You are on page 1of 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana

adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk

mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak

diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval di

antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur

suami isteri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Keluarga berencana adalah suatu upaya peningkatan kepedulian dan peran

serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kehamilan,

pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluargauntuk

mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Dengan memperkenalkan nilai,

budaya dan norma yang baru tentang KB kepada masyarakat diharapkan dapat

mengubah pola fikir, sikap dan perilaku masyarakat diharapkan dapat progam KB

( Hartanto, 2004).

Gagasan KB memerlukan pendekatan atas pertimbangan kemanusiaan

dengan mengurangi resiko bahaya pada ibu yang melahirkan serta kematian anak

yang terjadi pada peristiwa kelahiran. Cara mengubah ketidaktahuan masyarakat

dalam pemilihan alat kontrasepsi diantaranya melalui pendidikan ( Sajuati, 2008).


2

Pendidikan yang sederhana yang dapat digunakan adalah melalui program,

KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi ) dimana suatu proses belajar informal

yang sangat efektif untuk mengubah sikap dan perilaku, metode ini digunakan

untuk penyampaian pesan dan mengajak masyarakat agar ber KB demi

kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga ( Sarwono, 2005).

IUD (Intra Uterine Device) merupakan alat kontrasepsi yang banyak

digunakan dalam program keluarga berencana di Indonesia, dengan nama lain

AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)

adalah Suatu alat yang dimasukkan dan disimpan dalam rongga rahim dengan

tujuan mencegah atau menjarangkan kehamilan dalam jangka waktu yang lama

(Harnawati, 2008).

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 2011, 99 %

kematian itu terjadi di negeri berkembang. Dalam jangka waktu yang sama, tak

kurang dari 50 juta aborsi akibat kehamilan tak diinginkan terjadi di muka bumi

ini. Kontrasepsi kemudian dijadikan program untuk menekan angka-angka yang

mengerikan itu. Di Afrika tercatat, sekitar 82 % penduduknya tidak

berkontrasepsi. Di Asia Tenggara, Selatan, dan Barat, hanya 43 % yang sadar

kontrasepsi. Negeri maju di Asia Timur, seperti Jepang dan Korea Selatan,

selangkah lebih sadar, hanya 20 % warganya yang menolak kontrasepsi.

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan

yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk Indonesia

berdasarkan hasil sensus sebanyak 259.940.857 orang, yang terdiri dari


3

132.240.055 (50,87 % ) laki-laki dan 127.700.802 (49,13 %) perempuan.

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% per tahun (Sensus

Penduduk, 2012).

Program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan oleh pemerintah

menjadi sangat penting sebagai pengendalian peledakan penduduk. Pencapaian

peserta KB aktif semua metode kontrasepsi yang diperoleh dari data Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2012,

jumlah akseptor KB aktif sebanyak 6.152.231 peserta. Dengan rincian

pengguna kontrasepsi suntik 2.949.633 peserta (47,94%), pil 1.649.256 peserta

(26,81%), Implant 527.569 peserta (8,58 %), Kondom 462.186 peserta

(7,51% ), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim 459.177 peserta (7,46%), MOW

87.079 peserta (1,42%), MOP 17.331 peserta (0,28%).

Kurang lebih 4,5 juta akseptor KB memakai IUD Namun ternyata

pemakaian alat kontrasepsi IUD bukanlah alat yang sempurna, sehingga masih

terdapat beberapa kerugian di antaranya: perdarahan spotting, menometrorargia,

keputihan atau flour albus, infeksi dismenore dan kenyamanan seksual

(Manuaba, 1998 dan Notodiarjo, 2002).

Keunggulan dari IUD umumnya hanya memerlukan satu kali

pemasangan, pemasangan tidak memerlukan medis teknis yang sulit kontrol

medis yang ringan, tidak menimbulkan efek sistemik, alat ekonomis, efektivitas
4

cukup tinggi. Pulihnya kesuburan setelah AKDR dicabut berlangsung baik

(Sarwono, 2007).

Pada akseptor KB IUD harus memperhatikan efek samping yang dapat

menimbulkan rasa nyeri di perut, infeksi panggul, perdarahan di luar masa

menstruasi atau darah menstruasi terlalu banyak dari biasanya. Kurangnya

pengetahuan pada calon akseptor sangat berpengaruh terhadap pemakaian

kontrasepsi IUD. Dari beberapa temuan fakta memberikan implikasi program,

yaitu manakala pengetahuan dari wanita kurang maka penggunaan kontrasepsi

terutama IUD juga menurun. Jika hanya sasaran para wanita saja yang selalu

diberi informasi, sementara para suami kurang pembinaan dan pendekatan,

suami kadang melarang istrinya karena faktor ketidaktahuan dan tidak ada

komunikasi untuk saling memberikan pengetahuan (Evereet, 2008).

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Pendidikan pasangan suami - istri yang rendah akan

menyulitkan proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan

tentang IUD juga terbatas (Erfandi, 2008).

Wanita yang bekerja, terutama pekerjaan yang melibatkan aktivitas fisik

yang tinggi seperti bersepeda angin, berjalan, naik turun tangga atau sejenisnya,

kemungkinan salah akan persepsi untuk menggunakan metode IUD dengan

alasan takut lepas (ekspulsi), khawatir mengganggu pekerjaan atau


5

menimbulkan nyeri saat bekerja. Pekerjaan formal kadang-kadang dijadikan

alasan seseorang untuk tidak menggunakan kontrasepsi, karena tidak sempat

atau tidak ada waktu ke pusat pelayanan kontrasepsi (Erfandi, 2008).

Tingkat ekonomi mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini

disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan

akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Walaupun jika dihitung dari

segi keekonomisannya, kontrasepsi IUD lebih murah dari KB suntik atau pil,

tetapi kadang orang melihatnya dari berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk

sekali pasang. Kalau patokannya adalah biaya setiap kali pasang, mungkin IUD

tampak jauh lebih mahal. Tetapi kalau dilihat masa/jangka waktu

penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan IUD

akan lebih murah dibandingkan KB suntik ataupun pil. Untuk sekali pasang,

IUD bisa aktif selama 3-5 tahun, bahkan seumur hidup/sampai menopause.

Sedangkan KB Suntik atau Pil hanya mempunyai masa aktif 1-3 bulan saja,

yang artinya untuk mendapatkan efek yang sama dengan IUD, seseorang harus

melakukan 12-36 kali suntikan bahkan berpuluh-puluh kali lipat (Erfandi,

2008).

Untuk meningkatkan pengetahuan, pendidikan, pengalaman, persepsi,

dan sosial ekonominya serta menambah peserta baru keluarga berencana

diperlukan komunikasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada


6

masyarakat. Di dalam pelayanan kesehatan keluarga berencana terpadu,

termasuk juga pelayanan penyuluhan keluarga berencana (Hartanto, 2004).

Pencapaian peserta KB aktif semua metode di Provinsi Aceh tahun 2012

di dapatkan data dengan jumlah 186.758 peserta, dengan rincian pengguna

kontrasepsi suntik 80.874 peserta (43,30%), pil 68.036 peserta (36,43%),

Implant 6.325 peserta (3,39 %), Kondom 23.357 peserta (12,51% ), Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim 6.629 peserta (3,55%), MOW 1.497 peserta (0,80%),

MOP 40 peserta (0,02%) (BKKBN Prov. Aceh 2012 ).

