You are on page 1of 27

Pengertian afasia

Afasia adalah kehilangan daya pengutaraan melalui bicara, menulis atau penggunaan tanda- tanda
, dan kehilangan pengertian bahasa yang didengar atau dibaca.Afasia terbagi dua yaitu : Afasia
motorik dan afasia sensorik. Afasia motorik adalah kesulitan berkata- kata tetapi dapat mengerti
pembicaraan, sedangkan afasia sensorik dimana pasien sukar mengerti komprehensi pembicaraan
orang , tetapi mudah mengucapkan kata, tanpa adanya gangguan pendengaran.
Afasia dapat terjadi apabila ada gangguan peredaran darah otak. Dimana pada umumnya telah ada
penyakit lain yang mendahului gangguan peredaran darah otak tersebut, yang paling sering
dijumpai adalah penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung, hipertensi), kemudian
penyakit/gangguan otak lainnya.
Gejala dapat muncul untuk sementara, lalu menghilang atau lalu memberat atau menetap. Gejala
ini muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran
darah ke tempat tersebut.

Pada kesempatan ini kita fokuskan membahas sedikit tentang afasia motorik. Afasia motorik
yang ditandai oleh gangguan atau hilangnya kemampuan untuk menyatakan pikiran- pikiran
yang dapat dimengerti dalam bentuk bicara dan menulis. Afasia motorik timbul akibat gangguan
pada pembuluh darah Karotis Interna, yaitu cabangnya yang menuju Otak bagian tengah (Arteri
serebri media) tepatnya pada cabang akhir (Arteri presentalis), afasia motorik ini disertai
kelemahan lengan lebih berat daripada tungkai.
Arteri serebri media memperdarahi bagian terbesar dari konveksitas belahan otak . Arteri serebri
media merupakan cabang arteri karotis interna yang paling besar.
Afasia motorik disebut juga afasia Broca. Paul Broca, ilmuwan Perancis, menemukan suatu area
pada lobus frontalis kiri yang jika rusak akan mengakibatkan kehilangaan daya pengutaraan
pendapat dan perasaan dengan kata- kata. Tidak ada kelumpuhan alat bicara pada gangguan ini.
Daerah Otak tersebut dikenal sebagai Area Broca.
GANGGUAN afasia terdiri dari afasia Broca, Wernicke, global, konduksi,transkortikal motorik,
transkortikal sensorik, dan transkortikal campuran.
Seseorang disebut afasia global bila semua modalitas bahasa-meliputi kelancaran berbicara,
pengertian bahasa lisan, penamaan, pengulangan,membaca, menulis-terganggu berat. Penderita
tidak ada suara sama sekali dan tidak mengerti apa yang dikatakan lawan bicara, serta tidak bisa
membaca dan menulis. Ini terjadi karena kerusakan otak yang luas disertai kelumpuhan otot-otot
tubuh sisi kanan.
Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan bertutur kata. Namun, ia mengerti
bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah itu. Karena kerusakan terjadi
berdampingan dengan pusat otak untuk pergerakan otot-otot tubuh, penderita juga lumpuh di
otot-otot tubuh sebelah kanan.
Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan ketidakmampuan memahami lawan bicara. Ia
hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, tetapi tidak mengerti pembicaraan orang lain. Itu
sebabnya mengapa orang sering menganggap penderita sakit jiwa. Pada tingkat sangat berat,
perintah satu kata, seperti “duduk!” atau “makan!”, juga tidak dipahaminya. Ia hanya mengerti
bila dilakukan dengan gerakan, karena pengertian ini diterima otak melalui penglihatan.
Afasia konduksi merupakan ketidakmampuan mengulangi kata atau kalimat lawan bicara.
Namun, penderita masih mampu mengeluarkan isi pikiran dan menjawab kalimat lawan
bicaranya.
Afasia anomik membuat penderita ini tidak mampu menyebut nama benda yang dilihat, angka,
huruf, bentuk benda, dan kata kerja dari gambar yang dilihat. Ia juga tak bisa menyebut nama
binatang yang didengar suaranya atau benda yang diraba. Gangguan anomik terdapat pada semua
penderita afasia dengan variasi kemampuan.
Pada afasia transkortikal sensorik, gangguan mirip dengan Wernicke, tetapi mampu menirukan
kata/kalimat lawan bicara. Gangguan pada afasia transkortikal campuran mirip afasia global,
namun mampu meniru ucapan lawan bicara.
***
BERBAGAI tes wawancara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas
tertentu bisa digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak. “Kalau ada gangguan
komunikasi, misalnya mengemukakan pikiran tidak lancar, tetapi paham diajak bicara, bisa
ditebak pasti ada kerusakan dibagian depan. Ini tinggal dicocokkan dengan pemeriksaan
pendukung, seperti CT-Scan pada otak,” jelas Lumempouw.
Pemeriksaan ini amat penting untuk terapi dan rehabilitasi pasien. Umumnya sel-sel otak yang
tertekan atau membengkak bisa membaik kembali. Sedang sel-sel otak yang kerusakannya
menetap, tugas-tugasnya akan diambil alih oleh sel-sel di sekitarnya.
Dengan adanya beban tambahan pada sel-sel baru-tentunya sudah punya tugas lain sebelumnya-
maka mutu setelah rehabilitasi tidak bisa sebagus keadaan sebelum infark. Karena itu, hal terbaik
adalah menghindari faktor-faktor risiko yang bisa memicu stroke, seperti merokok, makan
makanan yang berkolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi.
Perawatan
Perawatan utama untuk aphasia adalah terapi wicara yang berfokus pada belajar kembali dan
mempraktekkan kemampuan berbahasa dan menggunakan alternatif atau tambahan metode
komunikasi. Anggota keluarga sering berpartisipasi dalam proses terapi dan berfungsi sebagai
mitra komunikasi penderita aphasia.

