Professional Documents
Culture Documents
PENDIDIKANNYA
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, sebelum melanjutkan studinya ke tanah
suci Makkah, beliau menamatkan pelajarannya di Sekolah Rakyat 4 tahun di Selong Lombok
Timur pada tahun 1919 M, dan belajar agama Islam pada ayahandanya TGH Abdul Majid,
TGH Syarafuddin Pancor dan TGH Abdullah bin Amaq Dulaji Kelayu Lombok Timur.
Setelah berusia 17 tahun, yaitu pada tahun 1341 H/1923 M, berangkatlah beliau ke tanah suci
Makkah Al Mukarramah untuk melanjutkan studi, memperdalam berbagai macam disiplin
pengetahuan Islam. Beliau berangkat bersama keluarga beliau, dan belajar di tanah suci
selama 12 tahun.
Di kota suci Makkah Al Mukarramah, mula-mula beliau belajar di Masjidil Haram.
Ayahandanya sangat selektif dalam mencari dan menentukan guru yang akan mengajar dan
mendidik putra kesayangannya itu. Ayahandanya yakin bahwa guru adalah sumber ilmu dan
kebenaran serta menjadi panutan bagi murid dalam pola berpikir dan berperilaku dalam
seluruh aspek kehidupan, sehingga ilmu dan didikan yang diperoleh murid berguna dan
bermanfaat bagi kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.
Di Masjidil Haram beliau belajar sangat tekun pada ulama’-ulama’ terkenal zaman
itu. Kemudian pada tahun 1928 beliau melanjutkan studinya di Madrasah Ash-Shaulatiyah
yang pada saat itu dipimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah putra syaikh Rahmatullah,
pendiri madrasah Ash-Shaulatiyah. Madrasah ini adalah madrasah pertama di tanah suci, dan
telah banyak menghasilkan ulama’-ulama’ besar. Di Madrasah Ash-Shaulatiyah inilah, beliau
belajar berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam dengan sangat rajin dan tekun di bawah
bimbingan ulama’-ulama’ terkemuka kota suci Makkah waktu itu.
Syaikh Zakaria Abdullah Bila, seorang ulama’ besar kota suci Makkah, teman sekelas
beliau mengatakan : “Saya teman seangkatan Syaikh Zainuddin. Saya bergaul dekat
dengannya beberapa tahun. Saya sangat kagum kepadanya. Dia sangat cerdas, akhlaqnya
mulia. Dia sangat tekun belajar, sampai-sampai jam keluar main pun diisinya dengan
menekuni kitab pelajaran dan berdiskusi dengan kawan-kawannya”.
Karena ditunjang oleh kondisi ekonomi yang memadai tingkat kecerdasan (IQ) yang
sangat tinggi, ketekunan dalam belajar, garis silsilah keturunan yang terpandang, kasih
sayang serta keikhlasan kedua orang tua dan doa restu dari para gurunya, maka beliau
memperoleh prestasi yang sangat mengagumkan, sehingga berhasil dengan gemilang
menyelesaikan studinya di Madrasah Ash-Syaulatiyah pada tahun 1352 H, dengan predikat
sangat memuaskan Kenyataan ini tertera dalam Ijazah beliau yang khusus ditulis tangan,
berbeda dengan Ijazah yang diberikan kepada kawan-kawan beliau. Nilai beliau sangat
memuaskan, dengan angka semua 10 (sepuluh) pada semua mata pelajaran yang beliau
tempuh, disamping diberikan tanda bintang, sebagai penghargaan atas prestasi dan
keberhasilannya yang mengagumkan itu.
Keberhasilan beliau meraih prestasi yang tinggi ini pulalah yang menyebabkan beliau
mendapat banyak pujian baik dari mahagurunya sendiri maupun dari kawan-kawan yang
seangkatan dengan beliau dan ulama’-ulama’ terkemuka lainnya.