Sedangkan pencapaian peserta KB aktif semua metode, di Kabupaten

Pidie tahun 2012 di dapatkan data dengan jumlah 12. 987 peserta (6,95 %) ,

dengan rincian pengguna kontrasepsi suntik 6.448 peserta (49,65%), pil 4.937

peserta (38,01%), Implant 177 peserta (1,36 %), Kondom 1.140 peserta

(8,78% ), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim 234 peserta (1,80%), MOW 51

peserta (0,39 %), MOP 0 peserta (0,00%) (BKKBN Prov. Aceh, 2012 )

Studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Peukan Baro

Kabupaten Pidie didapatkan data seluruh akseptor KB tahun 2012 dengan 1683

peserta (12,9 %), dengan rincian penggunaan kontrasepsi AKDR 9 peserta (0,5

%), Implan 97 peserta (5,8 %), Suntik 373 peserta (22,2 %), pil 1129 peserta

(67 %), kondom 75 peserta (4,5 %). (PKM Peukan Baro, 2012)

Peneliti juga melakukan interview terhadap tujuh akseptor KB AKDR

didapatkan dua akseptor yang latar pendidikannya tinggi mengatakan


7

menggunakan Spiral lebih aman dibandingkan KB yang lain, karena tidak

mengingatnya setiap hari dan setiap bulan, kemudian dua akseptor yang berlatar

pendidikan dasar mengatakan bahwa Spiral tidak membuat seseorang menjadi

gemuk dan Spiral juga bisa dipakai pada ibu yang pernah menderita stroke,

tiga orang akseptor terakhir yang berlatar pendidikan dasar dan menengah

mengatakan bahwa dia diberitahukan oleh temannya yang sudah pernah

menggunakan AKDR bahwa pada beberapa bulan setelah pemasangan akan

merasakan nyeri , harganya yang relative mahal, merasa risih dan tidak nyaman

dalam berhubungan seksual.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih dalam tentang “Faktor - Faktor yang Berhubungan Dengan

Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas

Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan

permasalahan yaitu : Bagaimanakah Faktor- Faktor yang Berhubungan Dengan

Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas

Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.


8

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui Faktor - Faktor yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat

Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro

Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan dengan Pemilihan Alat

Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro

Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.

b. Untuk mengetahui hubungan Pendidikan dengan Pemilihan Alat

Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro

Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.

c. Untuk mengetahui hubungan Pendapatan dengan Pemilihan Alat

Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro

Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.

d. Untuk mengetahui hubungan Informasi dengan Pemilihan Alat

Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro

Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.


9

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diarahkan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan lebih lanjut dan kepentingan bagi lembaga terkait, antara lain :

Bagi Peneliti

1. Bagi peneliti untuk dapat mengetahui dan menambah wawasan,

pengetahuan Alat Kontrasepsi Non Hormonal dan sebagai media latihan

dalam melakukan suatu penelitian sederhana.

2. Bagi Institusi pendidikan sebagai tolak ukur untuk menilai kemampuan

mahasiswi untuk menerima dan menerapkan mata kuliah metodelogi

penelitian kedalam suatu penelitian.

3. Bagi Tenaga Kesehatan dapat digunakan sebagai masukan bagi tenaga

kesehatan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi sehingga

masyarakat dapat memilih alat kontrasepsi sesuai keinginan.

4. Bagi peneliti selanjutnya Hasil peneliti ini diharapkan dapat sebagai

gambaran awal untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan kontrasepsi sehingga dapat dihasilkan sebuah penelitian dengan

hasil yang lebih baik dan bermanfaat.


10

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini pernah dilakukan oleh Siti Widiyawati mahasiswi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hassanuddin jurusan Promosi

Kesehatan tahun 2012 dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

PemakaianAKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) di Wilayah Puskesmas

Batuah Kutai Kartanegara ’’. dengan hasil bahwa faktor dukungan suami,

faktor umur dan faktor pekerjaan ada hubungannya dengan pemakaian AKDR.
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

1. Definisi AKDR

Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah salah satu alat

kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa ( baik bentuk,

ukuran, bahan dan masa aktif fungsi kontrasepsinya ), diletakkan dalam

kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan

menyulitkan telur berimplantasi dalam uterus. (Hidayati, R, 2011).

Penggunaan AKDR merupakan salah satu usaha manusia untuk

menekan kesuburan sejak berabad-abad yang lampau (Wiknjosastro H,

2002).

AKDR dimasukan kedalam rahim setelah sebelumnya ditarik masuk

kedalam Aplikator khusus. Setelah Insersi, IUD tersebut akan kembali

kepada bentuk semula, yaitu bentuk pegas. Sebagian besar IUD memiliki

seutas benang yang kecil. Benang ini menjulur kedalam vagina sehingga

wanita yang mengenakannya dapat mengecek keberadaan alat tersebut,


12

keberadaan benang dalam vagina tidak mengganggu senggama (Farrer H,

2001).

2. Jenis - Jenis AKDR

Pada waktu ini AKDR telah memasuki generasi ke-4, karena itu

berpuluh-puluh macam AKDR telah dikembangkan mulai dari generasi

pertama yang terbuat dari benang sutera dan logam (besi baja, Stainless

Stell, perak dan tembaga) sampai pada generasi plastik (Polietilen) baik

yang ditambahi obat (Unmedicated) maupun yang dibubuhi obat

(Medicated).

a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi :

1) Bentuk terbuka (Open Device), misalnya: Lippes loop, CU-T, Cu-7,

Margulies, Spring Coil, Multiload, Nova-T dan lainnya.

2) Bentuk tertutup (Closed Device), misalnya: Ota-ring, Antigon, dan

Gratenberg ring.

b. Menurut tambahan obat atau metal :

1) Medicated IUD, misalnya: Cu-T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220

(daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A

(daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova-T (daya kerja 5 tahun),, ML-Cu

375 (daya kerja 3 tahun). Pada jenis Medicated IUD angka yang
13

tertera di belakang IUDmenunjukan luas kawat halus tembaga yang

ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 200 m2.

2) Unmedicated IUD, misalnya Lippes Loop, Margulies, Saf-T Coil,

Anti-gon . Lippes Loop dapat dibiarkan in-utero untuk selama-

lamanya sampai menopause, sepanjang tidak ada keluhan dan atau

persoalan bagi akseptornya.

3) Copper T, AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di

mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus.

Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti

pembuahan) yang cukup baik.

4) Copper-7, AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk

memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter

batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga

(Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama

seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T.

5) Multi Load, AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene)

dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel.

Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi

gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375

mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu

standar, small (kecil), dan mini.


14

6) Lippes Loop, AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya

seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk meudahkan kontrol,

dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang

berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran

25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C

berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih)

untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang

rendah. Keuntungan lain dari spiral jenis ini ialah bila terjadi

perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab

terbuat dari bahan plastic ( Erfandi, 2008).

3. Mekanisme Kerja AKDR

Sampai sekarang mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan

pasti, kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa AKDR dalam Kavum Uteri

menimbulkan reaksi peradangan Endometrium yang disertai dengan

serbukan Leukosit yang dapat menghancurkan Blastokista atau Sperma.

(Wiknjosastro H, 2005).

4. Efektivitas AKDR
15

1) Efektivitas dari IUD dinyatakan dalam angka Kontinuitas (Continuation

Rate) yaitu beberapa lama IUD tetap tinggal dalam Uteri (In-Utero)

tanpa:

1) Ekspulsi spontan

2) Terjadinya kehamilan

3) Pengangkatan / pengeluaran karena alasan-alasan medis atau pribadi

b. Efektivitas dari bermacam-macam IUD tergantung pada :

1) IUD-nya : Ukuran, bentuk, mengandung Cu atau progesterone

2) Akseptor : Umur, paritas, frekuensi senggama

c. Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan Akseptor yaitu umur dan

paritas diketahui :

1) Makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, Ekspulsi dan

pengangkatan/pengeluaran IUD

2) Makin muda usia, terutama pada Nulligravida makin tinggi angka

ekspulsi dan pengangkatan/pengeluaran IUD.

d. Dari uraian diatas, maka Use-Effectiveness dari IUD tergantung pada

variabel administratif, pasien dan medis, termasuk kemudahan insersi,

pengalaman pemasang, kemudian Ekspulsi dari pihak Akseptor,

kemampuan Akseptor untuk mengetahui terjadinya Ekspulsi dan


16

kemudahan Akseptor untuk mendapatkan pertolongan medis (Hartanto

H, 2004).

