You are on page 1of 12

Laporan Isolasi Minyak Atsiri

MINGGU, 27 NOVEMBER 2016

Laporan Isolasi Minyak Atsiri


Isolasi Minyak Atsiri
Lutfy Woro Anggitasari*, Adhe Muthia, Agustina Duwanti Lestari, Ailing, Christofel Heri Tully,
Emelia, Istiqomah, Kemal Akbar, Meki Destria, Muhammad Yuspriyanto, Sefriyanti, Siti
Julia Safariyanti

Program Studi Kimia


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tanjungpura
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Kota Pontianak, Kalimantan Barat
email:

ABSTRAK
Minyak atsiri banyak digunakan sebagai campuran parfum dan kosmetik. Berdasarkan
kegunaan minyak atsiri tersebut, maka telah dilakukan percobaan isolasi minyak atsiri untuk
mengisolasi minyak atsiri dari sampel bahan alami, dimana pada percobaan ini digunakan
daun sirih sebagai bahan alami. Pada percobaan ini digunakan metode destilasi yang
didasarkan pada perbedaan titik didih dari sampel dan pelarut. Saat dilakukan pemanasan,
maka senyawa yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu dan
uapnya akan didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan destilat. Campuran yang telah
didestilasi maka akan dipisahkan melalui ekstraksi yang didasarkan pada perbedaan distribusi
antar zat dalam campuran yang tidak saling campur. Berdasarkan hasil percobaan, campuran
yang dipisahkan melalui ekstraksi tidak terjadi pemisahan sehingga tidak bisa dihitung massa
jenis dan indeks biasnya karena air tidak dapat mengisolasi minyak atsiri.

