You are on page 1of 91

TUGAS AKHIR

ANALISA PERFORMANSI UPGRADING


SISTEM PEMANCAR BROADCAST ANTV
WILAYAH JAKARTA

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat


Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Disusun Oleh :

Nama : FREDI WIDANARKO


NIM : 41405110013
Jurusan : Teknik Elektro
Peminatan : Telekomunikasi

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2009
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : FREDI WIDANARKO


NIM : 41405110013
Jurusan : TEKNIK ELEKTRO
Fakultas : FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Judul Skripsi : ANALISA PERFORMANSI UPGRADING SISTEM
PEMANCAR BROADCAST ANTV WILAYAH
JAKARTA

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian
hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
dipaksakan.

Penulis,

[ Fredi Widanarko ]
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas akhir dengan judul

ANALISA PERFORMANSI UPGRADING SISTEM


PEMANCAR BROADCAST ANTV WILAYAH JAKARTA

Disusun Oleh :

Nama : FREDI WIDANARKO


NIM : 41405110013
Program Studi : Teknik Elektro
Peminatan : Telekomunikasi

Menyetujui,

Pembimbing Koordinator TA

DR.-Ing. Mudrik Alaydrus Ir.Yudhi Gunardi, MT

Mengetahui,

Ketua Program Studi Teknik Elektro

Ir. Budiyanto Husodo, M.Sc


ABSTRAKSI

Perkembangan dan persaingan dunia television broadcasting di tanah air


dewasa ini semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga berdampak pada
meningkatnya persaingan – persaingan baik dari segi kualitas penyiaran secara
teknis maupun non teknis. Peningkatan kualitas secara teknis harus didukung oleh
berbagai sistem standar penyiaran yang baik pula, salah satu sistem yang harus
baik performa dan kinerjanya adalah sistem pemancar atau transmitter ( TX ).
Sistem transmitter / pemancar broadcasting di Indonesia mayoritas
menggunakan frekwensi UHF untuk mendistribusikan program siarannya.
Penggunaan frekwensi UHF yang terdiri dari band IV dan V memiliki channel
yang cukup luas yang sangat dibutuhkan untuk mengakomodir kebutuhan
peningkatan kualitas dalam dunia broadcasting. Kualitas yang diharapkan adalah
kualitas Video maupun Audio yang memenuhi standar kualitas transmitter
broadcasting.
Pada tugas akhir ini akan dilakukan analisis kinerja dan performansi
sistem pemancar pada pemancar stasiun relay ANTV Jakarta. Analisa dilakukan
dengan mengambil data-data pada sistem pemancar lama dan sistem pemancar
baru ANTV. Target yang diharapkan adalah adanya pencapaian nilai perbaikan
yang signifikan dan baik sesuai dengan standar kualitas penyiaran.

i
KATA PENGANTAR

Assalammu „alaikum wr wb,

Puji syukur Alhamdulillah atas keagungan dan ridho Allah SWT, yang tiada
henti mencurahkan dan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan
izin-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang merupakan salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana teknik dari Universitas Mercu
Buana Jakarta.
Tugas akhir dengan judul “ANALISA PERFORMANSI UPGRADING
SISTEM PEMANCAR BROADCAST ANTV UNTUK WILAYAH JAKARTA” ditulis
sebagai rasa ketertarikan penulis terhadap bidang technical broadcast. Sehingga dalam
tahap akhir pendidikan di Universitas Mercu Buana, penulis memberanikan diri untuk
mengambil masalah technical broadcast sebagai tugas akhir.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada semua
pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di universitas
Mercu Buana, khususnya pada saat penyusunan tugas akhir ini kepada bapak
Mudrik Alaydrus yang telah banyak membimbing dan mengkoreksi buku ini.
Sepenuhnya penulis sadar bahwa karya ini jauh dari yang diharapkan, oleh
karena itu kritik dan saran sangat penulis nantikan. Semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

Jakarta, Februari 2009

Penulis

ii
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH

Pada proses penyelesaian tugas akhir ini, penulis telah banyak dibantu baik
material maupun spiritual dari berbagai pihak. Untuk itu dengan izin Allah SWT,
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya, kepada :
1. Bapak Dr-Ing Mudrik Alaydrus, selaku pembimbing yang senantiasa
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan
pandangannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Agus Setiawan, selaku atasan dan mentor yang senantiasa memberikan
dan meluangkan waktu untuk membagi ilmunya disela kesibukan kantor
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.
3. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Teknik Industri, Universitas
Mercubuana.
4. Istriku tersayang Ana Syarifah Fauziah. SpdI yang dengan tulus dan ikhlas
memberikan kasih sayang, pengertian, kesabaran dorongan semangat dan
segala do’a. Tidak lupa untuk calon anak pertamaku yang akan segera lahir
yang memberikan semangat dan suasana ceria.
5. Mama & Papa, Bapak & Ibu tersayang atas segala do’a yang tak pernah putus
untuk keberhasilan dan kebahagiaan kami.
6. Kakak-kakak dan adik-adikku tersayang Nanang Variasdianto ST dan Mba
Nur, Kisfamawanti AmdLLAJ dan Fredi Kurniawan SSiT, Dini Mardiana
S.Ag, Syaiful Anwar ST dan teh Nurul, Nurwahdani SPdI dan Agus SPdI,
Nouvan Hidayat Amd, Ilham dan Tamam.
7. Staff Transmisi ANTV Joglo, terima kasih atas dukungannya.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Jakarta, Februari 2009

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAKSI i

KATA PENGANTAR ii
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR LAMPIRAN vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR ISTILAH xiii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1


1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Maksud dan Tujuan 2
1.4. Batasan Masalah 2
1.5. Metode Penelitian 2
1.6. Sistematika Penulisan 3
BAB II TEORI DASAR PEMANCAR TELEVISI

2.1. Sistem Pemancar Broadcast 4


2.2. Jaringan Transmisi 8
2.2.1. Protection Ratio 9
2.2.2. Signal to Noise Ratio 10
2.2.3. Interferensi 11
2.3. Perambatan Gelombang Ruang Bebas 12
2.3.1. Line of Sight 13
2.3.2. Profil Diagram 14
2.3.3. Perambatan Pada Permukaan Rata 16
2.3.4. Fresnel Area 17
2.4. Fieldstrength Secara Empirik 19

iv
BAB III UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER
3.1. Sistem Transmitter Broadcast ANTV Jakarta 23
3.1.1. Sistem Transmitter Comark 23
3.1.1.1. Inductive Output Tube (IOT) 25
3.1.1.2. Driver dan Excitter 26
3.1.1.3. Bandpass Filter 28
3.1.1.4. Combiner 29
3.1.1.5. Antenna 30
3.1.2. Sistem Transmitter Harris 32
3.1.2.1. Inductive Output Tube (IOT) 33
3.1.2.2. Driver dan Excitter 34
3.1.2.3. Bandpass Filter 37
3.1.2.4. Combiner 39
3.1.2.5. Antenna 40
3.2. Perubahan Letak Ketinggian dan Posisi Antenna 42
3.3. Perubahan Koordinat Lokasi Transmitter 44
3.3.1. Tinjauan Tata Kota 46
3.3.2. Tinjauan Prediksi Propagasi 48
3.4. Metode Prediksi Coverage Area 50
3.4.1. Tinjauan Coverage Area Kedua Transmitter 50

BAB IV ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR DALAM


PENINGKATAN PERFORMANSI
4.1. Latar Belakang Teknis 55
4.1.1. Kondisi Sistem Pemancar Lama (Comark) 55
4.1.2. Kondisi Sistem Pemancar Baru (Harris) 55

4.1.3. Data Statistik Signalstrength Kedua Pemancar 56

4.1.4. Implementasi Pengukuran Signalstrength 64

4.1.5. Data Performansi 64

4.2. Perbandingan & Analisa Performansi Wil. Low Signal 65

4.2.1. Low Signalstrength Area Jakarta 65

v
4.2.2. Analisis Low Signalstrength Area Jakarta 66
4.2.3. Perbandingan Signal Sebelum &Sesudah 70
Upgrade
4.3. Peningkatan Performansi Non Teknis 72

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan & Saran 73

vi
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Tabel Frequency 8 MHz UHF TV Broadcast


LAMPIRAN B Tabel Pengaruh VSWR Pada Transmisi Power
LAMPIRAN C Chart Fieldstregth vs Transmitter Distance
LAMPIRAN D FCC (50,10) FM Channels Chart

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Blok Diagram Common AmplificationTX 4

Gambar 2.2 Blok Diagram Split Amplification TX 5


Gambar 2.3 TV Transmitting System 5
Gambar 2.4 Sistem Penyiaran TV Broadcast untuk Wilayah Penyiaran 6
Pusat dan Daerah
Gambar 2.5 Tiga Gelombang Carrier dengan Sideband 8
Gambar 2.6 Horizon Radio 14
Gambar 2.7 Spherical Meridien Permukaan Bumi 15
Gambar 2.8 Pendekatan Parabola Lengkungan Bumi 16
Gambar 2.9 Gelombang Langsung dan Gelombang Pantul 16
Gambar 2.10 Ilustrasi Gelombang Langsung dan Gelombang Pantul 17
pada Pemancar TV
Gambar 2.11 Lingkaran-lingkaran permukaan Berkas Gelombang 18
Gambar 2.12 Perhitungan Jari-jari permukaan Berkas Gelombang 18
Gambar 2.13 Perhitungan Jari-jari daerah Fresnel 19
Gambar 2.14 Halangan Lebih Tinggi dari h1 dan h2 20
Gambar 2.15 Halangan Lebih Tinggi dari h1 dan h2, h1 berdekatan 21
dengan penghalang
Gambar 2.16 Halangan dari Titik h2 tinggi dan berdekatan, h1 rendah 22
Gambar 2.17 Halangan h1 dan h2 tinggi 22
Gambar 3.1. Blok Diagram System Transmitter Comark Original 24
Gambar 3.2. Blok Diagram System Transmitter Comark 24
Gambar 3.3. (a) IOT EEV 8404, (b) IOT EEV 8404 dengan Cavities 25
Gambar 3.4. Front Panel Power Amplifier Comark 200W 26
Gambar 3.5 (a) Excitter System Cabinet, (b) Driver System Cabinet 27
Gambar 3.6 Konfigurasi dan Tata Letak Sub Blok System pada 28

Excitter Comark
Gambar 3.7 Band Pass Filter Dielectric Type WR 1500 28

viii
Gambar 3.8 Terminal-terminal yang Terdapat pada Combinner 29
Magic-Tee
Gambar 3.9 Pengukuran Return Loss Antenna PHP64U4221 31
pada Ch.47 UHF
Gambar 3.10 Mode RF System pada Transmitter Harris 32
Gambar 3.11 Blok Diagram System Transmitter Harris dengan 2 PA 33
Gambar 3.12 (a) IOT EEV D3130W, (b) IOT EEV D3130W dengan 34
Cavities
Gambar 3.13 Susunan Tata Letak Driver System 35
Gambar 3.14 Blok Diagram Driver System 35
Gambar 3.15 Tata Letak Sigma Plus Cabinet dan PA Driver Cabinet 36
Gambar 3.16 Blok Diagram Excitter Harris 37
Gambar 3.17 Circular Waveguide Bandpass Filter dengan 38
type Dual Mode
Gambar 3.18 Bentuk dan Dimensi Bandpass Filter ERI Type WF series 38
Gambar 3.19 Ilustrasi Koneksi 3 dB Riblet Hybrid dan Magic-Tee 39
Gambar 3.20 Ilustrasi arah Antenna PHP48U2221 Terpasang 41
pada Mounting Tower
Gambar 3.21 Perubahan Letak Ketinggian Antenna Kedua 42
Lokasi Pemancar
Gambar 3.22 Posisi Lower dan Upper Antenna PHP64U4221 43
dan PHP48U2221
Gambar 3.23 Posisi Mounting dan Arah Antenna PHP64U4221 44
dan PHP48U2221
Gambar 3.24 Penentuan Letak Koordinat Lokasi Pemancar Lama 45
dengan foto udara
Gambar 3.25 Penentuan Letak Koordinat Lokasi Pemancar Baru 45
dengan foto udara
Gambar 3.26 Beberapa Lokasi Barrier yang Terdapat di Kota Jakarta 46
Gambar 3.27 Pengaruh Beberapa Barrier Berupa Gedung-gedung 47
di Jakarta
Gambar 3.28 Horizontal Radiation Pattern Antenna PHP64U4221 51
Gambar 3.29 Vertical Radiation Pattern Antenna PHP64U4221 51
Gambar 3.30 Prediction Coverage Map System Transmitter Comark 52

ix
Gambar 3.31 Horizontal Radiation Pattern Antenna PHP48U2221 53
Gambar 3.32 Vertical Radiation Pattern Antenna PHP48U2221 53
Gambar 3.33 Prediction Coverage Map System Transmitter Harris 54
Gambar 4.1. Grafik Kondisi Signalstrength Siaran ANTV 56
Wilayah Jakarta Utara
Gambar 4.2. Grafik Kondisi Signalstrength Siaran ANTV 57
Wilayah Jakarta Selatan
Gambar 4.3. Grafik Kondisi Signalstrength Siaran ANTV 58
Wilayah Jakarta Pusat
Gambar 4.4. Grafik Kondisi Signalstrength Siaran ANTV 59
Wilayah Jakarta Timur
Gambar 4.5. Grafik Kondisi Signalstrength Siaran ANTV 60
Wilayah Jakarta Barat
Gambar 4.6. Grafik Kondisi Signalstrength Siaran ANTV 61
Wilayah Tangerang
Gambar 4.7. Grafik Kondisi Signalstrength Siaran ANTV 62
Wilayah Bekasi
Gambar 4.8. Grafik Kondisi Signalstrength Siaran ANTV 63
Wilayah Bogor
Gambar 4.9. Grafik Perbandingan Jangkauan Signalstrength 65
terendah dan tertinggi Pemancar Comark dan Harris
Gambar 4.10.Grafik FCC (50,50) sebagai Standard 67
Prediksi Fieldstrength
Gambar 4.11.Grafik FCC (50,50) sebagai Standard 69
Prediksi Fieldstrength
Gambar 4.12. Grafik Perbandingan Signalstrength Wilayah 71
Low Signal Siaran ANTV

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Rekomendasi CCIR Median Fieldstrength diukur 10 m 6

dari Permukaan Air Laut


Table 2.2. Pembagian Frekwensi untuk Channel Televisi 7
Standard CCIR
Tabel 2.3. Frekwensi Carrier Offset untuk System 625 Garis 9
Tabel 3.1. Data Karakteristik IOT EEV 8404 26
Tabel 3.2. Data Karakteristik Bandpass Filter Dielectric 29
type WR 1500
Tabel 3.3. Data Karakteristik Combiner Magic-Tee 30
Tabel 3.4. Data Karakteristik Antenna PHP64U4221 31
Tabel 3.5. Data Karakteristik Antenna PHP64U4221 dengan 31
System Pemancar Comark 80 kW
Tabel 3.6. Data Karakteristik IOT EEV D3130W 34
Tabel 3.7. Data Karakteristik Bandpass Filter ERI WF Series 37
Tabel 3.8. Data Karakteristik Combiner Magic-Tee pada 39
Transmitter Harris
Tabel 3.9. Data Karakteristik Antenna PHP48U2221S 40
Tabel 3.10. Data Karakteristik Antenna PHP48U2221 dengan 41
System Pemancar Harris 120 kW
Tabel 3.11. Data Wilayah Siaran ANTV yang Memiliki Gangguan 48
Kualitas Video Ghost dan Noise
Tabel 4.1. Data Signalstrength Siaran ANTV Wilayah Jakarta Utara 56
Tabel 4.2. Data Signalstrength Siaran ANTV Wilayah Jakarta Selatan 57
Tabel 4.3. Data Signalstrength Siaran ANTV Wilayah Jakarta Pusat 58
Tabel 4.4. Data Signalstrength Siaran ANTV Wilayah Jakarta Timur 59