5. Keuntungan dan Kerugian AKDR

a. Keuntungan :

Menurut Ladewig P (2006), keuntungan AKDR yaitu :

1) Efektivitas yang tinggi

2) Kontrasepsi yang memberikan perlindungan yang terus menerus

3) Tidak ada hubungannya dengan aktivitas seksual

4) Relatif tidak mahal sepanjang waktu

Menurut Benson R, dkk, (2008). Keuntungan AKDR adalah

perlindungan jangka lama peran serta aktif pasien kecuali pemeriksaan

digital sekali-kali untuk memeriksa apakah AKDR keluar. Fertilitas

segera kembali setelah alat dikeluarkan.

b. Kerugian :

Menurut Ladewig P (2006), kerugian AKDR :

1) Meningkatkan resiko penyakit Inflamasi Pelvik


17

2) Efek samping bisa meliputi Dismenore berat, haid tidak teratur,

peningkatan perdarahan selama haid, Perforasi Uterus dan Ekspulsi

3) Jika pemakaian IUD gagal dan mengakibatkan kehamilan, risiko

terjadinya kehamilan Ektopik dapat meningkat.

Kerugian AKDR adalah kejang perut yang berlanjut pada sebagian

orang, keluarnya AKDR selama menstruasi (terutama dalam beberapa

bulan pertama setelah pemasangan), perdarahan abnormal (lebih jarang

jika ukuran AKDR sesuai) dan kehamilan Ektopik (3,8%) (Benson R,

dkk, 2008).

6. Efek Samping Penggunaan AKDR

Menurut Huliana M (2003), efek samping yang dapat timbul dari

pemakaian AKDR adalah sebagai berikut :

1) Perdarahan

Sesudah pemasangan IUD, hampir selalu timbul perdarahan

sedikit-sedikit selama beberapa hari. Jumlah darah dan lamanya haid

akan bertambah dalam bulan pertama pemakaian AKDR. Bercak-bercak

perdarahan (Spotting) diluar haid dapat terjadi pada saat ini.

2) Rasa nyeri atau mules-mules

Sesudah pemasangan AKDR, dapat timbul rasa nyeri seperti

mules-mules atau sakit pinggang, terutama pada hari-hari pertama. Hal


18

ini mungkin disebabkan oleh kontraksi-kontraksi rahim yang meningkat

dalam usahanya mengeluarkan benda asing.

3) Keputihan

Keputihan dapat timbul setelah pemasangan AKDR. Jika keluhan

ringan, keputihan ini tidak perlu dirisaukan. Jika keluhannya hebat,

dapat dipertimbangkan untuk pengangkatan AKDR.

4) Keluhan suami

Karena adanya benang dalam rahim, suami dapat mengeluh karena

merasa tidak nyaman. Hal ini dapat diatasi dengan memotong sedikit

benangnya.

7. Angka Kegagalan AKDR

1) Belum ada AKDR yang 100% efektif

2) Angka kegagalan untuk :

1) AKDR pada umumnya : 1 – 3 kehamilan per 100 wanita pertahun

2) Lippes loop dan First Generation Cu IUD : dua kehamilan per 100

wanita pertahun

3) Scoend Generation Cu IUD : < 1 kehamilan per 100 wanita

pertahun, dan 1,4 kehamilan per 100 wanita setelah 6 bulan

pemakaian (Hartanto H, 2004).


19

8. Persyaratan Pemakaian AKDR

1) Yang dapat menggunakan AKDR :

1) Usia reproduktif

2) Keadaan nullipara

3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjan

4) Menyusui yang menginginkan menggunakan alat kontrasepsi

5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

6) Resiko rendah dari IMS

7) Tidak menghendaki metode harmonal

8) Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari

b. AKDR dapat digunakan pada ibu selama segala kemungkinan keadaan

misalnya :

1) Perokok

2) Sedang memakai antibiotik

3) Gemuk ataupun yang kurus

4) Sedang menyusui

c. Ibu dalam keadaan seperti dibawah ini dapat menggunakan AKDR

(CuT380A) :

1) Penderita tumor jinak payudara

2) Penderita kanker payudara


20

3) Pusing – pusing, sakit kepala

4) Varises di tungkai atau di vulva

5) Penderita penyakit jantung ( termasuk penyakit jantung katup dapat

diberi antibiotika sebelum pemasangan AKDR )

6) Pernah menderita stroke

7) Penderita penyakit hati dan empedu

8) Skistosomiasis ( tanpa anemia )

9) Epilepsi

10) Nonpelvik TBC

11) Malaria

12) Tekanan darah tinggi

13) Penyakit teroit

14) Setelah kehamilan Ektopik

15) Penderita DM

16) Setelah pembedahan pelvik (Saifuddin AB, 2006).

9. Cara Pemasangan AKDR / IUD

a. Persiapan alat yang digunakan dalam pemasangan AKDR / IUD yaitu:

1) Bivalve Spekulum (kecil, sedang atau besar)

2) Tenakulum (penjepit portio)

3) Sonde uterus ( untuk mengukur kedalaman uterus)

4) Forsep/korentang
21

5) Gunting

6) Mangkuk untuk larutan antiseptik

7) Sarung tangan steril atau sarung tangan DTT

8) Cairan antiseptik (misalnya: povidon iodin) untuk membersihkan

serviks

9) Kain kasa atau kapas

10) Sumber cahaya yang cukup untuk menerangi serviks (lampu senter

sudah cukup)

11) Copper T 380A IUD yang masih belum rusak dan terbuka

(Saifuddin AB, 2006).

b. Cara Pemasangan :

1) Pemasangan AKDR sewaktu haid dan mengurangi rasa sakit dan

memudahkan insersi melalui Servikalis

2) Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan bentuk, ukuran,

dan posisi uterus

3) Singkirkan kemungkinan kehamilan dan infeksi Pelvik

4) Servik dibersihkan beberapa kali dengan larutan antiseptik, misalnya

dengan obat merah atau yodium

5) Inspekulum, Serviks ditampilkan dan bibir depan Serviks dijepit

dengan cunam Serviks, penjepitan dilakukan kira-kira 2 cm dari

Ostium Uteri Eksternum dengan cunam bergigi satu.


22

6) Sambil menarik Serviks dengan cunam Serviks, masukkanlah sonde

uterus untuk menentukan arah sumbu Kanalis Servikalis dan uterus,

panjang kavum uteri, dan posisi Ostium Uteri Internum.

Tentukan arah Ante dan Retroversi Uterus, Jika sounde masuk

kurang dari 5 cm atau Kavum Uteri terlalu sempit, insersi AKDR

jangan dilakukan.

7) Tabung penyalur dengan AKDR didalamnya dimasukkan melalui

kanalis servikalis sesuai dengan arah dan jarak yang didapat pada

waktu pemasangan sonde, kadang-kadang terdapat tahanan sebelum

fundus uteri tercapai. Dalam hal demikian pemasangan diulangi.

8) AKDR dilepaskan dalam kavum uteri dengan cara menarik keluar

tabung penyalur atau dapat pula dengan mendorong penyalur

kedalam Kavum Uteri, cara pertama agaknya dapat mengurangi

perforasi oleh AKDR

9) Tabung dan penyalurnya kemudian dikeluarkan, filamen AKDR

ditinggalkan kira-kira 2 – 3 cm (Wiknjosastro H, 2002).

