, pigmentasi kulit skrotum, dan pembesaran testis (volume 8 ml)
khas terdapat sedikitnya 6 bulan sebelum onset pembesaran payudara.24,27 Pada ginekomastia
pubertas, diameter kelenjar mamae biasanya kurang dari 4 cm menyerupai breast budding.
Apabila ukuran mamae pada ginekomastia serupa dengan M4 atau M5 stadium pubertas
perempuan maka disebut makroginekomastia. Pada keadaan ini, diameter kelenjar mamae
meluas 5 cm atau lebih dan payudara berbentuk kubah. Pada makroginekomastia regresi
spontan tidak mungkin terjadi, dan terapi tidak boleh terlambat.27

Ginekomastia patologis

Ginekomastia patologis adalah ginekomastia yang disebabkan oleh efek samping obat atau
penyakit yang mendasarinya. Diagnosis banding ginekomastia patologis, dimulai dengan
obat-obatan yang dapat menyebabkan pembesaran payudara. Pembesaran payudara dapat
terjadi pada kecanduan alkohol kronik walaupun tanpa disertai penyakit hati.26,27
Hiperplasia mamae sering terjadi pada pemakaian obat-obat penyakit kronik. Kecurigaan
yang tinggi terjadinya ginekomastia karena obat harus ada untuk anak laki-laki yang
memerlukan obat untuk kelainan psikiatrik, leukemia, limfoma, tuberkulosis, dan penyakit-
penyakit kardiovaskuler.27

Kelainan endokrin

Kelainan endokrin pada ginekomastia patologis umumnya kelainan endokrin yang secara
potensial menyebabkan penurunan konsentrasi androgen (hipogonadism) atau peningkatan
sekresi estrogen. Androgen dihasilkan testis dan adrenal sehingga baik kelainan pada adrenal
maupun testes dapat menyebabkan ginekomastia. Androgen akan mengalamai aromatisasi
perifer di jaringan menjadi estrogen. Rasio androgen dan estrogen ini yang berperan pada
ginekomastia.

Pada sindrom Klinefelter terjadi hipergonadotropik hipogonadism seringkali dijumpai


ginekomastia. Pada sindrom Kloinefelter gonad mengalami disgenesis sehingga ukurannya
kecil dan lembut. Pada sindrom Klinefelter resiko terjadinya kanker payudara meningkat
sampai 20 kali.26-29 Pada 30% penderita hipertiroid dapat dijumpai ginekomastia. Pada
hipertiroid terjadi peningkatan produksi androstenedion, sehingga aromatisasi androgen
perifer meningkatkan pembentukan.26-28

Ginekomastia yang timbul sebelum usia 10 tahun memerlukan perhatian khusus karena
kemungkinan adanya tumor di hipofisis, adrenal atau testis. Kebanyakan ginekomastia yang
disebabkan tumor hipofisis merupakan tumor yang mensekresi LH,26,29 Tumor adrenal
biasanya mensekresi androstenedion dalam jumlah besar, yang akan diubah oleh aromatase
jaringan perifer menjadi estron. Tumor sel stroma testis (sel leydig atau sertoli) dapat
mensekresikan estrogen atau hCG. Tumor germinal testis (choriocarcinoma Ca embional,
teratoma) dapat mensekresikan hCG atau mengambil prekursor hormon steroid sirkulasi dan
mengubahnya menjadi estrogen.

Tumor mamae. kista dermoid, lipoma, limfangioma, dan rabdomiosarkoma menimbulkan


massa pada payudara. Apakah ginekomastia sendiri merupakan predisposisi terjadinya kanker
sampai sekarang belum ada kesepakatan.
Ginekomastia yang tampak pada malnutrisi, biasanya timbul setelah peningkatan masukan
kalori, mungkin berhubungan dengan disfungsi hati. Selama kelaparan, produksi hormon-
hormon seks turun. Ketika masukan makanan menjadi normal, baik produksi estrogen
maupun androgen meningkat. Kerusakan hati bersama-sama dengan malnutrisi mencegah
hati mendegradasi estrogen dan terjadi rasio estrogen terhadap androgen yang tinggi.
Pembesaran payudara biasanya akan menghilang sesuai dengan perbaikan fungsi hati.25,26,28

