Professional Documents
Culture Documents
Afasia adalah kehilangan daya pengutaraan melalui bicara, menulis atau penggunaan tanda- tanda
, dan kehilangan pengertian bahasa yang didengar atau dibaca.Afasia terbagi dua yaitu : Afasia
motorik dan afasia sensorik. Afasia motorik adalah kesulitan berkata- kata tetapi dapat mengerti
pembicaraan, sedangkan afasia sensorik dimana pasien sukar mengerti komprehensi pembicaraan
orang , tetapi mudah mengucapkan kata, tanpa adanya gangguan pendengaran.
Afasia dapat terjadi apabila ada gangguan peredaran darah otak. Dimana pada umumnya telah ada
penyakit lain yang mendahului gangguan peredaran darah otak tersebut, yang paling sering
dijumpai adalah penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung, hipertensi), kemudian
penyakit/gangguan otak lainnya.
Gejala dapat muncul untuk sementara, lalu menghilang atau lalu memberat atau menetap. Gejala
ini muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran
darah ke tempat tersebut.
Pada kesempatan ini kita fokuskan membahas sedikit tentang afasia motorik. Afasia motorik
yang ditandai oleh gangguan atau hilangnya kemampuan untuk menyatakan pikiran- pikiran
yang dapat dimengerti dalam bentuk bicara dan menulis. Afasia motorik timbul akibat gangguan
pada pembuluh darah Karotis Interna, yaitu cabangnya yang menuju Otak bagian tengah (Arteri
serebri media) tepatnya pada cabang akhir (Arteri presentalis), afasia motorik ini disertai
kelemahan lengan lebih berat daripada tungkai.
Arteri serebri media memperdarahi bagian terbesar dari konveksitas belahan otak . Arteri serebri
media merupakan cabang arteri karotis interna yang paling besar.
Afasia motorik disebut juga afasia Broca. Paul Broca, ilmuwan Perancis, menemukan suatu area
pada lobus frontalis kiri yang jika rusak akan mengakibatkan kehilangaan daya pengutaraan
pendapat dan perasaan dengan kata- kata. Tidak ada kelumpuhan alat bicara pada gangguan ini.
Daerah Otak tersebut dikenal sebagai Area Broca.
GANGGUAN afasia terdiri dari afasia Broca, Wernicke, global, konduksi,transkortikal motorik,
transkortikal sensorik, dan transkortikal campuran.
Seseorang disebut afasia global bila semua modalitas bahasa-meliputi kelancaran berbicara,
pengertian bahasa lisan, penamaan, pengulangan,membaca, menulis-terganggu berat. Penderita
tidak ada suara sama sekali dan tidak mengerti apa yang dikatakan lawan bicara, serta tidak bisa
membaca dan menulis. Ini terjadi karena kerusakan otak yang luas disertai kelumpuhan otot-otot
tubuh sisi kanan.
Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan bertutur kata. Namun, ia mengerti
bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah itu. Karena kerusakan terjadi
berdampingan dengan pusat otak untuk pergerakan otot-otot tubuh, penderita juga lumpuh di
otot-otot tubuh sebelah kanan.
Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan ketidakmampuan memahami lawan bicara. Ia
hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, tetapi tidak mengerti pembicaraan orang lain. Itu
sebabnya mengapa orang sering menganggap penderita sakit jiwa. Pada tingkat sangat berat,
perintah satu kata, seperti “duduk!” atau “makan!”, juga tidak dipahaminya. Ia hanya mengerti
bila dilakukan dengan gerakan, karena pengertian ini diterima otak melalui penglihatan.
Afasia konduksi merupakan ketidakmampuan mengulangi kata atau kalimat lawan bicara.
Namun, penderita masih mampu mengeluarkan isi pikiran dan menjawab kalimat lawan
bicaranya.
Afasia anomik membuat penderita ini tidak mampu menyebut nama benda yang dilihat, angka,
huruf, bentuk benda, dan kata kerja dari gambar yang dilihat. Ia juga tak bisa menyebut nama
binatang yang didengar suaranya atau benda yang diraba. Gangguan anomik terdapat pada semua
penderita afasia dengan variasi kemampuan.