10. Cara Pencabutan AKDR / IUD

a. Persiapan alat yang digunakan dalam pencabutan AKDR/IUD

a. Bivalve Spekulum (kecil, sedang atau besar)

b. Forsep/korentang
23

c. Mangkuk untuk larutan antiseptik

d. Sarung tangan steril atau sarung tangan DTT

e. Cairan antiseptik (misalnya: Povidon Iodin) untuk

membersihkan Serviks

f. Kain kasa atau kapas

g. Sumber cahaya yang cukup untuk menerangi Serviks (lampu

senter sudah cukup) (Saifuddin AB, 2006).

b. Cara pencabutan AKDR :

1) Mengeluarkan AKDR lebih mudah jika dilakukan sewaktu haid.

2) Inspekulo, filamen ditarik perlahan-lahan, jangan sampai putus.

AKDR-nya akan ikut keluar perlahan-lahan. Jika AKDR tidak ikut

keluar dengan mudah, lakukan sonde uterus, sehingga Ostium

Uteri Internum terbuka. Sonde diputus 90º perlahan-lahan.

Selanjutnya AKDR dikeluarkan seperti diatas.

3) Jika filamen tidak tampak atau putus, AKDR dapat dikeluarkan

dengan mikrokuret. kadang-kadang diperlukan anastesi

paraservikal untuk mengurangi rasa nyeri.

4) Dilatasi kanalis servikalis dapat dilakukan dengan dilator atau

batang laminaria.
24

AKDR Lippes tidak perlu dikeluarkan secara berkala, jika posisinya

baik, tidak ada efek samping, dan pasien masih mau memakainya,

AKDR tersebut dibiarkan saja intra uteri, hanya AKDR lembaga

perlu dikeluarkan dan diganti secara periodik (2 - 3 tahun),

sedangkan Progestasert 1 – 2 tahun (Wiknjosastro H, 2002).

11. Jadwal Pemeriksaan Ulang AKDR

a. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan

AKDR

b. Selama bulan pertama menggunakan, periksalah benang AKDR

secara rutin, terutama sesudah haid. Setelah bulan pertama

pemasangan, hanya perlu memeriksa keberadaan benang setelah

haid bila mengalami : kram / kejang perut bagian bawah, nyeri

setelah senggama atau bila pasangan merasa tidak nyaman selama

bersenggama.

c. Cut -380 A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapai dapat

juga dilakukan lebih awal jika di inginkan.

d. Kembali keklinik bila : tidak dapat meraba benang AKDR, AKDR

terlepas, merasakan bagian keras dari AKDR, siklus haid terganggu


25

/meleset, ada pengeluaran cairan melalui vagina yang mencurigakan,

ada infeksi.

12. Informasi Lain

a. AKDR langsung aktif segera setelah di pasang

b. AKDR dapat keluar dari rahim secara spontan, terutama dalam

beberapa bulan pertama setelah pemasangan

c. Kemungkinan dapat terjadi perdarahan atau spotting beberapa hari

setelah pemasangan

d. AKDR dapat dilepas setiap saat bila dikehendaki klien

e. Bila terjadi eksplusi, AKDR dapat dipasang kembali

f. Pemeriksaan AKDR dapat dilakukan bila terdapat keluhan nyeri,

demam, perdarahan, dsb

g. AKDR tidak melindungi terhadap IMS termasuk HIV /AIDS. Bila

pemasangan berisiko, maka mereka harus menggunakan kondom

walaupun AKDR terpasang.

h. Jelaskan kepada klien jenis AKDR yang digunakan, kapan waktunya

dilepas dan berikan kartu yang berisi semua informasi ini. (Pinem,

S, 2009 )

B. Kondom

1. Pengertian Kondom
26

Kondom adalah selubung tipis dari karet, vinil, atau produk alamiah

dapat berwarna maupun tidak berwarna, biasanya ditambahkan spermisida

untuk perlindungan tambahan, serta digunakan untuk menutupi penis sesaat

sebelum berhubungan (JNPKKR / POGI, 2003).

2. Cara Kerja Kondom

a. Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan

cara mengemaskan sperma diujung selubung karet yang dipasang pada

penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran

reproduksi perempuan.

b. Mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan

HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain ( khusus

kondom yang terbuat dari lateks dan vinil).

3. Cara Pemakaian

Berikut ini cara pemakaian kondom

a. Kondom ada yang ujungnya biasa dan ada yang berputing. Sebelum

membuka kondom, tekanlah ujungnya untuk mengeluarkan udara yang

tersedia tempat untuk mani yang akan dikeluarkan.

b. Bukalah gulungan kondom sebelum persetubuhan, lalu pasang pada

waktu zakar tegang/ berdiri.


27

c. Sesudah cairan mani keluar dan tertampung di ujung kondom, keluarkan

zakar ketika masih tegang dengan memegang kondomnya secara erat,

agar cairan tersebut tidak tertumpah kedalam vagina.

d. Buanglah kondom setelah sekali pakai pada tempat yang aman dari

jangkauan anak-anak (Huliana M, 2003).

4. Efektifitas Kondom

Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali

berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaina kondom tidak

efektif karena tidak dipakai secara konsisten. Secara Ilmiah didapatkan

hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2-12 kehamilan per 100

perempuan pertahun.

5. Keuntungan dan Kerugian Kondom

a. Keuntungan kondom :

1) Mencegah kehamilan

2) Memberi perlindungan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS)

3) Dapat diandalkan

4) Sederhana, ringan, disposable, dan mudah digunakan

5) Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervisi, atau follow-up

6) Reversibel

7) Pria ikut aktif dalam kegiatan KB

8) Efektif segera setelah dipasang


28

9) Tidak mempengaruhi kegiatan laktasi

10) Dapat digunakan sebagai pendukung metode kontrasepsi lain

11) Tidak mengganggu kesehatan

12) Tidak ada efek samping sistemik

13) Mudah didapatkan dan tidak perlu resep dokter

14) Murah karena digunakan dalam jangka pendek

b. Kerugian kondom :

1) Efektivitas dipengaruhi kesediaan akseptor mematuhi instruksi yang

diberikan dan motivasi akseptor.

2) Efektivitas tidak terlalu tinggi

3) Perlu menghentikan aktivitas dan spontanitas hubungan seks guna

memasang kondom

4) Dapat mengurangi sensitifitas penis sehingga ereksi sukar

dipertahankan (Saifuddin A, 2006).

6. Pemakaian Kondom juga diperlukan pada saat-saat tertentu, misalnya:

a. Setelah vasektomi

b. Selama enam minggu, kondom perlu dipakai dalam persetubuhan

sampai cairan mani tidak mengandung spermatozoa lagi (ada tidaknya

spermatozoa dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium)

c. Menunggu pemasangan IUD bagi istri

d. Menunggu haid istri untuk minum pil KB


29

e. Istri lupa minum pil KB lebih dari 36 jam

f. Menunggu diagnosis yang pasti dari dugaan penyakit kelamin

g. Menjadi pilihan pasangan dalam mengikuti KB (Huliana M, 2003).

C. Faktor Yang berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal.

Prilaku adalah unik dan individual. Setiap individu memiliki prilakunya

sendiri yang berbeda dengan individu lain, termasuk pada kembar identik

sekalipun, prilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya

prilaku positif. Namun, secara minimal jika didasari pengetahuan yang cukup,

prilaku positif yang terbentuk relatif lebih lama. Hal ini menunjukkan bahwa

prilaku dengan kekhasan dan keunikannya dipengaruhi oleh banyak variabel.

Dalam bidang perilaku kesehatan terdapat beberapa teori tentang factor

penentu (determinan) atau factor yang mempengaruhi pembentukan perilaku

yang sering digunakan sebagai acuan program-program kesehatan masyarakat.

Teori Lawrence Green (1980)

Dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku,

konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan

beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan oleh Green

(1980), ia menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh 3 faktor yaitu

faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.


