You are on page 1of 8

Teori kognitif adalah teori yang mangatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan

persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diukur dan
diamati. Dalam teori ini lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Teori pembelajaran ini adalah sebuah
teori pembelajaran yang cenderung melakukan praktek-praktek yang mengarah pada kualitas
intelektual peserta didik. Meskipun teori ini memiliki berbagai kelemahan akantetapi, teori
kognitif ini juga memiliki kelebihan yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran. Salah
satu aspek positifnya adalah keceerdasan peserta didik perlu dimulai dari adanya pembentukan
intelektual dan mengorganisasian alat-alat kognisi.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sebelum teori kognitif ini muncul ada beberapa teori belajar yang mendahuluinya, salah satunya
adalah teori belajar behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson dan lain-
lain. Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teori
tersebut mempunyai beberapa kelemahan, karena behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis
dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot,
padahal setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan
pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon jika
ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan proses
belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat
mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan hewan. Oleh sebab itulah
para ahli psikologi pendidikan mencoba memecahkan masalah itu dengan teori baru yaitu teori
kognitif.

B. RUMUSAN MASALAH

 Apakah pengertian dari teori belajar?


 Bagaimana pandangan teori belajar Kognitif ?
 Siapa tokoh-tokoh teori belajar Kognitif ?
 Bagaimanakah Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

ü Agar memahami pengertian dari teori belajar.

ü Agar mengerti pandangan teori belajar kognitif.

ü Agar mengetahui tokoh-tokoh teori belajar kognitif.

ü Agar memahami implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar

Teori pendidikan adalah suatu pandangan atau serangkaian pendapat ihwal pendidikan yang
diidealkan yang disajikan dalam bentuk sebuah sistem konsep dan dalil (hukum). Dari segi
keluasan, teori pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu teori umum pendidikan dan teori khusus
pendidikan. Teori-teori umum pendidikan, yaitu teori-teori yang berisi pandangan ideal tentang
keseluruhan hal-ihwal pendidikan. Teori-teori ini lebih bersifat filosofis. Wujud teori umum
pendidikan terumuskan dalam filsafat pendidikan. Sedangkan teori-teori khusus pendidikan
adalah teori-teori yang berisi pandangan atau rumusan ideal tentang sebagian dari keseluruhan
hal-ihwal pendidikan. Teori-teori ini lebih bersifat praktis. Teori-teori khusus pendidikan termuat
dalam teori-teori belajar dan pembelajaran.

Dari segi tujuan penyajiannya, teori-teori pendidikan, baik umum maupun khusus, dibedakan
menjadi dua, yaitu teori deskriptif dan teori preskriptif. Teori deskriptif yaitu teori-teori yang
bertujuan menggambarkan bagaimana keadaan hal-ihwal pendidikan sebagaimana adanya atau
apa yang terjadi senyatanya, baik dalam bentuk pandangan filosofis individu maupun praktiknya.
Sedangkan teori preskriptif yaitu teori-teori pendidikan yang menjelaskan bagaimana seharusnya
hal-ihwal pendidikan dilakukan. Teori preskriptif didasarkan pada temuan teori deskriptif.

Teori deskriptif bersifat induktif dan terkait dengan apa yang senyatanya terjadi di lapangan, baik
dalam fenomena pendidikan, pembelajaran, maupun belajar. Teori umum deskriptif pendidikan
misalnya deskripsi tentang pandangan para guru mengenai pendidikan ideal. Sedangkan teori
khusus deskriptif pendidikan misalnya temuan hasil penelitian tentang praktik pendidikan di
lingkungan tertentu. Teori deskriptif pembelajaran misalnya teori-teori hasil penelitian tentang
praktik pembelajaran di lingkungan tertentu. Teori deskriptif belajar misalnya temuan hasil
penelitian tentang perilaku belajar individu yang kemudian dikompilasi, disusun dan diabstraksi
menjadi teori belajar.

Jika teori deskriptif bersifat induktif, maka teori preskriptif bersifat deduktif, yakni berupa
asumsi-asumsi tentang pendidikan ideal sesuai dengan kebenaran yang diyakini, baik didasarkan
pada pandangan filosofis maupun didasarkan pada hasil penelitian lapangan. Mengingat teori
preskriptif merupakan teori yang berbicara tentang apa yang seharusnya, bukan tentang apa yang
terjadi senyatanya, maka teori preskiptif berbentuk acuan, prinsip, atau dasar bagi pelaksanaan
proses pendidikan dan pembelajaran. Jadi, teori preskriptif lebih terkait dengan teori pendidikan
dan pembelajaran ideal, yakni bagaimana proses pendidikan dan pembelajaran seharusnya
dijalankan.