Di pusat bahasa manusia, manusia memahami dan mengenal huruf, suku kata, arti kata, kalimat
sederhana, kalimat bertingkat sampai sampai yang kompleks dan abstrak, serta berbagai macam
bahasa. Sedang di bagian lain ada yang berugas mengeluarkan isis pikiran secara lisan dan
tulisan, yang berarti harus berkoordinasi dengan pergerakan otot-otot jari.
Gangguan afasia terdiri dari afasia broca, wernicke, global, konduksi, transkortikal motorik,
transkortikal sensorik, dan transkortikal campuran. Seseorang disebut mengalami afasia global
bila semua modalitas bahasa meliputi kelancaran berbicara, pengertian bahasa lisan, penamaan,
pengulangan, membaca dan menulis terganggu berat.
Pada kasus ini penderita tidak bisa bicara sama sekali dan tidak mengerti apa yang dikatakan
lawan bicara serta tidak bisa membaca dan menulis. Ini terjadi karena kerusakan otak yang luas
disertai kelumpuhan otot-otot tubuh sisi kanan.
Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan bertutur kata. Namun ia mengerti
bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah itu. Ini terjadi karena
kerusakan yang terjadi berdampingan dengan pusat otakuntuk pergerakan otot-otot tubuh.
Kelumpuhan juga terjadi pada anggota tubuh bagian kanan.
Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan kemampuan memahami lawan bisa bicara. Ia
hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, tetrapi tidak mengerti pembicaraan orang lain. Sedangkan
afasia konduksi merupakan ketidakmampuan mengulangi kata atau kalimat lawan bicara, namun
penderita masih mampu mengeluarkan isi pikirannya dan menjawab kalimat lawan bicaranya.
Untuk afasia anomik membuat penderita ini tidak bisa menyebut nama benda yang dilihat,
angka, huruf, bentuk gambar yang dilihat. Ia juga tak bisa menyabut nama binatang yang
didengar suaranya atau benda yang diraba. Gangguan anomik terdapat pada semua penderita
afasia dengan variasi kemampuan.
Pada afasia transkortikal sensorik, gangguan mirip dengan Wernicke, tetapi mampu menirukan
kata/kalimat lawan bicara, sedangkan gangguan afasia transkortikal campuran mirif afasia
global, namun mampu menirukan ucapan lawan bicara.
Berbagai tes wawancara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas
tertentu bisa digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan
dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan
rehabilitasi pasien. METODE KOMUNIKASI :Klien dg Aphasia
(Potter & Perry. 1989)
• Mendengar & menunggu klien untuk berbicara• Jangan berteriak atau berbicara
dengan keras ( tidak kehilanganpendengaran)• Jika k/ memiliki masalah u/ mengerti,
gunakan pertanyaan ygsederhana, pendek, & gunakan gerakan mimik untuk memberitanda/
sbg isyarat tambahan• jika klien mempunyai masalah pengucapan, bertanyalah
dgsederhanadg jawaban ya/tidak/mengejapkan mata. Menawarkangambar-an atau suatu
[papan/meja] komunikasi sehingga kliendapat menunjuk gbr yg dimaksud• Memberikan klien
kesempatan untuk memahami• J a n g a n m e m a k s a a t a u m e l e l a h k a n k l i e n
PEMBAHASAN

A. Definisi
Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan
dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia ialah pada pemrosesan
bahasa tingkat integratif yang lebih tinggi. Gangguan artikulasi dan praksis mungkin ada sebagai
gejala yang menyertai.
Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma
kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi
lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi
verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.

B. Etiologi
Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata
afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai
keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan
kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya.
Strok, tumor di otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan
berbahasa.

C. Manifestasi Klinis
Gejala dan Gambaran klinik Afasia
Afasia global. Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Koadaan ini ditandai
oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang
diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau: "baaah,
baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat
terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi
(mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga
terganggu berat.
Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah
bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media
pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah buruk. Afasia global hampir selalu disertai
hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah.
Afasia Broca. Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara yang
tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pasien sering atau paling
banyak mengucapkan kata-benda dan kata-kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata-
bahasa (tanpa grammar). Contoh: "Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol."
"Periksa...lagi...makan... banyak.."
Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti berbicara
spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya tidak terganggu, namun
pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks sering terganggu (misalnya memahami
kalimat: "Seandainya anda berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud
ini").
Ciri klinik afasia Broca:
 bicara tidak lancar
 tampak sulit memulai bicara
 kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)
 pengulangan (repetisi) buruk
 kemampuan menamai buruk
 Kesalahan parafasia
 Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat
yang sintaktis kompleks)
 Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks
 Irama kalimat dan irama bicara terganggu

Menamai (naming) dapat menunjukkan jawaban yang parafasik. Lesi yang


menyebabkan afasia Broca mencakup daerah Brodmann 44 dan sekitarnya. Lesi yang
mengakibatkan afasia Broca biasanya melibatkan operkulum frontal (area Brodmann 45 dan 44)
dan massa alba frontal dalam (tidak melibatkan korteks motorik bawah dan massa alba
paraventrikular tengah). Selain itu, ada pasien dengan lesi dikorteks peri-rolandik, terutama daerah
Brodmann 4; ada pula yang terganggu di daerah peri-rolandik dengan kerusakan massa alba yang
ekstensif.
Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya di area Broca di
korteks, tanpa melibatkan jaringan di sekitarnya, maka tidak akan terjadi afasia.
Penderita afasia Broca sering mengalami perubahan emosional. seperti frustasi dan
depresi. Apakah hal ini disebabkan oleh gangguan berbahasanya atau merupakan gejala yang
menyertai lesi di lobus frontal kiri belum dapat dipastikan.
Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik daripada afasia global.
Karena pemahaman relatif baik, pasien dapat lebih baik beradaptasi dengan keadaannya.
Afasia Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik, pasien
afasia Wernicke ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan, dan bila ia menjawab
iapun tidak mampu mengetahui apakah jawabannya salah. la tidak mampu memahami kata yahg
diucapkannya, dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah.
Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya menjawab
pertanyaan: Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal saya lalu sana
sakit tanding tak berabir".
Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai {naming) umumnya parafasik.
Membaca dan menulis juga terganggu berat.