30

Faktor predisposisi (Predisposing factor), faktor yang mempermudah

terjadinya prilaku seseorang. Faktor ini termasuk pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai, norma sosial, budaya, dan faktor

sosio demografi.

Faktor pendukung, faktor yang mempengaruhi jalannya suatu tindakan

yang akan dilakukan. Faktor ini termasuk ketersediaan alat dan informasi yang

didapatkan.

Faktor pendorong (enabling factor), faktor yang memungkinkan

terjadinya prilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau

sumber-sumber khusus yang mendukung dan keterjangkauan sumber dan

fasilitas kesehatan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku yaitu:

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni:


31

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi

materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada kondisi atau keadaan yang riil (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan atau

menguraikan atau menganalisis suatu material atau suatu objek ke dalam


32

komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Dalam memperkenalkan cara-cara kontrasepsi kepada masyarakat

tidak mudah untuk segera diterima karena menyangkut pengambilan

keputusan oleh masyarakat untuk menerima cara-cara kontrasepsi

tersebut. Menurut Rogers, ada empat tahap untuk mengambil keputusan

untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap pengetahuan (knowledge),

tahap persuasi (persuasion), tahap pengambilan keputusan (decision), dan

tahap konfirmasi (confirmation). Melalui tahap-tahap tersebut, inovasi

bisa diterima maupun ditolak.


33

Menurut Spicer dalam Notoatmodjo 2003, inovasi akan ditolak

jika inovasi tersebut dipaksakan oleh pihak lain, inovasi tersebut tidak

dipahami, atau inovasi tersebut dianggap sebagai ancaman terhadap nilai-

nilai penduduk.

Menurut studi yang telah dilakukan oleh Anne R Pebley dan

James W Breckett dalam Notoatmodjo 2003, terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan tentang tempat pelayanan dan metode

kontrasepsi yang digunakan. Wanita yang mengetahui tempat pelayanan

kontrasepsi lebih sedikit menggunakan kontrasepsi tradisional.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita

ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut

diatas (Notoatmodjo, 2003).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari

masukan (input), yaitu sasaran pendidikan, dan keluaran (output) yaitu

suatu bentuk prilaku baru atau kemampuan baru dari sasaran pendidikan.

Proses tersebut dipengaruhi oleh perangkat lunak (soft ware) yang terdiri

dari kurikulum, pendidik, metode dan sebagainya serta perangkat keras


34

(hard ware) yang terdiri dari ruang, perpustakaan (buku-buku) dan alat-aat

bantu pendidikan lain. Jalur pendidikan formal akan membekai seseorang

dengan dasar-dasar pengetahuan, teori dan logika, pengetahuan umum,

kemampuan analisis serta pengembangan kepribadian. Berdasarkan

proses intelektual, belum menjelaskan bahwa pendidikan merupakan

suatu proses dengan tujuan utama menghasilkan perubahan prilaku

manusia yang secara operasional tujuannya dibedakan menjadi 3 aspek

yaitu aspek pengetahuan (Kognitif), aspek sikap (efektif), dan aspek

ketrampilan (psikomotor) (Notoatmodjo, 2005).

Sistem Pendidikan Nasional (SisDikNas), menjelaskan bahwa

pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada pancasila dan

undang-undang dasar negara Republik indonesia tahun 1945. Pendidikan

nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Jalur pendidik terdiri atas pendidikan formal,

nonformal dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas

(Depdiknas, 2004) :
35

a. Pendidikan dasar, pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan

yang melandasinya jenjang pendidikan menengah. Setiap warga

negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib

mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah daerah menjamin

terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia

6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Pendidikan dasar berbentuk : Sekolah Dasar (SD), Madrasah

Ibtidayah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta sekolah

menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau

bentuk lain yang sederajat.

b. Pendidikan Menengah, pendidikan menengah merupakan lanjutan

pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan menengah umum, dan

pendidikan menengah kejurusan. Pendidikan menengah berbentuk;

Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah

Menengah Kejurusan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejurusan

(MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan Tinggi, pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan

diploma, sarjana, magister, spesialis dan dokter yang diselenggarakan

oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk : Akademi,

politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas. Perguruan tinggi


36

berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat

menyelenggarakan program akademik, profesi dan vokasi.

Menurut penelitian Tawi, terdapat korelasi yang bermaknna

antara pendidikan dengan pengetahuan akseptor KB, dimana tingginya

tingkat pendidikan, maka wawancara pengetahuan semakin bertambahh

dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan dan kehidupan

sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat

pelayanan kesehatan yang lebih baik (Tawi, 2008).

Menurut Azwar dalam Notoatmodjo (2003) pendidikan

merupakan suatu faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan dapat

mendewasakan seseorang, sehingga dapat memilih dan membuat

keputusan dengan lebih cepat.

3. Pendapatan
Setiap orang tentu akan mengharapkan gaji atau pendapatan besar,

yang bisa mencukupi kehidupannya serta impiannya di masa kini maupun

di masa datang. Akan tetapi, tidak semua orang memiliki skill yang

tepat, berada di perusahaan yang tepat, serta bekerja pada posisi

yang tepat. Seseorang yang realistis akan berkaca pada dirinya sendiri,

berupaya memahami personifikasi dirinya sendiri.


37

Berbicara standar gaji atau standar penghasilan, akan menjadi

relatif bagi semua orang. Tingginya tingkat pengangguran menjadi salah

satu akibat rendahnya standar gaji di Indonesia (selain akibat dari

rendahnya kualitas lulusan tentunya). Di setiap daerah untuk upah

minimum mempunyai standar yang berbeda-beda, sehingga Pemerintah

menetapkan Undang-undang mengenai pengaturan Upah Minimum

Regional yang biasa disebut UMR. Apabila ada perusahaan yang tidak

menaati ketentuan UMR maka karyawan berhak mengajukan tuntutan di

pengadilan. Berikut Informasi Upah Minimum Regional (UMR) atau

Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah dikeluarkan pada tahun

2012 / 2013. Salah satunya Provinsi Aceh sebesar 1.550.000 ( Infografis,

2013).

4. Informasi

Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita

tentang sesuatu atau lingkungan keseluruhan makna yang menunjang

amanat yang terlihat dalam bagian-bagian amanat itu (Depdiknas, 2005).

Secara umum, informasi adalah data yang sudah di olahmenjadi

sesuatu bentuk lain yang lebih berguna yaitu pengetahuan atau keterangan
38

yang ditunjukan bagi penerima dalam pengambilan keputusan, baik masa

sekarang maupun yang akan dating. Informasi yang diperoleh baik dari

pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh

jangka pendek ( immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan

atau peningkatan pengetahuan.

Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa

yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televise, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh

besar terhadap pembentukanopini dan kepercayaan orang.

Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media

massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mkengenai sesuatu

hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan

terhadap hal tersebut ( Efendi, 2009).

Informasi juga memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang

meskipun pendidikan seseorang rendah, tapi jika ia mendapatkan

informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat

kabar maka wawasan pengetahuan semakin bertambah dan semakin


39

menyadari bahwa pentingnya kesehatan bagi kehidupan ( Notoatmodjo,

2003).

D. Kerangka Teori

Dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku,

konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program

dan beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan oleh

Green (1980), ia menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh 3

faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.

Faktor predisposisi (Predisposing factor), factor yang mempermudah

terjadinya prilaku seseorang. Faktor ini termasuk pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai, norma sosial, budaya, dan

faktor sosio demografi.

Faktor pendukung, faktor yang mempengaruhi jalannya suatu tindakan

yang akan dilakukan. Faktor ini termasuk ketersediaan alat dan informasi yang

didapatkan.