Pujian itu, antara lain disampaikan oleh salah seorang mahagurunya, Al “allamah Al
Adib Asy-Syaikh As-Sayyid Muhammad Amin Al Kutbi, mahaguru yang memberikan kasih
sayang cukup besar kepada muridnya yang genius ini. Pujian tersebut diungkapkan dengan
syair berbahasa Arab yang maksudnya :
Demi Allah, saya kagum pada Zainuddin kagum pada kelebihannya atas orang lain
pada kebesarannya yang tinggi dan kecerdasannya yang tiada tertandingi Jasanya semerbak
di mana-mana menunjukkan satu-satunya permata yang tersimpan pada moyangnya Buah
tangannya indah lagi menawan penaka bunga-bungaan yang tumbuh teratur di lereng
pegunungan.
Demikian pula pujian yang disampaikan oleh maha gurunya yang lain, yaitu Al
‘Allamah Asy-Syaikh Salim Rahmatullah, mudir (direktur) Madrasah Ash-Shaulatiyah
dengan ucapannya : “Madrasah Ash-Shaulatiyah tidak perlu memiliki murid banyak, cukup
satu orang saja, asalkan memiliki prestasi dan kualitas seperti Zainuddin”.
Sedangkan pujian dari kawan sekelasnya diberikan oleh Syaikh Zakaria Abdullah
Bila. Beliau mengatakan :
“Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, karibku, kawan sekelasku. Saya belum pernah
mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam berprestasi, di kala saya dan
dia bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah Ash-Shaulatiyah Makkah. Saya sungguh
menyadari akan hal ini. Syaikh Zainuddin adalah manusia ajaib dikelasku karena
kegeniusannya yang sangat tinggi. Syaikh Zainuddin adalah ulama’ dan mujahid (pejuang)
agama, nusa dan bangsanya. Saya tahu, telah berapa banyak otak manusia diukirnya, telah
berapa banyak kader penerus agama, nusa bangsa yang dihasilkannya. Saya tahu, dia adalah
mukhlis (orang ikhlas) dalam berjuang menegakkan iman dan taqwa di negerinya, rela
berkorban, cita-citanya luhur. Dia memiliki kelebihan di kalangan teman-teman
segenerasinya. Kelebihan yang dia miliki selain yang saya sebutkan tadi, yaitu dia selalu
mendapat doa restu dari guru-guru kami, ulama’-ulama’ besar di tanah suci Makkah Al
Mukarramah, utamanya Maulanasy Syaikh Hasan Muhammad Al Masysyath”.
Pujian Syaikh Zakaria Abdullah Bila seperti di atas, dikuatkan lagi oleh mahagurunya
yang paling dicintai dan paling banyak memberikan doa dan inspirasi dalam perjuangannya,
yaitu Maulanasy Syaikh Hasan Muhammad Al Masysyath, dengan ucapan beliau : “Saya
tidak akan berdoa ke hadlirat Allah S.W.T. kecuali kalau Zainuddin itu, sudah nampak jelas
di depanku dan bersamaku”. Beliau juga mengatakan bahwa beliau mencintai setiap orang
yang cinta kepada Syaikh Zainuddin dan tidak mencintai orang yang tidak cinta kepada
beliau.
Syaikh Isma’il Zain Al Yamani, seorang ulama’ besar kota suci Makkah Al
Mukarramah, sangat kagum kepada Syaikh Zainuddin, kagum kepada ketinggian ilmu dan
keberhasilan perjuangan beliau. Dengan penuh keikhlasan ulama’ besar kota suci itu
mengatakan bahwa beliau mencintai siapa saja yang cinta kepada Syaikh Zainuddin dan
membenci siapa saja yang benci kepada beliau.
Fadlilatul “Allamah Prof. Dr. Sayyid Muhammad “Alawi “Abbas Al Maliki Al
Makki, seorang ulama’ terkemuka kota suci Makkah pernah mengatakan bahwa tak ada
seorang pun ahli ilmu di tanah suci Makkah AlMukarramah baik thullab maupun ulama’
yang tidak kenal akan kehebatan dan ketinggian ilmu Syaikh Zainuddin. Syaikh Zainuddin
adalah ulama’ besar bukan hanya milik ummat Islam Indonesia tetapi juga milik ummat
Islam sedunia.