Pada afasia transkortikal sensorik, gangguan mirip dengan Wernicke, tetapi mampu menirukan
kata/kalimat lawan bicara. Gangguan pada afasia transkortikal campuran mirip afasia global,
namun mampu meniru ucapan lawan bicara.
***
BERBAGAI tes wawancara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas
tertentu bisa digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak. “Kalau ada gangguan
komunikasi, misalnya mengemukakan pikiran tidak lancar, tetapi paham diajak bicara, bisa
ditebak pasti ada kerusakan dibagian depan. Ini tinggal dicocokkan dengan pemeriksaan
pendukung, seperti CT-Scan pada otak,” jelas Lumempouw.
Pemeriksaan ini amat penting untuk terapi dan rehabilitasi pasien. Umumnya sel-sel otak yang
tertekan atau membengkak bisa membaik kembali. Sedang sel-sel otak yang kerusakannya
menetap, tugas-tugasnya akan diambil alih oleh sel-sel di sekitarnya.
Dengan adanya beban tambahan pada sel-sel baru-tentunya sudah punya tugas lain sebelumnya-
maka mutu setelah rehabilitasi tidak bisa sebagus keadaan sebelum infark. Karena itu, hal terbaik
adalah menghindari faktor-faktor risiko yang bisa memicu stroke, seperti merokok, makan
makanan yang berkolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi.
Perawatan
Perawatan utama untuk aphasia adalah terapi wicara yang berfokus pada belajar kembali dan
mempraktekkan kemampuan berbahasa dan menggunakan alternatif atau tambahan metode
komunikasi. Anggota keluarga sering berpartisipasi dalam proses terapi dan berfungsi sebagai
mitra komunikasi penderita aphasia.
Di pusat bahasa manusia, manusia memahami dan mengenal huruf, suku kata, arti kata, kalimat
sederhana, kalimat bertingkat sampai sampai yang kompleks dan abstrak, serta berbagai macam
bahasa. Sedang di bagian lain ada yang berugas mengeluarkan isis pikiran secara lisan dan
tulisan, yang berarti harus berkoordinasi dengan pergerakan otot-otot jari.
Gangguan afasia terdiri dari afasia broca, wernicke, global, konduksi, transkortikal motorik,
transkortikal sensorik, dan transkortikal campuran. Seseorang disebut mengalami afasia global
bila semua modalitas bahasa meliputi kelancaran berbicara, pengertian bahasa lisan, penamaan,
pengulangan, membaca dan menulis terganggu berat.
Pada kasus ini penderita tidak bisa bicara sama sekali dan tidak mengerti apa yang dikatakan
lawan bicara serta tidak bisa membaca dan menulis. Ini terjadi karena kerusakan otak yang luas
disertai kelumpuhan otot-otot tubuh sisi kanan.
Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan bertutur kata. Namun ia mengerti
bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah itu. Ini terjadi karena
kerusakan yang terjadi berdampingan dengan pusat otakuntuk pergerakan otot-otot tubuh.
Kelumpuhan juga terjadi pada anggota tubuh bagian kanan.
Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan kemampuan memahami lawan bisa bicara. Ia
hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, tetrapi tidak mengerti pembicaraan orang lain. Sedangkan
afasia konduksi merupakan ketidakmampuan mengulangi kata atau kalimat lawan bicara, namun
penderita masih mampu mengeluarkan isi pikirannya dan menjawab kalimat lawan bicaranya.
Untuk afasia anomik membuat penderita ini tidak bisa menyebut nama benda yang dilihat,
angka, huruf, bentuk gambar yang dilihat. Ia juga tak bisa menyabut nama binatang yang
didengar suaranya atau benda yang diraba. Gangguan anomik terdapat pada semua penderita
afasia dengan variasi kemampuan.
Pada afasia transkortikal sensorik, gangguan mirip dengan Wernicke, tetapi mampu menirukan
kata/kalimat lawan bicara, sedangkan gangguan afasia transkortikal campuran mirif afasia
global, namun mampu menirukan ucapan lawan bicara.