Faktor pendorong (enabling faktor), faktor yang memungkinkan

terjadinya prilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau

sumber-sumber khusus yang mendukung dan keterjangkauan sumber dan

fasilitas kesehatan.
40

Kerangka teori karakteristik Akseptor AKDR dapat digambarkan

sebagai berikut :

Faktor Predisposisi

Pengetahuan

Sikap

Pendidikan

Pendapatan

Faktor Pendukung

Ketersediaan Alat
Pemilihan Alat
Kontrasepsi Non
Hormonal
Informasi
41

Faktor Pendorong

Dukungan

Gambar 2.1: Kerangka Teori

Keterangan :

diteliti

tidak diteliti

E. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan

Pendidikan
Pemilihan Alat
Kontrasepsi Non
Hormonal
42

Pendapatan

Informasi

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep

E. Hipotesis

Ha : Ada Hubungan Pengetahuan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie.

Ha : Ada Hubungan Pendidikan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie.

Ha : Ada Hubungan Pendapatan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie.


43

Ha : Ada Hubungan Informasi dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Adapun penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik karena

bertujuan menganalisa, menjelaskan suatu hubungan, menguji berdasarkan

teori yang ada dan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel

independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat dan tidak ada

tindak lanjut. (Arikunto, S, 2010).

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor KB Non Hormonal

di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro

Kabupaten Pidie periode Agustus 2012 sampai dengan Maret 2013

populasinya yaitu berjumlah 112 orang.

2. Sampel
44

Sedangkan besarnya sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan rumus Slovin dalam Notoadmodjo (2005) :

Keterangan :

N : Besarnya Populasi

n : Besarnya Sampel

d2 : Tingkat Kepercayaan (0,12)

Jadi :

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik Proporsional Random Sampling yaitu pengambilan

sampel dari anggota populasi secara acak dan terdistribusi secara merata pada

semua daerah yang di teliti.


45

Peneliti menentukan proporsi sampel dengan mempertimbangkan

jumlah akseptor KB Non Hormonal setiap kemukiman / desa, dengan rumus :

Jumlah akseptor KB Non Hormonal.

Keterangan : n = Besarnya Sampel

N = Besarnya Populasi

= Jumlah akseptor KB non hormonal.

Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel di setiap Kemukiman

No Nama Kemukiman Populasi (N) Sampel (n)

1. Bambi 29 14

2. Guci Rumpong 15 7

3. Krueng Dayah 23 11

4. Krueng Seumideun 17 8

5. Mesjid Baro 15 7

6. Pineung 13 6

Total 112 53

(Wilayah Kerja PKM Peukan Baro, 2013 )

C. Tempat dan waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
46

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro

Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 Agustus – 24 Agustus Tahun

2013.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dengan cara

mengedarkan kuesioner langsung dengan responden tentang Faktor- faktor

yang berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal

di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro

Kabupaten Pidie.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan diperoleh dari Wilayah Kerja

Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie yaitu

data ibu yang menjadi akseptor KB Non Hormonal.

E. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk


47

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2007).

Tabel 3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Definisi Hasil Ukur Alat Cara Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Variabel Dependent ( variabel Terikat )

1. Pemilihan Ibu-ibu yang - AKDR Kuesioner Mengedarkan- Ordinal


Alat memilih alat - Kondom kuesioner
Kontrasepsi kontrasepsi
Non Non
Hormonal Hormonal

Variabel Independent ( Variabel bebas )

2. Pengetahuan Segala - Tinggi Kuesioner Mengedarkan Ordinal


sesuatu yang kuesioner
diketahui oleh - Rendah
akseptor KB
48

tentang
kontrasepsi
AKDR

3. Pendidikan Jenjang - Tinggi Kuesioner Mengedarkan Ordinal


pendidikan kuesioner
terakhir yang - Menengah
ditamatkan - Dasar
responden

4. Pendapatan Pendapatan - Tinggi Kuesioner Mengedarkan Ordinal


keluarga yang kuesioner
dihasilkan - Rendah
selama
sebulan

5. Informasi Pesan atau - Ada Kuesioner Mengedarkan Ordinal


kabar yang - Tidak ada kuesioner
diterima
akseptor
berkaitan
dengan
kontrasepsi
AKDR

F. Cara Pengukuran Variabel

1. Pengetahuan dibagi menjadi 2 katagori yaitu :

a. Tinggi : Bila responden mampu menjawab dengan benar 50% - 100%

dari seluruh pertanyaan atau 5 – 10 pertanyaan

b. Rendah : Bila responden hanya menjawab dengan benar < 50% dari

seluruh pertanyaan < 5 pertanyaan


49

2. Pendidikan dibagi 3 katagori yaitu :

a. Tinggi bila responden tamat PT atau Diploma

b. Menengah bila tamat SMA sederajat

c. Dasar bila responden tamat SLTP, SD atau Sederajat

3. Pendapatan dibagi 2 katagori yaitu, ( PerGub Tahun 2012 / 2013 )

a. Tinggi bila ≥ Rp. 1.550.000

b. Rendah bila < Rp. 1.550.000

4. Informasi dibagi 2 katagori yaitu :

d. Ada, jika x ≥ 2

e. Tidak Ada, jika x < 2

G. Instrumen Penelitian

Adapun Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

yang berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal –hal

yang ia ketahui ( Arikunto, 2010 ).

H. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang dikumpulkan diolah secara manual yang menggunakan

langkah-langkah menurut Notoadmodjo ( 2005 ) sebagai berikut :

1. Pengolahan data
50

Data yang telah terkumpul diolah dengan langkah-langkah sebagai

berikut (Budiarto, 2001) :

a. Editing : Dilakukan pengecekan kelengkapan data, bila terdapat

kesalahan maka akan diperbaiki dengan pemeriksaan ulang.

b. Coding : Pemberian nilai pada hasil yang telah ditetapkan dan

menjumlahkannya.

c. Transfering: Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan mulai

dari responden pertama sampai responden terakhir untuk

dimasukan dalam tabel.

d. Tabulating: Perhitungan sesuai variabel yang dibutuhkan lalu dimasukan

ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah

analisa data dan pengambilan kesimpulan.

2. Analisa Data

a. Univariat’’

Data yang diperoleh dari faktor yang berhubungan dengan

Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal dianalisa dengan cara uji

statistik yaitu dengan menghitung persentase dari setiap variabel. Untuk

test uji faktor- faktor yang berhubungan dengan penggunaan AKDR

Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal, penganalisa data dilakukan

dengan menggunakan rumus rata-rata sampel yaitu :


51

x= x
n

Keterangan :

x = Rata-rata sampel

x = Total nilai

n = Jumlah sampel

Data yang diperoleh dari kuesioner dimasukkan kedalam tabel

distribusi frekuensi, kemudian dipresentasekan ke tiap-tiap kategori dengan

menggunakan rumus sebagai berikut. Notoadmodjo (2003).

f
P x100 %
n

Ketrangan : P = persentase

f = Frekwensi teramati

n = Jumlah sampel

b. Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisis hasil dari variabel-variabel

bebas yang di duga mempunyai hubungan dengan variabel terikat.

Analisa yang digunakan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa

dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji kategorik Chi


52

Square Test (X2) pada tingkat kemaknaannya adalah 95 % ( P ≤ 0,05 )

sehingga dapat diketahui ada atau tidakanya perbedaan yang bermakna

secara statistik, dengan menggunakan program computer SPSS for

windows Versi 17,0. Melalui perhitungan uji Chi square ( x2 )

selanjutnya ditarik suatu kesimpulan bila nilai P lebih kecil atau sama

dengan nilai alpha (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang

menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan

variabel bebas.