Gambaran klinik afasia Wernicke:

 Keluaran afasik yang lancar


 Panjang kalimat normal
 Artikulasi baik
 Prosodi baik
 Anomia (tidak dapat menamai)
 Parafasia fonemik dan semantik
 Komprehensi auditif dan membaca buruk
 Repetisi terganggu
 Menulis lancar tapi isinya "kosong"
Penderita afasia jenis Wernicke ada yang menderita hemiparese, ada pula yang tidak.
Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya atau terutama pada berbahasa, yaitu
bicara yang kacau disertai banyak parafasia, dan neologisme, bisa-bisa disangka menderita
psikosis.
Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah bahasa bagian
posterior. Semakin berat defek dalam komprehensi auditif, semakin besar kemungkinan lesi
mencakup bagian posterior dari girus temporal superior. Bila pemahaman kata tunggal terpelihara,
namun kata kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang lobus
temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak
isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks temporal.
Penderita dengan defisit komprehensi yang berat, pronosis penyembuhannya buruk,
walaupun diberikan terapi bicara yang intensif. Afasia konduksi. Ini merupakan gangguan
berbahasa yang lancar (fluent) yang ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan
dalam membaca kuat-kuat (namun pemahaman dalam membaca baik), gangguan dalam menulis,
parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat.
Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga menyebabkan
manifestasi klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa
pasien. Sering lesi ada di massa alba subkortikal - dalam di korteks parietal inferior, dan mengenai
fasikulus arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.
Afasia transkortikal. Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik
(terpelihara), namun fungsi bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan
dalam memproduksi bahasa, namun komprehensinya lumayan.
Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk.
Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan
membaca, namun dalam bicara -spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca. Sebaliknya,
pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang (repetisi) dengan baik, namun tidak
memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya. Bicara spontannya dan menamai lancar,
tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke. Sesekali ada pasien yang menderita kombinasi dari
afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini mampu mengulangi kalimat yang panjang,
juga dalam bahasa asing, dengan tepat. Mudah mencetuskan repetisi pada pasien ini, dan mereka
cenderung menjadi ekholalia (mengulang apa yang didengarnya).
Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal:

 Keluaran (output) lancar (fluent)


 Pemahaman buruk
 Repetisi baik
 Ekholalia
 Komprehensi auditif dan membaca terganggu
 Defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai
 Didapatkan defisit lapangan pandang di sebelah kanan.

Gambaran klinik afasia motorik transkortikal:


 Keluaran tidak lancar (non fluent)
 Pemahaman (komprehensi) baik
 Repetisi baik
 Inisiasi ot/fpunerlambat
 Ungkapan-ungkapan singkat
 Parafasia semantik
 Ekholalia

Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:

 Tidak lancar (nonfluent)


 Komprehensi buruk
 Repetisi baik
 Ekholalia mencolok

Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan
sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal
antara daerah arteri serebri anterior dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di
perbatasan anterior yang menyerupai huruf C terbalik (gambar 9-1). Lesi ini tidak mengenai atau
tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan
sekitar) dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk
kemampuan mengulang yang baik.

Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah:

 Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun, seperti yang


dijumpai pada henti-jantung (cardiac arrest).
 Oklusi atau stenosis berat arteri karotis.
 Anoksia oleh keracunan karbon monoksida.
 Demensia.

Afasia anomik. Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam
menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Keadaan ini
disebut sebagai afasia anomik, nominal atau amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya
dengan gramatika, namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama
objek.

Gambaran klinik alasia anomik:

 Keluaran lancar
 Komprehensi baik
 Repetisi baik
 Gangguan (defisit) dalam menemukan kata.
Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia anomik,
dengan demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia dapat demikian ringannya
sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian beratnya
sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan
bergantung kepada beratnya defek inisial. Karena output bahasa relatif terpelihara dan
komprehensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada
jenis afasia lain yang lebih berat.
Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di
talamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya oleh perdarahan atau infark, dapat
menyebabkan afasia anomik. Mekanisme terjadinya afasia dalam hal ini belum jelas, mungkin
antara lain oleh berubahnya input ke serta fungsi korteks di sekitarnya.

Beberapa bentuk afasia mayor


Komprehe
Bentuk Ekspr Komprehe Menam
Repetisi nsi Menulis Lesi
Afasia esi nsi verbal ai
membaca
Ekspresi Tak Relatif Tergang Tergang Bervariasi Tergang Frontal Inferior
(Broca) lancar terpelihara gu gu gu posterior
Reseptif Lancar Terganggu Tergang Tergang Terganggu Tergang Temporal
(Wermick gu gu gu Superior
e) Posterior (Area
Wernicke)
Global Tak Terganggu Tergang Tergang Terganggu Tergang Fronto temporal
lancar gu gu gu
Konduksi Lancar Relatif Tergang Tergang Bervariasi Tergang Fasikulus
terpelihara gu gu gu arkualtus, girus
supramarginal
Nominal Lancar Relatif Terpelih Tergang Bervariasi Bervaria Girus angular,
terpelihara ara gu si temporal
superior
posterior
Transkorti Tak Relatif Terpelih Tergang Bervariasi Tergang Peri sylvian
kal motor lancar terpelihara ara gu gu anterior
Transkorti Lancar Terganggu Terpelih Tergang Terganggu Tergang PerisylvianPost
kal ara gu gu erior
sensorik