Ginekomastia idiopatik

Pada keadaan ini penyebabnya setelah dicari tetap tidak diketahui, dan ginekomastia idiopatik
tidak menyebabkan gangguan kesehatan yang berarti.26

Pendekatan Diagnosis

Tujuan utama pendekatan diagnosis adalah membedakan ginekomastia fisiologis (pubertas)


atau patologis. Gambaran khas kedua keadaan ini
tertera pada tabel 3. Pada anamnesis riwayat pemakaian obat-obatan sangat penting selain
adanya riwayat keluarga dengan prolonged gynecomastia atau menetap. Pada tahap lanjut
harus diidentifikasi ada tidaknya gagal ginjal, sirosis, hipertiroid, hipogonadisme, malnutrisi,
maupun trauma lokal dinding dada. Ginekomastia pra pubertas atau yang berhubungan
dengan pubertas prekoks memerlukan konsultasi ahli endokrin.24,27

Kegunaan pemeriksaan fisis adalah untuk memeriksa pembesaran payudara tersebut


mempunyai konsistensi khas ginekomastia dan mencari tanda-tanda dari penyakit yang
mendasarinya. Pada anak laki-laki yang kurang gizi dan kakheksia mungkin dapat ditemukan
penyakit kronis atau keganasan. Adanya goiter pada pasien yang gelisah atau gugup memberi
kesan hipertiroid. Kurangnya maskulinisasi pada anak laki-laki dengan testis kecil atau
asimetris kemungkinan menderita hipogonadisme atau tumor feminisasi.27

Tabel 3. Perbedaan gambaran ginekomastia pubertas dan patologis27

Parameter Ginekomastia pubertas Ginekomastia


patologis
Awitan Usia 10-18 tahun Sebelum usia 10
tahun
Obat penyebab Tidak ada Riwayat positif
Riwayat keluarga Ginekomastia transien Ginekomastia
permanen
Penyakit kronis (-) Hati, ginjal, fibrosis
kistik, hipertiroid,
kolitis ulseratif,
trauma dinding dada
Penyakit genital (-) Orkitis, trauma testis,
kriptorkismus,
hipospadia
Awitan pubertas Normal dan sebelumPrekoks atau setelah
terjadi ginekomastia terjadi ginekomastia

Pemeriksaan fisis Gizi baik, testisKurang gizi, goiter,


membesar, pubertastestis kecil atau
stadium II-IV asimetris,

under masculinized
Massa mamae Pusat cakram di bawahKeras, massa
papila asimetris tidak di
bawah papila,
limfadenopati
regional

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesuai dengan gambaran klinis. Uji faal ginjal,
hati, dan tiroid diindikasikan pada penyakit kronik. Pemeriksaan karyotipe diperlukan bila
ukuran testis remaja kurang dari 3 cm (panjang) dan 8 ml (volume). Anak laki-laki dengan
tanda hipogonadisme, pubertas prekoks, atau makroginekomasti harus ditentukan kadar LH,
FSH, estradiol, testosteron, dehidroepiandrosteron sulfat (DHAS), dan HCG darah. Kadar
prolaktin darah harus diukur bila terdapat galaktorea. Bila kadar DHAS darah tinggi
diperlukan pemeriksaan lanjut dengan sonografi adrenal, dan bila kadar estradiol darah tinggi
diperlukan sonografi hati, ginjal dan testis. Adanya kadar hCG yang tinggi merupakan
indikasi untuk magneting resonance imaging (MRI) otak, dada, abdomen, dan testis untuk
mencari tumor yang mensekresi hCG.27,29 Kadangkala diperlukan pemeriksaan
mammografi/USG untuk membedakan ginekomastia dan adipomastia pada anak laki-laki
obese.28