Untuk menentukan nilai p-value pada uji Chi-Square Test ( X 2 )

table, memiliki ketentuan sebagai berikut : (Arikunto, 2006)

1) Bila Chi-Square Test ( X 2 ) tabel terdiri dari tabel 2x2 dijumpai nilai

expantasi (E) <5 maka nilai p-value yang digunakan adalah nilai

yang terdapat pada nilai Fisher exact test.

2) Bila Chi-Square Test ( X 2 ) tabel terdiri dari tabel 2x2 tidak

dijumpai nilai expantasi (E) <5 maka nilai p-value yang digunakan

adalah nilai yang terdapat pada nilai continuity correction.

3) Bila Chi-Square Test ( X 2 ) tabel terdiri dari tabel lebih dari 2x2

misalnya 3x2, 3x3 dan lain-lain, maka nilai p-value yang digunakan

adalah nilai yang terdapat pada nilai Pearson Chi-Square.


53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Lokasi Penelitian

Puskesmas Peukan Baro merupakan salah satu sarana pelayanan

kesehatan di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie yang mempunyai batas-

batas sebagai berikut:

a. Sebelah Barat : Kantor KUA

b. Sebelah Timur : Polsek Peukan Baro

c. Sebelah Utara : Koramil Peukan Baro

d. Sebelah Selatan : Rumah Masyarakat

Puskesmas Peukan baro memiliki 3 orang Dokter umum 47 Bidan dan

serta dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya. Puskesmas Peukan Baro terdiri
54

dari 1 Poli Umum, 1 Poli Gigi, 1 Apotik, 1 ruang KIA, 1 ruang TU, 3 Ruang

rawat inap dan 1 ruang kartu.

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 12 Agustus -

24 Agustus 2013 terhadap Akseptor KB Non Hormonal di Wilayah Kerja

Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie dengan

jumlah sampel 53 akseptor. Pengumpulan data dengan cara pengisian kuesioner

dalam bentuk multiple choise, yang terdiri dari 20 pertanyaan. Maka hasil

penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

a. Pemilihan Alat Kontraseepsi Non Hormonal

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal

pada Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro


Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie

No Pemilihan Alat Kontrasepsi Non f (%)


Hormonal

1. AKDR 22 41,5

2. Kondom 31 58,5
55

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer (Diolah, 2013).

Berdasarkan tabel 4.1 dari 53 Responden dapat dilihat bahwa

Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal terdapat pada katagori

memilih Kondom yaitu sebanyak 31 responden (58,5%).

b. Pengetahuan

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas
Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro
Kabupaten Pidie

No Pengetahuan Frekuensi (%)

1. Tinggi 25 47,2

2. Rendah 28 52,8

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer (Diolah, 2013).

Berdasarkan tabel 4.2 dari 53 Responden dapat dilihat bahwa

pengetahuan yang didapatkan akseptor terdapat pada katagori

pengetahuan rendah yaitu sebanyak 28 responden (52,8%).

c. Pendidikan
56

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Pendidikan Dengan Pemilihan Alat


Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas

Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro

Kabupaten Pidie

No Tingkat Pendidikan Frekuensi (%)

1. Tinggi 17 32,1

2 Menengah 22 41,5

3 Dasar 14 26,4

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer (Diolah, 2013).

Berdasarkan tabel 4.3 dari 53 Responden dapat dilihat bahwa

pendidikan akseptor KB terdapat pada pendidikan menengah yaitu

sebanyak 22 responden (41,5%).

d. Pendapatan

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Pendapatan Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas
Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro
Kabupaten Pidie
57

No Pendapatan Frekuensi (%)

1. Tinggi 19 35,9

2. Rendah 34 64,1

Jumlah 53 100

Berdasarkan tabel 4.4 dari 53 Responden dapat dilihat bahwa

pendapatan yang didapatkan akseptor KB terdapat pada katagori

pendapatan rendah yaitu sebanyak 34 responden (64,1%).

e. Informasi

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Informasi Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi


Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas

Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro

Kabupaten Pidie

No Informasi Frekuensi (%)

1 Ada 23 43,4

2 Tidak ada 30 56,6

Jumlah 53 100
58

Sumber : Data Primer (Diolah, 2013).

Berdasarkan tabel 4.5 dari 53 Responden dapat dilihat bahwa

informasi yang didapatkan akseptor KB terdapat pada katagori Tidak

mendapatkan informasi yaitu sebanyak 30 responden (56,6%).

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal

Tabel 4.6
Hubungan Pengetahuan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non
Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan
Peukan Baro Kabupaten Pidie

Pemilihan Alat Kontrasepsi


Non Hormonal Total p
Pengetahuan
AKDR Kondom Value
f % F % F %
59

Tinggi 16 83,3 9 16,7 25 100

6 14,3 22 85,7 28 100 0,004


Rendah

Jumlah 22 31 53

Sumber : Data Diolah Tahun 2013

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 25 responden

yang pengetahuan tinggi memilih AKDR yaitu sebanyak 16 orang

(83,3%), sedangkan dari 28 responden yang pengetahuan rendah 22

orang (85,7%) yang memilih Kondom.

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai

p value = 0,004 (p < 0,05) dengan demikian dapat dilihat bahwa ada

hubungan antara pengetahuan terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie.


60

b. Hubungan Pendidikan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal

Tabel 4.7
Hubungan Pendidikan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non
Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro
Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie

Pemilihan Alat Kontrasepsi


Non Hormonal Total p
Pendidikan
AKDR Kondom Value
f % F % f %

Tinggi 15 88,2 2 11,8 17


100

2 9,1 20 90,9 22 100


Menengah
0,000

5 35,7 9 64,3 14 100


Dasar

Jumlah 22 31 53
61

Sumber : Data Diolah Tahun 2013

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari 17 responden

yang pendidikan tinggi memilih AKDR yaitu sebanyak 15 orang

(88,2%), sedangkan dari 22 responden berpendidikan menengah yang

memilih AKDR yaitu hanya 2 orang (9,1%), dan dari 14 responden

yang pendidikan dasar yang memilih AKDR hanya 5 orang (35,7%).

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai

p value = 0,000 (p < 0,05) dengan demikian dapat dilihat bahwa ada

hubungan antara pendidikan terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan

Peukan Baro Kabupaten Pidie.

c. Hubungan Pendapatan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal

Tabel 4.8

Hubungan Pendapatan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non


Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro

Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie

Pemilihan Alat Kontrasepsi


Non Hormonal Total p
Pendapatan
AKDR Kondom Value
f % F % f %
62

Tinggi 11 57,9 8 42,1 19 100

11 32,4 23 67,6 34 100 0,129


Rendah

Jumlah 22 31 53

Sumber : Data Diolah Tahun 2013

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari 19 responden

yang pendapatannya tinggi memilih AKDR yaitu sebanyak 11 orang

(57,9%), sedangkan dari 34 responden yang pendapatannya rendah

memilih Kondom yaitu 23 orang (67,6%).

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai

p value = 0,129 (p < 0,05) dengan demikian dapat dilihat bahwa tidak

ada hubungan antara pendapatan terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi

Non Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan

Peukan Baro Kabupaten Pidie.

d. Hubungan Informasi Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal
63

Tabel 4.9
Hubungan Informasi Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non
Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan
Peukan Baro Kabupaten Pidie

Pemilihan Alat Kontrasepsi


Non Hormonal Total p
Informasi
AKDR Kondom Value
F % f % f %

Ada 15 65,2 8 34,8 23 100

7 23,3 23 76,7 30 100 0,005


Tidak Ada

Jumlah 22 31 53

Sumber : Data Diolah Tahun 2013

Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dari 23 responden

yang mendapatkan informasi memilih AKDR yaitu sebanyak 15 orang

(65,2%), sedangkan dari 30 responden yang tidak mendapatkan

informasi memilih Kondom yaitu 23 orang (76,7%).


