You are on page 1of 4

SINDROM NEFROTIK

DEFINISI

Sindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai
dengan edema anasarka, proteinuria masif >3,5 g/hari, hipoalbuminemi <3,5g/dl,
hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakan diagnosis
tidak perlu semua gejala ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, akan tetapi
pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen,
hiperkoaguabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering
dijumpai dalam SN 3
.
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, primer
atau idiopatik, dan sekunder3.
1) Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah :
- Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
- Denys-Drash syndrome (WT1)
- Frasier syndrome(WT1)
-Diffuse mesangial sclerosis(WT1,PLCE1)
-Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
-Autosomal dominant, familial FSGS(ACTN4, α-actinin-4;TRPC6)
-Nail-patella syndrome (LMX1B)
-Pierson syndrome (LAMB2)
-Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)
- Galloway-Mowat syndrome
- Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome

2) Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik adalah
sebagai berikut :
-Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
-Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
-Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
-Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
-Nefropati Membranosa (GNM)

3) Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai berikut :
- Lupus erimatosus sistemik (LES)
- Keganasan, seperti limfoma dan leukemia
- Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis), sindrom
Churg
- Strauss (granulomatosiseosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis
mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
- Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious) glomerulonephritis

PATOFISIOLOGI

Kelainan yang mendasari sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dari dinding
kapiler glomerulus, yang menyebabkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia. Pada biopsi,
penipisan ekstensif proses kaki podocyte (ciri khas sindrom nefrotik idiopatik) menunjukkan
peran penting untuk podocyte. Sindrom nefrotik idiopatik adalah berhubungan dengan ganggua
n yang kompleks dalam sistem kekebalan/imun tubuh, terutama imunitas diperantarai sel T (T
cell–mediated immunity). Pada glomerulosklerosis fokal segmental, suatu faktor plasma, yang
mungkin dihasilkan oleh subset limfosit aktif, mungkin bertanggung jawab untuk peningkatan
permeabilitas dinding kapiler. Atau, mutasi pada protein podocyte (podocin, α-actinin 4) dan
MYH9 (gen podocyte) dapat berhubungan dengan glomerulosklerosis fokal segmental.
Sindrom nefrotik resisten steroid (steroid-resistant nephrotic syndrome) dapat dikaitkan
dengan mutasi pada NPHS2 (podocin) dan gen WT1, serta komponen lain dari prosesfiltrasi
glomerulus, seperti pori celah(slit pore), dan termasuk nephrin, NEPH1, dan protein yang
terkait dengan CD-2 4.
Untuk mekanisme pembentukan edema pada sindrom nefrotik, hilangnya protein urin
masif menyebabkan hipoalbuminemia, yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma
dan transudasi cairan dari kompartemen intravaskular ke ruang interstisial. Penurunan volume
intravaskular menurunkan tekanan perfusi ginjal, yang mengaktifkan sistem renin-angiotensin-
aldosteron, yang merangsang reabsorpsi natriumdi tubular. Penurunan volume intravaskular
juga merangsang pelepasan hormon antidiuretik, yang meningkatkan reabsorpsi air dalam
collecting duct 4.
Teori ini tidak berlaku untuk semua pasien dengan sindrom nefrotik karena beberapa
pasien sebenarnya ada peningkatan volume intravaskular dengan kadar renin dan
aldosteronplasma berkurang. Oleh karena itu, faktor-faktor lain, termasuk aviditas ginjal
primer (primary renal avidity) untuk natrium dan air, mungkin terlibat dalam pembentukan
edema pada beberapa pasien dengan sindrom nefrotik 4.
Dalam keadaan nefrotik, tingkat lipid dalam darah/serum (kolesterol, trigliserida) yang
meningkat adalah disebabkan dua alasan. Hipoalbuminemia merangsang sintesis protein
hepatik umum, termasuk sintesis lipoprotein. Ini juga mengapa sejumlah faktor koagulasi
meningkat, lalu meningkatkan risiko trombosis. Selain itu, katabolisme lipid berkurang akibat
dari pengurangan kadar lipoprotein lipase plasma yang berkaitan dengan peningkatan
kehilangan enzim ini melalui urin 4. Pasien dengan sindrom nefrotik berada ada peningkatan
risiko infeksi (sepsis, peritonitis, pielonefritis), terutama dengan organisme berkapsulseperti
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza. Beberapa alasan untuk hal ini
termasuk hilangnya faktor komplemen C3b, opsonins seperti properdin faktor B, dan
imunoglobulin dalam urin. Faktor risiko tambahan adalah penggunaan obat imunosupresif
untuk mengobati sindrom nefrotik 4. Sindrom nefrotik adalah keadaan hiperkoagulasi yang
disebabkan beberapa faktor yaitu stasis vaskular, peningkatan produksi hepatik fibrinogen dan
faktor pembekuan lainnya, penurunan kadar faktor antikoagulan serum, peningkatan produksi
trombosit plasma (sebagai reaktan fase akut), dan peningkatan agregasi platelet. Koagulopati
dimanifestasi dengan kejadian tromboemboli 4.

