You are on page 1of 30

MAKALAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

ANALISIS NILAI PRE-TEST DAN POST-TEST UNTUK


MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN TRAINING DI PT.
GREENFIELDS INDONESIA

Disusun oleh :

M. HAFIZH ZULKARNAEN 155060700111041


HERLAMBANG DWI PRAYOGA 155060700111056

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
PT. Greenfields Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang
produksi susu dan olahan susu, dengan memanfaatkan sapi yang berasal dari Australia
yang dipelihara di peternakan milik sendiri atau biasa disebut dengan dairy farm.
Sehingga dapat dipastikan pula bahwa kualitas produk susu dari PT. Greenfields
Indonesia sangat baik. Produk tersebut sudah memenuhi pasar ekspor, salah satunya ke
Hongkong, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Hal tersebut membuktikan bahwa PT.
Greenfields Indonesia telah mampu bersaing di kancah internasional.
Persaingan bisnis ini menuntut PT. Greenfields Indonesia untuk bisa menyiasati
pengembangan strategi yang akan diambil. Dalam mewujudkan tujuan perusahaan untuk
memiliki produk berkualitas dengan daya saing tinggi melalui inovasi dan juga proses
yang efisien dalam produksi, perusahaan juga perlu memberikan perhatian yang besar
dalam perencanaan tenaga kerja sebagai upaya mendukung rencana jangka panjang PT.
Greenfields Indonesia, dan untuk mewujudkan visi perusahaan. Salah satu persiapan yang
perlu dilakukan adalah dengan mengembangkan sistem Human Resources yang mampu
bersaing dalam persaingan ekonomi dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan
juga ulet.
Salah satu alat manajemen sumber daya manusia yang dapat digunakan untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengadakan kegiatan training atau
pelatihan. Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan
tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi (Mathis,2002). Kegiatan training
biasanya diadakan oleh departemen HRGA secara berkala, baik menggunakan tenaga ahli
dari internal perusahaan maupun lembaga lain melalui kerja sama. Training yang
dilaksanakan memiliki topik yang beragam, dan waktu pelaksanaannya disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan. Namun, terdapat beberapa topik training yang dilakukan
secara rutin setiap tahunnya berdasarkan pertimbangan tertentu.
Dalam beberapa topik training tertentu, akan diadakan pre test dan post test untuk
mengetahui tingkat keberhasilan topik tersebut. Hal ini umumnya diaplikasikan pada
training yang bersifat technical, yang berfungsi pula untuk menguji pemahaman peserta
terhadap materi yang diberikan.

2
1.2 LINGKUP OBSERVASI
Lingkup observasi yang dilakukan yaitu pada Human Resources & General Affair
Department. Proses bisnis yang dilakukan pada PT. Greenfields Indonesia adalah sebagai
Manufacturing Unit yang memproduksi seluruh produk susu dan olahan susu yang
berasal dari dairy farm PT. Greenfields Indonesia. Studi kasus yang diamati adalah
mengenai analisis hasil training pada periode tertentu di PT. Greenfields Indonesia.

1.3 RUMUSAN MASALAH


Berikut ini merupakan rumusan masalah analisis nilai pre test dan post test untuk
mengetahui tingkat keberhasilan training di PT. Greenfields Indonesia.
1. Bagaimana cara menganalisa hasil training berdasarkan nilai pre test dan post test di
PT. Greenfields Indonesia?
2. Bagaimana cara mengevaluasi hasil training di PT. Greenfields Indonesia?

1.4 TUJUAN PENELITIAN


Berikut ini merupakan tujuan analisis nilai pre test dan post test untuk mengetahui
tingkat keberhasilan training di PT. Greenfields Indonesia.
1. Mengetahui cara melakukan analisis hasil training di PT. Greenfields Indonesia.
2. Mengetahui cara mengevaluasi hasil training di PT. Greenfields Indonesia.

1.5 BATASAN PENELITIAN


Berikut ini merupakan batasan masalah analisis nilai pre test dan post test untuk
mengetahui tingkat keberhasilan training di PT. Greenfields Indonesia.
1. Objek penelitian yang diamati dalam rentang periode November 2017.
2. Objek penelitian yang diamati adalah training yang mengadakan pre test dan post
test.