D. Penatalaksanaan Medis
DASAR-DASAR REHABIL1TASI
Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada :

1. Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah
memungkinkan pada fase akut penyakitnya.
2. Dikatakan bahwa bina wicara yang diberikan pada bulan
pertama sejak mula sakit mempunyai hasil yang paling baik.
3. Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat).
4. Program terapi yang dibuat oieh terapis sangat individual dan tergantung dari latar
belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien.
5. Program terapi berlandaskan pada penurnbuhan motivasi pasien untuk mau belajar (re-
learning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi supaya pasien metnberikan
tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah
dikuasai pasien perlu diulang-ulang(repetisi).
6. Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi kelompok dengan pasien
afasi yang lain.
7. Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kelancaran berbicara. Seseorang disebut berbicara , lancar bila bicara
spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun untuk mencari Kata yang diinginkan. Kelancaran
berbicara verbal merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Bila kemampuan ini diperiksa
secara khusus ilnpat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada lesi otak yang ringan iiImii
pada demensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes knlnncaran, menemukan kata
yaitu jumlah kata tertentu yang dapat dlproduksi selama jangka waktu yang terbatas. Misalnya
menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangka waktu satu menit, ulnu
menyebutkan kata-kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S atau huruf B dalam
satu menit.
Menyebutkan nama hewan : Pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin nama
hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya parafasia.
Skor : Orang normal umumnya mampu menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik, dengan
variasi I 5 - 7.
Usia merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam tugas ini. Orang
normal yang berusia di bawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan
simpang baku 4,5.
Kemampuan ini menurun menjadi 17 (+ 2,8) pada usia 70-an, dan menjadi 15,5 (± 4,8)
pada usia 80-an. Bila skor kurang dari 13 pada orang normal di bawah usia 70 tahun, perlu
dicurigai adanya gangguan dalam kelancaran berbicara verbal. Skor yang dibawah 10 pada usia
dibawah 80 tahun, sugestif bagi masalah penemuan kata. Pada usia 85 tahun skor 10 mungkin
merupakan batas normal bawah.
Menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu: Kepada pasien dapat juga
diberikan tugas menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S, A atau P.
Tidak termasuk nama orang atau nama kota. Skor: Orang normal umumnya dapat menyebutkan
sebanyak 36 - 60 kata, tergantung pada usia, inteligensi dan tingkat pendidikan. Kemampuan yang
hanya sampai 12 kata atau kurang untuk tiap huruf di atas merupakan petunjuk adanya penurunan
kelancaran berbicara verbal. Namun kita harus hati-hati monginterpretasi tes ini pada pasien
dengan tingkat pendidikan tidak melebihi tingkat Sekolah Menengah Pertama.

Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan


Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit dlnllal Pemeriksaan
klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung kurang cukup dan dapat memberikan hasil yang
menyesatkan. Langkah terakhir dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman (komprehensi)
secara klinis, yaitu dengan cara konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan menunjuk.
Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya
memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemeriksa.
Suruhan. Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (Satu langkah) sampai pada
yang sulit (banyak langkah) dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien memahami. Mula-
mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan kesulitannya, misalnya: mengambil
pinsil, letakkan di kotak dan taruh kotak di atas kursi (suruhan ini dapat gagal pada pasien dengan
apraksia dan gangguan motorik, walaupun pemahamannya baik; hal ini harus diperhatikan oleh
pemeriksa).
Pemeriksa dapat pula mengeluarkan beberapa benda, misalnya kunci, duit, arloji,
vulpen, geretan. Suruh pasien menunjukkan salah sntu benda tersebut, misalnya arloji. Kemudian
suruhan dapat dlpermilit, misalnya: tunjukkan jendela, setelah itu arloji, kemudian vulpen. Pasion
tanpa afasia dengan tingkat inteligensi yang rata-rata mampu menunjukkan 4 atau lebih objek pada
suruhan yang beruntun. Pasien dengan Afasia mungkin hanya mampu menunjuk sampai 1 atau 2
objek saja. Jadi, pada pemeriksaan ini pemeriksa (dokter) menambah jumlah objek yang hams
ditunjuk, sampai jumlah berapa pasien selalu gagal.
Ya atau tidak. Kepada pasien dapat juga diberikan tugas berbentuk pertanyaan yang
dijawab dengan "ya" atau "tidak". Mengingat kemungkinan salah ialah 50%, jumlah
pertanyaan harus banyak, paling sedikit 6 pertanyaan, misalnya :
"Andakah yang bernama Santoso?"
"Apakah AC dalam ruangan ini mati ?"
"Apakah ruangan ini kamar di hotel ?"
"Apakah diluar sedang hujan?"
"Apakah saat ini malam hari?"
Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah difahami dan kemudian
meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: "tunjukkan lampu", kemudian "tunjukkan gelas yang
ada disamping televisi".
Pemeriksaan sederhana ini, yang dapat dilakukan di sisi-ranjang, kurang mampu
menilai kemampuan pemahaman dengan baik sekali, namun dapat memberikan gambaran kasar
mengenai gangguan serta beratnya. Korelasi anatomis dengan komprehensi adalah kompleks.

Pemeriksaan repetisi (mengulang)


Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang, mula-mula
kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu kalimat). Jadi,
kita ucapkan kata atau angka, dan kemudian pasien disuruh mengulanginya.
Cara pemeriksaan
Pasien disuruh mengulang apa yang diucapkan oleh pemeriksa. Mula-mula sederhana kemudian
lebih sulit. Contoh:

 Map
 Bola
 Kereta
 Rumah Sakit
 Sungai Barito
 Lapangan Latihan
 Kereta api malam
 Besok aku pergi dinas
 Rumah ini selalu rapi
 Sukur anak itu naik kelas
 Seandainya si Amat tidak kena influensa

Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan parafasia, salah
tatabahasa, kelupaan dan penambahan.
Orang normal umumnya mampu mengulang kalimat yang mengandung 19 suku-kata.
Banyak pasien afasia yang mengalami kesulitan dalam mengulang (repetisi), namun ada
juga yang menunjukkan kemampuan yang baik dalam hal mengulang, dan sering lebih baik
daripada berbicara spontan.
Umumnya dapat dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan
mengulang mempunyai kelainan patologis yang melibatkan daerah peri-sylvian. Bila
kemampuan mengulang terpelihara, maka daerah -sylvian bebas dari kelainan patologis.
Umumnya daerah ekstra-sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek
repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler (area water-shed).