Tabel 4.5. Data Signalstrength Siaran ANTV Wilayah Jakarta Barat 60


Tabel 4.6. Data Signalstrength Siaran ANTV Wilayah Tangerang 61

xi
Tabel 4.7. Data Signalstrength Siaran ANTV Wilayah Bekasi 62
Tabel 4.8. Data Signalstrength Siaran ANTV Wilayah Bogor 63
Tabel 4.9. Low Signalstrength siaran ANTV Wilayah Jakarta 66
Tabel 4.10. Perbandingan Signalstrength Wilayah dengan Gangguan 71
Sinyal Sebelum dan Sesudah Upgrade System

xii
DAFTAR ISTILAH
ABU : Asia pacific Broadcast Union

APT : Automatic Picture Transmission


AOCS : Attitude and Orbit Control System
BER : Bit Error Rate
BE : Burst Error
BPSK : Binary (or Binary) Phase Shift Keying
BSS : Broadcsat Satellite Service
CATV : Community Antenna Television
C/N : Carrier to Noise
C/No : Carrier to Noise spectral density
CCIR : Consultative Committee International Radio
CCITT : Consultative Committee International Telephone and Telegraph
CSSB : Companded Single SideBand
DBS : Direct Broadcast Satellite
DVB : Digital Video Broadcast
EBU : European Broadcasting Unit
EIRP : Effective Isotropically Radiated Power
ERP : Effective Radiated Power
FCC : Federal Communications Commission
FEC : Forward Error Correction
FSS : Fixed Satellite Service
HPA : High Power Amplifier
IF : Intermediate Frequency
IRD : Integrated Receiver Decoder
ITU : International Telecommunication Union
IOT : Inductive Output Tube
LHCP : Left Hand Circular Polarisation
LNA : Low Noise Amplifier
LNB : Low Noise Block downconverter
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan dan persaingan television broadcast di tanah air dewasa ini
semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga berdampak pada meningkatnya
persaingan – persaingan baik dari segi kualitas penyiaran secara teknis maupun non
teknis. Peningkatan kualitas secara teknis harus didukung oleh berbagai sistem
standar penyiaran yang baik pula, salah satu sistem yang harus baik performa dan
kinerjanya adalah sistem pemancar atau transmitter ( TX ).
Sistem transmitter / pemancar broadcast di Indonesia mayoritas menggunakan
frekwensi UHF untuk mendistribusikan program siarannya. Penggunaan frekwensi
UHF yang terdiri dari band IV dan V memiliki channel yang cukup luas yang sangat
dibutuhkan untuk mengakomodir kebutuhan peningkatan kualitas dalam dunia
broadcast. Kualitas yang diharapkan adalah kualitas Video maupun Audio yang
memenuhi standar kualitas broadcast transmitter.
Selain dari kinerja dan performa dari sistem pemancar yang harus baik maka
ada beberapa aspek lainnya yang harus diperhatikan agar target penyiaran yang baik
dapat tercapai dan dinikmati dengan baik pula oleh pemirsa di rumah khususnya
untuk wilayah Jakarta. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah tata letak / koordinat
maupun kontur wilayah dimana pemancar itu berada, selain itu juga faktor ketinggian
tower pemancar juga penting untuk mendukung radiasi pancaran antenna agar dapat
terpancar dengan maksimal. Dengan mempelajari parameter-parameter tersebut maka
kita dapat memperhitungkan kualitas penyiaran dan juga signalstrength yang akan
kita dapatkan dari suatu sistem pemancar.

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan yang akan dibahas adalah :
1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi kinerja dua buah sistem pemancar.
2. Melakukan analisis dan perbandingan kualitas penyiaran dari kedua
sistem pemancar berkaitan dengan perubahan power pemancar.
3. Menganalisa efek perubahan ketinggian letak antenna pemancar
terhadap barrier yang terdapat dalam wilayah Jakarta.

1
PENDAHULUAN 2

1.3 Maksud danTujuan


Maksud dan tujuan tugas akhir ini adalah agar adanya peningkatan kualitas
dan performansi siaran yang memenuhi standard dan dapat bersaing secara kualitas
siaran (baik secara Audio ataupun Video) dengan stasiun televisi lainnya, baik stasiun
televisi lokal maupun televisi nasional, sehingga pemirsa dapat menikmati siaran yang
baik di televisi rumah mereka.

1.4 Batasan Masalah


Dalam penyusunan tugas akhir ini, masalah akan dibatasi dengan maksud agar
pembahasan lebih terarah. Batasan-batasan tersebut antara lain:
1. Efek relokasi titik koordinat letak pemancar dengan kontur kota Jakarta
secara geografis maupun tata ruang kota.
2. Perbandingan perubahan parameter – parameter seperti : power pemancar
letak ketinggian antenna dan sistem TX
3. Hasil coverage pancaran dan juga signalstrength dari kedua pemancar.

1.5. Metode Penelitian


Penulisan tugas akhir ini akan mengambil metode – metode berikut ini:
1. Studi literature tentang efektifitas dan performa antenna broadcast dengan
variasi perubahan parameter – parameter seperti : letak ketinggian dan
juga power pemancar .
2. Pengambilan data signalstrength .
3. Analisa terhadap kontur dan tata ruang kota Jakarta terhadap efektifitas
pemancar baru.
PENDAHULUAN 3

1.6. Sistematika Penulisan


Sistematika yang akan disusun dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,
serta tujuan dari Tugas Akhir ini.

BAB II DASAR TEORI PEMANCAR TELEVISI


Berisi tentang dasar-dasar teori dan sistem pemancar pada televisi
broadcast.

BAB III UPGRADING SISTEM DAN RELOKASI TRANSMITTER


Menjelaskan tentang upgrading sistem TX, relokasi menara
pemancar dan juga letak ketinggian antenna.

BAB IV ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR DALAM


PENINGKATAN PERFORMANSI
Berisi tentang analisa dan kinerja sistem pemancar baru dengan
perubahan parameter yang ada berkaitan dengan kontur kota
Jakarta secara geografis maupun tata ruang kota.

BAB V PENUTUP
Berisi Kesimpulan dan saran
BAB II
TEORI DASAR PEMANCAR
TELEVISI

2.1 Sistem Pemancar Broadcast


Pemanfaatan teknologi baru untuk pemancar televisi dengan daya tinggi
menggunakan solid state (mosfet) sudah banyak digunakan untuk pertimbangan
perawatan yang lebih efisien, walaupun demikian penggunaan IOT (Inductive Output
Tube) masih cukup populer untuk pemancar televisi dengan daya tinggi dengan
pertimbangan penggunaan daya listrik yang lebih efisien, pada dasarnya terdapat dua
jenis tipe pemancar yaitu :

1. Common Amplification
Carrier video dan audio diperkuat dalam suatu rangkaian penguat, pemancar
tipe ini relatif murah karena hanya memerlukan satu rangkaian penguat dan
tidak memerlukan rangkaian combiner di output rangkaian untuk
menggabungkan carrier video dengan audio, kekurangannya apabila
karakteristik penguatan rangkaian tidak linear akan mengakibatkan distorsi
dan menimbulkan product carrier yang disebabkan oleh intercarrier dan
intermodulasi. Product carrier yang diperbolehkan adalah >-48 dB terhadap
carrier video.

Antenn

Video IF IF
Video Video IF RF
Processor Modulator
Video

Coupler Sound IF to RF UHF Driver PA BandPass


Mono Converter Linearizer Filter

IF IF
Nicam Audio Audio
Processor Modulator OSCILATOR

Gambar 2.1 Blok Diagram Common Amplification TX

4
TEORI DASAR 5

2. Split Amplification
Split Amplification atau disebut juga Separate Amplification yaitu carrier
video dan audio diperkuat oleh masing-masing rangkaian penguat, pemancar
tipe ini relatif lebih mahal karena memerlukan dua rangkaian penguat dan
memerlukan rangkaian combiner di output rangkaian untuk menggabungkan
carrier video dan audio, kelebihannya apabila karakteristik penguatan
rangkaian tidak linear tidak akan mengakibatkan distorsi dan menimbulkan
product carrier.

Antenn
Video IF IF Vision RF

Video IF to RF PA
Processor Converter

BandPass
OSCILATOR DIPLEXER
Filter

Mono
IF IF Sound RF
Nicam Audio IF to RF PA
Processor Converter

Gambar 2.2 Blok Diagram Split Amplification TX

Secara garis besar sistem pemancar televisi dapat digambarkan sebagai berikut:

ANTENNA

TV TRANSMITTING SYSTEM TOWER

INPUT & MONITORING TV TRANSMITTER DUMMY LOAD


EQUIPMENT
DEHYDRATOR GROUNDING

STL SYSTEM
TRANSMITTER LOW VOLTAGE

POWER
CONTROL EQUIPMENT DISTRIBUTION
BOARD (PDB)
OIL TANK

AIR ENGINE

BLOWER & HEAT GENERATOR ATS CITY


CONDITIONER EXCHANGER
POWER

Gambar 2.3 TV Transmitting system


TEORI DASAR 6

SATELIT

MI
CR

LIOWAV E
NK
DOWNLINK SYSTEM

DOWNLINK SYSTEM UPLINK


STASIUN RELAY DAERAH
SYSTEM
STASIUN PEMANCAR PUSAT STUDIO, MC,PC &
UPLINK

RUMAH PENDUDUK DI DAERAH

RUMAH PENDUDUK

Gambar 2.4 Sistem Penyiaran TV Broadcast untuk wilayah penyiaran pusat & daerah

Pembagian Frekwensi Channel TV Standard CCIR


Dalam rekomendasi CCIR untuk perencanaan jaringan pada band I, III,
IV dan V, kuat medan listrik minimum untuk mendapatkan kualitas informasi
yang baik dapat dilihat pada tabel 2.1, besarnya kuat medan listrik minimum
akan berubah sesuai dengan pengaruh noise lingkungan. Daerah perkotaan dan
daerah industri memerlukan kuat medan listrik yang lebih besar dibandingkan
daerah pedesaan. Dalam keadaan penerimaan pada input antenna penerima
tanpa interferensi (dari pemancar televisi yang lain) dan noise yang dibuat oleh
manusia (man made noise), maka dengan median fieldstrength sebesar +47
dBuv/m untuk band I, +53 dBuv/m untuk band III, +62 dBuv/m untuk band
IV dan +67 dBuv/m untuk band V akan memberikan kualitas penerimaan
informasi yang memuaskan. Rekomendasi CCIR (Rec 417-2), dalam
perencanaan pemancar untuk siaran televisi pada band I, III, IV & V
ditentukan median fieldstrength untuk mencegah interferensi dan untuk
mendapatkan kualitas informasi yang baik tidak boleh lebih dari :

Tabel 2.1 Rekomendasi CCIR median fieldstrength diukur 10 meter dari permukaan tanah
Band I III IV V
dB (uv/m) + 48 + 55 + 65 + 70
TEORI DASAR 7

Tabel 2.2 Pembagian frekwensi untuk channel Televisi standard CCIR


PEMBAGIAN FREKWENSI UNTUK CHANNEL TV
STANDARD CCIR

NO. CHANNEL FREKWENSI VIDEO (MHz) FREKWENSI AUDIO (MHz) RANGE FREKWENSI (MHz)
BAND I
1 44.25 46.75 43 - 50
2 48.25 53.75 47 - 54
3 55.25 60.75 54 - 61
4 62.25 67.75 61 - 68
BAND III
5 175.25 180.75 174 - 181
6 182.25 187.75 181 - 188
7 189.25 194.75 188 - 195
8 196.25 201.75 195 - 202
9 203.25 208.75 202 - 209
10 210.25 215.75 209 - 216
11 217.25 222.75 216 - 223
12 224.25 229.75 223 - 230
BAND IV
21 471.25 476.75 470 - 478
22 479.25 484.75 478 - 486
23 487.25 492.75 486 - 494
24 495.25 500.75 494 - 502
25 503.25 508.75 502 - 510
26 511.25 516.75 510 - 518
27 519.25 524.75 518 - 526
28 527.25 532.75 526 - 534
29 535.25 540.75 534 - 542
30 543.25 548.75 542 - 550
31 551.25 556.75 550 - 558
32 559.25 564.75 558 - 566
33 567.25 572.75 566 - 574
34 575.25 580.75 574 - 582
35 583.25 588.75 582 - 590
36 591.25 596.75 590 - 598
37 599.25 604.75 598 - 606
BAND V
38 607.25 612.75 606 - 614
39 615.25 620.75 614 - 622
40 623.25 628.75 622 - 630
41 631.25 636.75 630 - 638
42 639.25 644.75 638 - 646
43 647.25 652.75 646 - 654
44 655.25 660.75 654 - 662
45 663.25 668.75 662 - 670
46 671.25 676.75 670 - 678
47 679.25 684.75 678 - 686
48 687.25 692.75 686 - 694
49 695.25 700.75 694 - 702
50 703.25 708.75 702 - 710
51 711.25 716.75 710 - 718
52 719.25 724.75 718 - 726
53 727.25 732.75 726 - 734
54 735.25 740.75 734 - 742
55 743.25 748.75 742 - 750
56 751.25 756.75 750 - 758
57 759.25 764.75 758 - 766
58 767.25 772.75 766 - 774
59 775.25 780.75 774 - 782
60 783.25 788.75 782 - 790
61 791.25 796.75 790 - 798

Signal Phase Alternating Line (PAL)


Sistem ini dikembangkan oleh ahli televisi Jerman sebagai perbaikan dari kekurangan
sistem NTSC. Penyelidikan sistem PAL dilakukan sejak tahun 1956 kemudian tahun 1963
sistem ini disarankan untuk dijadikan standard televisi di Eropa. Dibandigkan sistem PAL
sistem NTSC sangat peka terhadap cacat fase yang mengakibatkan sebagai berikut :
TEORI DASAR 8

Rumitnya saluran penghubung, terutama signal video akan menimbulkan


parasitic reactansi.
Band Pass Filter (BPF) yang tidak sempurna akan mengakibatkan
pergeseran fase terhadap frekwensi.

0
Cacat fase tersebut tidak boleh besar dari 5 , sistem NTSC
memperbaiki cacat fase tersebut dengan umpan balik atau mengkompensirnya
di tempat yang diperkirakan fasenya perlu diperbaiki, semakin banyak tempat
perbaikan fase makin rumit sistem tersebut. Sistem PAL memperbaikinya
0 0
dengan cara merubah fase dari sub carrier yang tegak lurus dari 90 ke 270
secara bergantian menurut garis-garis scanning.
Pada sistem PAL keseluruhan sinyal luminan dengan pulsa sinkronisasi
vertical, horizontal dan frekwensi carrier suara tidak terpengaruh dengan
adanya sinyal warna. Sinyal warna mempunyai dua jalur sisi yang melebar
dari frekwensi sub carrier 4,43361875 Mhz ke 5,5 Mhz untuk jalur sisi atas
dan 3,1 Mhz untuk jalur sisi bawah, terlihat bahwa jalur sisi tidak simetri
tetapi tidak akan berpengaruh pada pesawat penerima.