MANIFESTASI KLINIS
Sindrom nefrotik idiopatik lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan (2: 1) dan
paling sering muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
terjadi pada 85% hingga 90% pasien dibawah usia 6 tahun. Sebaliknya, hanya 20% hingga 30%
dari remaja yang tampil untuk pertama kalinya dengan sindrom nefrotik memiliki SNKM.
Penyebab yang lebih umum dari sindrom nefrotik idiopatik pada kelompok usia yang lebih tua
adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS). Insidensi GSFS dapat meningkat, mungkin
lebih umum pada pasien Afrika-Amerika, Hispanik, dan Asia 4. Biasanya tampil dengan edema
ringan, yang awalnya terdapat di sekitar mata dan di ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik
awalnya dapat di salah diagnosis sebagai gangguan alergi karena adanya pembengkakan
periorbital yang menurun sepanjang hari. Dengan waktu, edema menjadi generalisasi, dengan
adanya perkembangan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri
abdomen, dan diare adalah gejala umum. Fitur penting dari sindrom nefrotik idiopatik kelainan
minimal adalah ketiadaan hipertensi dan gross hematuria (sebelumnya disebut fitur nephritik)
4
. Diagnosis differensial yang ditandai dengan edema mencakup enteropati kehilangan protein,
gagal hati, gagal jantung, glomerulo nefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. Diagnosis
selain SNKM harus dipertimbangkan pada anak dibawah usia 1 tahun, riwayat keluarga positif
sindrom nefrotik, adanya temuan ekstrarenal (misalnya, artritis, ruam, anemia), hipertensi atau
edema paru, insufisiensi ginjal akut atau kronis, dan gross hematuria 4.

PENATALAKSANAAN
Obat yang digunakan sebagai imunosupresan pada Sindrom Nefrotik adalah golongan
glukokortikoid yaitu prednison, prednisolon, dan metilprednison. Dalam hal ini, efek
glukokortikoid sebenernya terjadi berdasarkan mekanisme antiinflamasi yaitu mengurangi
respons peradangan dan juga digunakan untuk menekan imunitas 1.
Terapi antibiotik digunakan jika pasien Sindrom Nefrotik mengalami infeksi. Infeksi ini
harus diobati dengan adekuat untuk mengurangi morbiditas penyakit. Jenis antibiotik yang
banyak dipakai yaitu dari golongan penisilin dan sefalosporin2. Selain pemberian obat di atas
ada baiknya merujuk pasien dengan sindrom nefrotik ke dokter spesialis penyakit dalam
terlebih dahulu sebelum diberikan perawatan gigi khususnya pencabutan gigi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Haycock, G.2003. Clinical Paediatric Nefrology, 3rd edition. New york: Oxford
University Press.
2. Hay Wiliiam, W.,et al. 2003. Current Pediatric Diagnosis AndTreatment, 16th edition.
Singapore.
3. Prodjosudjadi, Wiguno. 2006. Sindrom Nefrotik. pada Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
4. Pais, P., Avner, E., 2011, Nephrotic syndrome, dalam Kliegman, R., Behrman, R.,.
Jenson, H., Stanton, B., St.Geme JW III , dan chor, N. (Editor), Nelson. Textbook of
Pediatrics: Philadelphia, Saunders Elsevier.

You might also like