Pemeriksaan menamai dan menemukan kata


Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi herbahasa. Hal ini sedikit-banyak
terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes yang digunakan untuk
menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan menemukan kata erat
kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) dan hal ini disebut anomia.
Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari objek, bagian
tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik atau nama suatu tindakan.
Dalam hal ini, perlu digunakan aitem yang sering digunakan (misalnya sisir, arloji) dan yang
jarang ditemui atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih mampu
menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat dan tepat, namun lamban dan
tertegun, dengan sirkumlokusi (misalnya, melukiskan kegunaannya) atau parafasia pada objek
yang jarang dijumpainya.
Bila pasien tidak mampu atau sulit menamai, ia dapat dibantu dengan memberikan suku kata
pemula atau dengan menggunakan kalimat
penuntun. Misalnya: pisau. Kita dapat membantu dengan suku kata pi
Atau dengan kalimat: "kita memotong daging dengan ". Yang penting kita nilai ialah
sampainya pasien pada kata yang dibutuhkan, kemampuannya (memberi nama objek). Ada pula
pasien yang mengenal objek dan mampu melukiskan kegunaannya (sirkumlokusi) namun tidak
dapat menamainya. Misalnya bila ditunjukkan kunci ia mengatakan : "Anu ... itu...untuk masuk
rumah...kita putar".
Cara pemeriksaan. Terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama beberapa
objek juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan memperlihatkan
misalnya arloji, bolpoin, kaca mata, kemudian bagian dari arloji (jarum menit, detik), lensa
kaca mata. Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan: Objek yang ada di ruangan: meja,
kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh: mata, hidung, gigi, ibu jari, lutut
Warna: merah, biru, hijau, kuning, kelabu.
Bagian dari objek: jarum jam, lensa kaca mata, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca
mata.
Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau lamban atau
tertegun atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme dan apakah ada perseverasi.
Disamping menggunakan objek, dapat pula digunakan gambar objek.
Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut dari
antara beberapa nama objek.
Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan gangguan.
Area bahasa di posterior ialah area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan. Area
ini biasa disebut area Wernicke; mengenai batasnya belum ada kesepakatan. Area bahasa bagian
frontal berfungsi untuk produksi bahasa. Area Brodmann 44 merupakan area Broca.
Penelitian dengan PET (positron emission tomography) tentang meta-bolisme glukosa pada
penderita afasia, menyokong spesialisasi regional tugas ini. Namun demikian, pada hampir semua
bentuk afasia, tidak tergantung pada jenisnya, didapat pula bukti adanya hipometabolisme di
daerah temporal kiri. Penelitian ini memberi kesan bahwa sistem bahasa sangat kompleks secara
anatomi-fisiologi, dan bukan merupakan kumpulan dari pusat-pusat kortikal dengan tugas-tugas
terbatas atau terpisah-pisah atau sendiri-sendiri.

Pemeriksaan sistem bahasa


Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan bagaimana pasien
berbicara spontan, komprehensi (pemahaman), repetisi (mengulang) dan menamai (naming).
Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa lisan. Selain itu, perlu pula
diperiksa sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan (kidal atau kandal).
Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat
diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan sering aleksia,
dengan demikian pengetesan membaca dan menulis dapat dipersingkat. Namun demikian, pada
pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya, karena
aleksa atau agrafia atau keduanya dapat terjadi terpisah (tanpa afasia).

Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal)


Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat Sebelum menilai
bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan. Mula-
mula tanyakan kepadn p irsion apakah ia kandal (right handed) atau kidal. Banyak orang kidal
telah illnjarkan sejak kecil untuk menulis dengan tangan kanan. Dengan ilcmikian, mengobservasi
cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan npakah seseorang kandal atau kidal. Suruh pasien
memperagakan tangan mana yang digunakannya untuk memegang pisau, melempar bola, dsb.
Tanyakan pula apakah ada juga kecenderungannya menggunakan tangan yang lainnya. Spektrum
penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat; kanan sedikit lebih kuat dari kiri; kiri sedikit
lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang kecenderungan kandal dan kidalnya
hampir sama (ambi-dextrous)

Pemeriksaan berbicara - spontan


Langkah pertama dalam menilai berbahasa ialah mendengarkan bagaimana pasien berbicara
spontan atau bercerita. Dengan mendengnrknn pasien berbicara spontan atau bercerita, kita dapat
memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien berbahasa. Cara Ini tidak
kalah pentingnya dari tes-tes bahasa yang formal.
Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau berceritera melalui pertanyaan berikut : Coba
ceriterakan kenapa anda sampai dirawat di rumah sakit. Coba ceritakan mengenai pekerjaan anda
serta hobi anda.
Bila mendengarkan pasien berbicara spontan atau bercerita, perhatikan:

1. Apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun-tegun, disprosodik (irama, ritme,


intonasi bicara terganggu). Pada afasia sering ada gangguan ritme dan
irama (disprosodi).
2. Apakah ada afasia, kesalahan sintaks, salah menggunakan kata
(parafasia, neologisme), dan perseverasi. Perseverasi sering dijumpai
pada afasia.