Video Carrier

Sub Carrier

Audio Carrier

Luminance

- 1,25 0 4,43361875 5,5 Mhz

Gambar 2.5 Tiga gelombang carrier dengan sideband

2.2 Jaringan Transmisi


Pengertian umum jaringan transmisi (pemancar) adalah gabungan dua atau lebih pemancar
televisi atau radio yang membentuk suatu jaringan untuk mentransmisikan program yang sama, dalam
suatu wilayah jangkauan terbatas. Dalam membentuk sebuah jaringan transmisi maka diperlukan
beberapa persyaratan teknik agar diperolah kualitas jaringan yang memenuhi Standar Internasional.
TEORI DASAR 9

2.2.1 Protection Ratio


CCIR (Consultative Committee for International Radio)
merekomendasikan untuk saluran yang sama (co-channel) dibutuhkan
perbandingan wanted to unwanted atau perbandingan desired to undesired
(D/U) > 45 dB, untuk saluran yang bersebelahan (adjacent channel) D/U > 6
dB, dalam hal perencanaan jaringan transmisi yang menggunakan saluran yang
sama (co-channel) dalam satu wilayah jangkauan siaran untuk mendapatkan
D/U >45 dB sesuai rekomendasi CCIR dengan cara menggeser frekuensi
carrier (offset frequency) dengan catatan pemancar mempunyai kestabilan
frekwensi pembawa ±500 Hz (non precission offset) atau ±1 Hz (precission
offset). Rekomendasi 418-3 CCIR untuk interferensi co-channel dapat dilihat
dalam tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Frekwensi carrier offset untuk system 625 garis


Offset 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
(multiples of 1/12 line freq)
Transmitter stability
±500 Hz 45 44 40 34 30 28 27 28 30 34 40 44 45
(non precission offset) dB
Transmitter stability
± 1 Hz 30 34 30 26 22 22 24 22 22 26 30 34 30
(precission offset) dB

Untuk saluran bersebelahan, misalnya pada saluran 34, 35 dan 36 maka


diperlukan :
D/U > 12 dB ( untuk saluran 35 ke saluran 36 )

D/U > 6 dB ( untuk saluran 35 ke saluran 34 )


Selain offset frekuensi terdapat beberapa cara untuk mendapatkan D/U seperti
yang direkomendasikan oleh CCIR yaitu:
a) Menggunakan tapis “RF” (30 dB) dengan menambahkan rangkaian RF
filter pada perangkat penerima (translator).
b) Antenna “diversity” (15 dB) dengan menyusun 2 atau lebih antenna
penerima (translator) secara vertical.
c) Antenna “directivity” (16 dB) dengan menambah elemen pengarah
pada antenna penerima (translator).
d) “Cross Polarization” (10 dB) dengan menggunakan polarisasi yang
berbeda (vertikal atau horizontal) pada posisi pemancar.
TEORI DASAR 10

2.2.2 Signal to Noise Ratio


Signal to Noise Ratio adalah perbandingan tegangan peak to peak dari
signal video dengan tegangan average noise { S (p-p) : N (rms) }.
Peak to peak signal video pada rangkaian demodulator terjadi perbaikan
(correction) untuk karakteristik VSB (Vestigal Side Band) maka peak to peak
signal menjadi 62,5 % dari √2 visual carrier.
S (p-p) = V - ½ . √2 . 0,625 (Volt)
S (p-p) = V – 20 Log ( ½ . √2 . 0,625 ) (dBV)
S (p-p) = V – 20 ( Log ½ + Log√2 + Log 0,625 ) (dBV)
S (p-p) = V – 20 ( -0,301 + 0,15 – 0,204 ) (dBV)
S (p-p) = V dBµV – 7 dB (dBµV) ………….... (1)

Average Noise Voltage pada input terminal translator adalah :

N (w) = K x T x B x F

Dimana : N (w) = besarnya noise dalam watt pada input terminal TV translator
23
K = konstanta ( 1.38 x 10 )
T 0 0
= 30 C Calvin = 303
B = bandwidth ( 5 MHz untuk system B&G )
F= Noise figure
N (dBw) = 10 Log ( 1.38 x 1023 x 303 x 5000000) + F
= - 136.8 + F (dBw) ..................................................... (2)

Hubungan antara tegangan (V) dan daya (W) pada impedance 50 Ohm input
terminal adalah:

N (w) = N2 (v) / 50

2
N (dBw) = 10 Log [ N (v) x (1/50) ]
= N dBµV - 137 (dBw) ……………………..............….. (3)

Dari persamaan (2) dan persamaan (3) tegangan input voltage TV translator
adalah :

N dBµV ≈ F (dBµV) .................................................... (4)

Dari persamaan (1) dan (4) maka S/N diperoleh :


S(p-p) / N (rms) = V dBµV – 7 – F (dB) ............................................... (5)
TEORI DASAR 11

Hubungan antara input voltage penerima dengan fieldstrength

V = ½ E . λ / π . √G . √ (R / 73) . 1/L (V) ............................................. (6)

2
= 20 Log½ E . 20Log (300. 10 /F . π) + 10Log G . (R / 73) + 20 Log (1/L)
= -6 + 20Log E + 39.6 – 20Log F + GdB – 1.64 – LdB
≈ 20 Log E – 20 Log F (MHz) + G dB – LdB + 32

V(dBµV) ≈ E(dBµV/m) – 20Log F(MHz) + G(dB) – L(dB) + 32(dBµV) ..(7)

Dimana : V = Receiving input voltage


E = Receiving input fieldstrenght
λ = Panjang gelombang
G = Gain antenna penerima
R = Antenna impedance
L = Loss kabel

Hubungan antara fieldstrength dengan S/N diperoleh dari distribusi persamaan


(7) dan persamaan (5) maka diperoleh :

S(p-p) / N(rms) = E(dBµV/m) – 20Log F(MHz) + G(dB) – L(dB) – F +

25(dBµV) .................................................................. (8)

Jaringan transmisi yang terdiri dari beberapa pemancar dapat


terhubung menggunakan microwave link, fiber optic, demodulator / transposer
dll. Untuk membentuk jaringan transmisi CCIR Report 944
merekomendasikan penggunaan Regular Latice Network dapat dijadikan
acuan untuk memenuhi standard Internasional dalam merencanakan jaringan
transmisi yang efiesien dalam penggunaan frekwensi bandwidth (9 kHz untuk
siaran AM, 100 atau 200 KHz untuk siaran audio FM 7 atau 8 MHz untuk
siaran Televisi)

2.2.3 Interferensi
Interferensi adalah signal yang tidak diinginkan (undesired)
mengganggu signal yang diinginkan (desired), gangguan ini akan mengurangi
kualitas reproduksi signal informasi. Pada dasarnya ada empat macam
interference yaitu :
a) Interference saluran yang sama (co-channel) dan saluran bersebelahan
(adjacent channel), pemakaian saluran yang sama atau bersebelahan oleh
TEORI DASAR 12

dua buah pemancar dapat menyebabkan gangguan, gangguan ini akan


tampak pada layar TV sebagai bentuk pola yang bergerak mendatar.
b) Interference “RF”, disebabkan oleh kelipatan frekuensi dari suatu
pemancar yang masuk ke saluran televisi, gangguan ini akan tampak
sebagai pola yang tidak beraturan.
c) “Man the impulsive interference”, disebabkan oleh loncatan listrik,
misalnya pengapian dalam suatu system kendaraan bermotor, kontak
listrik dll. Akan tampak pada layar televisi berupa bintik-bintik putih.
d) “Atmospheric noise interference”, disebabkan oleh Noise RF yang
ditimbulkan oleh petir akan tampak pada layar televisi berupa bintik-bintik
putih.

Dalam perencanaan suatu jaringan televisi apabila interferensi tidak


dapat dihindari maka harus diusahakan agar pengaruh yang timbul sekecil
mungkin yaitu dengan cara menerapkan perbandingan proteksi signal yang
diinginkan terhadap signal yang tidak diinginkan atau lebih dikenal dengan
“desired undesired” ( D/U Protection Ratio ).

2.3 Perambatan Gelombang Ruang Bebas


Perambatan gelombang dengan arah lurus tanpa hambatan dinamakan
gelombang ruang, gelombang radio akan merambat lurus dan mengarah ke angkasa
apabila antenna ditempatkan pada menara yang tinggi. Gelombang radio terdiri dari
medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus pada arah perambatan, di
ruang bebas daya (P) diradiasikan menyebar kesegala arah. Rapat daya radiasi adalah
berbanding terbalik dari kuadrat jarak dengan sumber radiasi isotropis yang menyebar
ke segala arah, dapat juga dituliskan sebagai berikut :

2 2
P = Pt : 4 π d ( W/m ) ............................................... (9)
Dimana Pt adalah daya pancar dan d adalah jarak

Kuat medan listrik pada titik pengukuran dalam volt per meter, hubungan antara kuat
medan listrik Eo dengan rapat daya adalah :
2
P = Eo / Z.................................................................. (10)

Dimana Z adalah impedansi karakteristik ruang.


TEORI DASAR 13

Seperti diketahui impedansi karakteristik ruang adalah√µ/c, dimana µ adalah


permeabilitas magnit dan c adalah permitivitas media.

Untuk ruang bebas


-6
µ = 1,26 x 10 H/m
-12
c = 8,85 x 10 F/m
Subtitusi kedua nilai diatas kedalam persamaan diperoleh : Z = √µ/c = 277 Ω (120π)
Gabungan dari persamaan (9) dan (10) dengan memasukkan nilai Z diperoleh :
2 2
Eo / Z = Pt / 4 π d
Eo2 = Z Pt / 4 π d2

Eo = √ (30 Pt) / d (V/m) ………………………………………… (11)


Persamaan tersebut menunjukkan kuat medan listrik Eo diruang bebas pada jarak d
dari sumber radiasi isotropis Pt yang memancar ke segala arah, untuk sumber radiasi
yang mempunyai perolehan daya persamaan (11) menjadi :
Eo = √ (30 Pt Gt) / d (V/m) …………………………………….. (12)
Dimana Gt tadalah perolehan daya antenna pada suatu arah dibandingkan dengan
sumber radiasi isotropis, antenna isotropis sangat berguna untuk pembanding pola
radiasi yang khusus dari suatu antenna yang rumit, tetapi pada kenyataannya antenna
isotropis tidak ada, bentuk antenna yang sederhana dalam praktek adalah “dipole”
setengah gelombang, yang mempunyai gain Gr = 2,1484 dB(1,64 kali) maka
persamaan (12) menjadi :
Eo = √ (30 Pt Gt Gr) / d
Eo = √ (30 x 1,64 Pt Gt) / d
Eo = 7 √ (Pt Gt) / d (V/m) ……………………………………… (13)

2.3.1 Line of Sight


Gelombang radio yang dapat diterima oleh pesawat penerima adalah
jumlah jarak horizon radio antenna pemancar dan antenna penerima, untuk
sebuah antenna dengan tinggi ht, jarak horizon radio diperoleh dari geometris
garis rambat dengan permukaan bumi. Dengan asumsi bahwa ht<< R, dimana
R adalah jari-jaribumi = 6400 km, jarak horizon radio dt sama dengan garis
rambat.
2 2 2
d t + R = (R + ht)
2 2
= R + 2R ht + H t = R2 + 2R ht (h2 diabaikan )
TEORI DASAR 14

maka dt = √2 R . √ht ………………………………… (14)


= √2 . √ 6400 . √ht

= 112 √ht (m) (km)


= 3,7 √ht (m) (km)

Pada kondisi atmosfer dibawah normal, index bias atmosfer berkurang


pada suatu ketinggian diatas permukaan bumi, yang berakibat pembelokan
gelombang radio kearah permukaan bumi, dengan demikian horizon radio
harus dimasukkan kedalam perhitungan dengan pertimbangan jari-jari bumi
yang dimodifikasi dengan factor K, walaupun demikian lengkungan relative
antara gelombang radio dan permukaan bumi tetap sama.
Faktor K mempunyai nilai rata-rata 1,33 pada temperature normal,
dengan demikian persamaan (14) dapat dirubah menjadi :
dt = √2 R . √ht . √ K

dt = 4,1 √ht (m) (km) …………………….. (15)

Gambar 2.6 Horizon Radio

2.3.2 Profil Diagram


Dalam menentukan titik pantul gelombang radio diperlukan suatu
diagram yang mewakili bentuk permukaan bumi, pada gambar (2.7 dan 2.8) AB
adalah garis bujur permukaan bumi CE bidang tangensial permukaan bumi pada
titik D dan DF jarak diukur sepanjang permukaan bumi : Sudut DOG kecil, DF
dapat dianggap sama dengan DG, GF = h adalah tinggi di titik
TEORI DASAR 15

F diukur sepanjang jari-jari bumi. Ka adalah jari-jari modifikasi, dimana a


adalah jari-jari sesungguhnya dan K = 4/3

Gambar 2.7 “Spherical Meridian” permukaan bumi

Dari segitiga DOG dapat diuraikan sebagai berikut :


2 2 2
(ka) + d = (ka + h)
2 2 2
= k a + 2ka h + h
2 = h (2 ka + h) = 2 ka h
d
(h dapat diabaikan dibandingkan dengan 2 ka)
Maka :
2 (m) ………………………………………. (16)
H = d / 2 ka

Untuk memudahkan dalam penggunaan diagram, skala tegak


diperbesar dengan perbandingan n yang kemudian dinamakan faktor
perbandingan skala, akibatnya apabila h’ jarak tegak yang mewakili suatu
panjang yang diketahui dan apabila h adalah jarak mendatar yang sesuai
dengan panjangnya maka akan diperoleh :
h’ = n.h
2 (17)
atau h’ = n.d / 2ka (m) ......................................................................
Dimana :
d = Jarak antara pemancar dengan penerima diukur tangensial terhadap permukaan bumi
a = Jari-jari permukaan bumi 6400 km
k = Koefisien dengan memasukkan faktor pembiasan / pembelokan pada atmosfer
n = Koefisien pertambahan skala tegak atau perbandingan skala
h’ = Ketinggian relatif tangensial terhadap titik penerima pada jarak d dari titik pemancar.
TEORI DASAR 16

Jika skala mendatar sudah ditentukan, misalnya dipilih 1 cm = 1 km, bila


n = 10 jarak 1 cm tegak akan mewakili 1/10 cm atau 100 meter. Tinggi relatif
pada permukaan bumi diwakili oleh jarak parabola (A’ D’ B’ pada gambar 2.8)
yang selanjutnya digambarkan sejajar keatas sesuai dengan skala tegak.

Gambar 2.8 Pendekatan parabola lengkungan bumi

Dalam praktek biasanya satu diagram permukaan dapat digunakan


untuk beberapa skala berbeda, yang penting adalah perbandingan antara skala
tegak h dan skala mendatar d diperoleh dari persamaan :

2 (18)
h1 / h2 = (d1 / d2) ..................................................................

2.3.3 Perambatan pada Permukaan Rata


Kuat medan listrik pada antenna penerima diperoleh dari dua jalur yaitu :
Gelombang langsung (direct wave) dengan panjang jangkauan Ro.
Gelombang pantul (reflected wave) r1 dan r2 pada satu titik permukaan
bumi dengan besaran sudut datang = sudut pantul.

Ro

r1
ht
hr

r2

Gambar 2.9 Gelombang langsung dan gelombang pantul


TEORI DASAR 17

Gelombang radio menuju ke penerima lewat gelombang langsung


berbeda dengan gelombang yang dipantulkan, dengan sudut fase sebagai

fungsi dari perbedaan panjang jangkauan. Apabila d >> ht dan hr, maka sudut
Ø sangat kecil oleh sebab itu sedikit sekali perubahan amplitudo dan fase dari
gambar 2.9 dapat diuraikan sebagai berikut :

Perbedaan jangkauan (r1+r2) – r0 = 2 ht. hr / d


Perbedaan fase Ø = (2 π ht hr / λ d )
dan E = 2E0 sin Ø
Dimana E0 adalah kuat medan gelombang langsung = 7√ (P.Gt) / d

Maka kuat medan E = 2 E0 . sin (2 π ht hr / λ d ) ................................... (19)

= 7√ (P.Gt) / d . 2 sin (2 π ht hr / λ d ) ………….. (20)


Dimana : ht = Tinggi antenna pemancar (m)
hr = Tinggi antenna penerima (m)
λ = Panjang gelombang (m)

DI R

ECT
W
AVE
REFL
E
CT
ED
W
A
V
E
RX ANTENNA AT

TV TX TV SET

Gambar 2.10 Ilustrasi gelombang langsung dan gelombang pantul pada pemancar tv

2.3.4 Fresnel Area


Dalam menghitung kuat medan listrik yang diterima, harus
diperhitungkan besarnya redaman yang diakibatkan terhalangnya daerah
fresnel berkas gelombang elektromagnetik oleh sebuah objek yang besar
(gedung, gunung, dsb) biasanya dalam pehitungan tersebut besarnya redaman
tergantung pada seberapa besar daerah fresnel pertama terhalang oleh objek
tersebut, yang kemudian dikenal dengan nama shadow loss.
TEORI DASAR 18

Pada permukaan yang berbentuk bola dengan titik pusat sumber S, kita
dapat menggambarkan lingkaran-lingkaran berurutan yang diperoleh oleh
persamaan-persamaan berikut :
r = r1 = r0 + λ / 2 ………………………………………………... (21)
r = r2 = r0 + λ
r = r3 = r0 + 3λ / 2
r = rn = r0 + n / λ

r1 r2 r3

Gambar 2.11 Lingkaran-lingkaran permukaan berkas gelombang

Lingkaran-lingkaran pada gambar diatas adalah merupakan berkas


gelombang yang dinamakan daerah fresnel, jari-jari daerah fresnel dapat
dihitung dengan menganggap bahwa titik sumber terletak pada jarak yang
jauh, pada gambar 2.12, r0 adalah jarak dari P ke O, r adalah jarak P ke
permukaan berkas gelombang dan R adalah jarak dari titik O ke permukaan
berkas gelombang. Dengan demikian dapat dihitung panjang r, r0 dan R
2 2 2
memakai persamaan r = r0 + R .