Kata kunci: Daun sirih, destilasi uap, ekstraksi, minyak atsiri

I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara dengan biodiversitas tinggi yang menyimpan berbagai
jenis minyak atsiri yang kemudian banyak dikembangkan dan akan menjadi komoditas
khas negara Indonesia. Seorang pakar aromaterapi bahkan menyatakan bahwa di
Indonesia terdapat 900 jenis tanaman potensial sebagai penghasil minyak atsiri. Oleh
karena itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa masih banyak jenis atsiri baru khas
Indonesia yang bisa digali dan dikomersilkan. Dari 150 jenis minyak atsiri yang selama ini
diperdagangkan didalam pasar internasional, 40 jenis diantaranya dapat diproduksi di
Indonesia. Di Indonesia jenis minyak atsiri dikatagorikan menjadi 3 kondisi yaitu sudah
berkembang, sedang berkembang dan potensial dikembangkan. Tanaman penghasil
minyak atsiri yang sudah berkembang seperti nilam, akar wangi, seraiwangi dan kenanga
yang pengembangannya diarahkan pada peningkatan volume produksi dan peningkatan
mutunya dengan menggunakan benih-benih yang unggul dan cara pengolahan
(penanganan bahan tanaman dan penyulingan) yang tepat. Selain itu dukungan teknologi
budidaya yang direkomendasikan dengan SOP dan efisiensi usahatani yang tepat akan
meningkatkan usahatani minyak atsiri yang pada gilirannya akan meningkatkan daya
saing minyak atsiri Indonesia di pasaran dunia (Gusmailina dan Kusmiati, 2015).
Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak
terbang. Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan, yang
diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan
cara penyulingan dengan uap. Meskipun kenyataan untuk memperoleh minyak atsiri dapat
juga diperoleh dengan cara lain seperti dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut
organik maupun dengan cara dipres atau dikempa dan secara enzimatik (Sastrohamidjojo,
2004).
Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas ekspor nonmigas
yang dibutuhkan di berbagai industri seperti dalam industri parfum, kosmetika, farmasi atau
obat-obatan, serta industri makanan dan minuman-minuman. Dalam dunia perdagangan,
komoditas ini dapat dipandang memiliki peran strategis dalam menghasilkan produk primer
maupun sekunder, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Komoditas ini masih tetap
eksis walaupun selalu terjadi fluktuasi harga. Dengan begitu, petani maupun produsen masih
tetap diuntungkan. Apalagi saat ini dikembangkan jenis-jenis minyak atsiri baru yang
harganya lumayan tinggi. Untuk minyak dari bunga-bungaan, harga minyak dapat mencapai
puluhan juta rupiah. Sementara minyak dari tumbuhan terna (tumbuhan yang batangnya lunak
karena tidak membentuk kayu), baik daun, ranting, dan biji dihargai ratusan ribu rupiah per
kilogramnya (Armando, 2009).
Setiap tahunnya konsumsi minyak atsiri atau minyak terbang dunia beserta
turunannya naik sekitar 8 – 10 %. Itu tak hanya terjadi di Indonesia, salah satu sumber minyak
atsiri dunia, tetapi berlaku pula di negara-negara produsen lain seperti India, Thailand, dan
Haiti. Pemicu kenaikan itu antara lain meningkatnya kebutuhan minyak asiri untuk industri
parfum, kosmetik, dan kesehatan. Selain itu kecendrungan konsumen untuk berpindah dari
pola mengkonsumsi bahanbahan mengandung senyawa sintetik ke bahan alami turut
mendongkrak permintaan minyak asiri. Apalagi produk-produk olahan minyak asiri belum
dapat digantikan oleh bahan sintetis (Trubus Info Kit, 2009).
Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang sangat menyenangkan juga
dapat membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf, sehingga akan
meningkatkan sekresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus aroma
dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah sehingga
rongga mulut dan lambung menjadi basah. Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai
bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik
sebagai sedative dan stimulan untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius,
merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987). Aplikasi minyak atsiri dalam kehidupan
sehari-hari salah satu contohnya yaitu menurut penelitian Juniarti, dkk (2015) menyatakan
bahwa minyak atsiri dapat digunakan sebagai krim pencegah gigitan nyamuk Aedes Aegypty
L dengan memanfaatkan minyak atsiri dari daun surian.
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam
tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk dalam family Pinaceae,
Labiatae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae.
Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang,
kulit, akar dan rhizome (Ketaren, 1985). Pada percobaan ini minyak atsiri yang akan diambil
adalah minyak atsiri dari daun sirih hijau.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode destilasi. Metode ini didasarkan
pada perbedaan titik didih dari berbagai komponen dalam campuran. Pada metode ini akan
terjadi penguapan dan pendinginan larutan hingga diperoleh destilat yang kemudian akan
dipisahkan melalui metode ekstraksi. Metode ekstraksi didasarkan pada perbedaan distribusi
antara sampel dan pelarut yang disebabkan oleh perbedaan kepolaran senyawa. Melalui dua
metode ini maka akan diperoleh minyak atsiri murni yang akan diukur massa, massa jenis dan
indeks biasnya.

II. METODOLOGI
Alat dan Bahan
Adapun peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat pemanas, batang
pengaduk, beaker glass, corong pisah, erlenmeyer, klem, kondensor, labu destilasi,
piknometer, pipet tetes, pipet ukur, refraktometer, spatula, statif dan termometer. Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan yaitu daun sirih dan akuades.

Prosedur Kerja
Tahapan awal yang dilakukan yaitu disiapkan daun sirih dan dipotong kecil-kecil
sebanyak 50 gram. Selanjutnya daun sirih tersebut dimasukkan ke dalam labu destilasi dan
dimasukkan juga pelarut akuades ke dalam labu destilasi. Sampel didestilasi bersama air
hingga terbentuk destilat dan diperoleh minyak atsiri.
Minyak atsiri yang diperoleh kemudian dipisahkan dengan menggunakan ekstraksi.
Ekstraksi dilakukan hingga terbentuk dua lapisan dan minyak atsiri tidak tercampur dengan
senyawa lain lagi. Selanjutnya dihitung massa, massa jenis dan indeks bias dari minyak
atsiri.