3
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 SEJARAH PERUSAHAAN
Di awal 1990-an, negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengalami
perkembangan ekonomi yang sangat pesat. Seiring dengan meningkatnya daya beli
masyarakat, kebutuhan akan gaya hidup sehat dan bahan makanan berkualitas tinggi juga
meningkat. Sayangnya kebutuhan untuk hal tersebut kebanyakan dipenuhi dengan
produk-produk impor dan produk lokal yang menggunakan susu bubuk impor.
Di sisi lain, dengan melihat adanya berbagai kendala lain berupa tidak adanya
perusahaan peternakan penghasil susu berskala besar, tidak adanya angkatan kerja yang
cukup untuk menunjang, dan tidak adanya tanah subur, sumber air serta sumber bahan
dasar lainnya. Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh sebuah perusahaan susu murni
yang bermaksud melayani pasaran domestik Indonesia dan kawasan di sekitarnya.
Peluang dan berbagai tantangan ini menjadi awal dari terbentuknya PT. Greenfields
Indonesia.
Pada tanggal 14 Maret 1997, PT. Greenfields Indonesia dilahirkan oleh sekelompok
usahawan Australia dan Indonesia yang memiliki latar belakang, keahlian dan
pengalaman kuat di bidang agrobisnis, semula bernama PT Prima Japfa Jaya didirikan
dengan akta notaris Teddy Anwar SH, Nomor 78 tanggal 16 Oktober 1998. Perusahaan
dimulai dengan mengembangkan tanah peternakan di Desa Babadan, Gunung Kawi, Jawa
Timur, suatu tempat dengan lingkungan yang sangat ideal untuk sapi-sapi perah khusus
yang didatangkan dari Australia.
Di bulan April 1999 dimulailah konstruksi fasilitas pengolahan susu yang kemudian
mulai beroperasi pada bulan Juni 2000. Dan pada tanggal 20 Juli 2000 berganti nama
menjadi PT. Greenfields Indonesia. Susu yang dihasilkan oleh peternakan ini merupakan
susu dengan mutu sangat tinggi serta memenuhi syarat terketat dunia dalam mikrobiologi.
PT. Greenfields Indonesia memproduksi susu pasteurisasi dan susu UHT dalam
beberapa jenis, rasa, dan ukuran kemasan yang berbeda. Saat ini, peternakan Greenfields
memiliki lebih dari 6.000 ekor sapi Holstein yang menghasilkan sekitar 20 juta liter susu
murni setiap tahunnya.
Di samping melayani pasar domestik, lebih dari 50% hasil produksi PT. Greenfields
Indonesia dipasarkan di Singapura, Malaysia, Hong Kong, Phillipina dan negara-negara
lain di kawasan ini.

4
2.1.1 Visi Manufacturing Unit PT. Greenfields Indonesia
Tahun 2020 menjadi Leader Dairy Manufacturing yang memproses susu segar dari
Peternakan sendiri untuk menghasilkan produk susu dan olahannya yang premium
dengan operation excellent berkelanjutan.

2.1.2 Misi Manufacturing Unit PT. Greenfields Indonesia


Menghasilkan produk susu yang berkualitas untuk memenuhi kepuasan konsumen
melalui:
1. Melakukan proses perbaikan berkelanjutan terhadap kualitas produk & sumber daya
manusia.
2. Menyediakan facility untuk bisa menyerap 90% fresh milk berkualitas dari dairy
farm.
3. Memenuhi regulasi yang berlaku, Halal, dan standar pangan yang terbaru.
4. Melalui proses produksi yang aman dan efisien serta ramah lingkungan.
5. Menjamin ketersediaan produk sesuai permintaan dan delivery tepat waktu.

2.1.3 Logo Perusahaan


Berikut ini merupakan logo dari PT. Greenfields Indonesia.

Gambar 2.1 Logo PT. Greenfields Indonesia

2.2 BADAN USAHA DAN BIDANG USAHA


Perusahaan adalah PT PRIMA JAPFA JAYA beserta cabang-cabangnya di seluruh
wilayah Republik Indonesia, yang didirikan dengan Akta Notaris Teddy Anwar SH,
Nomor 61 Tanggal 14 Maret 1997, dengan diubah kesekian kali sampai pada akhirnya
berganti nama menjadi PT. GREENFIELDS INDONESIA pada tanggal 30 Juni 2000.
Kantor pusat berkedudukan di Jalan Daan Mogot KM 12 Nomor 9, Cengkareng, Jawa
Barat, dengan cabang-cabang di wilayah Indonesia. Untuk Manufacturing Unit PT.

5
Greenfields Indonesia berkedudukan di Jalan Raya Palaan No. 87, Desa Palaan,
Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.