Parafasia. Parafasia ialah men-substitusi kata. Kita mengenai 2 jenis parafasia, yaitu parafasia
semantik (verbal) dan parafasia fonomik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu kata
dengan kata yang lain misalnya: "kucing" dengan "anjing". Parafasia fonemik, ialah
mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi yang lain, misalnya bir dengan kir, balon dengan galon.
Afasia motorik yang berat biasanya mudah dideteksi. Pasien berbicaranya sangat terbatas atau
hampir tidak ada; mungkin ia hanya mengucapkan: "ayaa, ayaa, aaai, Hi".
Sesekali ditemukan kasus dimana pasien sangat terbatas kemampuan bicaranya, namun bila ia
marah, beremosi tinggi, keluar ucapan makian yang cara mengucapkannya cukup baik.
Afasia ialah kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh
gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak.
Didapatkan berbagai jenis afasia, masing-masing mempunyai pola abnormalitas yang dapat
dikenali, bila kita berbincang dengan pasien serta melakukan beberapa tes sederhana.

Pada semua pasien dengan afasia didapatkan juga gangguan membaca dan menulis (aleksia
dan agrafia)
Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit-banyak terganggu, yaitu bicara spontan, mengulang
(repetisi), namai (naming), pemahaman bahasa, membaca dan menulis.
Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan mengalami kesulitan atau
memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu gramatikanya miskin (sedikit) dan
menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien sadar
akan kekurangan atau kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan kurang
terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak
mungkin atau sangat terganggu, baik motorik menulis maupun isi tulisan.
Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak, cara mengucapkan baik dan irama
kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada, mem-formulasi dan menamai sehingga
kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa fisan dan tulisan tidak atau kurang difahami,
dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien tidak begitu sadar
akan kekurangannya.
Afasia jenis yang disebutkan pertama disebut afasia Broca, atau afasia motorik atau afasia
ekspresif. Afasia jenis ke dua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif.

Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas bahasa. Pasien
sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa, yang selalu
diulang-ulang, dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang buruk dan tidak bermakna.
Hal ini disebut afasia global. Lesi biasanya melibatkan semua daerah bahasa di sekitar fisura sylvii.
Kadang afasia ditandai oleh kesulitan menemukan nama, sedangkan modalitas lainnya relatif utuh.
Pasien mengalami kesulitan menamai sesuatu benda. Pada pasien demikian kita dengar ungkapan
seperti : "anu, itu, kau, kau tahu kan, ya anu itu". Afasia amnestik ini sering merupakan sisa afasia
yang hampir pulih, pada afasia yang tersebut terdahulu, namun dapat juga dijumpai pada berbagai
gangguan otak yang difus. Afasia amnestik mempunyai nilai lokalisasi yang kecil.
Adakalanya digunakan kata afasia campuran. Sebetulnya kata ini kurang tepat, karena di klinik
semua jenis afasia adalah campuran, hanya bidang tertentu lebih menonjol atau lebih berat.
Berbagai tes wawabcara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas
tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan
dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan
rehabilitasi pasien.
AFASIA
F. Asuhan Keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan lesi area bicara otak (Afasia)
2. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan dasar-dasar terapi rehabilitasi
3. Harga diri rendah kronik yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat
kehilangan fungsi bicara
4. Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan gangguan bicara atau penurunan fungsi

KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL


Data :
4 Mayor
Ketidakmampuan untuk mengucapkan kata-kata tetapi dapat mengerti orang lain atau

4 Minor
Napas Pendek

Yang Berhubungan Dengan Iskimea Dari Lobus Temporal Atau Trontal


Kriteria Hasil

Individu akan :

1. Memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk mengekspresikan diri


2. Mengungkapkan penurunan frustsi dengan komunikasi

Intervensi

1. Identifikasi metoda alternatif yang dapat digunakan orang tersebut untuk


mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan dasar.
2. Jangan ubah ucapan, intonasi, atau jenis pesan Anda, karena pada tingkat orang dewasa
3. Anjurkan Keluarga untuk membagi perasaan-perasaan mengenai masalah-masalah dalam
berkomunikasi
4. Untuk individu dengan hambatan bahasa

a. Berkomunikasi tanpa tergesa-gesa, cara yang halus. Sopan dan format


b. Berbicara dengan suara pelan, sedang,. Dengarkan dengan cermat; validasikan pemahaman
mutualisme
c. Gunaikan gerakan tubuh dan gambar-gambar
d. Pertahankan agar pesan tetap sederhana; jangan gunakan istilah medis atau teknis
e. Jika diperlukan interpreter

 Klarifikasi bahasa apa yang digunakan di rumah


 Upayakan untuk menggunakan jender dan usia yang sama dengan klien
 Hindari interpreter dari Negara yang berlawanan, berbeda kebangsaan
 Mintalah untuk menerjemahkan dengan kata yang tepat.

KURANG PENGETAHUAN
DATA :
4 Mayor
- Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan informasi

1
AFASIA
- Mengekspresikan suatu ketidakuratan persepsi status kesehatan melakukan dengan tidak tepat
perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan

4 Minor
- Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologi (mis, ansietas, depresi)
mengakibatkan informasi atau kurang informasi

INTERVENSI :
Beri tahu tentang penatapelaksanaan terapi/rehabilitasi

HARGA DIRI RENDAH KRONIK


4 Mayor
§ Jangka panjang atau kronik:
§ Pengungkapan diri yang negative
§ Ekspresi rasa bersalah/malu
§ Evaluasi diri karena tidak dapat menangani kejadian
§ Menjauhi rasionalisasi/menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negative
mengenai diri
§ Ragu untuk mencoba hal-hal/situasi baru

4 Minor
§ Sering kurang berhasil dalam kerja atau kejadian hidup lainnya
§ Penyelesaian diri berlebihan, bergantung pada pendapat orang lain
§ Buruknya penampilan tubuh (Kontak mata, postur, gerakan)
§ Tidak asertif/pasif
§ Keragu-raguan
§ Mencari jaminan secara berlebihan

Yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat : Kehilangan fungsi tubuh

KRITERIA HASIL
Individu akan :

1. Memodifikasi harapan diri yang berlebihan dan tidak realistis


2. Mengungkapkan penerimaan keterbatasan
3. Mengidentifikasi aspek positif dari diri

Intervensi

1. Bantu individu untuk mengurangi tahapan ansietas yang ada


2. Tingkat perasaan individu terhadap diri

a. Penuh perhatian
b. Menghargai ruang pribadi individu
c. Pastikan interpretasi Anda terhadap apa yang dikatakan ataudialami (“Apakah ini yang anda
maksud?”)