Berbagai tes wawancara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas
tertentu bisa digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan
dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan
rehabilitasi pasien. METODE KOMUNIKASI :Klien dg Aphasia
(Potter & Perry. 1989)
• Mendengar & menunggu klien untuk berbicara• Jangan berteriak atau berbicara
dengan keras ( tidak kehilanganpendengaran)• Jika k/ memiliki masalah u/ mengerti,
gunakan pertanyaan ygsederhana, pendek, & gunakan gerakan mimik untuk memberitanda/
sbg isyarat tambahan• jika klien mempunyai masalah pengucapan, bertanyalah
dgsederhanadg jawaban ya/tidak/mengejapkan mata. Menawarkangambar-an atau suatu
[papan/meja] komunikasi sehingga kliendapat menunjuk gbr yg dimaksud• Memberikan klien
kesempatan untuk memahami• J a n g a n m e m a k s a a t a u m e l e l a h k a n k l i e n
PEMBAHASAN
A. Definisi
Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan
dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia ialah pada pemrosesan
bahasa tingkat integratif yang lebih tinggi. Gangguan artikulasi dan praksis mungkin ada sebagai
gejala yang menyertai.
Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma
kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi
lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi
verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.
B. Etiologi
Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata
afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai
keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan
kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya.
Strok, tumor di otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan
berbahasa.
C. Manifestasi Klinis
Gejala dan Gambaran klinik Afasia
Afasia global. Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Koadaan ini ditandai
oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang
diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau: "baaah,
baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat
terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi
(mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga
terganggu berat.
Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah
bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media
pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah buruk. Afasia global hampir selalu disertai
hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah.
Afasia Broca. Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara yang
tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pasien sering atau paling
banyak mengucapkan kata-benda dan kata-kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata-
bahasa (tanpa grammar). Contoh: "Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol."
"Periksa...lagi...makan... banyak.."
Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti berbicara
spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya tidak terganggu, namun
pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks sering terganggu (misalnya memahami
kalimat: "Seandainya anda berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud
ini").
Ciri klinik afasia Broca:
bicara tidak lancar
tampak sulit memulai bicara
kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)
pengulangan (repetisi) buruk
kemampuan menamai buruk
Kesalahan parafasia
Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat
yang sintaktis kompleks)
Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks
Irama kalimat dan irama bicara terganggu
Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan
sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal
antara daerah arteri serebri anterior dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di
perbatasan anterior yang menyerupai huruf C terbalik (gambar 9-1). Lesi ini tidak mengenai atau
tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan
sekitar) dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk
kemampuan mengulang yang baik.
Afasia anomik. Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam
menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Keadaan ini
disebut sebagai afasia anomik, nominal atau amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya
dengan gramatika, namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama
objek.
Keluaran lancar
Komprehensi baik
Repetisi baik
Gangguan (defisit) dalam menemukan kata.
Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia anomik,
dengan demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia dapat demikian ringannya
sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian beratnya
sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan
bergantung kepada beratnya defek inisial. Karena output bahasa relatif terpelihara dan
komprehensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada
jenis afasia lain yang lebih berat.
Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di
talamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya oleh perdarahan atau infark, dapat
menyebabkan afasia anomik. Mekanisme terjadinya afasia dalam hal ini belum jelas, mungkin
antara lain oleh berubahnya input ke serta fungsi korteks di sekitarnya.
D. Penatalaksanaan Medis
DASAR-DASAR REHABIL1TASI
Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada :
1. Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah
memungkinkan pada fase akut penyakitnya.
2. Dikatakan bahwa bina wicara yang diberikan pada bulan
pertama sejak mula sakit mempunyai hasil yang paling baik.
3. Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat).
4. Program terapi yang dibuat oieh terapis sangat individual dan tergantung dari latar
belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien.
5. Program terapi berlandaskan pada penurnbuhan motivasi pasien untuk mau belajar (re-
learning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi supaya pasien metnberikan
tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah
dikuasai pasien perlu diulang-ulang(repetisi).
6. Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi kelompok dengan pasien
afasi yang lain.
7. Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kelancaran berbicara. Seseorang disebut berbicara , lancar bila bicara
spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun untuk mencari Kata yang diinginkan. Kelancaran
berbicara verbal merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Bila kemampuan ini diperiksa
secara khusus ilnpat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada lesi otak yang ringan iiImii
pada demensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes knlnncaran, menemukan kata
yaitu jumlah kata tertentu yang dapat dlproduksi selama jangka waktu yang terbatas. Misalnya
menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangka waktu satu menit, ulnu
menyebutkan kata-kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S atau huruf B dalam
satu menit.
