You are on page 1of 4

CIGUATERA, KERACUNAN IKAN LAUT

October 24, 2011Imam BachtiarLeave a commentGo to comments

5 Votes

Imam Bachtiar
Ketua Pusat Penelitian Pesisir dan Laut (P3L) Universitas Mataram
Dipubikasikan di Lombok Post, Sabtu, 3 Pebruari 2007, halaman 14, OPINI

Keracunan akibat makan ikan laut kadang muncul di koran Lombok Post ini, salah satunya
diberitakan pada hari Senin 15 Januari 2006 yang lalu. Sebagian korban bahkan meninggal
dunia, dengan puluhan orang harus dirawat. Tetapi penjelasan tentang keracunan ikan ini
masih sangat jauh dari cukup untuk dapat dijadikan pelajaran oleh masyarakat, agar dapat
menghindarinya di kemudian hari. Tulisan ini dimaksudkan untuk menambah penjelasan yang
lebih rinci tentang keracunan akibat mengkonsumsi ikan yang secara ilmiah disebut dengan
ciguatera (baca: siguatera).
Ciguatera merupakan kondisi keracunan pada manusia yang diakibatkan oleh konsumsi
hewan laut (ikan). Penyakit ini telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Ciguatera telah
sering terjadi di kawasan tropis dan sub-tropis Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia
yang terletak di antara kedua samudra tersebut merupakan salah satu kawasan yang banyak
terjadi ciguatera. Setiap tahun diperkirakan 10.000-50.000 orang mengalami ciguatera di
seluruh dunia. Penyebab utama ciguatera adalah makanan laut dari ikan bersirip (finfish).
Ikan penyebab ciguatera
Ciguatera sebagian besar diakibatkan oleh senyawa ciguatoxin yang terdapat pada daging ikan.
Ciguatoxin P-CTX-1 merupakan racun yang mematikan. Diperkirakan 90% kematian dari
ciguatera disebabkan racun yang diisolasi dari belut laut (moray eel) ini. Ikan mendapatkan
racun ciguatoxin tersebut dari mikroalga beracun yang dimakan oleh ikan herbivora (pemakan
tumbuhan). Jika ikan herbivora yang tampak sehat ini dimakan oleh ikan karnivora, maka racun
ciguatoxin tersebut terkumpul pada ikan karnivora (pemakan hewan).
Ikan-ikan yang beracun umumnya merupakan ikan-ikan karang yang hidup di dasar, walaupun
ada juga ikan-ikan yang pelagis. Jenis ikan karang yang biasanya tidak beracun, bisa menjadi
beracun setelah terjadinya peledakan populasi alga dinoflagelata. Telah dilaporkan ada 400
jenis ikan yang potensial dapat berubah menjadi beracun, tetapi angka ini dianggap terlalu
berlebihan. Jumlah jenis ikan beracun dilaporkan sebanyak 10 jenis di Ryuku Island, Jepang. Di
Hawaii, dari 172 kasus ciguatera dalam dua tahun diidentifikasi sebanyak 16 jenis ikan yang
beracun.
Ikan belut laut dan kerapu karang (Plectropomus spp.) merupakan jenis ikan yang banyak
terkait dengan ciguatera, terutama di barat daya Samudra Hindia. Di Amerika jenis ikan yang
banyak terkait dengan ciguatera adalah kerapu sunu (Epinephelus spp.). Di Australia, ikan-ikan
yang dikenal dapat beracun meliputi tenggiri (Scomberomorus commersoni), kerapu
(Plectropomus dan Epinephelus), barakuda (Sphyraena jello), kakap merah (Lutjanus sebae),
dan kuwe (Caranx spp.).
Tingkat keracunan dari ikan bervariasi dari musim ke musim, dari satu lokasi ke lokasi lain, dan
dari satu spesies ke spesies lainnya. Suatu jenis ikan yang beracun di suatu kawasan, dapat
tidak beracun di kawasan di sebelahnya. Kawasan yang aman dari ciguatera dapat berubah
memproduksi ikan-ikan yang beracun suatu waktu, dan kembali lagi aman pada waktu
berikutnya. Ikan yang mengandung ciguatoxin memiliki ciri fisik, rasa dan bau yang normal,
sehingga sulit diidentifikasi. Tetapi jika konsentrasi racun di dalam ikan terlalu tinggi dapat
menyebabkan ikan berperilaku aneh sehingga mudah ditangkap. Bahkan ciguatoxin di tubuh
ikan dapat menyebabkan kematian ikan itu sendiri. Karena itu, ikan yang sangat mudah
tertangkap nelayan, tidak seperti biasanya, perlu dicurigai sebagai ikan yang mengandung
ciguatoxin.
Sumber dari ciguatoxin di daging ikan berasal dari mikroalga yang dimakannya. Sekarang telah
dikenal 30 jenis mikroalga yang menghasilkan senyawa bioaktif, termasuk ciguatoxin. Sebagian
peneliti percaya bahwa ciguatera tidak hanya disebabkan oleh satu racun (toxin) saja,
melainkan kombinasi dari sejumlah toxin dan metabolit lainnya yang dihasilkan oleh satu atau
banyak jenis dinoflagelata. Walaupun demikian, mikroalga Gambierdiscus toxicus yang
menghasilkan gambiertoxin merupakan dinoflagelata yang paling penting.
Tanda-tanda ciguatera
Sindrom klinis ciguatera bermacam-macam, tergantung jenis dan jumlah toxin yang
terkonsumsi dan kerentanan individu penderita. Waktu terjadinya sakit juga sangat bervariasi