3. Tidak membiarkan individu untuk mengisolasi diri

KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL


DATA :
2
AFASIA
4 Mayor
§ Melaporkan ketidakmampuan untuk menetapkan dan/atau mempertahankan hubungan suportif
yang stabil
§ Ketidakpuasan dengan jaringan sosial

4 Minor
§ Isolasi sosial
§ Hubungan superficial
§ Menyalahi orang lain untuk masalah-masalah interpersonal
§ Menghindari orang lain
§ Kesulitan Interpersonal di tempat kerja
§ Orang lain melaporkan tentang pola interaksi yang bermasalah
§ Perasaan teng\tang tidak dimengerti
§ Perasaan tentang penolakan

KRITERIA HASIL
Individu akan :
1. Menyatakan masalah dengan sosialisasi
2. Mengidentifikasi perilaku baru untuk meningkatkan sosilaisasi efektif
3. Melaporkan atau bermain peran terhadap penggunaan perilaku pengganti kontstruktif

Intervensi Generik

1. Berikan individu hubungan suportif


2. Bantu untuk mengidentifikasikan bagaimana stress dapat mencetuskan masalah
3. Dukung pertahanan kesehatan
4. Bantu untuk mengidentifikasi alternative tindakan
5. Bantu dalam menganalisa pendekatan yang berfungsi paling baik
6. Bermain peran situasi bermasalah. Diskusikan perasaan-perasaan

3
AFASIA
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1) membentuk buah
pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan, kemudian (2) mengatur
motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran dan
bahkah pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area
Wemicke pada bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal yang paling penting
untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalami afasia Wernicke atau afasia
global tak mampu memformulasikan buah pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau, bila lesinya
tak begitu parah, maka penderita masih mampu memfontiulasikan pikirannya namun tak mampu
menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan
pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkannya tidak
beraturan.
Afasia Motorik Akibat Hilangnya Area Broca. Kadang-kadang, penderita mampu
menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur
sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik,
disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, yang terletak di regio prefrontal dan fasial
premotorik korteks kira-kira 95 persen kelainannya di hemisfer. Oleh karena itu, pola
keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-
otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Ricard S, Newroanatomi klinik – ed 2, Jakarta : ECG, 1996


2. Lumlantoling, S.M., Newologi klinik – pemeriksaan fisik dan mental,
Jakarta : Balai penerbit fakultas kedokteran UI, 1998
3. Boeis, et all, Buku ajar penyakit THT – ed.G, Jakarta : ECG, 1997
4. Carperito, Lynda J., Buku saku diagnosa keperawatan-ed-8, Jakarta : ECG, 2000

4
AFASIA
--------------------------- AFASIA ---------------------------

DEFINISI

Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia tidak
termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia), gangguan bicara motorik
murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat gangguan pikiran primer, misalnya
skizofrenia.(1,2,3,4,5)

Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya terdapat


gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di dalam afasia adalah
gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan membaca (alexia) atau gangguan menulis
(agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya apraksia (gangguan belajar atau
ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit
perilaku neurologis seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama
dengan afasia atau muncul
sendiri.(2,3)

ETIOLOGI

Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat
cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal yang
mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang
menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri
otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan
tempat kemampuan berbahasa diatur.(1,2,3,6,7,8)

Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera otak
traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti
pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl,
suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.(2,3)

5
AFASIA

PATOFISIOLOGI

Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada manusia,
fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang
yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal).
Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.(2,3,6,7,8)

Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit
degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa,
yaitu area Broca dan area Wernicke.(2,3)

Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik
berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi tetapi penderita
bisa memahami bahasa dan tulisan.(6,7,8,9)

Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk
impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan
memahami serta mengerti suatu bahasa.(6,7,8,9)

Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa di atas. Selain itu
lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat
muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area Broca dan area
Wernicke.(6)

KLASIFIKASI

Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan kepada:

Manifestasi klinik

Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek

Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik

6
AFASIA

Gambar 1. Area pengaturan bahasa pada otak. Lesi


pada
area ini akan menyebabkan
afasia

Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas: (1,2,3,4,5,6)

Afasia tidak lancar atau non-fluent

Afasia lancar atau fluent

Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan: (1,2,3,4,5,6,7,8,9)

Sindrom afasia peri-silvian

7
AFASIA

Afasia Broca (motorik, ekspresif)

Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)

Afasia konduksi

Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)

Afasia transkortikal motorik

Afasia transkortikal sensorik

Afasia transkortikal campuran

Sindrom afasia subkortikal

Afasia talamik

Afasia striatal

Sindrom afasia non-lokalisasi

Afasian anomik

Afasia global

Sebagai tambahan, ada yang disebut dengan parafasia. Parafasia ialah


mensubstitusi kata. Ada 2 jenis parafasia, yaitu parafasia semantik (verbal) dan parafasia
fonemik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu kata dengan kata lain, misalnya
“kucing” dengan “anjing”. Parafasia fonemik ialah mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi
lain, misalnya “bir” dengan “kir”.(6)

DIAGNOSIS

Diagnosis afasia ialah berdasarkan tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan lainnya
dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.(2,3)

Manifestasi Klinik

8
AFASIA

Afasia tidak lancar. Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas.