Terapi

Terapi ginekomastia tergantung pada penyebab dan lamanya menderita ginekomastia. Pada
ginekomastia pubertas biasanya hanya memerlukan penentraman hati.24,25,29 dan dukungan
psikososial 24,25 Pada 90% kasus ginekomastia pubertas regresi spontan terjadi dalam 3 tahun
dan dalam 6 bulan dengan terapi medis.27

Terapi medis

Hasil terapi dengan raloksifen30, klomifen sitrat, tamoksifen, testolakton, danazol dan
testosteron atau dihidrotestosteron heptanoat dilaporkan dengan hasil yang tidak
konsisten.24,25,26,30

Tamoksifen dan raloksifen merupkan anti-estrogen. Tamoksifen bekerja dengan cara


berkompetisi dengan estrogen binding site jaringan mamae. Obat ini cukup aman dan efektif
bila diberikan dengan dosis 10-20 mg 2 kali sehari pada remaja. Selama ini efek samping
yang ada hanya nausea atau abdominal discomfort yang terjadi pada 5% laki-laki yang
diobati dan tidak memerlukan penghentian pengobatan.25,26 Lawrence dkk.membandingkan
efek terapi raloksifen dan tamoksifen untuk pengobatan ginekomastia pubertas. Terbukti dari
penelitian tersebut kedua obat cukup efektif menekan reseptor estrogen, mengurangi ukuran
payudara dan cukup aman untuk ginekomastia pubertas yang persisten. Dari kedua obat
tersebut raloksifen memerikan respons terapi yang lebih baik dibanding tamoksifen.30
Testolakton adalah suatu aromatase inhibitor. Dosis 150 mg 3 kali sehari, merupakan dosis
aman yang tidak menghambat sekresi gonadotropin atau memperlambat pubertas. 26,27

Dihidrotestosteron heptanoat diberikan secara intra muskuler tapi belum tersedia secara
komersial.. Tidak seperti testosteron, dihidrotestosteron tidak dapat diaromatisasi (in vivo)
menjadi estrogen, oleh karena itu obat ini tetap mempunyai kemampuan menghambat
pembentukan mamae.25,27

Terapi bedah

Inidikasi bedah pada ginekomastia adalah apabila ukuran melebihi 6 cm atau jaringan mamae
menetap lebih dari 4 tahun dan sudah terjadi fibrosis luas, dan adanya stres psikologis berat.
26,27,30

Constitutional Delay of Growth and Puberty

Dalam praktek sehari-hari masalah pubertas terlambat yang paling sering dijumpai adalah
Constitutional Delay of Growth and Puberty (CDGP). Penderita CDGP lebih sering
mengeluhkan perawakan pendek daripada pubertas terlambat.31,32,33,34

CDGP lebih sering dijumpai pada anak laki-lak (90%)i.37,38 Pediatric Endocrine Ambulatory
Center at North Shore University Hospital melaporkan jumlah anak yang didiagnosis sebagai
CDGP sebanyak 15% dari anak berperawakan pendek.33

Gambaran Klinis

Anak dengan CDGP mempunyai riwayat kelahiran yang normal, dengan berat lahir yang
normal. Sampai kira-kira usia 2-3 tahun pertumbuhan tampak normal. Selanjutnya setelah
umur 2-3 tahun pertumbuhan anak akan berat badan maupun tinggi badan menurun sehingga
menyilang ke bawah garis persentil-3. Setelah itu kecepatan tumbuh akan normal kembali
yaitu sebesar 5 cm/tahun atau lebih sehingga pertumbuhan liniernya akan paralel dengan
kurva pertumbuhan normal.33,36-39 Pada anak CDGP dengan riwayat pendek dalam keluarga,
manifestasi gangguan pertumbuhan akan lebih berat.