Rumusan teori deskriptif secara sederhana dapat digambarkan dalam ungkapan sebagai berikut:
“Jika….., maka ….”. Sedangkan rumusan teori preskriptif dapat digambarkan dalam ungkapan
sebagai berikut: “Agar ….., maka….”. Contoh rumusan teori deskriptif berdasarkan teori belajar
konstruktivisme: “Jika peserta didik secara aktif melakukan konstruksi sendiri pengetahuan yang
dipelajari, maka hasil belajar yang dicapai dapat lebih optimal”. Berdasarkan dalil teori deskriptif
itu maka dapat dirumuskan teori preskriptifnya, yaitu: “Agar hasil belajar dapat dicapai secara
lebih optimal, maka peserta didik harus mendapat kesempatan untuk aktif belajar dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari.
Contoh teori deskriptif dari teori belajar Behaviorisme: “Jika peserta didik diberi stimulus dan
penguatan, maka akan terjadi perubahan tingkah laku (belajar) pada dirinya”. Berdasarkan teori
deskriptif itu maka dapat dirumuskan teori preskriptif (teori pembelajaran), yaitu:”Agar terjadi
perubahan tingkah laku (terjadi proses belajar pada peserta didik), maka para peserta didik harus
diberi stimulus (rangsangan) dan penguatan dalam setiap proses pembelajaran”.

Perbedaan teori deskriptif dan preskriptif terletak pada posisi teori tersebut. Jika teori itu
merupakan deskripsi dari fenomena pendidikan, pembelajaran, dan/atau belajar, maka teori
tersebut bersifat deskriptif. Jika suatu teori itu digunakan sebagai acuan atau landasan dalam
menjalankan proses pendidikan dan pembelajaran, maka teori tersebut merupakan teori
preskriptif.

Atas dasar uraian di atas, maka para guru dalam melakukan proses pembelajaran hendaknya
memahami dan menguasai benar teori-teori deskriptif sebelum merumuskan dan menggunakan
teori preskriptif. Dengan cara demikian, maka proses pendidikan dan pembelajaran yang
dijalankan akan lebih dapat dipertanggunjawabkan secara ilmiah dan akan memberikan hasil
lebih optimal.

Dari berbagai teori yang ada, tidak ada satu pun teori yang dipandang sempurna yang dapat
mengatasi semua persoalan pendidikan. Masing-masing teori memiliki kontribusi bagi upaya
pemecahan masalah pendidikan. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan dan pembelajaran,
setiap pendidik dituntut mampu menggunakan teori-teori pendidikan dan pembelajaran secara
tepat dan proporsional.

B. Pandangan Teori Belajar Kognitif

Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris dimana perilaku manusia tunduk pada
peneguhan dan hukuman pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu justru
merencakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia
mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang berasal
dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir, mempelajari konsep dan
menyelesaikan masalah. Hal yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini
adalah tentang jenis pengetahuan dan memori.

1. Jenis Pengetahuan

Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah
pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa yang
telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi,
dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar
sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Perspektif kognitif membagi
jenis pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Pengetahuan Deklaratif yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk
kata atau singkatnya pengetahuan konseptual. Contoh, pengetahuan tentang fakta (misalnya,
bumi berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu tertentu), generalisasi (setiap benda
yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya gaya gravitasi), pengalaman
pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains secara menyenangkan) atau aturan (untuk melakukan
operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan maka pembilang harus disamakan terlebih
dahulu).

b. Pengetahuan Prosedural yaitu pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya
dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya
“pengetahuan bagaimana”. Contoh, Menyatakan proses penjumlahan atau pengurangan pada
bilangan pecahan menunjukkan pengetahuan deklaratif, namun bila siswa mampu mengerjakan
perhitungan tersebut maka dia sudah memiliki pengetahuan prosedural. Guru dan siswa yang
mampu menyelesaikan soal melalui rumus tertentu atau menterjemahkan teks bahasa Inggris.
Seperti halnya siswa yang mampu berenang dalam satu gaya tertentu, berarti dia sudah
menguasai pengetahuan prosedural hal tersebut.