O
r

ro

Gambar 2.12 Perhitungan jari-jari permukaan berkas gelombang


TEORI DASAR 19

Pada gambar 2.13 dapat dilihat bahwa S adalah sumber, P adalah


penerima, r0 adalah jarak dari S ke P, r1 adalah daerah permukaan berkas
gelombang dan R adalah jari-jari lingkaran permukaan berkas gelombang.
Dengan demikian maka R dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

R = (λ x d1 x d2) / (d1 + d2) meter .................................................... (22)

r1
R
S ro P
d1 d2

Gambar 2.13 Perhitungan jari-jari daerah fresnel

2.4 Field Strength Secara Empirik


Metode empirik dalam perhitungan fieldstrenght dapat menggunakan metode
dari NHK Japan Broadcasting Corporation sebagai berikut:

Tanpa halangan antara titik pemancar dengan penerima


1. Di dalam daerah Line of Sight
d = 2 ka h
= 4.12 h (km)
a) Pada jarak dekat.

Kondisi d < 12 h1 h2 / (m)


Maka kuat medan listrik :
E = E0 x 2 x sin x Ls1
=7 (PG) / d x 2 sin ( 2 h1 h2) / d (v/m)

Dimana :
E = kuat medan listrik (v/m)
E0 = kuat medan listrik di ruang bebas (v/m)
TEORI DASAR 20

G = perolehan daya antenna pemancar (kali)


P = daya pemancar (w)
h1 = tinggi antenna pemancar (m)
h2 = tinggi antenna penerima (m)
= panjang gelombang (m)
Bila > 1500, ditentukan 2 sin = 1

b) Pada jarak jauh

Dengan 0.4 de > dm > 12 h1 h2 /


Dimana : de = radio horizon
= 4.12 ( h1 + h2 ) km
Pada kondisi 2 h1 h2 / d < 0.5 radian

2. Faktor koreksi untuk pola radiasi antenna tegak dan mendatar.


2 2
ERP = PG x Dh x Dv .............................................................. (23)

Dimana : Dh = Keterarahan mendatar


Dv = Keterarahan tegak

Terdapat halangan antara pemancar dengan penerima


1. Bila h1 dan h2 rendah dan halangan tinggi.

M
Hc

T H1 H R

h2
h1

d1 d2

Gambar 2.14 Halangan lebih tinggi dari h1 dan h2

Maka E = E0 x Lr x sL ....................................................................... (24)


TEORI DASAR 21

Dimana :
E0 = Kuat medan diruag bebas
= ( 7 PG) / d
Lt = Faktor pantulan di sisi pemancar
= 2 sin ( 2 h1 H1) / ( d1)
Lr = Faktor pantulan dari sisi penerima
= 2 sin ( 2 h2 H2) / ( d2)
sL = Redaman difraksi
=1/(2 U)

U = Clearence parameter ( Hc / rs )
Hc = Halangan tinggi
rs = daerah fresnel ( d1 d2 ) / (d1 + d2)
0
Bila > 150 , ditentukan 2 sin =1

2. Titik pemancar dan halangan tinggi dan saling berdekatan, titik penerima
rendah.

M
H1 Hc

T H
R
h1 h2

d1 d2

Gambar 2.15 Halangan lebih tinggi dari h1 dan h2, h1 berdekatan dengan penghalang

Dalam kasus ini faktor pemantulan di daerah pemancar dapat diabaikan


karena titik pemancar dan halangan tinggi.

Maka E = E0 x Lr x sL ....................................................................... (25)


TEORI DASAR 22

3. Titik penerima dan halangan tinggi dan saling berdekatan, titik pemancar
rendah.
M
R
H1 Hc h2

h1

d1 d2
Gambar 2.16 Halangan dan titik h2 tinggi dan berdekatan, h1 rendah

Dalam kasus ini faktor pemantulan di daerah penerima dapat diabaikan.

Maka E = E0 x Lt x sL ....................................................................... (26)

4. h1, h2 dan halangan tinggi.


M
T Hc R

h2

d1 d2

Gambar 2.17 Halangan, h1 dan h2 tinggi

Dalam kasus ini faktor pemantulan dapat diabaikan, jika hanya menghitung
redaman difraksi.
Maka E = E0 xsL ................................................................................. (27)
BAB III
UPGRADE DAN RELOKASI
TRANSMITTER

3.1 Sistem Transmitter Broadcast ANTV Jakarta


Sistem transmitter broadcast ANTV Jakarta mempergunakan sistem UHF
Transmitter yang dialokasikan untuk band V dengan channel 47 UHF, yaitu dengan
frekwensi 679,25 MHz. Dengan target wilayah coverage yang luas yaitu mencakup
wilayah JABODETABEK, Banten dan Pulau Seribu maka diperlukan power
transmitter yang besar pula untuk dapat memenuhi coverage tersebut. Oleh karena itu
pada kedua sistem transmitter digunakan teknologi IOT (Inductive Output Tube)
sebagai sistem power amplifiernya, pada sistem transmitter lama dialokasikan power
transmitter sebesar 80kW dan pada sistem transmitter baru diupgrade menjadi 120kW.
Kedua sistem transmitter mempergunakan sistem Common Amplification Transmitter
dimana carrier video dan audio diperkuat dalam suatu rangkaian penguat dan tidak
memerlukan combiner di output rangkaian untuk menggabungkan carrier video dan
audio.

3.1.1 Sistem Transmitter Comark


Sistem Transmitter Comark dengan power sebesar 80 kW adalah
merupakan transmitter (TX) analog dengan jenis Common Amplification
Transmitter. Transmitter ini memiliki 2 buah transmitter (V1 dan V2) yang di
combine pada sistem combiner magic tee, masing-masing TX memiliki power
amplifier (IOT dengan type 8404), driver dan juga excitter yang terpisah.
V1 dan V2 masing-masing menghasilkan power sebesar 40kW yang
kemudian di combine sehingga menghasilkan power sebesar 80kW. Kondisi
antara mode combine atau single transmitter dikontrol oleh transmitter main
control equipment atau dapat pula dikontrol secara terpisah melalui control
driver masing-masing TX. Mode tersebut dapat mempengaruhi kondisi Magic
Tee yang merupakan gerbang penyeimbang sinyal RF yang akan dilewatkan ke
bandpass filter.

23
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 24

Exciter Drive V1 IOT 1


V1
Upper Lower
Magic

Switch
BPF
Tee Frame

Exciter Drive V2 IOT 2


V2
Original RF System

Gambar 3.1 Blok diagram system transmitter Comark Original

RF System

Load
Load
5K 80 K Upper
Magic T
BandPass Filter

Switch Switch Frame Lower


( U-Link)

Load
3 dB Coupler 3 dB Coupler

3 dB Coupler BandPass Filter


Load

5K

Power Amplifier Cooling Power Amplifier


( IOT) System ( IOT)

TX 1 TX 2
Driver Driver

Excitter Audio Nicam Audio Nicam Excitter

Video
Video

Downlink Pointing
Audio Mono Audio Mono
to Palapa C2

Receiver A
VDA Audio Limiter Encoder
Receiver B
Demodulator Main Backup
ADA

Decoder Video Monitor Audio Monitor

Gambar 3.2 Blok diagram system transmitter Comark


UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 25

3.1.1.1 Inductive Output Tube ( IOT)


Power amplifier pada sistem transmitter Comark
memanfaatkan teknologi IOT (Inductive Output Tube) analog, dengan
merk EEV type IOT8404. IOT type ini mampu menghasilkan power
sebesar 44 kW peak sync vision plus 4.4 kW single carrier aural, type
ini dapat dioperasikan pada range frekwensi 470 – 810 MHz (Band IV
dan V) dalam single tube dan circuit.
Pengaturan setting frekwensi pada sistem ini
mempergunakan dua buah cavity yaitu input cavity dan output
cavity yang terdiri dari output primary cavity dan output secondary
cavity yang dapat di-tunning sesuai dengan frekwensi yang
diinginkan. Tunning frekwensi antara IOT pada V1 dan IOT pada
V2 harus ekivalen agar terjadi sinkronisasi phasa, apabila tidak
ekivalen maka akan mengakibatkan penurunan performa transmitter
pada saat posisi combine.
Pada sistem IOT ini mempergunakan sistem water
cooled (sirkulasi air) dan air cooled (sirkulasi udara) sebagai
pengkondisi temperatur, liquid cooler (campuran air murni
demineralisasi dan ethylene glycol dengan komposisi seimbang
(50:50) digunakan untuk mengkondisikan temperatur pada body dan
collector pada IOT, sedangkan sistem sirkulasi udara dipergunakan
untuk mengkondisikan temperatur cavities dan electron gun pada
IOT.

(a) (b)
Gambar 3.3 (a) IOT EEV 8404, (b) IOT EEV 8404 dengan cavities
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 26

Maximum output power pada single tube IOT 8404


(common amplification) adalah 28 kW peak sync vision + 2.8 kW
single carrier aural hingga 44 kW peak sync vision + 4.4 kW single
carrier aural. Output power maximum pada saat hanya vision saja
adalah 66 kW.

Tabel 3.1 Data karakteristik IOT EEV 8404


Frequency Range (MHz) 470 – 810
Power Gain (dB) 20 – 23
Beam Voltage (kV) 22 – 32
Output Power – vision only (kW) 66
Heater Voltage (Vdc) 6.25 – 7.0
Heater Current (A) 20 – 30
Electromagnet Voltage (V) 5.0 – 7.0
Electromagnet Current (A) 22 – 26
RF output 3 1/8 inc 50Ω coaxial line
Inlet Air Temperature ( 0C ) 60 max
Air Flow to Cavities and Cathode (m3 /min) 2.0
Water Inlet Temperature ( 0C ) 50
Water Outlet Temperature ( 0C ) 70
Net Weight (Kg) 27

3.1.1.2 Driver dan Excitter


Driver cabinet pada tiap-tiap TX pada sistem pemancar
Comark terdiri dari 1 buah Intermediate Power Amplifier (IPA)
yang dapat memberikan penguatan sebesar 200 W dan 4 buah
Power Amplifier (PA) dengan penguatan 200 W. Pada tiap-tiap PA
terdiri atas Upper Amplifier dan Lower Amplifier yang masing-
masing mempunyai penguatan sebesar 100 W.

Upper
Amplifi
er 100
W

Lower Amplifier
100 W

Gambar 3.4 Front panel Power Amplifier Comark 200W


UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 27

Penguatan daya pada sistem PA dan IPA memanfaatkan


teknologi rangkaian transistor SD1490 yang mampu memberikan
penguatan sebesar 35 W. Sistem driver mendapat input gain dari
exciter yaitu sekitar 20 dBm (100 mW) yang kemudian akan melalui
proses penguatan dan menghasilkan gain kurang lebih sekitar 38 dB
yang kemudian akan dikuatkan lagi oleh sistem HPA (IOT 8404).

Panel Meter

I PA 200 W

I P A 200 W
PA 200 W

PA 200 W
P A 200 W
PA 200 W

Excitter
PA 200 W

(a) (b)

Gambar 3.5 (a) Excitter system cabinet, (b) Driver system cabinet

Exciter pada transmitter Comark memiliki


beberapa modul sistem yang terhubung melalui interkoneksi,
dimana masing-masing modul memiliki fungsi yang sangat vital
dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Modul
sistem tersebut diinisialisasikan sebagai B1, B2, B3, B4 dan B6
yang masing-masing fungsinya dapat terlihat pada gambar 3.6.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 28

B6 – IF / RF CA Frequency Translation

B4 – FM Sound + Nicam

B3 – Luminance Regulator, IF Distributor

B2 – Video Processing

B1 – IF Modulator, Corrector & AGC

Front Panel

Gambar 3.6 Konfigurasi dan tata letak sub blok system pada exciter Comark

3.1.1.3 Bandpass Filter


Pada sistem transmitter comark mempergunakan
bandpass dielectric intermod filter system dimana sistem ini didesain
untuk dipergunakan dalam common amplification NTSC & CCIR
yang mempergunakan system IOT sebagai amplifiernya. Bandpass
filter type dielectric WR 1500 ini memiliki 7 tingkatan RF tunner
untuk pengaturan toleransi dan kondisi response untuk
menghasilkan level VSWR 1.04:1 atau lebih.

Gambar 3.7 Bandpass filter Dielectric type WR 1500


UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 29

Pada sistem bandpass filter diperlukan adanya isolation


yang baik untuk menghindari terjadinya interferensi internal yang
akan mengakibatkan losses yang besar.

Tabel 3.2 Data karakteristik Bandpass filter Dielectric type WR 1500

Frequency Range Ch. 20 – Ch. 56 UHF


Insertion Loss 0.23 dB max
Rejection >30 dB for all vision/sound
VSWR <1.05:1 from vision to sound carriers
Power Level 120 kW pk/sync vision with 12 kW sound
Isolation 70 dB
Interface Coax in all standard sizes is available

3.1.1.4 Combiner
Combiner pada sistem transmitter comark
mempergunakan Magic Tee Phaser / Combiner yang difungsikan
untuk menggabungkan output akhir dari dua amplifier. Pada sistem
magic tee terdapat 4 terminal, yaitu input 1, input 2, port H – plane
dan port E – plane. Pada port E – plane biasanya terhubung pada
reject load dan port H – plane adalah merupakan saluran utama
output dari magic tee.

Gambar 3.8 Terminal-terminal yang terdapat pada combiner – magic tee

Karakteristik magic tee adalah apabila terjadi kegagalan


pada salah satu terminal input maka magic tee akan membagi power
dari input ke port H – plane (output) dan ke port E – plane (reject
load), artinya dalam kondisi seperti ini maka power output yang
mengalir pada port H adalah ½ dari power input (-3dB). Tetapi
dengan mengkompensasikan phasa menjadi 900 phase shift pada
elemen phasing dielektrik yang terpasang di coupled arm, maka
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 30

karakteristik magic tee ini dapat teratasi. Dengan demikian seluruh


power akan dialirkan ke output port H – plane.

Tabel 3.3 Data karakteristik Combiner - Magic Tee

Frequency Range Any UHF TV Channel


Insertion Loss 0.1 dB max
Isolation
Input 1 – Input 2 35 dB nom
Output E – Ouput H 35 dB nom
Power Split 30 dB ± 0.15 dB max
VSWR 1.05 : 1 all ports nom

3.1.1.5 Antenna
Antena pada sistem pemancar Comark 80 kW ini
mempergunakan antena omni-directional skew-fire antenna system
dengan merk RFS type PHP64U4221. System antena ini memiliki
dua input yaitu Upper antenna dan Lower antenna dengan 64 panel
yang terbagi menjadi 4 sisi, dimana satu sisinya terdapat 16 panel
antena. Antena ini dirancang untuk dipasang pada top mounting
dengan ketinggian 200 – 220 meter. Konfigurasi power yang
didistribusikan pada tiap-tiap sisi panel memiliki nilai yang berbeda
yaitu pada sisi panel yang mengarah ke utara memiliki power 1
bagian, sisi panel yang mengarah ke selatan memiliki power 2
bagian, sisi panel yang mengarah ke barat memiliki power 2 bagian,
sisi panel yang mengarah ke timur memiliki power 4 bagian dari
total power yang didistribusikan dari transmitter, hal ini berkaitan
dengan kalkulasi coverage area.

PHP 64 U 4221

Panel antenna Horizontally Polarised


Jumlah Panel
Unequal Power Division
Power Ratio Sisi
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 31

Tabel 3.4 Data karakteristik antenna PHP64U4221

Model PHP64U4221
Operating Frequency Range E47 (678 – 686 MHz)
Polarisation Horizontal
Max Power Rating 80 kW peak sync into full antenna
Design Power Rating 1 x 80 kW peak sync analoque TV
Input Connector 2 x 6-1/8” EIA
Main Feeder Cable Pressurisation Test : 100 kPa (max)
Operating : 20 to 35 kPa (50 kPa Max)
Return Loss > 32 dB at vision carrier
Beam Tilt 0.80
Null Fill >25 % E/Emax at 1st Null
Temperature Operating -50 to +450 C
Total Weight of antenna componen 6015 kg approx
Tabel 3.5 Data karakteristik antenaPHP64U4221 dengan sistem

pemancar Comark 80 kW

Channel 47
Vision Carrier Frequency (MHz) 679,25
Horizontal Directivity (dBd) 4,3
Vertical Directivity 14,12
Internal Loss (dB) - 0,10
Antenna Gain (dBd) 18,42
Main Feeder Loss (dB) - 1,05
Switch Frame / Combiner Loss (dB) 0
System Gain (dBd) 17,27
Transmitter Power (KW) 80
Transmitter Power (dBW) 49,03
Maximum ERP (dBW) 66,30
Maximum ERP (KW) 4265,8
Beam Tilt 0.8 0

(a) (b) (c)


Gambar 3.9 Pengukuran Return Loss Antenna PHP64U4221 pada Ch.47 UHF
(a) Upper antenna RL terukur -22.9dB
(b) Lower antenna RL terukur -16.23 dB
(c) Combine Upper & Lower antenna terukur -25.01 dB
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 32

3.1.2 Sistem Transmitter Harris


Sistem Transmitter Harris dengan power sebesar 120 kW adalah
merupakan transmitter (TX) analog dengan jenis Common Amplification
Transmitter. Transmitter ini memiliki 2 buah transmitter (V1 dan V2) yang di
combine pada sistem combiner magic tee, masing-masing TX memiliki power
amplifier (IOT dengan type D3130W), driver dan juga excitter yang terpisah.
V1 dan V2 masing-masing menghasilkan power sebesar 60kW yang
kemudian di combine sehingga menghasilkan power sebesar 120kW. Kondisi
antara mode combine atau single transmitter dikontrol oleh transmitter main
control equipment atau dapat pula dikontrol secara terpisah melalui control
driver masing-masing TX.