Dari riwayat keluarga, salah satu atau kedua orangtua mempunyai riwayat pertumbuhan yang
sama dan mengalami pubertas yang terlambat.31,33,36-39

Pada pemeriksaan fisis didapatkan anak dengan pubertas terlambat yang disertai perawakan
pendek proporsional. 31,34,36-39 Kecepatan tumbuh pada periode prapubertas sesuai dengan
umurnya, dan tinggi badan akhir akan mencapai batas-batas normal.33-35

Diagnosis

Diagnosis CDGP kadang sulit ditegakan terutama bila datang seblum usia pubertas dan
beberapa ahli masih berbeda pendapat dalam pengertian CDGP, 38,40 namun ada beberapa
keadaan yang dapat dipertimbangkan sebagai CDGP antara lain40

1. Tidak ditemukan kelainan endokrin, metabolik, kongenital atau penyakit kronik.


2. Status nutrisi baik
3. Tidak ditemukan kelainan fisik, dismorfik maupun proporsi tubuh
4. Perawakan pendek
5. Pubertas terlambat
6. Usia tulang lebih muda 2 tahun atau lebih dibanding usia kronologis.
7. Prediksi tinggi akhir normal.
8. Dalam keluarga ibu atau kedua orangtuanya, atau salah satu saudara kandung pernah
mengalami pubertas terlambat

Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada pubertas terlambat yang disertai perawakan pendek cukup banyak.
Selain beberapa penyakit kronis (misal talasemia), sindrom Turner merupakan diagnosis
banding yang perlu dipikirkan bila ditemukan pada seorang anak perempuan.

Terapi

CDGP sebenarnya tidak perlu diterapi karena merupakan keadan yang fisiologis. Namun
karena perawakan pendek dapat mengakibatkan masalah psikososial, sehingga anak akan
merasa rendah diri dan akhirnya orang tua akan membawa anaknya untuk diobati pada saat
masa prepubertas.31,33,35 Perawakan pendek pada CDGP tidak patologis, sehingga tidak
diperlukan pengobatan.36,38,39,40

Crowne dkk dan Bramswig dkk mengobservasi anak laki-laki dengan CDGP tanpa
pengobatan sampai anak tersebut mencapai tinggi dewasa akhir (usia 21tahun).32 Crowne dkk
mendapatkan tinggi akhir rata-rata adalah 164,1 cm, sedangkan Bramswig dkk sekitar 170
cm, yang ternyata lebih rendah dari potensi tinggi gentik mereka.42

Masalah yang sering dikeluhkan anak-anak dengan CDGP adalah mereka merasa kurang
percaya diri, mengalami tekanan psikososial, merasakan bahwa keterlambatan pertumbuhan
dan pubertas yang terjadi pada diri mereka akan berpengaruh terhadap prestasi sekolah,
pekerjaan nantinya ataupun kegiatan sosial.32,36,41 Tekanan psikososial ini dapat mengganggu
perkembangan anak, sehingga banyak orang tua minta agar anak mereka diberikan
pengobatan. Peran ahli jiwa anak atau psikolog penting untuk menangani masalah ini.

Dari semua opsi pengobatan banyak sentra sekarang menggunakan oksandrolon atau
testosterone untuk induksi pubertas pada CDGP. Ada juga sentra yang mengkonbinasikan
testosterone dengan letrozol, suatu inhibitor aromatase generasi ke-4 yang sangat potensial.38
Untuk memulai pengobatan sebaiknya pasien dikonsultasikan ke konsultan endokrin anak
Sebelum pengobatan ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu:35,36,38,40,42,43

1. Umur minimal 12 tahun untuk oksandrolon dan 14 tahun untuk testosterone


2. Umur tulang minimal 10 tahun
3. Tinggi di bawah persentil-3
4. Status pubertas masih prepubertal atau Tanner G2 dan kadar testosterone di bawah
100 ng/dL
5. Pasien terbukti ada gangguan self-image (jaga-imej) dan tidak berhasil dengan
konseling.

Oksandrolone adalah hormon anabolik sintetik suatu derivat testosteron yang dapat diberikan
secara oral dengan dosis 1.25 mg/hari atau 2.5 mg/hari selama 3 sampai 4 bulan. Terapi
dihentikan bila volume testis telah mencapai 10 ml atau tinggi badan yang diinginkan asien
tercapai.35,38,40,42,43 Walaupun oksandrolon ini banyak dipergunakan di banyak sentra, namun
obat ini sulit didapat dan tidak tersedia di Indonesia.