Demikianlah pujian yang telah diberikan secara ikhlas dan jujur baik oleh kawan
seperguruan beliau maupun mahaguru dan ulama-ulama lainnya Walillahil hamdu.
KARYA-KARYANYA
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, selain tergolong tokoh ulama’ dengan
bobot keilmuan yang dalam, beliau juga penulis dan pengarang yang produktif. Bakat dan
kemampuan beliau sebagai pengarang ini, tumbuh dan berkembang dari sejak beliau masih
belajar di Madrasah Shaulatiyah. Akan tetapi karena padat dan banyaknya acara kegiatan
keagamaan dalam masyarakat yang harus diisi beliau, maka peluang dan kesempatan untuk
memperbanyak tulisan dan karangannya tampaknya tidak pernah ada.
Itulah sebabnya pada beberapa kesempatan, beliau mengungkapkan keadaan seperti
ini kepada muridnya, bila mana beliau teringat pada kawan seperjuangannya di Madrasah
Ash Shaulatiyah Makkah yang juga telah tergolong ulama’ besar dan pengarang terkenal
seperti Maulanasy Syaikh Zakaria Abdullah Bila, Maulanasy Syaikh Yasin Padang dan lain-
lain. Mereka sekarang ini memiliki karya-karya besar dalam bidang tulis menulis dan karang-
mengarang.
Akan tetapi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid tidak pemah berkecil hati,
walaupun kawan seperguruannya menonjol dalam bidang tersebut. Beliau menyadari akan
hal ini, karena situasi dan kondisi kehidupan ummat dan masyarakat yang dihadapi sangat
jauh berbeda, yaitu masyarakat Makkah di satu pihak dan masyarakat Indonesia di pihak lain.
Beliau pernah mengatakan “Seandainya aku mempunyai waktu dan kesempatan yang cukup
untuk menulis dan mengarang, niscaya aku akan mampu menghasilkan karangan dan tulisan-
tulisan yang lebih banyak, seperti yang telah dimiliki Syaikh Zakaria Abdullah Bila, Syaikh
Yasin Padang, Syaikh Ismail dan ulama’-ulama’ lain tamatan Madrasah Asy Shaulatiyah
Makkah”.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid sekarang ini, tampaknya memang tidak
cukup waktu dan kesempatan untuk mengarang dan menulis, karena sebagian besar dan
bahkan seluruh waktu dan kehidupan beliau hanya dipakai dan dimanfaatkan untuk mengajar
dan terus mengajar, berdakwah keliling untuk membina ummat dalam upaya menanamkan
iman dan taqwa.
Bertitik pangkal dari jiwa dan semangat kelahiran Nahdatul Wathan yang selalu
bermuara pada iman dan taqwa, beliau dengan semangat yang tak kunjung padam
menghabiskan waktunya berjuang untuk kepentingan ummat, sebagaimana ucapan dan ikrar
beliau sendiri “Aku wakafkan diriku untuk ummat”.
Kendatipun demikian, di tengah-tengah kesibukan itu beliau masih menyempatkan
diri untuk mencoba mengembangkan bakat dan kemampuannya. Bagi beliau, mengarang dan
tulis menulis, bukanlah suatu tugas dan pekerjaan yang sulit, karena hal ini merupakan bakat
dan kemampuan dasar yang dianugrahkan Allah kepada beliau. Bakat dan kemampuan dasar
inilah yang terus tumbuh dan berkembang sejak beliau masih belajar di Madrasah Ash
Shaulatiyah Makkah, sehingga tidak mengherankan kalau beliau mendapat pujian dari salah
seorang maha gurunya, seorang penyair dan pujangga besar Arab, yaitu Maulanasy Syaikh
As Sayyid Muhammad Amin Al Kutbi yang sudah dikemukakan pada uraian yang terdahulu.