Gambar 3.10 Mode RF system pada transmitter Harris

Pada prinsipnya transmitter Harris mempunyai sistem yang tidak jauh


berbeda dengan transmitter Comark hanya saja pada transmitter Harris
menghasilkan daya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan transmitter
Comark, disamping itu juga sistem pada Harris juga mempunyai sistem
tambahan untuk perubahan ke sistem pemancar televisi digital dan juga
terdapat sistem remote yang dapat dikontrol melalui pusat siaran yang terhubung secara
online (dapat mengirimkan informasi mengenai kondisi pemancar dan sistem penyiaran).
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 33

Gambar 3.11 Blok diagram sistem transmitter Harris dengan 2 PA

3.1.2.1 Inductive Output Tube (IOT)


Power amplifier pada sistem transmitter Harris
memanfaatkan teknologi IOT (Inductive Output Tube) analog,
dengan merk EEV type D3130W. IOT type ini mampu
menghasilkan power sebesar 77 kW peak sync vision plus 7.7 kW
single carrier aural, type ini dapat dioperasikan pada range
frekwensi 470 – 810 MHz (Band IV dan V) dalam single tube dan
circuit. Single tube IOT D3130W (common amplification) mampu
menghasilkan output power maximum pada saat hanya vision saja
adalah sebesar 88 kW.
Kelebihan IOT jenis ini adalah lebih mudah diinstal
pada sistem cavitynya karena IOT type ini termasuk dalam jenis
plug in tube IOT, IOT ini dapat pula dioperasikan sebagai analog
ataupun digital amplifier, tidak mengandung beryllium oxide yang beracun dan
berbahaya bagi kesehatan.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 34

Tabel 3.6 Data karakteristik IOT EEV D3130W

Frequency Range (MHz) 470 – 810


Power Gain (dB) 20.5 – 23
Beam Voltage (kV) 30 – 38
Output Power - vision only (kW) up to 88
Heater Voltage (Vdc) 5.75 – 7.0
Heater Current (A) 27 – 37
Electromagnet Voltage (V) 4.5 – 7.0
Electromagnet Current (A) 26 – 28
RF output 3 1/8 inc 50Ω coaxial line
Inlet Air Temperature ( 0C ) 60 max
Air Flow to Cavities and Cathode (m3 /min) 3.0
Water Inlet Temperature ( 0C ) 55
Water Outlet Temperature ( 0C ) 75
Net Weight (Kg) 28

(a) (b)
Gambar 3.12 (a) IOT EEV D3130W, (b) IOT EEV D3130W dengan cavities

3.1.2.2 Driver dan Excitter


Driver pada transmitter Harris terdapat dalam PA
cabinet Diamond drive, dimana pada cabinet tersebut terdapat PA
cabinet control, multimeter panel untuk IPA dan PA, SD – 1 driver
(linearizer), IPA power supply dan sistem HPA (IOT D3130W). Penguatan daya
pada IPA memanfaatkan teknologi rangkaian penguat kelas AB dengan
menggunakan solid state LDMOS dengan type MRF-373 yang mampu
memberikan penguatan hingga sebesar 50 W. Output yang dihasilkan oleh
penguatan tersebut adalah 41 dB.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 35

PA Pallet 1-6

Phase & Gain

Driver Pallet

Controller Board

PA Combiner board

Gambar 3.13 Susunan tata letak driver system

Gambar 3.14 Blok diagram driver system

Exciter pada transmitter Harris terdapat dalam Sigma Plus


Cabinet. Exciter ini memiliki beberapa modul sistem yang memiliki
fungsi yang sangat vital, modul sistem tersebut adalah :
o Modul Receiver Group Delay.
o Modul Video Processor and Differential Phase.
o Modul Modulator and SAW VSB Filter.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 36

o Modul Group Delay Corrector.


o Modul Aural & Visual Corrector.
o Modul Linearity Corrector.
o Modul Sound Modulator.
o Modul Up Converter.
o Modul Channel RF Distribution Amplifier.
o Modul IF Oscillator.
o Modul Local Oscillator RF Distribution Amplifier.
o Modul Local Oscillator Comb Line Filter.
o Modul Master Oscillator.
o Modul Channel Comb Filter.
o Modul Harmonic Generator.
o Modul Mixer/Up Converter.

Pada transmitter Harris terdapat 2 buah exciter yang


yang dapat doperasikan secara bergantian melalui exciter switcher.
Pada exciter switcher terdapat dua buah mode yaitu mode manual
dan mode auto. Mode auto biasanya dipergunakan agar exciter dapat
beroperasi secara redundan (bergantian secara otomatis).

Gambar 3.15 Tata letak Sigma Plus Cabinet dan PA Driver Cabinet
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 37

Gambar 3.16 Blok diagram exciter Harris

3.1.2.3 Bandpass Filter


Pada sistem transmitter Harris mempergunakan
bandpass filter Electronic Research (ERI) WF Series, dimana
bandpass filter ini merupakan dual mode high power bandpass filter
system yang dapat dioperasikan pada power diatas 240 kW pada
posisi combine.

Tabel 3.7 Data karakteristik bandpass filter ERI WF series

Frequency Range Ch. 41 – Ch. 69 UHF


Insertion Loss 0.15 – 0.20 dB
Rejection >30 dB for all vision/sound
VSWR <1.05:1 from vision to sound carriers
Power Level 240 kW pk/sync vision with 24 kW sound
Isolation 70 dB
Interface Coax in all standard sizes is available

Bandpass filter ini mempunyai bentuk circular


waveguide (tabung) dan terdiri dari 3 buah resonan cavity, pada tiap-
tiap cavity memiliki dua macam tunner yaitu tunner untuk merubah resonansi
dan tunner untuk merubah posisi coupling yang akan mempengaruhi response
filter. Bandwidth dan VSWR pada
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 38

filter dapat dirubah dengan merubah posisi tunner pada tiap-tiap


cavity, apabila tunner dipenetrasikan jauh kedalam cavity maka hal
ini akan memperbesar bandwidth filter namun sebaliknya akan
memperkecil VSWR filter

Gambar 3.17 Circular Waveguide bandpass filter dengan type dual modes

Diantara dua cavity terdapat slotted iris plates yang


dapat tune pada mode coupling. Perubahan posisi iris plate ini akan
mempengaruhi resonansi, bandwidth dan juga VSWR dari filter.
Posisi junction slot pada input dan output saling orthogonal satu
sama lain, hal ini untuk mengakomodir response filter agar didapat
response standard yang baik.

Gambar 3.18 Bentuk dan dimensi bandpass filter ERI type WF series
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 39

3.1.2.4 Combiner
Combiner pada sistem transmitter Harris juga
mempergunakan Magic Tee Phaser / Combiner seperti pada
transmitter Comark yang difungsikan untuk menggabungkan output
akhir dari dua amplifier. Sinyal pada output 3 dB Riblet Hybrid
adalah merupakan sinyal input pada Magic Tee, sinyal-sinyal
tersebut dapat terlihat dalam vektor-vektor pada gambar 3.19.
Output sinyal pada port 3 dan port 4 Riblet Hybrid terdiri atas
0
setengah power dari E1 (pada 0 ) ditambahkan setengah power dari
0 0
E2 (pada -90 ) sehingga menghasilkan combined signal pada -45 .
Pada system Riblet Hybrid terdapat sistem isolasi yang
mengisolasikan masing-masing port input sebesar 30-40 dB.
Sinyal yang terdapat port A pada Magic Tee adalah
merupakan hasil combine sinyal pada port C dan port B dengan
0
resultan phasa -45 . Sedangkan sinyal output pada port D adalah
0
nol (0) karena resultan phasa dari port C dan B menghasilkan 180
sehingga kedua sinyal saling meniadakan.

Gambar 3.19 Ilustrasi koneksi 3 dB Riblet Hybrid dan Magic Tee

Tabel 3.8 Data karakteristik combiner Magic Tee pada transmitter Harris
Frequency Range Any UHF TV Channel
Insertion Loss 0.1 dB max
Isolation
Input 1 – Input 2 35 dB nom
Output E – Ouput H 35 dB nom
Power Split 30 dB ± 0.15 dB max
VSWR 1.05 : 1 all ports nom
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 40

3.1.2.5 Antenna
Antena pada sistem pemancar Harris 120 kW ini
mempergunakan antena omni-directional skew-fire antenna sistem
dengan merk RFS type PHP48U2221. Sistem antena ini memiliki
dua input yaitu Upper antenna dan Lower antenna dengan 48 panel
yang terbagi menjadi 4 sisi, dimana satu sisinya terdapat 12 panel
antena. Antena ini dirancang untuk dipasang pada side mounting
dengan ketinggian 281.25 – 296.05 meter. Konfigurasi power yang
didistribusikan pada tiap-tiap sisi memiliki nilai yang sama kecuali
pada sisi yang mengarah ke utara, hal ini berkaitan dengan kalkulasi
coverage area.

PHP 48 U 2221 S

Panel antenna Horizontally Polarised


Jumlah Panel
Unequal Power Division
Power Ratio Sisi
Skew Fire Array

Tabel 3.9 Data karakteristik antenna PHP48U2221S


Model PHP48U2221S
Operating Frequency Range E47 (678 – 686 MHz)
Polarisation Horizontal
Max Power Rating 120 peak sync into full antenna
Design Power Rating 1 x 120 kW peak sync analoque TV
Input Connector 2 x 6-1/8” EIA
Main Feeder Cable Pressurisation Test : 100 kPa (max)
Operating : 10 to 35 kPa
Return Loss > 32 dB across operating channels
Beam Tilt 0.70
Null Fill >25 % E/Emax at 1st Null
Design Wind Speed 240 Kilometer per hour
Temperature Operating 00 to +400 C
Total Weight of antenna componen 2500 kg approx

Antena pada sistem ini telah disetting untuk bekerja


pada range frekwensi 678 – 686 MHz atau pada channel E47. Kode
model pada antena adalah merupakan identifikasi kinerja antena
tersebut. Sistem antena ini memiliki dua input (lower dan upper)
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 41

dimana masing- masing input mendistribusikan power dan phasa


yang sama. Kalkulasi loss pada kabel feeder diasumsikan kabel
feeder dengan panjang 320 meter (model HCA618-50J).

Tabel 3.10 Data karakteristik antenna PHP48U2221S dengan system


pemancar Harris 120 kW
Channel 47
Vision Carrier Frequency (MHz) 679,25
Horizontal Directivity (dBd) 2,82
Vertical Directivity 14,11
Internal Loss (dB) - 0,10
Antenna Gain (dBd) 16,93
Main Feeder Loss (dB) - 1,67
Switch Frame / Combiner Loss (dB) 0
System Gain (dBd) 15,16
Transmitter Power (KW) 120
Transmitter Power (dBW) 50,79
Maximum ERP (dBW) 65,95
Maximum ERP (KW) 3937,1
Beam Tilt 0.7 0

Sistem antena ini memiliki empat sisi skew fire array,


masing-masing sisinya adalah sisi A menghadap ke arah timur pada
0 0
90 T, sisi B menghadap ke arah selatan pada 180 T, sisi C
0
menghadap ke arah barat pada 270 T dan sisi D menghadap ke arah
0
utara pada 0 T.

Gambar 3.20 Ilustrasi arah antenna PHP48U2221S terpasang pada mounting tower
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 42

3.2 Perubahan Letak Ketinggian dan Posisi Antenna


Perubahan letak ketinggian antenna adalah merupakan faktor penting yang
mendukung tercapainya coverage area yang luas dan diharapkan mampu mengatasi
problem penyiaran seperti penerimaan yang kurang baik dan juga blank spot pada
wilayah-wilayah tertentu.
Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas penerimaan siaran, maka
ANTV merubah letak ketinggian antenna pemancar dari ketinggian level 200 meter
hingga 220 meter dengan altitude ±12 m dari permukaan laut (letak antenna pada top
mount), dirubah menjadi ketinggian pada level 281.25 meter hingga 296.05 meter
dengan altitude ±20 m (letak antenna pada side mount). Mengacu pada tata letak dan
juga pesatnya pembangunan gedung-gedung bertingkat di kota Jakarta yang umumnya
memiliki ketinggian rata-rata diatas 150 meter maka hal ini mulai mempengaruhi
rancangan dan rencana awal prediksi coverage area penyiaran.

220 m
20 m
200 m

Gambar 3.21 Perubahan letak ketinggian antenna kedua lokasi pemancar


UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 43

Dengan demikian maka diperlukan adanya perencanaan yang baru untuk dapat
memperbaiki coverage area, yang tentunya akan mendukung kualitas siaran sehingga
siaran dapat diterima dengan baik oleh audience. Jumlah panel antenna dan juga letak
kedudukan antenna pada tower pemancar adalah juga merupakan faktor yang
mempengaruhi pola pemancaran radiasi antenna.

Upper antenna

Upper antenna

Lower antenna
Lower antenna

(a) (b)

Gambar 3.22 (a) Posisi Lower dan Upper antenna pada sistem antenna PHP64U4221
(b) Posisi Lower dan Upper antenna pada sistem antenna PHP48U2221S
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 44

Antenna pada pemancar Comark memiliki 64 panel antenna yang terbagi


menjadi 4 sisi dengan konfigurasi 8 panel x 4 sisi sebagai upper antenna dan lower
antenna yang terpasang pada top mounting tower pemancar, sedangkan antenna pada
pemancar Harris memiliki 48 panel antenna yang terbagi menjadi 4 sisi dengan
konfigurasi 6 panel x 4 sisi sebagai upper antenna dan lower antenna dan terpasang
pada side mounting tower pemancar.

Panel antenna Panel Antenna

Distributor
Distributor

Frame antenna

Tower Mounting

(a) (b)

Gambar 3.23 (a) Posisi mounting dan arah antenna PHP64U4221


(b) Posisi mounting dan arah antenna PHP48U2221S

3.3 Perubahan Koordinat Lokasi Transmitter


Dengan perpindahan lokasi tower pemancar maka dengan demikian koordinat
lokasi pemancar akan berubah. Pada lokasi pemancar lama posisi koordinat terletak
pada LS : 060 12’ 45.00” dan BT : 1060 43’ 52.40” sedangkan posisi koordinat pada
lokasi pemancar baru terletak pada LS : 060 13’ 08.86” dan BT : 1060 43’ 49.79”.
Pertimbangan untuk perpindahan lokasi pemancar berkaitan dengan tinjauan tata kota
Jakarta, dimana pada arah pancaran tertentu pada lokasi pemancar lama terdapat
barrier berupa rangkaian gedung-gedung tinggi sehingga menyebabkan terjadinya
wilayah low radiation spot. Perpindahan lokasi titik pemancar adalah merupakan cara
yang paling efektif untuk mengatasi kondisi tersebut, disamping itu altitude pada
lokasi baru turut mendukung perbaikan sinyal pada wilayah low radiation spot.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 45

Gambar 3.24 Penentuan letak koordinat lokasi pemancar antv lama dengan menggunakan foto track
udara, didapat koordinat LS : 060 12’ 45.00” dan BT : 1060 43’ 52.40”.

Gambar 3.25 Penentuan letak koordinat lokasi pemancar antv baru dengan menggunakan foto track
udara, didapat koordinat LS : 060 13’ 08.86” dan BT : 1060 43’ 49.79”.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 46

3.3.1 Tinjauan Tata Kota


Tinjauan tata kota Jakarta berkaitan dengan perancangan dan prediksi
coverage area sangat-sangat diperlukan, untuk itu maka setidaknya setiap 5
tahun sekali harus kembali ditinjau dan diambil datanya untuk mengetahui
seberapa besar efektifitas coverage area. Kota Jakarta adalah kota yang
pertumbuhan pembangunannya cukup pesat sehingga setidaknya kurang lebih
40 gedung baru berdiri setiap jangka waktu 5 tahun.
Pada perancangan awal tahun 1995, coverage area pada pemancar
0 0
lama dengan koordinat lokasi LS : 06 12’ 45.00” dan BT : 106 43’ 52.40”
sudah dapat memenuhi kebutuhan pancaran sinyal dengan baik untuk wilayah
JABODETABEK dan pulau seribu. Namun pada pendataan fieldstrength pada
tahun 2005 terlihat adanya penurunan kualitas sinyal penyiaran pada beberapa
lokasi tertentu di wilayah terdekat jangkauan sinyal. Penurunan kualitas
penyiaran tersebut diindikasikan dengan hasil fieldstrength yang menurun dan
terjadinya noise dan ghost.