64

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai

p value = 0,005 (p < 0,05) dengan demikian dapat dilihat bahwa ada

hubungan antara informasi terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie.

C. Pembahasan

1. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non


Hormonal Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro kecamatan
Peukan Baro Kabupaten Pidie.

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 25 responden yang

pengetahuannya tinggi memilih AKDR yaitu sebanyak 16 orang (64,0%),

sedangkan dari 28 responden yang pengetahuannya rendah memilih

Kondom yaitu sebanyak 22 orang (78,6%).

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p

value = 0,004 (p < 0,05), dapat dilihat bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal.

Hal ini sesuai dengan teori Evereet (2008), Kurangnya pengetahuan

pada calon akseptor sangat berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi

IUD. Dari beberapa temuan fakta memberikan implikasi program, yaitu

manakala pengetahuan dari wanita kurang maka penggunaan kontrasepsi


65

terutama IUD juga menurun. Jika hanya sasaran para wanita saja yang

selalu diberi informasi, sementara para suami kurang pembinaan dan

pendekatan, suami kadang melarang istrinya karena faktor ketidaktahuan

dan tidak ada komunikasi untuk saling memberikan pengetahuan.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Devina Anggreini (2011)

yang menunjukan bahwa hasil analisis bivariat ada hubungan yang

bermakna antara pengetahuan dengan penggunaan AKDR.

Hasil penelitian diatas dapat di asumsikan bahwa pengetahuan

akseptor rata-rata berpengetahuan rendah. Hal ini merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi akseptor tidak memilih alat kontrasepsi AKDR,

karena dengan pengetahuan yang kurang akseptor tidak mengetahui

efektivitas, keuntungan, jenis-jenis, mekanisme kerja maupun efek samping

dari AKDR. Sedangkan bila akseptor memiliki pengetahuan yang tinggi,

maka akseptor dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan AKDR dan

walaupun akseptor tidak mendapat penjelasan lebih jelas tentang macam-

macam alat kontrasepsi akseptor yang memiliki pengetahuan tinggi akan

mencari sendiri informasi yang ingin dia ketahui.

2. Hubungan Pendidikan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non


Hormonal Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro kecamatan
Peukan Baro Kabupaten Pidie.
66

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari 17 responden yang

pendidikanya tinggi memilih AKDR yaitu sebanyak 15 orang (88,2%),

sedangkan dari 22 responden yang pendidikannya menengah tidak memilih

AKDR yaitu sebanyak 20 orang (90,9%), dan dari 14 responden yang

pendidikannya dasar memilih Kondom yaitu sebanyak 9 orang (64,3%).

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p

value = 0,000 (p < 0,05), dapat dilihat bahwa ada hubungan antara

pendidikan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal.

Hal ini sesuai dengan teori (Erfandi, 2008) Pendidikan merupakan

proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan. Pendidikan pasangan suami - istri yang rendah akan menyulitkan

proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang

IUD juga terbatas .

Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Devina Anggreini

(2011) yang menunjukan bahwa hasil analisis bivariat ada hubungan yang

antara pendidikan dengan penggunaan AKDR.

Hasil penelitian diatas dapat di asumsikan bahwa pengetahuan akseptor

rata-rata berpendidikan menengah. Menurut asumsi peneliti pendidikan

sangat mempengaruhi seseorang terhadap pengetahuan yang dimilikinya


67

dimana melalui pendidikan maka seseorang akan dapat mengembangkan

potensi dirinya dan memperoleh pengetahuan yang lebih banyak, begitu juga

dengan pengetahuannya tentang alat kontrasepsi AKDR akseptor akan lebih

mengetahui manfaat maupun keuntungan dari alat kontrasepsi tersebut bila

akseptor memiliki pendidikan yang tinggi.

3. Hubungan Pendapatan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non


Hormonal Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro kecamatan
Peukan Baro Kabupaten Pidie.

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari 19 responden yang

pendapatannya tinggi memilih AKDR yaitu sebanyak 11 orang (57,9%),

sedangkan dari 34 responden yang pendapatannya rendah memilih Kondom

yaitu sebanyak 23 orang (67,6%).

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p

value = 0,129 (p < 0,05), dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan antara

pendapatan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal.

Hal ini bertentangan dengan teori (Erfandi, 2008) Tingkat ekonomi

mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena

untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus

menyediakan dana yang diperlukan. Walaupun jika dihitung dari segi

keekonomisannya, kontrasepsi IUD lebih murah dari KB suntik atau pil,

tetapi kadang orang melihatnya dari berapa biaya yang harus dikeluarkan

untuk sekali pasang.


68

Penelitian ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian Lilis Sriandito

(2009) yang menunjukan bahwa hasil analisis bivariat ada hubungan yang

antara pendapatan dengan penggunaan AKDR.

Hasil penelitian diatas dapat di asumsikan bahwa pendapatan

akseptor rata-rata berpendapatan rendah. Menurut peneliti pendapatan

rendah tidak berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan termasuk salah

satunya pelayanan KB, karena pemerintah sudah menyediakan pelayanan

kesehatan secara gratis.

4. Hubungan Informasi Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non


Hormonal Di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro kecamatan
Peukan Baro Kabupaten Pidie.

Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dari 23 responden yang

mendapatkan informasi memilih AKDR yaitu sebanyak 15 orang (65,2%),

sedangkan dari 30 responden yang tidak mendapatkan informasi memilih

Kondom yaitu sebanyak 23 orang (76,7%).

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p

value = 0,005 (p < 0,05), dapat dilihat bahwa ada hubungan antara

informasi dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal.


69

Hal ini sesuai dengan teori ( Notoatmodjo, 2003). Informasi juga

memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang meskipun pendidikan

seseorang rendah, tapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari

berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka wawasan

pengetahuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa

pentingnya kesehatan bagi kehidupan.

Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Devina Anggreini

(2011) yang menunjukan bahwa hasil analisis bivariat ada hubungan yang

antara pendidikan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non Hormonal.

Hasil penelitian diatas dapat di asumsikan bahwa informasi yang

didapatkan oleh akseptor rata-rata tidak ada. Peneliti berasumsi bahwa

sumber informasi mempengaruhi terhadap peningkatan pengetahuan dan

pemahaman seseorang dimana jika ibu memperoleh informasi tentang alat

kontrasepsi AKDR maka hal tesebut dapat membawa perubahan perilaku

pada ibu untuk dapat mencoba menggunakan alat kontrasepsi.


70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
71

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 53 akseptor KB di

Wilayah kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan Baro Kabupaten

Pidie, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada hubungan pengetahuan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie dengan nilai p<0,05 (0,004).

2. Ada hubungan pendidikan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie dengan nilai p<0,05 (0,000).

3. Tidak Ada hubungan pendapatan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie dengan nilai p<0,05 (0,129).

4. Ada hubungan informasi dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Non

Hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Baro Kecamatan Peukan

Baro Kabupaten Pidie dengan nilai p<0,05 (0,005).


72

B. Saran

1. Bagi Akseptor KB

Diharapkan bagi akseptor KB agar dapat meningkatkan pengetahuannya

tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan Kondom dengan cara

bertanya kepada bidan maupun tenaga kesehatan lainnya atau mendapat

informasi, baik dari media elektronik, dan media cetak maupun penyuluhan

khususnya tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan Kondom.

2. Bagi Institusi

Bagi institusi pendidikan kebidanan agar dapat meningkatkan pengetahuan

mahasiswa tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan Kondom

melalui proses belajar mengajar dengan menyediakan fasilitas dan bahan

bacaan yang memadai.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan agar dapat selalu memberikan

penyuluhan, bimbingan serta saran-saran kepada ibu-ibu akseptor agar

memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang Alat Kontrasepsi Dalam

Rahim (AKDR) dan Kondom.

You might also like