Di antara Karya Tulis dan Karangan beliau adalah :
Dalam Bahasa Arab
1. Risalatut Tauhid dalam bentuk soal jawab (Ilmu Tauhid)
2. Sullamul Hija Syarah Safinatun Naja (Ilmu Fiqih)
3. Nahdlatuz Zainiyah dalam bentuk nadham (Ilmu Faraidl)
4. At Tuhfatul Ampenaniyah Syarah Nahdlatuz Zainiyah (Ilmu Faraidl)
5. Al Fawakihul Ampenaniyah dalam bentuk soal jawab (Ilmu Faraidl)
6. Mi’rajush Shibyan ila Sama-i Ilmil Bayan (Ilmu Balaghah)
7. An Nafahat ‘alat Taqriratis Saniyah (Ilmu Mushtalahul Hadits)
8. Nailul Anfal (Ilmu Tajwid)
9. Hizbu Nahdlatul Wathan (Do’a dan Wirid)
10. Hizbu Nahdlatul Banat (Do’a dan Wirid kaum wanita)
11. Shalawat Nahdlatain (Shalawat Iftitah dan Khatimah
12. Thariqat Hizib Nahdlatul Wathan (Wirid Harian)
13. Ikhtisar Hizib Nahdlatul Wathan (Wirid Harian)
14. Shalawat Nahdlatul Wathan (Shalawat iftitah)
15. Shalawat Miftahi Babi Rahmatillah (Wirid dan do’a)
16. Shalawat Mab’utsi Rahmatan lil “Alamin (Wirid dan do’a)
17. Dan lain-lainnya.
Dalam Bahasa Indonesia dan Sasak
1. Batu Ngompal (Ilmu Tajwid)
2. Anak Nunggal Taqrirat Batu Ngompal (Ilmu Tajwid)
3. Wasiat Renungan Masa I & II (Nasihat dan petunjuk perjuangan untuk warga NW)
C. Nasyid/Lagu Perjuangan dan Dakwah dalam Bahasa Arab, Indonesia dan Sasak
1. Ta’sis NWDI (Anti ya Pancor biladi)
2. Imamunasy Syafl’i
3. Ya Fata Sasak
4. Ahlan bi wafdizzairin
5. Tanawwar
6. Mars Nahdlatul Wathan
7. Bersatulah Haluan
8. Nahdlatain
9. Pacu gama’
10. Dan lain-lainnya.
KEPEMIMPINANNYA
Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid dikenal sebagai ulama’ besar di
Indonesia karena ilmu yang dimiliki beliau luas dan mendalam. Demikian pula kharisma
beliau sebagai sosok figur ulama’ demikian besar. Beliau adalah tokoh panutan yang sangat
berpengaruh karena kearifan dan kebijaksanaannya. Perjuangan dan kepemimpinan beliau
senantiasa diarahkan untuk kepentingan ummat. Penghargaan dan penghormatan yang beliau
berikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya, terutama kepada guru-guru beliau,
diujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada ummat.
Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa penghargaan beliau kepada mahagurunya
yang paling dicintai dan disayangi, Maulanasy Syaikh Hasan Muhammad Al Masysyath
diujudkan dalam bentuk Pondok Pesantren Hasaniyah NW di Jenggik Lombok Timur,
penghargaan untuk mahagurunya Maulanasy Syaikh Sayyid Muhammad Amin Al Kutbi
diujudkan dalam bentuk Pondok Pesantren Aminiyah NW di Bonjeruk Lombok Tengah, dan
penghargaan untuk mahagurunya Maulanasy Syaikh Salim Rahmatullah beliau sudah
rencanakan untuk mendirikan sebuah pondok pesantren di Lombok Barat.
Pola kepemimpinan yang beliau contohkan di atas hanya dapat dilakukan oleh orang-
orang yang memiliki wawasan ilmu yang dalam serta pimpinan yang memiliki kearifan dan
kebijaksanaan.