Penderita menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering
disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.
Gambaran klinisnya ialah:

Pasien tampak sulit memulai bicara

Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)

Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks

Artikulasi umumnya terganggu

Irama bicara terganggu

Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks

Pengulangan (repetisi) buruk

Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk

Afasia lancar. Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi
isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak dapat
mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali. Gambaran klinisnya ialah:
Keluaran bicara yang lancar

Panjang kalimat normal

Artikulasi dan irama bicara baik

Terdapat parafasia

Kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk

Repetisis terganggu

Menulis lancar tadi tidak ada arti

Seorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak lancar
dan tertegun-tegun: “mana… rokok… beli.”
Sedangkan seorang afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan lancar:

9
AFASIA

“rokok beli tembakau kemana situ tadi gimana dia toko jalan”

Afasia Broca (motorik, ekspresif). Disebabkan lesi di area Broca.

Pemahaman auditif dan membaca tidak terganggu, tetapi sulit


mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinis afasia Broca ialah bergaya afasia
non-fluent.

Afasia Wernicke (sensorik, reseptif). Disebabkan lesi di area Wernicke.

Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Penderita tidak mampu memahami
bahasa lisan dan tulisan sehingga ia juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti
apa yang dia sendiri katakan. Gambaran klinis afasia Wernicke ialah bergaya afasia
fluent.

Afasia Konduksi. Disebabkan lesi di area fasciculus arcuatus yaitu


penghubung antara area sensorik (wernicke) dan area motorik (broca). Lesi ini
menyebabkan kemampuan berbahasa dan pemahaman yang baik tetapi didapati adanya
gangguan repetisi atau pengulangan.

Afasia transkortikal. Disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan bahasa.


Pada dasarnya afasia transkortikal ditandai oleh terganggunya fungsi berbahasa tetapi
didapati repetisi bahasa yang baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal motorik, ditandai dengan tanda afasia Broca dengan bicara
non-fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal sensorik, ditandai dengan tanda afasia Wernick dengan bicara
fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal campuran, ditandai dengan campuran tanda afasia Broca


dan Wernicke. penderita bicara non-fluent atau tidak lancar, tetapi juga disertai
kemampuan memahami bahasa yang buruk, sementara kemampuan mengulang atau
repetisi tetap baik.

Afasia talamik, disebabkan lesi pada talamus, dan afasia striatal


disebabkan lesi pada capsular-striatal, yang keduanya juga berperan dalam pengaturan

10
AFASIA

bahasa. Pada kedua afasia ini terdapat tanda afasia anomik

Afasia anomik, merupakan suatu afasia dimana penderita kesulitan


menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya.
Bicara, gramatika dan irama lancar, tetapi sering tertegun ketika mencari kata dan
mengenal nama objek.

Afasia global, adalah bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang luas
yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini ditandai
oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa
patah kata yang diucapkan secara berulang- ulang, misalnya “baaah, baaah,
baaah” atau “maaa, maaa, maaa”. Pemahaman bahasa hilang
atau berkurang. Repetisi, membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global
hampir selalu disertai dengan hemiparese atau hemiplegia.

Pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan laboratorium, hanya diperlukan tergantung dari penyebab kerusakan otaknya.


Diagnosis afasia terutama berasal dari pemeriksaan klinik dan kejiwaan karena afasia
merupakan tanda klinis.(2)

Pemeriksaan radiologi, biasanya dilakukan dalam hal untuk melokalisasi lesi dan
mendiagnosa penyebab kerusakan otak. CT (Computed Tomography) Scan efektif untuk
mengetahui adanya perdarahan otak atau stroke iskemik yang sudah lebih dari 48 jam.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) mampu mendeteksi stroke sesegera mungkin sampai
1 jam setelah onset. Penggunaan kontras mungkin perlu
untuk mendeteksi tumor.(2)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya, misalnya stroke,


perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya.(2,3)

Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti mengobati.
Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan
terapi wicara/bina wicara. (1,2,3,10,11)

11
AFASIA

Prinsip umum dari terapi wicara adalah:

Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika intensitas
terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik jika
pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari
dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan jumlah hari
yang lebih banyak pula.
Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai bentuk
stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan stimulus
visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya
digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi afasia.
Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti sesi
terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.

Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan, seperti
diuraikan dalan situs about: (10,11)

Terapi kognitif linguistik. Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-


komponen emosional bahasa. Sebagai contoh, beberapa latihan akan
mengharuskan pasien untuk menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada emosi
yang berbeda-beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata seperti kata
"gembira." Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien mempraktekkan kemampuan
komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman komponen
emosi dari bahasa.

Program stimulus. Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori. Termasuk
gambar-gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat kesukaran yang
meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.

Stimulation-Fascilitation Therapy. Jeni terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan
sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi
adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan
kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.

Terapi kelompok (group therapy). Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks sosial
untuk mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari selama sesi
pribadi. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para terapis dan pasien
lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya akan sama sekaligus
juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta mereka.

PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness). Ini merupakan bentuk


terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini bertujuan meningkatkan

12
AFASIA

kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan percakapan


sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis. Untuk
menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan menggunakan lukisan-lukisan,
gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini akan digunakan oleh pasien sebagai sumber
ide untuk dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien dan terapi secara bergiliran akan
menyampaikan ide-ide mereka.

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Terapi ini dilakukan dengan


mendekatkan magnet langsung ke area otak yang diduga menghambat pemulihan kemampuan
berbahasa setelah stroke. Dengan menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka pemulihan
diharapakan akan semakin cepat. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang
menggembirakan. Tetapi, masih diperlukan studi yang lebih besar untuk membuktikan
efektivitas terapi ini.

PROGNOSA

Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia. Suatu tumor otak
dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan afasia dengan stroke
minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik. Prognosis hidup ditentukan oleh
penyebab afasia tersebut.(2)

Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran lesi dan
umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda klinis yang lebih
ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca secara fungsional
memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat
penyakit yang tidak dapat atau sulit disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat
prognosis yang buruk.(2)

13

You might also like