Rangkaian Alat
Gambar 1. Rangkaian Alat Isolasi Minyak Atsiri

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Minyak atsiri merupakan minyak yang umumnya dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan.
Minyak atsiri memiliki ciri-ciri yaitu mudah menguap pada suhu kamar dan memiliki aroma
yang wangi sesuai dengan tumbuhan penghasilnya. Sebagian besar minyak atsiri berfungsi
sebagai antibakteri dan antijamur. Hampir semua minyak atsiri akar terdiri atas monoterpen,
sedangkan minyak atsiri dari buah sebagian besar terdiri atas seskuiterpen (Ketaren, 1986;
Jayaprakarsha dkk, 2002).
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya adalah terpenoid, biasanya terpenoid itu
terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau
bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai
dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam
industri makanan (Heyne, 1987).
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa
mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma wangi sesuai
dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut
dalam air (Guenther, 1987).
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder yang
berada dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family
Pinaceae, Labiatae, Myrataceae, dan Zingiberaceae, Umbelliferae, serta Gramineae. Minyak
atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit,
akar dan rhizome. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,
misalnya industri parfum, kosmetik, dan industri farmasi. Dalam pembuatan parfum dan
wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam
parfum, misalnya minyal nilam, minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang
berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak
cengkeh, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent)
dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985).
Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang diakibatkan
oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun secara fisika. Biasanya kerusakan
disebabkan oleh reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi, polimerisasi, hidrolisis
ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut dapat dipercepat (diaktivasi) oleh
panas, adanya udara (oksigen, kelembaban, serta dikatalis oleh cahaya dan pada beberapa
kasus kemungkinan dikatalis oleh logam (Guenther, 1987).
Salah satu bahan alami penghasil minyak atsiri yaitu daun sirih. Sirih merupakan
tanaman menjalar dan merambat pada batang pokok disekelilingnya dengan daunnya yang
memiliki bentuk pipih seperti gambar hati, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung
daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun yang tipis.
Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya. Dalam farmakologi Cina,
sirih dikenal sebagai tanaman yang memiliki sifat hangat dan pedas (Heyne, 1987).