Testosteron diberikan secara parentral dengan dosis enanthate sebesar 50-200 mg setiap 3
sampai 4 minggu. Biasanya di bulan keempat akan mulai terlihat tanda seks sekunder.
Kecepatan pertumbuhan tinggi badan yang terjadi 10-12,6 cm/tahun.44 Dengan cara
pemberian seperti yang dianjurkan tidak terjadi percepatan maturasi tulang ataupun gangguan
proses pubertas.40,44 Crowne dkk membandingkan hasil terapi oxandrolone dan testosteron
depo pada CDGP. Penelitiannya menyimpulkan keduanya memberikan hasil yang sama
terhadap kecepatan pertumbuhan dan pubertas.35

Induksi pubertas pada anak perempuan dengan CDGP adalah estradiol. Dosis estradiol
cypionate yang dianjurkan adalah 0,5 mg intra-muscular atau ethinyl estradiol 5 μg/hari per
oral dapat merangsang tumbuhnya payudara dan pertumbuhan fisik.39

Walaupun anak dengan CDGP dapat dipercepat pertumbuhannya dengan berbagai macam
hormon, namun pemakaiannya hendaknya harus dipertimbangkan baik-baik.33,3.9 Pemberian
terapi hendaknya baru diberikan bila memang terjadi kecemasan yang amat berlebihan pada
orang tua atau terjadi tekanan psikososial pada anak. Orang tua harus diberi pengertian bahwa
pemberian terapi tidak merubah tinggi akhir anak, namun hanya mempercepat pertumbuhan.
Terapi tidak dibenarkan diberikan bila usia kronologis anak kurang dari 12 tahun atau usia
tulang kurang dari 10 tahun.33

Kesimpulan

1. Pubertas adalah bagian dari proses pertumbuhan anak dan remaja


2. Status pubertas termasuk bagian pemeriksaan fisik yang harus diperiksa pada anak
dan remaja
3. Selain tanda seks sekunder, urutan timbulnya tanda seks sekunder harus diperhatikan
4. Penyimpangan dari proses pubertas dapat terjadi pada semua umur dari neonatus
sampai remaja
5. Masalah pubertas sehari-hari yang sering dijumpai yaitu telars prematur, telars
pubarke, ginekomastia dan CDGP
6. Masalah sehari-hari tersebut harus bisa dikenali dan diketahui yang mana yang
fisiologis atau patologis
7. Untuk masalah yang patologis atau yang memerlukan terapi hormonal
dikonsultasikan ke konsultan endokrin anak