Demikian pula tentang pendekatan yang beliau lakukan selalu bernilai paedagogis
dalam artian bersifat mendidik. Beliau tidak mau bahkan tidak pernah bersikap sebagai
pembesar yang disegani. Beliau selalu bertindak sebagai pengayom yang berada di tengah-
tengah jama’ah dan senantiasa menempatkan diri sesuai dengan keberadaan dan kemampuan
mereka. Demikian pula halnya di kala beliau memberikan fatwanya selalu disesuaikan
dengan kondisi dan jangkauan alam flkiran murid dan santrinya.
Pembawaan dan sikap hidup beliau yang selalu menunjukkan kesederhanaan inilah
yang membuat beliau selalu dekat dengan para warganya dan muridnya dengan tidak
mengurangi kewibawaan dan kharisma yang beliau miliki. Keluhan dan rintihan yang
disampaikan para muidnya ditampung, didengar dan dicarikan jalan penyelesaian dengan
penuh kearifan dan kebijaksanaan, dengan tidak merugikan salah satu pihak.
Untuk melanjutkan gerak juang Nahdlatul Wathan di masa datang, beliau sangat
mendambakan munculnya kader-kader yang memiliki potensi dan militansi tinggi, baik dari
segi semangat, wawasan, maupun dari segi bobot keilmuan. Dalam banyak kesempatan
beliau sering menyampaikan keinginannya, agar murid dan santri beliau memiliki ilmu
pengetahuan sepuluh bahkan seratus kali lebih tinggi dari pada ilmu pengetahuan yang
dimiliki beliau. Demikian motivasi yang selalu beliau kumandangkan, agar para murid dan
santri beliau lebih tekun dan berpacu dalam memperdalam ilmu pengetahuan, baik di dalam
maupun di luar negeri.
Dalam menghadapi dan menerima para santri dan muridnya, beliau tidak pernah
membeda-bedakan yang satu dengan lainnya. Semua murid dan santrinya diberikan cinta dan
kasih sayang yang sama besarnya seperti cinta kasih sayang seorang bapak kepada anak-
anaknya.
Yang membedakan derajat murid dan santri dihadapan beliau adalah kadar keikhlasan
dan sumbangsihnya kepada perjuangan Nahdlatul Wathan, seperti wasiat beliau yang selalu
dijadikan pedoman dan tolak ukur oleh para murid dan santrinya, yaitu :
ان اكرمكم عندى انفعكم لنهضة الوطن وان شركم عندى اضركم بنهضةالوطن
Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisiku ialah yang paling banyak
bermanfaat untuk perjuangan Nahdlatul Wathan, dan yang paling jahat ialah yang paling
banyak merugikan perjuangan Nahdlatul Wathan”.
Kepemimpinan beliau yang selalu menekankan hubungan guru dengan murid, inilah
yang sulit memisahkan beliau dengan para murid-muridnya, dan barangkali belum ada figur
pimpinan selain beliau yang selalu menekankan agar tetap terjalin dan terpelihara hubungan
antara guru dan murid. Menurut prinsip beliau bahwa tidak ada guru yang membuang murid,
akan tetapi kebanyakn murid yang membuang guru.
Adanya penekanan dan jalinan pola hubungan guru dengan murid dalam
kepemimpinan beliau, menyebabkan tidak terdapatnya kesenjangan antara beliau sebagai
guru dan juga sebagai pemimpin dengan warga dan murid-muridnya dan antara murid dengan
murid, yang selalu diikat oleh khittah perjuangan Nahdlatul Wathan.
Demikian pula dalam setiap gerak dan langkah, beliau selalu memberikan contoh dan
suri tauladan yang baik dan selalu memberikan keyakinan akan kebenaran perjuangan
Nahdlatul Wathan dengan memberikan contoh yang jelas dan praktis untuk diikuti dan
dilaksanakan oleh seluruh murid dan santrinya. Sikap kasih sayang terhadap para murid dan
santri utamanya yang memiliki dan menunjukkan nilai positif untuk perjuangan Nahdlatul
Wathan tetap terlihat dalam sikap dan prilaku beliau dan tetap terdengar dari ucapan-ucapan
beliau. Semua murid dan santri mendapat cinta dan kasih sayang serta perlakuan yang sama,
selama mereka tidak merusak hubungan baiknya dengan beliau sebagai guru dan juga kepada
perjuangan Nahdlatul Wathan.