Daun sirih mengandung minyak atsiri di mana komponen utamanya terdiri atas fenol
dan senyawa turunannya seperti kavikol, cavibetol, carvacrol, eugenol, dan allilpyrocatechol.
Selain minyak atsiri, daun sirih juga mengandung karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat,
vitamin C, tannin, gula, pati, dan asam amino. Daun sirih yang sudah dikenal sejak tahun 600
SM ini mengandung zat antiseptik yang dapat membunuh bakteri sehingga banyak digunakan
sebagai antibakteri dan antijamur (Rini dan Mulyono, 2003). Daun sirih yang digunakan dalam
percobaan ini yaitu seperti gambar di bawah ini:
seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2. Daun Sirih
Adapun struktur senyawa yang terkandung dalam daun sirih yaitu sebagai berikut :
Destilasi adalah metode pemisahan zat-zat cair dari campurannya dengan
berdasarkan perbedaan titik didih. Pada proses destilasi sederhana, suatu campuran dapat
dipisahkan bila zat-zat penyusunnya tersebut mempunyai perbedaan titik didih cukup tinggi.
Proses destilasi terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama terdiri dari uap yang
terembunkan disebut destilat, dan bagian kedua adalah cairan yang tertinggal disebut residu,
yang susunannya lebih banyak komponen yang sukar menguap (Raditya, 2008).
Dasar pemisahan pada destilasi adalah perbedaan titik didih komponen cairan yang
dipisahkan pada tekanan tertentu. Penguapan diferensial dari suatu campuran cairan
merupakan bagian terpenting dalam proses pemisahan dengan destilasi, diikuti dengan cara
penampungan material uap dengan cara pendinginan dan pengembunan dalam kondensor
pendingin-air (Yazid, 2005).
Prinsip dasar dalam proses destilasi yaitu dengan berdasarkan perbedaan titik didih,
senyawa dengan titik didih yang paling rendah akan terpisahkan terlebih dahulu. Air pendingin
dimasukkan dari ujung yang paling dekat dengan adaptor, dan air keluar melalui ujung
pendingin yang lain. Termometer dipasang sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan
titik didih senyawa yang sedang dipisahkan. Ujung termometer diletakkan tepat pada posisi
ujung pendingin (Yuliarto, 2012).
Metode destilasi yang umum digunakan dalam
produksi minyak atsiri adalah destilasi air dan destilasi uap-air. Karena metode tersebut
merupakan metode yang sederhana dan membutuhkan biaya
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
destilasi uap. Namun belum ada penelitian tentang
pengaruh kedua metode destilasi tersebut terhadap
minyak atsiri yang dihasilkan. Sebelum diproses, tanaman tersebut dirajang terlebih
dahulu . Namun dalam proses destilasi tradisional pada umumnya ukuran bahan yang
digunakan tidak seragam, karena proses pengecilan ukurannya hanya
melalui proses penghancuran sederhana (Raditya, 2008).
Syarat utama pemisahan campuran cairan dengan cara destilasi adalah semua
komponen yang terdapat di dalam campuran haruslah bersifat volatil. Pada suhu yang sama,
tingkat penguapan pada masing-masing komponen akan berbeda-beda. Hal ini berarti bahwa
pada suhu tertentu, komponen yang lebih volatil dalam campuran cairan akan lebih banyak
membangkitkan uap. Sifat yang demikian ini akan terjadi sebaliknya, yakni pada suhu tertentu
fasa cairan akan lebih banyak mengandung komponen yang kurang volatil. Jadi cairan yang
setimbang dengan uapnya pada suhu tertentu memiliki komposisi yang berbeda. Perbedaan
komposisi dalam kesetimbangan uap-cairan dapat dengan mudah dipelajari pada destilasi
pemisahan campuran alkohol dari air (Sutijan, dkk., 2009).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel
tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa
tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas
dan ukuran molekul yang sama (Mukhriani, 2014). Jenis ekstraksi yang dipakai pada
percobaan ini adalah ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat-cair merupakan proses pemisahan
satu atau beberapa komponen dari campurannya dalam padatan dengan bantuan pelarut.
Pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan kemampuan melarut komponen dalam campuran
dan adanya perbedaan konsentrasi solute di dalam padatan dan pelarut. Destilasi uap
memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial
(campuran dari berbagai senyawa menguap). Selama proses pemanasan, uap terkondensasi
dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah
yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang
bersifat termolabil dapat terdegradasi (Seidel, 2006).
Pada percobaan ini, dilakukan isolasi minyak atsiri dari daun sirih. Isolasi minyak atsiri
ini dilakukan menggunakan metode destilasi yang didasarkan pada perbedaan titik didih dari
sampel dan pelarut yang digunakan. Pada metode ini akan terjadi penguapan dan
pendinginan larutan hingga diperoleh destilat yang kemudian akan dipisahkan melalui metode
ekstraksi. Metode ekstraksi ini didasarkan pada perbedaan distribusi antara sampel dan
pelarut yang disebabkan oleh perbedaan kepolaran senyawa. Melalui dua metode ini maka
akan diperoleh minyak atsiri murni yang akan diukur massa, massa jenis dan indeks biasnya.
Tahapan pertama yang dilakukan yaitu dipersiapkan sampel yang akan digunakan.
Daun sirh dipotong kecil-kecil dan ditimbang sebanyak 50 gram. Adapun proses penimbangan
daun sirih ditunjukkan pada gambar berikut ini :
Gambar 3. Proses penimbangan sampel daun sirih 50 gram

Tahapan kedua, daun sirih dimasukkan ke dalam labu destilasi. Kemudian ditambahkan
pelarut air ke dalam labu destilasi. Campuran kemudian didestilasi selama kurang lebih dua
jam. Pelarut yang digunakan adalah air, karena air memiliki sifat kepolaran yang berbeda
dengan minyak atsiri sehingga minyak atsiri sehingga akan mudah dipisahkan dari destilat.
Adapun gambar sampel dimasukkan kedalam labu destilasi dan diberi pelarut air serta diukur
suhunya dengan menggunkan termometer ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 4. Sampel dan pelarut air dimasukkan kedalam labu destilasi