Wilayah kompleks
Apartemen Taman Anggrek
& Mall Ciputra

Lokasi pemancar ANTV lama

Lokasi pemancar ANTV baru

Wilayah kompleks
Gedung perkantoran,
Hotel dan Apartemen

Gambar 3.26 Beberapa lokasi barrier yang terdapat di kota Jakarta


UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 47

Berdasarkan tata letak beberapa barrier yang berupa gedung-gedung


bertingkat pada wilayah Jakarta, maka didapatkan bahwa titik-titik tertentu
yang terletak di belakang barrier mengalami penurunan sinyal yang
mengakibatkan kualitas siaran menjadi noise dan terjadi ghost. Pada gambar
3.27 wilayah yang mengalami ghost diinisialisasikan dengan lingkaran
berwarna merah dan wilayah yang mengalami noise dengan lingkaran
berwarna abu-abu.
Barrier pada wilayah ini berupa rangkaian gedung-gedung bertingkat
yang saling berdekatan dan memiliki ketinggian diatas 50 meter, sehingga
arah pancaran sinyal akan terhalang dan akan mengakibatkan pemantulan dan
dispersi. Kekuatan sinyal pada wilayah ghost dan noise memiliki fieldstrength
40 – 60 dBuV, sedangkan agar kualitas fieldstrength dapat diterima dengan
baik tanpa interferensi setidaknya minimal harus lebih dari 65 dBuV untuk
band V.

2.1 2.4 2.5 2.6


4.1 2.2 2.3 1.5 2.8
4.2 1.4
4.4 4.6 1.6 1.7 2.7
4.3 4.5 1.9 1.8
Antv 4.7 4.8 1.3
4.9 1.10 1.11
tower 4.10
7.8 1.21.1
4.11 4.12 3.10 5.13
7.9 3.13 3.9 5.12 5.11 6.4
7.7 7.6 3.11 3.8 5.9 5.10
3.12 5.8 6.6
3.7 6.3 6.1
5.7
7.4 3.1 3.6 5.6 6.5
7.5
3.2 3.5 5.5 6.8 6.2
7.1 3.3
7.2 3.4 5.4
7.3 5.3
5.2 5.1
6.7

Gambar 3.27 Pengaruh beberapa barrier berupa gedung-gedung bertingkat di kota Jakarta
terhadap fieldstrength.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 48

Tabel 3.11 Data wilayah siaran ANTV yang memiliki gangguan kualitas video ghost dan noise.

NO LOCATION LOCATION ANTV PICTURE CODE


UNDER MEASURE COORDINAT dBuV QUALITY NUMBER
0
1 TOMANG S: 06 .10’.52.5” 47 Ghost 4.7
E: 1060.47’.91.5”
2 GROGOL S: 060.09’.96.7” 50 Ghost 4.6
E: 1060.47’.64.9”
3 PETAMBURAN TANAH S: 060.11’20.1” 48 Ghost 4.8
ABANG E: 1060.48’.49.3”
4 MENTENG S: 060.11’.86.3” 54 Ghost 1.3
E: 1060.49’.61.7”
5 SENEN S: 060.10’.28.1” 53 Ghost 1.1
E: 1060.50’.29.9”
6 CIKINI S: 060.11’.82.5” 51 Ghost 1.2
E: 1060.50’.36.0”
7 TEBET S: 060.13’.54.0” 57 Ghost 3.9
E: 1060.51’.42.2”
8 MANGGARAI S: 060.12’.76.3” 45 Ghost 3.10
E: 1060.51’.22.9”
9 MAMPANG PRAPATAN S: 060.14’.46.9” 45 Ghost 3.8
E: 1060.48’.62.4”
10 PLUIT / PEJAGALAN S: 060.10’.52.50” 56 Noise 2.3
E: 1060.47’.91.5”
11 CILINCING S: 060.10’.52.50” 45 Noise 2.6
E: 1060.47’.91.5”
12 KELAPA GADING S: 060.10’.52.50” 50 Noise 2.7
E: 1060.47’.91.5”
13 SUNTER S: 060.10’.52.50” 50 Noise 2.8
E: 1060.47’.91.5”

3.3.2 Tinjauan Prediksi Propagasi


Propagasi maksimum dan wilayah jangkauan siaran dibatasi oleh garis
contour terluar wilayah dari group saluran frekwensi dan diukur 10 meter dari
permukaan tanah tidak boleh lebih besar dari +70 dBuV/m pada band V,
aturan ini dibuat untuk mencegah interferensi dengan garis contour terluar
wilayah jangkauan dari group saluran frekwensi yang lain.
Sedangkan pada wilayah propagasi dalam keadaan penerimaan pada input antenna
penerima tanpa interferensi (dari pemancar televisi yang lain) dan noise yang dibuat oleh
manusia maka median fieldstrength tidak boleh kurang dari +67dBuV/m (band V), akan
memberikan kualitas penerimaan informasi yang memuaskan. Prediksi propagasi merupakan
langkah penting yang harus dikalkulasikan dengan cermat, prediksi propagasi berkaitan erat
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi coverage antara lain :
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 49

Ketinggian lokasi pemancar


Ketinggian lokasi pemancar sangat menentukan jarak coverage area,
karena hal ini berkaitan dengan jarak pancaran terhadap radio horizon.
Sinyal UHF tidak akan dapat diterima jika melewati wilayah radio
horizon (D = 4.76 √ h (m) )
1. Wilayah radio horizon pada pemancar lama.
Ketinggian antenna = 220 m , altitude = 12 m
D = 4.76 √232 m
= 72.502 km
2. Wilayah radio horizon pada pemancar baru.
Ketinggian antenna = 296.05 m , altitude = 20 m
D = 4.76 √316.05 m
= 84.622 km

Effective Radiated Power (ERP)


ERP adalah radiasi effektif yang dipancarkan oleh transmitter
setelah dikurangi dengan losses.
ERP = TX Power + Antenna Gain – Losses
1. ERP pada pemancar lama.
ERP = 80 kW + 18.42 dBd – 1.15 dB
= 49.03 dBw + 17.27 dBd
= 66.30 dBw → 4265.8 kW
2. ERP pada pemancar baru.
ERP = 120 kW + 16.93 dBd – 1.77 dB
= 50.79 dBw + 15.16 dBd
= 65.95 dBw → 3935.8 kW

Antenna Penerima
Type dan installasi antenna penerima rumahan juga sangat berperan dalam
penerimaan sinyal, installasi system antenna penerima yang salah akan mengakibatkan
penerimaan sinyal menjadi buruk.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 50

Propagation Loss
Propagation loss bisa sangat mempengaruhi kualitas pancaran
siaran, gunung, gedung-gedung, pepohonan dll dapat mengurangi sinyal
pancaran sebesar ± 20 dB. Sedangkan redaman ruang bebas (free space
loss) juga berpengaruh terhadap hasil fieldstrength. Lo = 20 log 4π + 20
log d – 20 log λ
1. Free space loss (Lo) pada pemancar lama.
Lo = 20 log 4π + 20 log d – 20 log λ
3
= 20 log 4π + 20 log 70.6 x 10 – 20 log 0.44
= 21.984 dB + 96.97 dB + 7.13dB
= 126.084 dB
2. Free space loss (Lo) pada pemancar baru.
Lo = 20 log 4π + 20 log d – 20 log λ
3
= 20 log 4π + 20 log 81.9 x 10 – 20 log 0.44
= 21.984 dB + 98.26 dB + 7.13dB
= 127.379 dB

3.4 Metode Prediksi Coverage Area


Metode prediksi coverage digunakan untuk memprediksi dan memproyeksi
spesifikasi system pemancar dengan kondisi area yang akan di cover. Dalam kasus ini
metode yang digunakan adalah metode computer prediction yang menggunakan data-
data kontur dan statistik area yang diproyeksikan secara digital.

3.4.1 Tinjauan Coverage Area Kedua Transmitter


Coverage area yang dirancang untuk kedua transmitter memiliki
perbedaan satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan karakteristik
dan performance system pemancar. Coverage area berkaitan dengan bentuk
pattern antenna yang dihasilkan oleh kedua sistem. Dalam computer (EDX)
calculations akan terlihat kontur bumi yang akan diprediksikan sebagai
coverage area akan diproyeksikan dengan pattern antenna, sehingga akan terlihat prediksi
area dengan wilayah fieldstrength yang berbeda berdasarkan jarak dari titik pemancar.
UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 51

Tinjauan Coverage Area Transmitter Comark
Pada sisi yang mengarah ke utara memiliki power 1 bagian, sisi
yang mengarah ke selatan memiliki power 2 bagian, sisi yang mengarah
ke barat memiliki power 2 bagian, sisi yang mengarah ke timur memiliki
power 4 bagian dari total power yang didistribusikan dari transmitter, hal
ini berkaitan dengan kalkulasi coverage area.

Gambar 3.28 Horizontal radiation pattern antenna PHP64U4221 Transmitter Comark.

Gambar 3.29 Vertical radiation pattern antenna PHP64U4221 Transmitter Comark


UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 52

Gambar 3.30 Prediction coverage map system transmitter Comark


UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 53

Tinjauan Coverage Area Transmitter Harris
Pada sisi yang mengarah ke utara memiliki power 1 bagian, sisi
yang mengarah ke selatan memiliki power 2 bagian, sisi yang mengarah
ke barat memiliki power 2 bagian, sisi yang mengarah ke timur memiliki
power 2 bagian dari total power yang didistribusikan dari transmitter.

Gambar 3.31 Horizontal radiation pattern antenna PHP48U2221 Transmitter Harris.

Gambar 3.32 Vertical radiation pattern antenna PHP48U2221 Transmitter Harris


UPGRADE DAN RELOKASI TRANSMITTER 54

Gambar 3.33 Prediction coverage map system transmitter Harris


BAB IV
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR
DALAM PENINGKATAN PERFORMANSI

Pada bab ini akan dibahas analisa performansi sistem pemancar Harris yang
berkaitan dengan perubahan beberapa parameter yaitu perubahan ketinggian altitude,
ketinggian letak antenna pemancar dan juga perubahan letak koordinat pemancar.
Analisa performansi akan dilihat dari hasil akhir perubahan signalstrength yang
didapatkan dari pengukuran sebelum dan sesudah perubahan sistem.

4.1 Latar Belakang Teknis

4.1.1 Kondisi Sistem Pemancar Lama (Comark)


Kondisi dan performansi sistem pemancar lama (Comark) memiliki
faktor efisiensi dan waktu pakai maksimal kurang lebih 10 tahun, oleh karena
itu pada saat waktu pakai maksimal sudah tercapai maka akibatnya
efisiensinya akan menurun pula. Pada saat beroperasi normal (mode combine)
pada tahun 2005-2006 kondisi pemancar dapat beroperasi dengan power
maksimal 50 kW dengan ERP 64.26 dBw ( 2666.85 kW).
Menurunnya kondisi performansi pemancar Comark berkaitan dengan
banyak hal diantaranya adalah kerusakan dan gangguan pada sistem power
amplifier, menurunnya kemampuan penguatan pada IOT dan lain-lain.

4.1.2 Kondisi Sistem Pemancar Baru (Harris)


Pemancar baru Harris dengan sistem yang relatif masih baru tentu akan
dapat beroperasi dengan maksimal sehingga performansinya dapat mencapai
level 100% berdasarkan spesifikasinya. Namun hal ini tentunya tidak dapat
secara konsekwensi dijalankan karena akan memperpendek usia sistem, oleh
karena itu pada saat beroperasi hingga saat ini hanya hingga level 95%. Pada
mode combine kondisi pemancar dioperasikan dengan power 120 kW dengan
ERP 65.95 dBw (3935.8 kW).

55
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 56

4.1.3 Data Statistik Signal Strength Kedua Pemancar

Jakarta Utara

Tabel 4.1 Data signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Utara

OLD NEW
NO LOCATION LOCATION dBuV dBuV Distance

UNDER MEASURE COORDINAT dBuV/m dBuV/m From Station

1 KAMAL S: 060 05.700' 68 70 13.20


DADAP E: 1060 42.609' 86 89
2 KAPUK S: 060 07.834' 65 68 9.18
E: 1060 44.740' 83 85
3 PLUIT/PEJAGALAN S: 060 06.929' 56 64 12.50
E: 1060 47.440' 74 81
4 PENJARINGAN S: 060 07.487' 66 70 10.36
PLB. S. KELAPA E: 1060 48.590' 84 88
5 ANCOL-TJ. PRIOK S: 060 06.823' 62 68 19.10
E: 1060 52.422' 80 84
6 CILINCING S: 060 06.370' 45 64 24.90
E: 1060 55.838' 63 80
7 KELAPA GADING S: 060 09.337' 50 66 20.70
E: 1060 54.622' 68 84
8 SUNTER S: 060 08.392' 50 67 18.50
E: 1060 53.005' 68 85

90
85
80
75
68 70 68 67
70 6870 66
65 66 62
64 64
dBuV
65

60 56

55 50 50

50 45
45
40
35
30
Kamal Kapuk / Ancol Cilincing Kelapa Sunter
Pluit Penjaringan
Tj
Dadap Pejagalan / Gading
.
Priok

Location

Gambar 4.1 Grafik kondisi signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Utara
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 57

Jakarta Selatan

Tabel 4.2 Data signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Selatan

OLD NEW
NO LOCATION LOCATION dBuV dBuV Distance
UNDER MEASURE COORDINAT dBuV/m dBuV/m From Station
0
1 CILANDAK BARAT S: 06 17.557' 66 72 6.10
E :1060 47.626' 84 91
2 PONDOK LABU S: 060 18.432' 62 65 7.33
E: 1060 47.607' 80 83
3 LIMO S: 06 20.397' 74 84 8.52
KEL. GANDUL E: 1060 47.608' 92 102
4 JAGAKARSA S: 060 19.619' 57 70 8.52
E: 1060 48.919' 75 88
5 LENTENG AGUNG S: 060 19.661' 62 75 9.23
E: 1060 50.005' 80 93
6 PASAR MINGGU S: 060 71.216' 65 78 7.84
E: 1060 50.362' 83 96
7 KALIBATA S: 060 05.331' 58 68 7.29
E: 1060 50.752' 76 86
8 TEBET S: 060 13.540' 57 61 7.51
E: 1060 51.422' 75 79
9 MANGGARAI S: 060 12.763' 45 64 7.28
E: 1060 51.229' 63 82
10 MAMPANG PRAPATAN S: 060 14.469' 45 66 5.00
E: 1060 48.624' 63 84
11 TAMAN PURING S: 060 14.535' 76 84 3.91
E: 1060 47.392' 94 103
12 KEBAYORAN LAMA S: 060 14.389' 65 78 3.44
E: 1060 46.937' 83 96
13 RAWA SIMPRUG S: 060 13.640' 75 82 3.56
E: 1060 47.376' 93 113

84
90 84 82
85 78 78
80 72 74 75
76
75

70
75

70 68
66 65 65 64 66 65

dBuV 65
62

62
58 61

60 5 5
7 7

55
50 45 45

45
40
35
30
CilandakPondok JagakarsaLenteng Kalibata ManggaraiMampang Kebayoran
Limo Pasar Tebet Taman Rawa

Barat Labu (gandul) Minggu Puring Simprug


Agung

Prapatan Lama

Location

Gambar 4.2 Grafik kondisi signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Selatan
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 58
Jakarta Pusat

Tabel 4.3 Data signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Pusat

OLD NEW
NO LOCATION LOCATION dBuV dBuV Distance
UNDER MEASURE COORDINAT dBuV/m dBuV/m From Station

1 MENTENG S: 060 27.072' 54 62 5.73


E: 1060 28.807' 72 80
2 SENEN S: 060 27.072' 53 70 6.81
E: 1060 28.807' 81 88
3 GAMBIR S: 060 27.072' 65 74 6.62
E: 1060 28.807' 83 92
4 GLODOG S: 060 27.072' 58 66 6.30
E: 1060 28.807' 76 84
5 SAWAH BESAR S: 060 27.072' 54 67 6.49
E: 1060 28.807' 72 85
6 KEMAYORAN S: 060 27.072' 60 65 7.87
E: 1060 28.807' 78 83
7 CEMPAKA PUTIH S: 060 27.072' 55 63 8.76
E: 1060 28.807' 73 82
8 JOHAR BARU S: 060 27.072' 67 73 7.62
E: 1060 28.807' 85 91
9 SALEMBA S: 060 27.072' 52 62 7.37
E: 1060 28.807' 70 80
10 CIKINI S: 060 27.072' 51 64 6.47
E: 1060 28.807' 69 82
11 SENAYAN S: 060 27.072' 75 80 4.18
E: 1060 28.807' 93 98