Pola pendekatan dan bentuk kepemimpinan yang dimiliki beliau menyebabkan
kharisma yang beliau miliki dan kecintaan murid terhadap beliau tidak pernah pudar. Beliau
tetap mendo’akan para murid dan santrinya agar agar menjadi murid yang taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, berbuat baik kepada ibu bapak dan guru. Beliau tetap memesankan dan
menekankan hubungan baik dengan guru.
Beliau senantiasa menanamkan keyakinan dan kesetiaan murid kepada gurunya.
Karena keberkatan ilmu sangat bergantung pada kesetiaan dan hubungan baik murid dengan
gurunya, dan kerugiaan yang sangat besar bagi seorang murid apabila merusak hubungan
baik dengan gurunya.
Beliau mendidik para murid dan santrinya agar selalu mencintai orang yang baik-baik
utamanya para ulama’ dan aulia’ seperti Al ‘Alimul ‘Allamah Al Magfurulah Al’Arifubillah
Asy Syaikh Hasan Muhammad Al Masyayath.
Demikian juga beliau mengajarkan kepada para murid dan santrinya untuk selalu
berbaik sangka kepada semua orang dan berbuat baik terhadap orang yang pernah berbuat
baik kepada Nahdiatui Wathan. Ajaran beliau, apabila seseorang berbuat baik satu kali, maka
harus dibalas sepuluh kali, bahkan seratus kali kebaikan. Jasa baik seseorang tetap dibalas
dengan kebaikan. Kebaikan seseorang selalu diingat dan dikenang. Akan tetapi kebaikan diri
kepada seseorang hendaknya dilupakan. Dan apabila ada orang berbuat jahat kepada kita,
hendaklah dibalas dengan sabar, kalau tidak tahan, balaslah dengan seimbang, tidak boleh
lebih.
Sebagai pemimpin ummat, beliau mempunyai pendirian dan sikap tegas, sportif dan
konsekuen terhadap apa yang beliau putuskan. Dalam menetapkan suatu masalah utamanya
yang bersifat prinsipil beliau selalu mengkajinya secara mendalam, tidak hanya melalui
pertimbangan akan pikiran pribadi, akan tetapi dengan musyawarah, dan setelah
dipertimbangkan dengan matang berdasarkan dalil-dalil naqli dan aqlinya manthuq dan
mafhumnya untung ruginya, mashlahat dan mafsadatnya, barulah beliau menempuh jalan
yang terakhir yaitu melalui shalat Istikharah sampai memperoleh suatu keputusan yang
meyakinkan. Keputusan tersebut beliau laksanakan dan terapkan dengan penuh keyakinan
dan sportifitas tinggi serta diupayakan untuk menjadi suatu garis atau ketetapan yang secara
murni dan konsekuen dilaksanakan oleh seluruh murid dan santri beliau.
Dalam melaksanakan missi dan tugas organisasi, beliau senantiasa memberikan
bimbingan, petunjuk dan masukan-masukan kepada semua kader dan selalu membesarkan
jiwa dan semangat pengabdian kepada para murid dan santrinya dengan jiwa iman dan taqwa,
ikhlas dan istiqamah, jujur dan memiliki sifat syaja’ah (keberanian) serta memiliki jiwa rela
berkorban untuk kepentingan ummat. Sedangkan yang paling tidak dibenarkan dan tidak
berkenan di hati beliau adalah sikap pessimistis, apatis, pengecut, cari muka dan ingkar janji.
Demikian pula sebagai panutan ummat beliau selalu menunjukkan sikap yang
konsekuen terhadap masalah- masalah yang telah difatwakannya dan dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab. Beliau juga selalu mem- berikan harapan-harapan segar yang
meyakinkan serta menyejukkan hati kepada para murid dan santrinya untuk menambah
semangat juang dan pengabdiannya kepada agama, nusa dan bangsa melalui jalur organisasi
Nahdlatul Wathan.