Menyebutkan nama hewan : Pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin nama
hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya parafasia.
Skor : Orang normal umumnya mampu menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik, dengan
variasi I 5 - 7.
Usia merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam tugas ini. Orang
normal yang berusia di bawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan
simpang baku 4,5.
Kemampuan ini menurun menjadi 17 (+ 2,8) pada usia 70-an, dan menjadi 15,5 (± 4,8)
pada usia 80-an. Bila skor kurang dari 13 pada orang normal di bawah usia 70 tahun, perlu
dicurigai adanya gangguan dalam kelancaran berbicara verbal. Skor yang dibawah 10 pada usia
dibawah 80 tahun, sugestif bagi masalah penemuan kata. Pada usia 85 tahun skor 10 mungkin
merupakan batas normal bawah.
Menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu: Kepada pasien dapat juga
diberikan tugas menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S, A atau P.
Tidak termasuk nama orang atau nama kota. Skor: Orang normal umumnya dapat menyebutkan
sebanyak 36 - 60 kata, tergantung pada usia, inteligensi dan tingkat pendidikan. Kemampuan yang
hanya sampai 12 kata atau kurang untuk tiap huruf di atas merupakan petunjuk adanya penurunan
kelancaran berbicara verbal. Namun kita harus hati-hati monginterpretasi tes ini pada pasien
dengan tingkat pendidikan tidak melebihi tingkat Sekolah Menengah Pertama.
Map
Bola
Kereta
Rumah Sakit
Sungai Barito
Lapangan Latihan
Kereta api malam
Besok aku pergi dinas
Rumah ini selalu rapi
Sukur anak itu naik kelas
Seandainya si Amat tidak kena influensa
Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan parafasia, salah
tatabahasa, kelupaan dan penambahan.
Orang normal umumnya mampu mengulang kalimat yang mengandung 19 suku-kata.
Banyak pasien afasia yang mengalami kesulitan dalam mengulang (repetisi), namun ada
juga yang menunjukkan kemampuan yang baik dalam hal mengulang, dan sering lebih baik
daripada berbicara spontan.
Umumnya dapat dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan
mengulang mempunyai kelainan patologis yang melibatkan daerah peri-sylvian. Bila
kemampuan mengulang terpelihara, maka daerah -sylvian bebas dari kelainan patologis.
Umumnya daerah ekstra-sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek
repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler (area water-shed).
Parafasia. Parafasia ialah men-substitusi kata. Kita mengenai 2 jenis parafasia, yaitu parafasia
semantik (verbal) dan parafasia fonomik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu kata
dengan kata yang lain misalnya: "kucing" dengan "anjing". Parafasia fonemik, ialah
mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi yang lain, misalnya bir dengan kir, balon dengan galon.
Afasia motorik yang berat biasanya mudah dideteksi. Pasien berbicaranya sangat terbatas atau
hampir tidak ada; mungkin ia hanya mengucapkan: "ayaa, ayaa, aaai, Hi".
Sesekali ditemukan kasus dimana pasien sangat terbatas kemampuan bicaranya, namun bila ia
marah, beremosi tinggi, keluar ucapan makian yang cara mengucapkannya cukup baik.
Afasia ialah kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh
gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak.
Didapatkan berbagai jenis afasia, masing-masing mempunyai pola abnormalitas yang dapat
dikenali, bila kita berbincang dengan pasien serta melakukan beberapa tes sederhana.
Pada semua pasien dengan afasia didapatkan juga gangguan membaca dan menulis (aleksia
dan agrafia)
Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit-banyak terganggu, yaitu bicara spontan, mengulang
(repetisi), namai (naming), pemahaman bahasa, membaca dan menulis.
Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan mengalami kesulitan atau
memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu gramatikanya miskin (sedikit) dan
menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien sadar
akan kekurangan atau kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan kurang
terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak
mungkin atau sangat terganggu, baik motorik menulis maupun isi tulisan.
Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak, cara mengucapkan baik dan irama
kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada, mem-formulasi dan menamai sehingga
kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa fisan dan tulisan tidak atau kurang difahami,
dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien tidak begitu sadar
akan kekurangannya.