90
85 80

80 74 73 75
75 70
70 62 65 66 67 65 63 67 62 64

dBuV 65

58 60
60 54 53 54 55 52
55 51

50

45
40
35
30
Kemayoran Cempaka
Baru
Menteng SenenGambir Glodog Sawah Johar Salemba Cikini Senayan
Besar Putih

Location

Gambar 4.3 Grafik kondisi signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Pusat
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 59

Jakarta Timur

Tabel 4.4 Data signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Timur

OLD NEW
NO LOCATION LOCATION dBuV dBuV Distance
UNDER MEASURE COORDINAT dBuV/m dBuV/m From Station

1 TAMAN BKT. CIBUBUR S: 060 22.133' 60 64 13.30


E: 1060 53.399' 78 82
2 CIRACAS S: 060 20.599' 64 72 12.10
E: 1060 53.149' 82 90
3 CIPAYUNG S: 06 18.995' 64 70 11.40
E: 1060 53.491' 82 88
4 KAMP. RAMBUTAN S: 060 18.503' 70 74 9.99
E: 1060 52.089' 88 92
5 CONDET S: 060 16.914' 69 72 8.75
BATU AMPAR E: 1060 51.623' 87 91
6 HALIM S: 060 15.887' 64 68 9.03
E: 1060 52.416' 82 86
7 CILILITAN S: 060 15.415' 67 70 9.46
E: 1060 53.027' 85 88
8 CAWANG S: 060 14.337' 52 69 9.46
0
E: 106 53.284' 70 79
9 DUREN SAWIT S: 060 14.780' 60 66 11.30
E: 1060 55.104' 78 84
10 PD. KELAPA S: 060 13.856' 54 63 9.32
E: 1060 55.725' 72 81
11 KLENDER S: 060 13.447' 54 62 12.00
E: 1060 55.968' 72 80
12 JATI NEGARA S: 060 12.407' 62 69 10.20
E: 1060 54.145' 80 87
13 RAWA MANGUN S: 060 11.968' 61 69 9.48
E: 1060 53.412' 79 88

90
85
80 72 74 72
75
70 70 69 70
68 69 69 69
70 66
67

65 63 62 62
dBuV
64 64 64 64

61
60 60

60
52 54 54
55
50
45
40
35
30
Cibubur Kp Condet Halim Cililitan Cawang Duren Pondok Klender Jatinegara
CiracasCipayung
Rambutan Batu Sawit Kelapa Rawamangun
.
Ampar

Location

Gambar 4.4 Grafik kondisi signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Timur
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 60

Jakarta Barat

Tabel 4.5 Data signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Barat

OLD NEW
NO LOCATION LOCATION dBuV dBuV Distance
UNDER MEASURE COORDINAT From Station
dBuV/m dBuV/m

1 DURI KOSAMBI S: 060 10.311' 76 100 4.48


E: 1060 43.601' 94 118
2 CENGKARENG S: 060 09.237' 65 96 6.66
E: 1060 43.033' 83 114
3 KALIDERES S: 060 09.074' 82 112 7.51
E: 1060 42.151' 100 130
4 CENGKARENG BARAT S: 060 08.700' 71 112 7.46
E: 1060 43.731' 89 131
5 JELAMBAR S: 060 08.645' 63 89 9.29
E: 1060 46.860' 81 107
6 GROGOL S: 060 09.967' 50 65 8.56
E: 1060 47.649' 71 83
7 TOMANG S: 060 10.525' 47 60 8.41
E: 1060 47.915' 68 78
8 PETAMBURAN S: 060 11.201' 48 62 8.88
TANAH ABANG E: 1060 48.493' 66 80
9 KEMANGGISAN S: 060 11.396' 75 98 6.87
E: 1060 47.402' 93 116
10 KEBONJERUK S: 060 11.836' 79 114 4.26
E: 1060 46.056' 95 132
11 MERUYA S: 060 11.812' 75 114 2.02
E: 1060 44.539' 93 133
12 KEMBANGAN S: 060 10.378' 73 112 4.48
E: 1060 44.530' 91 130

115 112 112 114 114 112

110
105 100 96 98
100
95 89
90 82
85 79
76
80 71 75 75 73
dBuV

75

70 65 63 65 62
65 60
60
55 50 47 48
50
45
40
35
30
Duri Cengkareng Cengkareng GrogolTomang Petamburan KebonMeruya Kembangan

Jeruk

Kosambi Kemanggisan
Kalideres Jelambar

Barat Tanah
Abang

Location

Gambar 4.5 Grafik kondisi signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Barat
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 61

Tangerang

Tabel 4.6 Data signalstrength siaran ANTV wilayah Jakarta Tangerang

OLD NEW
NO LOCATION LOCATION dBuV dBuV Distance
UNDER MEASURE COORDINAT dBuV/m dBuV/m From Station

1 CIPUTAT S: 060 18.861 70 74 6.32


E: 1060 45.329' 88 92
2 CIREUNDEU S: 060 19.438' 67 72 7.02
E: 1060 45.905' 85 90
3 PAMULANG S: 06 20.676' 63 88 7.98
E: 1060 44.082' 81 106
4 BUMI SERP. DAMAI S: 060 17.038' 77 82 5.91
E: 1060 39.885' 95 100
5 LEGOK S: 060 16.885' 76 84 7.07
E: 1060 38.201 94 102
6 GADING SERPONG S: 06014.059' 67 80 6.13
E: 1060 37.921' 85 98
7 LIPPO KARAWACI S: 060 13.517' 82 93 7.23
E: 1060 36.704' 100 111
8 CIKUPA S: 060 12.113' 68 84 12.50
E: 1060 31.353 86 103
9 PASAR KEMIS S: 060 10.866' 71 80 18.42
E: 1060 31.777' 89 98
10 GEMBOR S: 060 11.111' 70 83 9.22
E: 1060 34.409' 88 101
11 JATI UWUNG S: 060 11.351' 67 79 7.50
E: 1060 35.873 85 97
12 CILEDUG S: 060 13.439' 74 112 1.52
E: 1060 42.585' 92 130

115 112
110

105
100 93
95
88
90 84 84 83
82 82
85 80 80 79
80 74 72
77
76
74
dBuV

75 70 71

70
6
8
70
67 67 67

63
65

60
55
50
45
40
35
30
Ciputat CireundeuPamulang BSD Legok Gading Lippo Cikupa Pasar Gembor Jati Ciledug

SerpongKarawaci Kemis Uwung

Location

Gambar 4.6 Grafik kondisi signalstrength siaran ANTV wilayah Tangerang


ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 62

Bekasi

Tabel 4.7 Data signalstrength siaran ANTV wilayah Bekasi

OLD NEW
NO LOCATION LOCATION dBuV dBuV Distance
UNDER MEASURE COORDINAT From Station
dBuV/m dBuV/m

1 CIKAMPEK S: 060 27.072' 36 64 46.90


E: 1060 28.807' 54 77
2 CIBITUNG S: 060 16.775' 55 65 21.10
E: 1060 04.714' 73 83
3 TAMBUN S: 06 16.152' 53 64 19.20
E: 1060 02.935' 71 82
4 BANTAR GEBANG S: 060 17.759' 61 71 18.50
E: 1060 01.812' 79 89
5 BEKASI TIMUR S: 060 15.642' 58 70 17.30
E: 1060 01.057' 76 88
6 BEKASI UTARA S: 060 15.262' 61 70 16.20
E: 1060 59.952' 79 89
7 BEKASI SELATAN S: 060 16.468' 58 70 15.70
E: 1060 59.211' 76 89
8 BEKASI BARAT S: 060 14.959' 58 70 14.40
E: 1060 58.187' 76 88
9 JATI ASIH S: 060 17.533' 58 72 14.30
E: 1060 57.479' 76 90
10 PONDOK GEDE S: 060 17.039' 65 76 11.50
E: 1060 54.610' 83 94
11 JATI WARINGIN S: 060 15.373' 51 65 10.80
E: 1060 54.464' 69 83

90
85
80 76
75 71 70 70 70 70 72

70 65 65 65
64 64
65 61 58 61 58 58 58
dBuV 60 55 53
55 51
50
45
40 36
35
30
Cikampek Cibitung Tambun Bantar Bekasi Bekasi Bekasi Bekasi Asih Pondok
Jati Jati
GebangTimur Utara SelatanBarat GedeWaringin

Location

Gambar 4.7 Grafik kondisi signalstrength siaran ANTV wilayah Bekasi


ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 63

Bogor

Tabel 4.8 Data signalstrength siaran ANTV wilayah Bogor

OLD NEW
NO LOCATION LOCATION dBuV dBuV Distance
UNDER MEASURE COORDINAT dBuV/m dBuV/m From Station

1 CIAWI BARAT S: 060 37.961 54 63 25.90


E: 1060 50.409' 72 81
2 PUNCAK PASS S: 060 42.009 35 55 32.90
E: 1060 59.234' 53 73
3 BOGOR KOTA S: 06 35.675' 48 67 23.30
E: 1060 48.273' 66 85
4 CIBINONG S: 060 29.677' 53 70 18.20
E: 1060 50.701' 71 88
5 CITEUREUP S: 060 29.128 43 67 18.40
E: 1060 52.470' 61 85
6 GUNUNG PUTRI S: 060 28.082' 57 69 18.00
E: 1060 53.382 75 87
7 CILEUNGSI S: 060 24.690' 54 76 18.20
E: 1060 57.689' 72 94

90
85
80 76

75 70 69

70 67 67
65 63

dBuV 60 54 55 57 54
53
55

48
50
45 43

40 35

35
30

Ciawi Puncak Bogor Cibinong Citeureup Gunung Cileungsi

Barat Kota
Pass Putri
Location

Gambar 4.8 Grafik kondisi signalstrength siaran ANTV wilayah Bogor


ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 64

4.1.4 Implementasi Pengukuran Signalstrength


Pengukuran signalstrength dilaksanakan dengan membagi 8 wilayah
regional pengukuran yaitu : wilayah Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta
Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Tangerang, Bekasi dan Bogor dimana
keseluruhan lokasi koordinat titik pengukuran adalah sebanyak 87 titik
koordinat. Pembagian wilayah tersebut dimaksudkan untuk mempermudah
prediksi barrier yang terdapat pada wilayah tersebut berdasarkan tata kota
masing-masing wilayah.
Pengukuran signalstrength dilakukan dengan menggunakan Monitor
Fieldstrength Meter Promax type MC-477C (UHF range 455 – 856 MHz),
antenna Yagi dengan 10 elemen, adjustable stick (dapat diatur dengan
ketinggian 3m, 5m dan 9m), coaxial cable 50 Ohm, GPS (Garmin), Spectrum
Analizer dan kompas.
Pada tiap-tiap wilayah koordinat pengukuran dilakukan pengukuran
dengan variasi ketinggian antenna pengukuran yaitu diukur pada ketinggian 3
meter, 5 meter dan 9 meter, selain itu dilakukan variasi pergeseren letak
antenna pengukuran yaitu 3 meter dan 5 meter ke kanan dan kekiri titik acuan.
Perubahan variasi ketinggian dan letak pengukuran tersebut dimaksudkan
untuk mengetahui range signalstrength pada wilayah koordinat tersebut,
kemudian data yang diambil sebagai data signalstrength adalah level terendah
dari range tersebut.

4.1.5 Data Performansi


Performansi pada pemancar Comark dan Harris dapat terlihat dari hasil
signalstrength pada lokasi dan koordinat tertentu. Kondisi pemancar pada saat pengukuran
diasumsikan berdasarkan kondisi daya pancar dan ERP terakhir pemancar. Performansi
pemancar Comark dengan daya pancar 50 kW dan ERP 64.26 dBw (2666.85 kW) secara
keseluruhan berdasarkan 87 titik pengukuran terukur bahwa signalstrength terbesar adalah
82 dBuV dan terkecil adalah 35 dBuV. Sedangkan performansi pemancar Harris dengan daya
pancar 120 kW dan ERP 65.95 dBw (3935.8 kW) secara keseluruhan berdasarkan 87 titik
pengukuran terukur bahwa signalstrength terbesar adalah 114 dBuV dan terkecil adalah 55
dBuV.
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 65

Dengan demikian dapat terlihat bahwa pada level tertinggi, pemancar


Harris memiliki performansi signalstrength lebih besar 32 dBuV dibandingkan
pemancar Comark. Sedangkan pada level signalstrength terendah, pemancar
Harris memiliki performansi signalstrength lebih besar 20 dBuV dibandingkan
pemancar Comark. Signalstrength tertinggi yang terukur pada masing-masing
pemancar disebabkan karena lokasi dan koordinat pengukurannya dekat
dengan lokasi pemancar, termasuk dalam wilayah jangkauan maksimal pattern
antenna dan juga memiliki jangkauan yang tidak terhalang oleh barrier.
Begitupun sebaliknya dengan signalstrength terendah.

120 114
100 82

80

dBuV 60 55 Comark

40 35 Harris

20
0

Signalstrength terendah Signalstrength tertinggi

Gambar 4.9 Grafik perbandingan jangkauan signalstrength terendah dan tertinggi


Pemancar Comark dan Harris

4.2 Perbandingan dan Analisa Performansi Wilayah Low Signal

4.2.1 Low Signal Strength Area Jakarta


Area yang mengalami gangguan penerimaan sinyal adalah wilayah
yang memiliki signalstrength dibawah 60 dBuV. Dengan pemancar Comark
ada 13 wilayah yang diindikasikan mengalami gangguan penerimaan sinyal
dengan level sinyal terendah 45 dBuV. Gangguan penerimaan sinyal yang
terjadi pada wilayah-wilayah tersebut adalah karena adanya barrier berupa
gedung-gedung bertingkat. Salah satu contohnya adalah pada wilayah Tomang
dan Grogol terhalang oleh rangkaian 8 tower apartemen Taman Anggrek
dengan ketinggian bangunan ± 140 m.
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 66

Tabel 4.9 Low Signal Strength siaran ANTV wilayah Jakarta

NO LOCATION LOCATION SIGNAL PICTURE


UNDER MEASURE COORDINAT (dBuV) QUALITY
1 TOMANG S 060.10’.52.5” 47 Ghost
E 1060.47’.91.5”
2 GROGOL S 060.09’.96.7” 50 Ghost
E 1060.47’.64.9”
3 PETAMBURAN TANAH ABANG S 060.11’20.1” 48 Ghost
E 1060.48’.49.3”
4 MENTENG S 060.11’.86.3” 54 Ghost
E 1060.49’.61.7”
5 SENEN S 060.10’.28.1” 53 Ghost
E 1060.50’.29.9”
6 CIKINI S 060.11’.82.5” 51 Ghost
E 1060.50’.36.0”
7 TEBET S 060.13’.54.0” 57 Ghost
E 1060.51’.42.2”
8 MANGGARAI S 060.12’.76.3” 45 Ghost
E 1060.51’.22.9”
9 MAMPANG PRAPATAN S 060.14’.46.9” 45 Ghost
E 1060.48’.62.4”
10 PLUIT / PEJAGALAN S 060.10’.52.50” 56 Noise
E 1060.47’.91.5”
11 CILINCING S 060.10’.52.50” 45 Noise
E 1060.47’.91.5”
12 KELAPA GADING S 060.10’.52.50” 50 Noise
E 1060.47’.91.5”
13 SUNTER S 060.10’.52.50” 50 Noise
E 1060.47’.91.5”

4.2.2 Analisis Low Signal Strength Area Jakarta


Signalstrength pada wilayah Tomang dan Grogol yang terhalang oleh
rangkaian 8 tower apartemen Taman Anggrek adalah salah satu kasus dimana
barrier berupa gedung sangat mempengaruhi kualitas signalstrength yang
terdapat dibelakang wilayah barrier tersebut.

Analisis Matematis Signalstrength Pemancar Comark


Dengan sistem pemancar Comark wilayah yang terdapat
didepan barrier yaitu pada wilayah Kebon Jeruk signalstrength terukur
adalah 79 dBuV, sedangkan wilayah di belakang barrier yaitu pada
wilayah Tomang dan Grogol signalstrength terukur adalah 47 dBuV
dan 50 dBuV. Itu artinya pada wilayah dibelakang barrier tersebut
mengalami losses signalstrength sebesar 32 dBuV dan 29 dBuV.