c. Pengetahuan Kondisional, Pengetahuan adalah pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa”
pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan. Seperti.siswa harus dapat mengidentifikasi
terlebih dahulu persamaan apa yang perlu dipakai (pengetahuan deklaratif) sebelum melakukan
proses perhitungan (pengetahuan prosedural). Pengetahuan kondisional ini jadinya merupakan
hal yang penting dimiliki siswa, karena menentukan penggunaan konsep dan prosedur yang
tepat. Terkadang siswa mengetahui fakta dan dapat melakukan satu prosedur pemecahan masalah
tertentu, namun sayangnya mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat.

C. Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif

1. PIAGIET

Menurut Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang
sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan,
jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip
penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi
baru) itu yang disebut asimilasi.

b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika
siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam
situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.

c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan


akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka
yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses
penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan yang
dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang
dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan
operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin
teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya
dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.

2. AUSUBEL

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” atau
advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.
Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup)
semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu
tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat
ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah
“pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik
agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari
bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik
di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan
ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa
kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun
asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan
diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe
belajar, yaitu (1) belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan ceramah yang
bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan (4) belajar dengan ceramah
yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena
belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu
dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih
berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

3. BRUNER

Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat
belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang
dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan
program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual
pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang
yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan
konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang
dipelajari.

Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan
kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini
Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap
awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap
memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner
mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .
Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1)
mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk
belajar, (3) nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan
untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.

Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara
efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun.
Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan
dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga
pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam
proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya
masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi,
dan minat siswa.

Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang mengandung


makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu,
pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada
konsep yang bersifat khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka
semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan
itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan
yang sesuai dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif
memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu
agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif
merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam
membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh
sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal
melalui sentuhan proses pendidikan.

Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi
kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta
didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta
didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di
sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang
tercakup dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan,
yaitu :

1. Pengetahuan (mengingat, menghafal),


2. Pemahaman (menginterpretasikan),
3. Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),
4. Analisis (menjabarkan suatu konsep),
5. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),
6. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).

Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor
utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang
dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai
pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan
belajar secara kelompok.

D. Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :


• Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
• Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
• Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
• Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
• Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sebagai seorang pendidik kita harus menyadari bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan
penyampaian informasi kepada peserta didik, yang nantinya informasi tersebut diolah oleh alat-
alat kognisi yang dimiliki oleh pesrta didik. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran harus
member ruang yang bebas dan luas kepada siswanya untuk mengembangkan kualitas
intelektualnya. Pada dasarnya proses pembelajaran adalah suatu system artinya keberhasilan
proses pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh salah satu faktor saja , tetapi lebih ditentukan
secara simultan dan komprehensif dari berbagai faktor yang ada. Dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran seorang guru harus menciptakan pembelajaran yang natural, tidak perlu ada suatu
rekaan atau paksaan kepada siswanya.
Dalam kegiatan pembelajaran pengembangan meteri harus benar-benar dilakukan secara
kontekstual dan relevan dengan realitas kehidupan peserta didik. Pelaksanaan kegiatan
pembelajaran tidak hanya bisa dilakukan di dalam ruangan saja tetapi juga bisa dilakukan diluar
ruangan dengan cara memanfaatkan alam sekita sebagai wahana tempat pembelajaran. Metode
yang dapat digunakan juga tidak harus selalu minoton, metode yang bervariasi merupakan
tuntutan mutlak dalam pembelajaran menurut teori ini. Keterlibatan siswa secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran amat dipentingkan karena henya dengan mengaktifkan siswa, maka
proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Selain
itu, seorang guru juga harus mampu memahami dan memperhatikan perbedaan individual anak,
arena hal ini merupakan faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran.

B. Saran

Sebaiknya teori ini digunakan semaksimal mungkin agar menjadikan siswa lebih kreatif dan
mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah

Daftar Pustaka

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 1997.

Hadis, Abdul, Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.

Uno, Hamzah B., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2006.

http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/

http://rudy-indranatan.blogspot.com/2012/04/macam-teori-belajar-dalam-pendidikan.html

You might also like