Air dan minyak atsiri tidak saling melarutkan, selain itu titik didih air lebih kecil dari
minyak atsiri sehingga uap air akan mendorong minyak sirih untuk lepas dari pori-pori sirih
dan menghasilkan destilat. Adapun rangkaian alat destilasi yaitu sebagai berikut:
Gambar 5. Rangkaian alat destilasi
Destilasi merupakan teknik pemisahan atau pemurnian senyawa yang didasarkan pada
perbedaan titik didih dari masing-masing zat dalam campuran. Pada metode destilasi akan
terjadi penguapan dan pendinginan larutan secara sekaligus. Saat larutan dipanaskan, larutan
akan menguap karena telah melewati titik didihnya. Uap yang dihasilkan ini kemudian akan
mengalir ke dalam kondensor. Ketika uap melewati kondensor, akan terjadi pendinginan
sehingga uap berubah kembali menjadi larutan yang kemudian ditampung pada wadah
destilat (Khopkar, 2003). Adapun gambar destilat yang dihasilkan ditunjukkan pada gambar
berikut ini :
Gambar 6. Destilat yang tertampung dari hasil destilasi
Destilat yang diperoleh kemudian dipisahkan melalui metode ekstraksi. Ekstraksi
merupakan salah satu teknik pemisahan larutan yang didasarkan pada perbedaan distribusi
zat terlarut pada pelarut yang tak saling campur. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk
memisahkan suatu komponen dari campurannya (Soemarto, 1987; Day dan Underwood,
2002).
Setelah ekstraksi dilakukan, maka akan terbentuk dua lapisan pada campuran ketika
didiamkan, tetapi pada saat ekstraksi dilakukan campuran yang dikocok dan didiamkan tidak
membentuk dua lapisan, larutan tetap tercampur didalam corong pisah. Hal ini terjadi karena
air tidak dapat mengisolasi minyak atsiri secara sempurna dan massa jenis pelarut air yang
digunakan hampir sama dengan massa jenis minyak atsiri yang diisolasi dan menyebabkan
campuran tetap tercampur didalam corong pisah. Adapun gambar proses ekstraksi dan hasil
pemisahan campuran adalah sebagai berikut :

Gambar 7. Proses ekstraksi dengan menggunakan corong pisah

Gambar 8. Hasil dari pemisahan campuran

Umumnya lapisan atas merupakan lapisan air, sedangkan lapisan bawah merupakan
lapisan minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh massa jenis minyak atsiri umumnya harus lebih
besar daripada massa jenis air, sehingga lapisan minyak atsiri berada di bagian bawah.
Pada percobaan ini, pelarut dan senyawa yang dipisahkan tidak terjadi pemisahan. Air
dan senyawa yang akan dipisahkan masih tetap menyatu didalam corong pisah. Hal ini
disebabkan karena air tidak dapat mengisolasi senyawa yang terkandung didalam corong
pisah tersebut dan juga karena massa jenis air dan senyawa yang terkandung didalamnya
memiliki nilai yang sama sehingga tidak dapat terjadi pemisahan. Minyak atsiri yang diperoleh
kemudian diukur indeks biasnya menggunakan refraktometer.
Indeks bias merupakan salah satu sifat optik dari suatu bahan. Indeks bias dapat diukur
dengan cara menggunakan refraktometer. Refraktometer merupakan sebuah alat yang
bekerja berdasarkan adanya pembiasan cahaya ketika melewati suatu larutan. Adapun alat
refraktometer yaitu sebagai berikut:
Gambar 9. Refraktometer
Sumber cahaya yang datang akan ditransmisikan oleh serat optik ke dalam salah satu
sisi prisma dan secara internal akan dipantulkan ke permukaan prisma dan larutan. Bagian
cahaya ini akan dipantulkan kembali ke sisi yang berlawanan pada sudut tertentu dan
tergantung pada indeks biasnya (Hidayanto dkk, 2010; Qiftia dkk, 2014).
Minyak atsiri yang diperoleh seharusnya ditentukan massa jenisnya juga menggunakan
piknometer. Piknometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau
densitas dari fluida. Berbagai macam fluida yang diukur massa jenisnya, biasanya kalau
dalam praktikum yang di ukur adalah massa jenis dari oli , dan juga untuk minyak goreng.
Prinsip kerja dari piknometer dengan cara membandingkan massa zat dengan volume zat.
Untuk mendapatkan hasil yang valid perlu diperhatikan temperatur yang tertera pada
piknometer tersebut (Soemarto, 1987). Adapun gambar piknometer adalah sebagai berikut :