Afasia jenis yang disebutkan pertama disebut afasia Broca, atau afasia motorik atau afasia
ekspresif. Afasia jenis ke dua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif.
Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas bahasa. Pasien
sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa, yang selalu
diulang-ulang, dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang buruk dan tidak bermakna.
Hal ini disebut afasia global. Lesi biasanya melibatkan semua daerah bahasa di sekitar fisura sylvii.
Kadang afasia ditandai oleh kesulitan menemukan nama, sedangkan modalitas lainnya relatif utuh.
Pasien mengalami kesulitan menamai sesuatu benda. Pada pasien demikian kita dengar ungkapan
seperti : "anu, itu, kau, kau tahu kan, ya anu itu". Afasia amnestik ini sering merupakan sisa afasia
yang hampir pulih, pada afasia yang tersebut terdahulu, namun dapat juga dijumpai pada berbagai
gangguan otak yang difus. Afasia amnestik mempunyai nilai lokalisasi yang kecil.
Adakalanya digunakan kata afasia campuran. Sebetulnya kata ini kurang tepat, karena di klinik
semua jenis afasia adalah campuran, hanya bidang tertentu lebih menonjol atau lebih berat.
Berbagai tes wawabcara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas
tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan
dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan
rehabilitasi pasien.
AFASIA
F. Asuhan Keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan lesi area bicara otak (Afasia)
2. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan dasar-dasar terapi rehabilitasi
3. Harga diri rendah kronik yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat
kehilangan fungsi bicara
4. Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan gangguan bicara atau penurunan fungsi
4 Minor
Napas Pendek
Individu akan :
Intervensi
KURANG PENGETAHUAN
DATA :
4 Mayor
- Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan informasi
1
AFASIA
- Mengekspresikan suatu ketidakuratan persepsi status kesehatan melakukan dengan tidak tepat
perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan
4 Minor
- Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologi (mis, ansietas, depresi)
mengakibatkan informasi atau kurang informasi
INTERVENSI :
Beri tahu tentang penatapelaksanaan terapi/rehabilitasi
4 Minor
§ Sering kurang berhasil dalam kerja atau kejadian hidup lainnya
§ Penyelesaian diri berlebihan, bergantung pada pendapat orang lain
§ Buruknya penampilan tubuh (Kontak mata, postur, gerakan)
§ Tidak asertif/pasif
§ Keragu-raguan
§ Mencari jaminan secara berlebihan
Yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat : Kehilangan fungsi tubuh
KRITERIA HASIL
Individu akan :
Intervensi
a. Penuh perhatian
b. Menghargai ruang pribadi individu
c. Pastikan interpretasi Anda terhadap apa yang dikatakan ataudialami (“Apakah ini yang anda
maksud?”)
4 Minor
§ Isolasi sosial
§ Hubungan superficial
§ Menyalahi orang lain untuk masalah-masalah interpersonal
§ Menghindari orang lain
§ Kesulitan Interpersonal di tempat kerja
§ Orang lain melaporkan tentang pola interaksi yang bermasalah
§ Perasaan teng\tang tidak dimengerti
§ Perasaan tentang penolakan
KRITERIA HASIL
Individu akan :
1. Menyatakan masalah dengan sosialisasi
2. Mengidentifikasi perilaku baru untuk meningkatkan sosilaisasi efektif
3. Melaporkan atau bermain peran terhadap penggunaan perilaku pengganti kontstruktif
Intervensi Generik
3
AFASIA
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1) membentuk buah
pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan, kemudian (2) mengatur
motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran dan
bahkah pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area
Wemicke pada bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal yang paling penting
untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalami afasia Wernicke atau afasia
global tak mampu memformulasikan buah pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau, bila lesinya
tak begitu parah, maka penderita masih mampu memfontiulasikan pikirannya namun tak mampu
menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan
pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkannya tidak
beraturan.
Afasia Motorik Akibat Hilangnya Area Broca. Kadang-kadang, penderita mampu
menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur
sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik,
disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, yang terletak di regio prefrontal dan fasial
premotorik korteks kira-kira 95 persen kelainannya di hemisfer. Oleh karena itu, pola
keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-
otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini.