Titik tekan dari perjuangan dan kepemimpinan beliau selalu bertujuan untuk
kepentingan ummat dalam upaya mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan duniawi dan
ukhrawi. Beliau sebagai pejuang dan peimimpin yang tangguh, dari semua ucapan,
pengarahan dan prilaku beliau selalu terdengar dan terlihat sikap untuk maju dan terus maju.
Misalnya dari gubahan lagu/nasyid yang beliau ciptakan selalu memancarkan jiwa jihad yang
tinggi dan bermakna, baik dalam upaya memerangi kebodohan, keterbelakangan maupun
dalam memerangi dan membasmi segala macam khurafat yang berbahaya bagi ummat Islam.
Dalam lagu/nasyid tersebut tercermin sifat dan sikap mental yang beliau miliki dan perlu
diwariskan kepada para murid dan santri beliau sebagai generasi dan kader penerus
perjuangan Nahdlatul Wathan di masa datang yaitu tekun dalam berjuang, ikhlas dalam
beramal dan berkarya serta selalu dilandasi dengan jiwa iman dan taqwa yang merupakan
muara dan pokok pangkal perjuangan Nahdlatul Wathan. Beliau selalu menekankan bahwa
dalam perjuangan itu hendaknya dilandasi dengan “Tiga I”, yaitu Iman, Islam dan Ihsan;
danjangan berjuang karena mengharapkan “tiga si”, yaitu kaki kursi, nasi basi dan sambal
terasi.
Kegairahan dalam berjuang dan menuntut ketinggian ilmu pengetahuan dan
ketinggian martabat hidup, baik sebagai warga Nahdiatui Wathan maupun sebagai ummat
Islam untuk kepentingan duniawi dan ukhrawi tetap terdengar dari fatwa-fatwa yang beliau
sampaikan dan tetap terlukis dalam karangan beliau, baik yang berbahasa Arap maupun yang
berbahasa Indonesia dan berbahasa Sasak.
RINTISAN-RINTISAN (AWWALIYAT)NYA
Sebagai seorang ulama’ dan pemimpin ummat, Tuan Guru Kiai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Majid sangat produktif dan selalu mempunyai kreasi baru. Baru dalam arti
sesungguhnya dan baru dalam arti untuk daerah Nusa Tenggara Barat pada masanya. Ide dan
kreasi baru beliau tidak kurang dari pada 25 buah, diantaranya :
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Agama Islam di daerah NTB dengan
sistem madrasi.
2. Membuka lembaga pendidinan khusus bagi kaum wanita.
3. Mengadakan ziarah umum Idul Fitri dan Idul Adhha dengan mendatangi, bukan
didatangi.
4. Menyelenggarakan pengajian umum secara bebas (tanpa batasan umur) dengan tanpa
memakai kitab.
5. Mengadakan gerakan do’a dengan berhizib.
6. Mengadakan Syafa’atui Kubro.
7. Mengadakan thariqat yaitu thariqat hizib Nahdlatul Wathan.
8. Membuka sekolah umum disamping madrasah di NTB.
9. Menyusun nadham berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia seperti Batu Ngompal.
10. Dan lain-lan
Sumber :
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Zainuddin_Abdul_Madjid
2. http://nasional.kompas.com/read/2017/11/10/11012621/profil-pahlawan-muhammad-
zainuddin-abdul-madjid-santri-jenius-ntb-yang
3. https://krens1024.wordpress.com/2011/03/15/biografi-kiai-haji-muhammad-zainuddin-
abdul-majid/
4. http://news.liputan6.com/read/3156968/tgkh-zainudin-abdul-madjid-ulama-ntb-bergelar-
pahlawan-nasional
5. https://tirto.id/tgkh-muhammad-zainuddin-abdul-madjid-pejuang-agama-dan-negara-
czUN
6. https://tirto.id/tgkh-muhammad-zainuddin-abdul-madjid-pejuang-agama-dan-negara-
czUN