Gambar 10. Piknometer


Namun, karena minyak atsiri yang diperoleh pada percobaan ini tidak ada karena tidak
terjadi pemisahan pada saat ekstraksi, maka massa jenisnya tidak dapat diukur. Pemisahan
tidak terjadi dikarenakan pelarut air tidak dapat mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada
daun sirih dan massa jenis air dan minyak atsiri dari daun sirih yang hampir sama besar juga
yang menyebabkan tidak terjadinya pemisahan. Tidak terjadinya pemisahan juga dapat
disebabkan karena tingkat kepolaran suatu senyawa. Campuran tidak dapat terpisah karena
pelarut yang digunakan merupakan pelarut polar dan minyak atsiri mempunyai sifat nonpolar
dan menyebabkan kedua senyawa tersebut tidak bisa saling melarutkan dan menyebabkan
tidak terjadi pemisahan. Piknometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur massa
jenis suatu senyawa. Massa jenis merupakan salah satu parameter untuk menentukan
kemurnian dari minyak atsiri (Guenther, 1990).

I. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
a. Minyak atsiri dapat diisolasi dari daun sirih melalui metode destilasi dan dipisahkan dari
pelarutnya melalui metode ekstraksi.
b. Minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih tidak dapat diisolasi oleh pelarut air

DAFTAR PUSTAKA
Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta
Guenther, T. 1990. Minyak Atsiri. Penerjemah: Ketaren. Erlangga. Jakarta
Heyne, K. 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I dan II, Terj,
Badan Libang Kehutanan. Cetakan I, Koperasi karyawan
Departemen Kehutanan, Jakarta Pusat.
Hidayanto, E., Abdul, R. dan Heri, S. 2010. Aplikasi Portable Brix Meter untuk Pengukuran Indeks
Bias. J Berkala Fisika. 13(4): 113-118
Jayaprakarsha, G.K., Rao, L.J. dan Sakirah, K.K. 2002. Chemical Composition of Volatile Oil from
Cinnamomum zeylanicum Bud. J Naturforsch. 57: 990-993
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press.
Jakarta
Khopkar, S. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Erlangga. Jakarta
Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif, Jurnal Kesehatan,
UIN Alaudin, Makassar, vol 7(2).
Qiftia, Z., Samian dan Supadi. 2014. Sensor Indeks Bias Larutan menggunakan Fiber Coupler. J
Fisika dan Terapannya. 2(2): 74-79
Raditya, 2008, Destilasi Reaktif Metanol - Asam Asetat - Metil Asetat-Air, Jurnal Teknik Kimia
Indonesia. Vol.7 No.2
Rini DM, Mulyono, 2003, Khasiat & manfaat daun sirih (obat mujarab dari masa ke
masa), Agromedia Pustaka, Jakarta
Seidel V., 2006. Initial and bulk extraction. In: Sarker SD, Latif Z, & Gray AI, editors. Natural Products
Isolation. 2nd ed. Totowa (New Jersey). Humana Press Inc. hal. 31-5
Soemarto. 1987. Sirkulasi Air dalam Tanah. Gramedia. Jakarta
Sutijan, Budiman, A, dan Yohanes, 2009, Pengaruh Perlakuan Daun dan Suhu Terhadap Waktu
Distilasi pada Isolasi Minyak Cengkeh dengan Menggunakan Super Steam Distillation”, Jurnal
Teknik Kimia Indonesia. Vol. 8 No. 2.
Yazid, 2005, Kimia Fisika untuk paramedis, Andi Offset, Yogyakarta
Yulianto, 2012, Pengaruh Ukuran Bahan dan Metode Destilasi (Destilasi Air dan Destilasi Uap-Air)
Terhadap Kualitas Minyak Atsiri Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii)”, Jurnal
Teknosains Pangan, Vol 1 No 1

You might also like