DAFTAR PUSTAKA
4
AFASIA
--------------------------- AFASIA ---------------------------
DEFINISI
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia tidak
termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia), gangguan bicara motorik
murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat gangguan pikiran primer, misalnya
skizofrenia.(1,2,3,4,5)
ETIOLOGI
Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat
cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal yang
mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang
menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri
otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan
tempat kemampuan berbahasa diatur.(1,2,3,6,7,8)
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera otak
traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti
pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl,
suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.(2,3)
5
AFASIA
PATOFISIOLOGI
Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada manusia,
fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang
yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal).
Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.(2,3,6,7,8)
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit
degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa,
yaitu area Broca dan area Wernicke.(2,3)
Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik
berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi tetapi penderita
bisa memahami bahasa dan tulisan.(6,7,8,9)
Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk
impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan
memahami serta mengerti suatu bahasa.(6,7,8,9)
Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa di atas. Selain itu
lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat
muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area Broca dan area
Wernicke.(6)
KLASIFIKASI
Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan kepada:
Manifestasi klinik
6
AFASIA
7
AFASIA
Afasia konduksi
Afasia talamik
Afasia striatal
Afasian anomik
Afasia global
DIAGNOSIS
Diagnosis afasia ialah berdasarkan tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan lainnya
dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.(2,3)
Manifestasi Klinik
8
AFASIA
Afasia tidak lancar. Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas.
Penderita menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering
disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.
Gambaran klinisnya ialah:
Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks
Afasia lancar. Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi
isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak dapat
mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali. Gambaran klinisnya ialah:
Keluaran bicara yang lancar
Terdapat parafasia
Repetisis terganggu
Seorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak lancar
dan tertegun-tegun: “mana… rokok… beli.”
Sedangkan seorang afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan lancar:
9
AFASIA
“rokok beli tembakau kemana situ tadi gimana dia toko jalan”
Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Penderita tidak mampu memahami
bahasa lisan dan tulisan sehingga ia juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti
apa yang dia sendiri katakan. Gambaran klinis afasia Wernicke ialah bergaya afasia
fluent.
Afasia transkortikal motorik, ditandai dengan tanda afasia Broca dengan bicara
non-fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.
Afasia transkortikal sensorik, ditandai dengan tanda afasia Wernick dengan bicara
fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.
10
AFASIA
Afasia global, adalah bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang luas
yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini ditandai
oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa
patah kata yang diucapkan secara berulang- ulang, misalnya “baaah, baaah,
baaah” atau “maaa, maaa, maaa”. Pemahaman bahasa hilang
atau berkurang. Repetisi, membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global
hampir selalu disertai dengan hemiparese atau hemiplegia.
Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan radiologi, biasanya dilakukan dalam hal untuk melokalisasi lesi dan
mendiagnosa penyebab kerusakan otak. CT (Computed Tomography) Scan efektif untuk
mengetahui adanya perdarahan otak atau stroke iskemik yang sudah lebih dari 48 jam.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) mampu mendeteksi stroke sesegera mungkin sampai
1 jam setelah onset. Penggunaan kontras mungkin perlu
untuk mendeteksi tumor.(2)
PENATALAKSANAAN
Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti mengobati.
Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan
terapi wicara/bina wicara. (1,2,3,10,11)
11
AFASIA
Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika intensitas
terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik jika
pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari
dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan jumlah hari
yang lebih banyak pula.
Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai bentuk
stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan stimulus
visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya
digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi afasia.
Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti sesi
terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.
Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan, seperti
diuraikan dalan situs about: (10,11)
Program stimulus. Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori. Termasuk
gambar-gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat kesukaran yang
meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.
Stimulation-Fascilitation Therapy. Jeni terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan
sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi
adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan
kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.
Terapi kelompok (group therapy). Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks sosial
untuk mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari selama sesi
pribadi. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para terapis dan pasien
lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya akan sama sekaligus
juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta mereka.
12
AFASIA
PROGNOSA
Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia. Suatu tumor otak
dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan afasia dengan stroke
minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik. Prognosis hidup ditentukan oleh
penyebab afasia tersebut.(2)
Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran lesi dan
umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda klinis yang lebih
ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca secara fungsional
memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat
penyakit yang tidak dapat atau sulit disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat
prognosis yang buruk.(2)
13