tergantung pada dosis. Walaupun demikian, biasanya keluhan ciguatera terjadi 1-6 jam setelah
masuknya makanan beracun tersebut, 90% kasus terjadi dalam periode 12 jam.
Pada umumnya, penderita ciguatera ditandai dengan muntah yang parah, diare dan sakit perut,
dalam beberapa jam setelah makan ikan beracun. Jika gejala sakit perut (gastrointestinal) ini
tidak terjadi, biasanya gejala yang muncul adalah rasa gatal, gerak yang lamban atau rasa
terbakar di kulit. Gejala yang lebih khusus dari ciguatera adalah rasa gatal yang sakit dan
parah, rasa panas atau terbakar, dan rasa seperti terkena strum listrik. Kadangkala gejala ini
disertai dengan rasa sakit di sendi, tangan dan kaki, serta kram otot. Perasaan kehilangan gigi
juga merupakan gejala yang umum terjadi pada penderita ciguatera. Sejumlah penderita
menunjukkan pengindraan suhu yang terbalik, benda panas terasa dingin sedangkan benda
dingin terasa panas.
Gejala yang ditimbulkan ciguatera dapat hilang dalam beberapa hari, dapat juga tetap
terasa hingga berbulan-bulan. Gejala sakit ciguatera dapat muncul kembali jika korban makan
ikan yang mengandung ciguatoxin kembali, atau mengkonsumsi minuman beralkohol. Ikan
herbivor yang beracun biasanya menyebabkan gangguan (sakit) pada system pencernaan dan
syaraf. Ikan karnivor yang beracun dapat menyebabkan sakit yang lebih luas, termasuk
gangguan peredaran darah dan jantung.
Penyebab produksi ciguatoxin
Para ahli telah menduga setidaknya tiga faktor sebagai penyebab diproduksinya ciguatoxin.
a) Pemutihan dan kematian karang.
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa permukaan karang yang ditutupi oleh alga filamentous
dan makroalga berkapur merupakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan mikroalga
beracun G. toxicus. Pemutihan dan kematian karang sekarang terjadi dimana-mana, dan
kejadian ciguatera lebih sering terjadi terutama di kawasan yang terumbu karangnya rusak.
Ikan beracun biasanya ditemukan di kawasan perairan suatu pulau yang menghadap arah
angin.
b) Asosiasi dengan alga merah dan bakteri.
Sejumlah peneliti melaporkan adanya hubungan antara populasi mikroalga beracun G. toxicus
dengan makro alga dan bakteri. Di Hawai, populasi G. toxicus paling banyak ditemukan
berasosiasi dengan alga merah Spyridia filamentosa. disamping itu, G. toxicus juga berasosiasi
dengan makro alga lain yang tidak dimakan manusia, misalnya Turbinaria
dan Sargasum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri mempengaruhi jenis toxin yang
dihasilkan oleh dinoflagellata. Diduga bahwa bakteri menghasilkan nutrien yang diasimilasikan
oleh dinoflagelata untuk memproduksi ciguatoxin.
c) Pengaruh lingkungan.
Jumlah bakteri di air laut banyak dipengaruhi oleh bahan pencemar yang dihasilkan oleh
manusia, misalnya nutrien dari pertanian, banjir sungai, dan limbah kota. Dilaporkan terdapat
korelasi yang signifikan antara jumlah dinoflagelata G. toxicus dengan NO2, NO3,
NH4, PO4 dan total posfat.
Bagaimana cara menghindari ciguatera?
Penyuluhan terhadap masyarakat tentang ciguatera sangat dibutuhkan untuk menghindari
terulangnya keracunan masal karena ciguatera. Masyarakat membutuhkan informasi yang
dapat dipercaya dari lembaga yang memiliki otoritas untuk menjelaskan hal ini, misalnya Dinas
Perikanan dan Kelautan dan Dinas Kesehatan.
Peneliti ciguatera telah membuat daftar cara untuk menghindari ciguatera secara individu yaitu
sebagai berikut:
a) Hindari ikan karang (dasar) di air yang hangat, khususnya yang sudah dikenal pernah
beracun, dan hindari ikan pelagis (atas) yang makan ikan tersebut, terutama di kawasan yang
mempunyai sejarah ciguatera.
b) Hindari semua jenis ikan yang berasal dari lokasi-lokasi yang menjadi sumber ciguatera.
c) Hindari konsumsi belut laut, kecuali yang ditangkap dari lokasi yang tidak memiliki sejarah
ciguatera.
d) Hindari mengkonsumsi ikan, daging dan jerohan dari ikan yang berpotensi menyebabkan
ciguatera.
e) Hanya konsumsi sedikit ikan (<50 gram) dalam sekali duduk makan.
Untuk mendukung upaya masyarakat dalam menghindari ciguatera, pemerintah daerah perlu
melakukan penyuluhan pada masyarakat dan pemetaan lokasi-lokasi yang pernah memiliki
sejarah sebagai sumber ciguatera. Peneliti dari universitas atau lembaga penelitian perlu
mengkaji pola-pola kemunculan ciguatera sehingga masyarakat dapat melakukan antisipasi
sedini mungkin. Setiap musibah adalah sebuah pelajaran berharga bagi orangorang
yang mau berfikir.
Advertisements

You might also like