Daftar Pustaka

1. Rosenfield RL. Puberty in the female and its disorders. Dalam: Sperling MA, 1.
penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-2. Philadelphia: Saunders; 2002. h 455-
518.
2. Ducharne JR. Forest MG. Normal pubertal development. Dalam: Bertrand 2. J,
Rappaport R, Sizonenkon PC, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-2.
Baltimore: Williams; 1993. h 372-86.
3. Styne DM. Puberty. Dalam: Greenspan FS. Basic and clinical endocrinology. 3. Edisi
ke-3. San Fransisco: Lange; 1992. h 519-40
4. Pathomvanich A, Merke DP, Chrousos GP. Early puberty:A cautionary tale. J 4.
Pediatr 2000;105: 797-802.
5. Cavallo A. Assessment of variation of pubertal development. Dalam Baker RC, 5.
penyunting. Pediatric primary care ill- child care. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott
William; 2001. h 163-175
6. Delemarre-Van de Waal HA. Central regulation of human puberty . DeBoer-6.
Nieuwkoop: vrije universiteit te Amsterdam, 1984. Disertasi.
7. Kakarla N, Bradshaw KD. Disorders of pubertal development: Precocious 7. Puberty.
Semin Reprod Med 2003; 21:339-351 (edisi on line) Diunduh dari:
http://www.medscape.com
8. Ducharme JR, Collu R. Pubertal development: Normal precocious and 8. delayed.
Dalam: Bailey JD, penyunting. Clinics in endocrinology and metabolism. London:
Saunders; 1982. h 57-87
9. Brook CGD. Mechanism of puberty. Horm Res 1999;51(suppl3):52-49.
10. Sizonenko PC. Precosius puberty. Dalam: Bertrand J, Rapaport R, Sizonenko 10. PC,
penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-2. Baltimore: Williams; 1993. h 387-
403.
11. Roman R, Johnson MC, Codner E, Boric MA, Avila A, Cassoria F. Activating 11.
GNAS Gene metation in patient with premature thelarche. J Pediatr 2004;145:1-8.
12. Klein KO, Mericq V, Brown-Dawson J, Larmore KA, Cabezas P, Cortinez A. 12.
strogen level in girls with premature thelarche compared with normal prepubertal girls
as determined by an ultrasensitive recombinat cell bioassay. J Pediatr 1999;134:1-5.
13. Bridges NA, Brook CGD. Disorders of puberty. Dalam: Brook CGD, penyunting. 13.
Clinical padiatric Endocrinology. Edisi ke-3. Oxford: Blackwell; 1995. h 253-73.
14. Mills JL, Stolley PD, Davies J, Moshang T Jr. Premature Thelarche; natural 14.
history and etiologic investigation. Am J Dis Child 1981;135:743-5.
15. Pasquino AM, Pucarelli I, Passeri F, dkk. Progression of premature thelarche 15. to
central precocious puberty. J Pediatr 1995;126:11-4.
16. Pasquino AM, Tebaldi L, Cioschi L, dkk. Premature thelarche: a follow-up 16. study
of 40 girls. Arch Dis Child 1985;60:1180-2.
17. Assin MS. Peranan hormon dalam proses tumbuh kembang anak dan remaja. 17.
Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan
Anak pada Faklutas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 9 Januari 1993.
18. Pescovitz OH, Henh KD, Barnes KM, Loriaux DL, Culter GB Jr. Premature 18.
thelarche and central precocious puberty: the relationship between clinical
presentation and the gonadotropin response to luteinizing hormone-releasing
hormone. J Clin Endocrinol Metab 1988; 67:474-9.
19. Saenz de Rodriguez Ca, Bongiovanni AM, Conde de Borrego L. An 19. epidemic of
precocious development in Puerto Rican children. J Pediatr 1985;107:393-6.
20. Suranto A. Perjalanan alamiah telars prematur di Bagian Ilmu Kesehatan 20. Anak
RSCM. Jakarta: Universitas Indonesia, 1999. Thesis.
21. Lee PA. Disorders of puberty. Dalam: Lifshitz F, penyunting. Pediatric 21.
endocrinology. Edisi ke-3. New York: Marcell Dekker; 1996. h175-95.
22. Klein OK. Editorial: Precocious puberty: Who has it? Who should be treated? J Clin
Endocrinol Metab 1999;84:1-6.
23. Wheeler CE, Cawley EP, Gray HT.Gynecomastia: A review and an analysis of 160
cases. Ann Intern Med 954;40:985-1001.
24. Braunstein GD. Pubertal gynecomastia. Dalam: Lifshitz F, penyunting. 24. Pediatric