Diketahui :
Peak ERP = 2666.85 kW ; Altitude = 12 m
Tinggi letak antenna = 220 m
Jarak titik koordinat wilayah dibelakang barrier = ± 8,5 km
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 67

Vertical Directivity = 14.12 dBd (25.82 W)


Horizontal Directivity = 4.3 dBd (2,69 W)

Dengan demikian maka :


2 2
ERP wilayah dibelakang barrier = 2666.85 x (25.82) x (2.69)
= 12875.86
= 41.1 dB

Point at 80 dBuV/m 5.281 miles

2 miles
5 miles
10 miles
20 miles
30 miles
40 miles
50 miles
60 miles

761.2 feet

Gambar 4.10 Grafik FCC (50,50) sebagai standar prediksi fieldstrength

Berdasarkan pembacaan pada FCC (50,50) Chart, maka :


Letak ketinggian antenna = 220 m + 12 m = 232 m = 761.2 feet
Jarak wilayah dibelakang barrier = 8,5 km = 5.281 miles

Didapatkan bahwa standard prediksi fieldstrength dengan


ketinggian antenna 232 meter dan jarak barrier 8.5 km adalah 80
dBuV/m. Dengan demikian maka kita dapat mengetahui berapa besar
nilai fieldstrength pada titik koordinat tersebut dengan sistem
pemancar yang kita gunakan, yaitu :
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 68

Fieldstrength = Standar prediksi fieldstrength + ERP wilayah


= 80 dBuV/m + 41.1 dB
= 121.1 dBuV/m

Signalstrength = 20 log{(A-B) : 20) x (( 2π x C) : 2)}


= 20 log {(121.1 – 16.1) : 20) x ((2π x 679.25) : 2)}
= 20 log {(5.25) x (2133.926)}
= 20 log 11203.1115
= 80.9 dBuV ≈ 81 dBuV

A : Fieldstrength (dBuV/m)
B : Gain antenna fieldstrength meter (dBi)
C : Frequency Televisi (Mhz)

Prediksi dan perhitungan secara matematis didapatkan bahwa


pada wilayah Tomang dan Grogol dengan jarak ±8.5 km dari antenna
pemancar, dengan ketinggian antenna 232 m (terhitung dengan altitude
12 m) dan peak ERP sebesar 2666.85 kW akan mendapatkan
signalstrength sebesar ± 81 dBuV.
Kondisi yang terukur pada pengukuran signalstrength wilayah
Tomang adalah sebesar 47 dBuV dan wilayah Grogol adalah 50 dBuV,
jika dibandingkan dengan analisis secara matematis yaitu seharusnya
kedua wilayah tersebut mempunyai signalstrength sebesar 81 dBuV.
Dengan demikian wilayah Tomang memiliki losses signalstrength
sebesar 33 dBuV dan wilayah Grogol memiliki losses signalstrength
sebesar 30 dBuV.

Analisis Matematis Signalstrength Pemancar Harris


Dengan beberapa parameter yang berubah pada sistem
pemancar Harris maka kita dapat mengkalkulasikan berapa nilai
signalstrength standar yang seharusnya terukur pada wilayah Tomang
dan Grogol.
Diketahui :
Peak ERP = 3935.8 kW ; Altitude = 20 m
Tinggi letak antenna = 296.05 m
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 69

Jarak titik koordinat wilayah dibelakang barrier = ± 8,5 km


Vertical Directivity = 14.11 dBd (25.76 W) Horizontal
Directivity = 2.82 dBd (1.91 W)

Dengan demikian maka :


2 2
ERP wilayah dibelakang barrier = 3935.8 x (25.76) x (1.91)
= 9527.77 kW
= 39.9 dB

Point at 85 dBuV/m 5.281 miles

2 miles
5 miles
10 miles
20 miles
30 miles
40 miles
50 miles
60 miles

1036.9 feet

Gambar 4.11 Grafik FCC (50,50) sebagai standar prediksi fieldstrength

Berdasarkan pembacaan pada FCC (50,50) Chart, maka :


Letak ketinggian antenna = 296.05 m + 20 m = 316.05 m = 1036.9
feet Jarak wilayah dibelakang barrier = 8,5 km = 5.281 miles

Didapatkan bahwa standard prediksi fieldstrength dengan


ketinggian antenna pemancar 316.05 meter dan jarak barrier 8.5 km
adalah 85 dBuV/m. Dengan demikian maka kita dapat mengetahui
berapa besar nilai fieldstrength pada titik koordinat tersebut dengan
sistem pemancar yang kita gunakan, yaitu :
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 70

Fieldstrength = Standar prediksi fieldstrength + ERP wilayah


= 85 dBuV/m + 39.9 dB
= 124.9 dBuV/m

Signalstrength = 20 log{(A-B) : 20) x (( 2π x C) : 2)}


= 20 log {(124.9 – 16.1) : 20) x ((2π x 679.25) : 2)}
= 20 log {(5.44) x (2133.926)}
= 20 log 11608.55744
= 81.3 dBuV

A : Fieldstrength (dBuV/m)
B : Gain antenna fieldstrength meter (dBi)
C : Frequency Televisi (Mhz)

Prediksi dan perhitungan secara matematis didapatkan bahwa


pada wilayah Tomang dan Grogol dengan jarak ±8.5 km dari antenna
pemancar, dengan ketinggian antenna 316.05 m dan peak ERP sebesar
3935.8 kW akan mendapatkan signalstrength sebesar ± 81.3 dBuV.
Kondisi yang terukur pada pengukuran signalstrength wilayah
Tomang adalah sebesar 60 dBuV dan wilayah Grogol adalah 65 dBuV,.
Dengan demikian wilayah Tomang memiliki losses signalstrength
sebesar 21.3 dBuV dan wilayah Grogol memiliki losses signalstrength
sebesar 16.3 dBuV.

4.2.3 Perbandingan Signal Sebelum dan Sesudah Upgrade Sistem


Peningkatan level signalstrength pada wilayah yang mengalami
gangguan sinyal penyiaran berkisar antara level 4 dBuV hingga 21 dBuV.
Dapat terlihat bahwa dengan sistem pemancar baru, signalstrength pada
wilayah yang memiliki low signal dapat terkompensasi hingga levelnya meningkat
sampai ke level kritis penerimaan minimal signalstrength yaitu ± 60 dBuV. Pada level tersebut
sinyal dapat diterima dengan interferensi yang kecil sehingga diharapkan kualitas audio dan
video diterima dengan baik.
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 71

Tabel 4.10 Perbandingan signalstrength wilayah dengan gangguan sinyal sebelum dan
sesudah upgrade sistem

LOCATION LOCATION OLD TX NEW TX RAISING


NO LEVEL
UNDER MEASURE COORDINAT (dBuV) (dBuV) (dBuV)
1 TOMANG S 060.10’.52.5” 47 60 13
E 1060.47’.91.5”
2 GROGOL S 060.09’.96.7” 50 65 15
E 1060.47’.64.9”
3 PETAMBURAN TANAH ABANG S 060.11’20.1” 48 62 14
E 1060.48’.49.3”
4 MENTENG S 060.11’.86.3” 54 62 8
E 1060.49’.61.7”
5 SENEN S 060.10’.28.1” 53 70 17
E 1060.50’.29.9”
6 CIKINI S 060.11’.82.5” 51 64 13
E 1060.50’.36.0”
7 TEBET S 060.13’.54.0” 57 61 4
E 1060.51’.42.2”
8 MANGGARAI S 060.12’.76.3” 45 64 19
E 1060.51’.22.9”
9 MAMPANG PRAPATAN S 060.14’.46.9” 45 66 21
E 1060.48’.62.4”
10 PLUIT / PEJAGALAN S 060.10’.52.50” 56 64 8
E 1060.47’.91.5”
11 CILINCING S 060.10’.52.50” 45 64 19
E 1060.47’.91.5”
12 KELAPA GADING S 060.10’.52.50” 50 66 16
E 1060.47’.91.5”
13 SUNTER S 060.10’.52.50” 50 67 17
E 1060.47’.91.5”

80

70

dBuV
60

50

40

Grogol Menteng CikiniTebet KelapaSunter


Tomang Petamburan

Tn
Manggarai
Mampang
Pluit/Pejagalan
Cilincing
Gading
Senen

. Prapatan
Abang

Location

Gambar 4.12 Grafik perbandingan signalstrength wilayah low signal siaran ANTV
ANALISIS UPGRADE SISTEM PEMANCAR 72

4.3 Peningkatan Performansi Non Teknis


Berdasarkan analisis di atas maka analisa peningkatan performansi hanya
dilihat dari hasil akhir perubahan signalstrength yang didapatkan dari pengukuran
sebelum dan sesudah perubahan sistem. Dengan adanya perubahan beberapa
parameter sistem pemancar maka dengan otomatis akan merubah performansi
signalstrength, namun hal ini tidak terlepas dari kondisi tata ruang kota dengan
kondisi barrier yang bervariasi.
Pada wilayah Jakarta dengan barrier berupa gedung-gedung dengan ketinggian
bervariasi merupakan konsentrasi utama perbaikan sinyal, terutama wilayah dimana
banyak terdapat perumahan dan pemukiman penduduk. Performansi dan hasil
signalstrength kedua sistem sangat diperlukan untuk menentukan target wilayah yang
perlu dikalkulasikan secara intensif, hal ini selain pengukuran signalstrength perlu
juga dilakukan tinjauan quesioner pemirsa.
Dengan hasil quesioner pemirsa yang didapatkan dilapangan maka kita dapat
menentukan pola dan pendapat pemirsa baik secara kualitas sinyal audio/video dan
kualitas siaran. Data tersebut merupakan sampel untuk perbandingan teknis dan non
teknis dengan stasiun televisi lain, sehingga data tersebut dapat melengkapi kalkulasi
prediksi kualitas siaran dengan tujuan untuk mencapai sebuah hasil yang lebih baik
untuk saat ini dan masa depan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan, perhitungan dan analisa, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Setelah penggantian sistem pemancar dengan perubahan beberapa parameter
seperti : perubahan ketinggian altitude, ketinggian letak antenna pemancar,
perubahan letak koordinat pemancar dan juga perubahan power pemancar
didapatkan adanya peningkatan signalstrength sebesar 32 dBuV pada
level tertinggi dan 20 dBuV pada level terendah.
2. Barrier berupa gedung-gedung bertingkat pada wilayah perkotaan dapat
mereduksi radiasi sinyal sebesar 10 dBuV hingga 35 dBuV.
3. Wilayah dimana terindikasikan mengalami low signal pada wilayah
kontur tata kota Jakarta dapat terkompensasi dan mengalami peningkatan
4 dBuV – 21 dBuV.

5.2 Saran
Dari tugas akhir ini saran yang dapat saya sampaikan, adalah :

Dengan perubahan sistem pemancar dan parameter-parameternya tentu
diharapkan akan meningkatkan kinerja dan performansi dari sistem
sebelumnya namun spesifikasi pada sistem yang baru pun belum
maksimal, misalnya pada sisi jumlah panel antenna dimana jumlah panel
antenna pada sistem baru hanya berjumlah 48 panel sedangkan pada
sistem lama berjumlah 64 panel. Jika dengan power 120 kW dan
didukung dengan 64 panel antenna maka otomatis performansinya akan
lebih meningkat.

Meningkatkan frekwensi pengukuran signalstrength dari 3 tahun sekali
menjadi 1 tahun sekali, hal ini bertujuan untuk tetap menjaga kualitas
penyiaran dan juga survey lapangan. Hal tersebut dibutuhkan untuk
selalu meng- update data lapangan dan data teknis performansi siaran.

73
DAFTAR PUSTAKA

1. Rohde & Schwarz. 2001. TV Transmitter Systems. Germany.


2. Radio Frequency System PTY. LTD. 1993. Broadcast Antenna UHF TV Handbook Model
PHP64U4221. Adelaide – South Australia.
3. Radio Frequency System PTY. LTD. 2007. Broadcast Antenna UHF TV Handbook Model
PHP48U2221. Adelaide – South Australia,
4. Radio Frequency System PTY. LTD. 1997. Antenna Training Course for ANTV Network
Indonesia . Jakarta.
5. Comark Communication, Inc. 1993. Comark UHF Transmitter Handbook and Technical
Manual, Massachusetts – USA.
6. Dielectric Communications. 1993. Instructional Manual Waveguide Intermod Filter System.
USA.
7. Harris Corporation. 2006. Atlas Analogue Transmitter Technical Manual. Illinois-USA.
8. Daugherty, Doc. 2008. Sigma Television Transmitter Support Material for Indonesia ANTV.
Illinois-USA.
9. Sukarna, M. 2004. Dasar Teknik Penyiaran Televisi. Broadcast Operation and Technical
ANTV. Jakarta.
10. Megatech, Inc. 2008. Broadcast RF Course for ANTV. Jakarta,
11. Televisi Republik Indonesia. 1995. Pelatihan Teknik Transmisi. Balai Diklat TVRI. Jakarta.
LAMPIRAN A
8 MHz UHF TV Broadcast

Channel Frequency Vision Sound.1 Sound.2 Nicam RF X'tal


Range Carrier Carrier Carrier Carrier LO Osc
21 470 - 478 471.25 476.75 477.00 477.10 510.15 63.76875
22 478 - 486 479.25 484.75 485.00 485.10 518.15 64.76875
23 486 - 494 487.25 492.75 493.00 493.10 526.15 65.76875
24 494 - 502 495.25 500.75 501.00 501.10 534.15 66.76875
25 502 - 510 503.25 508.75 509.00 509.10 542.15 67.76875
26 510 - 518 511.25 516.75 517.00 517.10 550.15 68.76875
27 518 - 526 519.25 524.75 525.00 525.10 558.15 69.76875
28 526 - 534 527.25 532.75 533.00 533.10 566.15 70.76875
29 534 - 542 535.25 540.75 541.00 541.10 574.15 71.76875
30 542 - 550 543.25 548.75 549.00 549.10 582.15 72.76875
31 550 - 558 551.25 556.75 557.00 557.10 590.15 73.76875
32 558 - 566 559.25 564.75 565.00 565.10 598.15 74.76875
33 566 - 574 567.25 572.75 573.00 573.10 606.15 75.76875
34 574 - 582 575.25 580.75 581.00 581.10 614.15 76.76875
35 582 - 590 583.25 588.75 589.00 589.10 622.15 77.76875
36 590 - 598 591.25 596.75 597.00 597.10 630.15 78.76875
37 598 - 606 599.25 604.75 605.00 605.10 638.15 79.76875
38 606 - 614 607.25 612.75 613.00 613.10 646.15 80.76875
39 614 - 622 615.25 620.75 621.00 621.10 654.15 81.76875
40 622 - 630 623.25 628.75 629.00 629.10 662.15 82.76875
41 630 - 638 631.25 636.75 637.00 637.10 670.15 83.76875
42 638 - 646 639.25 644.75 645.00 645.10 678.15 84.76875
43 646 - 654 647.25 652.75 653.00 653.10 686.15 85.76875
44 654 - 662 655.25 660.75 661.00 661.10 694.15 86.76875
45 662 - 670 663.25 668.75 669.00 669.10 702.15 87.76875
46 670 - 678 671.25 676.75 677.00 677.10 710.15 88.76875
47 678 - 686 679.25 684.75 685.00 685.10 718.15 89.76875
48 686 - 694 687.25 692.75 693.00 693.10 726.15 90.76875
49 694 - 702 695.25 700.75 701.00 701.10 734.15 91.76875
50 702 - 710 703.25 708.75 709.00 709.10 742.15 92.76875
51 710 - 718 711.25 716.75 717.00 717.10 750.15 93.76875
52 718 - 726 719.25 724.75 725.00 725.10 758.15 94.76875
53 726 - 734 727.25 732.75 733.00 733.10 766.15 95.76875
54 734 - 742 735.25 740.75 741.00 741.10 774.15 96.76875
55 742 - 750 743.25 748.75 749.00 749.10 782.15 97.76875
56 750 - 758 751.25 756.75 757.00 757.10 790.15 98.76875
57 758 - 766 759.25 764.75 765.00 765.10 798.15 99.76875
58 766 - 774 767.25 772.75 773.00 773.10 806.15 100.7688
59 774 - 782 775.25 780.75 781.00 781.10 814.15 101.7688
60 782 - 790 783.25 788.75 789.00 789.10 822.15 102.7688
61 790 - 798 791.25 796.75 797.00 797.10 830.15 103.7688
62 798 - 806 799.25 804.75 805.00 805.10 838.15 104.7688
63 806 - 814 807.25 812.75 813.00 813.10 846.15 105.7688
64 814 - 822 815.25 820.75 821.00 821.10 854.15 106.7688
65 822 - 830 823.25 828.75 829.00 829.10 862.15 107.7688
66 830 - 838 831.25 836.75 837.00 837.10 870.15 108.7688
67 838 - 846 839.25 844.75 845.00 845.10 878.15 109.7688
68 846 - 854 847.25 852.75 853.00 853.10 886.15 110.7688

You might also like