endocrinology. Edisi ke-3. New York: Marcell Dekker; 1996. h 97-205.
25. Segu VB. Gynecomastia. eMedicine 2004;3:1-10. Diunduh dari: 25.
http://emedicine.com
26. Wilson JD, Foster DW. Abnormalities in estrogen metabolism. Dalam: Larsen: 26.
Williams Textbook of Endocrinology. Edisi ke-10;2003. h 741-7.(Edisi on line).
Diunduh dari: http://home.mdconsult.com
27. Mahoney CP. Adolescent gynecomastia: differential diagnosis and 27. management.
Pediatr Clin North Am 1990;37:1389-1401.
28. Templeman C, Hertweck SP. Breast disorders in the pediatric and adolescent 28.
patient. Clin Obstet Gynecol 2000;27:1-14.
29. Styne DM. Disorders of sexual differentiation and puberty in the male. Dalam: 29.
Sperling MA, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-2. Philadelphia; 2002. h
565-628.
30. Lawrence SE, Faught KA, Vethamutu J, Lawson ML. Beneficial effects of 30.
raloxifene and tamoxifen in the treatment of pubertal gynecomastia. J Pediatr
2004;145:1-8.
31. Pulungan AB, Delemarre-van de Wall HA. Management of growth disorders. 31.
Paediatr Indones 2002;42:225-38.
32. Crowne EC. Shalet SM, Wallace WHB, Eminson DM, Price D. Final height in 32.
boys with untreated constitutional delay in growth and puberty. Arch Dis Child
1990;65:1109-12.
33. Lifshitz F, Cervantes CD. Short stature. Dalam: Lifshitz F. penyunting. Pediatric 33.
endocrinology. Edisi ke-3. New York: Marcel Dekker Inc. 1996; h 1-15.
34. Lee Pa. Disorders of puberty. Dalam: Lifshitz F. penyunting. Pediatric 34.
endocrinology. Edisi ke-3. New York: Marcel Dekker Inc; 1996. h 175-93.
35. Crowne EC, Wallace WHB, Moore C, Mitchel R, Robert WR, Shalet SM. 35. Degree
of activation of the pituitary-testicular axis in early pubertal boys with constitutional
delay of growth and puberty determines the growth response to treatment with
testosterone or oxandrolone. J Clin Endocrinol Metab. 1995;80:1869-75.
36. Patel L. Delay in puberty. Dalam:Ryan S, Gregg J, Patel L, penyunting. Core 36.
pediatrics a problem-solving approach.London: Arnold; 2003. h 324-335.
37. Argente J. Diagnosis of late puberty. Horm Res. 1999;51:95-10037.
38. Bourguignon JP. Delayed puberty and sexual infantilism. Dalam: Larsen: 38.
Williams Textbook of Endocrinology. Edisi ke-10. Philadelphia: Saunders WB; 2003.
h 1171-1202
39. Rosenfield RL. Diagnosis and management of delayed puberty. J Clin 39. Endocrinol
Metab 1990;70:559-62.
40. Rosenfeld RG, Cohen P. Disorders of growth hormone/Insulin-like growth 40. factor
secretion and action. Dalam:Sperling MA, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi
ke-2. Philadelphia: Saunders; 2002. h 211-88.
41. Bramswig JH, Fasse M, Holfhoff ML, Lengerke HJ, Petrykowski W, Schellong G.
41. Adult height in boys and girl with untreated short stature and constitutional delay
of growth and puberty. Accuracy of five different methods of height. J Pediatr
1990;117: 886-91.
42. Papadimitriou A, Wacharasindhu S. Pearl K, Preece MA, Stanhope R. Treatment 42.
of constitutional growth delay in prepubertal boy with a prolonged course of low dose
oxandrolone. Arch Dis Child 1991;66:841-3.
43. Wilson DM, Mc Cauley E, Brown DR, Dudley R. Oxandrolone therapy in 43.
constitutional delay of growth and puberty. Pediatrics 1995;96:1095-100.
44. Keenan RS, Richards GE, Pondey SW. Dallas JS, Nagamami M, Smith ER. 44.
Androgen stimulated pubertal growth. The effects of testosterone and
dihydrotestosterone on growth hormone and insulin like growth factor-1 in the
treatment of short stature and delayed puberty. J Clin Endocrinol Metab 1993;76:996-
1001.
45. AlbaneseA,Kewley GD, Long A, Pearl KN. Oral treatment for constitutional 45.
delay of growth and puberty: a randomized trial of an anabolic steroid or testosterone.
Arch Dis Child 1994;71:315-7.

Penulis : Aman B. Pulungan

Sumber : Buku The2nd Adolescent Health National Symposia: Current Challenges in


Management

You might also like