2.3 STRUKTUR ORGANISASI PT. GREENFIELDS INDONESIA


Struktur Organisasi Perusahaan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Berikut
ini merupakan beberapa departemen yang ada di Manufacturing Unit PT. Greenfields
Indonesia:
2.3.1 Quality Assurance (QA) Department
QA adalah departemen yang khusus menangani pengendalian mutu yang
bertanggung jawab dalam menjamin kualitas seluruh rangkaian produksi dan yang
berhubungan dengan pihak luar untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan aman
dikonsumsi oleh masyarakat, secara umum kegiatannya meliputi:
1. Validasi Input
Validasi input bertujuan untuk memastikan bahwa material, packaging, chemical
dan semua bahan yang menjadi input adalah tepat dan terkontrol. QA akan membuat
sebuah preventive system dan juga membuat standard untuk masing-masing input
yang akan diproses selanjutnya.
2. Validasi Proses
Validasi proses bertujuan memastikan bahwa setiap parameter proses yang
mempengaruhi system keamanan pangan adalah tepat dan terkontrol. Dengan
menerapkan Good Manufacturing Processes diharapkan segala proses yang ada di
perusahaan akan sesuai dengan yang diharapkan. Verifikasi dan validasi diperlukan
untuk memastikan apakah proses tersebut akan menghasilkan produk yang
berkualitas dan aman dikonsumsi oleh customer.
3. Validasi Output
Validasi output bertujuan untuk memastikan bahwa ketika finished good telah
dihasilkan akan tetap aman dan terkontrol, sehingga untuk memastikannya akan
sangat berhubungan dengan warehouse dan shipment. Departemen QA juga
membuat kebijakan untuk memonitor transportasi dari finished good product dengan
memasang temperatur GPS pada setiap truk yang digunakan untuk mendistribusikan
produk susu Greenfields.
Selain 3 kegiatan utama di atas, Departemen QA PT. Greenfields Indonesia juga
melaksanakan beberapa kegiatan pendukung untuk memastikan bahwa produk yang

6
dihasilkan aman untuk dikonsumsi oleh pelanggan. Beberapa kegiatan tersebut
adalah:
1. Audit Eksternal
Audit eksternal bertujuan memastikan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
audit eksternal dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keefektifan sistem
manajemen keamanan pangan.
2. Audit Halal Internal
Audit halal internal bertujuan memastikan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
Audit halal internal dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan keefektifan
sistem jaminan halal.
3. Produk Release
Produk release bertujuan memastikan produk yang dipasarkan dan didistribusikan
kepada pelanggan adalah produk yang berkualitas dan aman untuk diproduksi.
4. Chemical and Material Approval
Chemical and material approval bertujuan memastikan bahwa semua bahan kimia
dan material yang digunakan sebagai material produksi maupun pendukungnya
adalah material yang berkualitas, aman, dan halal untuk dikonsumsi, serta telah
disetujui oleh organisasi.
5. Keluhan Pelanggan
Keluhan pelanggan diterima oleh bagian marketing, lalu akan diinformasikan kepada
Departemen QA untuk dilaksanakan penanganan keluhan pelanggan ditangani
dengan cepat dan tepat sehingga keluhan pelanggan terselesaikan.
6. Penanganan Produk yang Tidak Sesuai
Penanganan produk yang tidak sesuai berrtujuan untuk memastikan raw material,
packaging material, in process product, maupun finished good yang tidak sesuai
spesifikasi, ditangani dan terkendali sehingga tidak mengkontaminasi silang atau
terpakai pada proses produksi.
7. Penarikan Produk
Penarikan produk bertujuan memastikan produk yang tidak aman dikonsumsi, baik
dari distributor maupun dari pelanggan dapat ditarik dan tidak beredar lagi. Terdapat
2 jenis penarikan yaitu silent recall ditujukan untuk produk yang tidak sesuai dengan
standar yang ada namun masih aman untuk dikonsumsi. Sementara recall adalah
penarikan produk yang memang membahayakan pelanggan jika dikonsumsi,

7
Departemen QA memiliki waktu 4 jam untuk mengetahui stock on hand setelah
diputuskan bahwa akan menarik produk tersebut.

2.3.2 Procurement Department


Departemen Procurement menangani seluruh proses pengadaan barang yang
dibutuhkan oleh perusahaan, mulai dari merencanakan dan mengkoordinasikan seluruh
aktivitas pengadaan dan pembelian barang-barang comodity (raw material dan non raw
material) serta non commodity (spare parts, obat, supporting kandang, barang-barang
proyek, dll) baik barang lokal maupun impor untuk perusahaan agar pengadaan dan
pembelian sesuai dengan permintaan, prosedur dan spesifikasi yang dibutuhkan dengan
biaya yang efisien.

2.3.3 Research & Development Department


Departemen R&D bertanggung jawab untuk merencanakan pengembangan produk
dalam 1-2 tahun ke depan dengan bagian marketing, menindaklanjuti rencana
pengembangan prototype produk dalam skala laboratorium sesuai jadwal dari marketing,
melakukan pengkajian dokumen material, spesifikasi produk, dan kelengkapan
persyaratan kehalalan produk, melaksanaan trial production, mendukung pelaksanaan
commercial production. Proses pengembangan produk terdapat 2 macam, yaitu:
1. Pengembangan produk baru yang dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu
benchmarking, formulasi, koordinasi dengan supplier, Laboratory trial, internal test,
marketing test, consumer test, production trial, registrasi BPOM dan MUI, dan
Launching.
2. Pengembangan produk yang sudah ada dapat dilakukan dengan mengembangkan
formulasi, penggantian raw material (dengan catatan tidak boleh mengubah
spesifikasi dan rasa).

2.3.4 Production Department


Departemen produksi menangani seluruh proses produksi yang ada di PT.
Greenfields Indonesia, yang dikepalai oleh seorang Production Manager, sementara di
bawahnya terdapat beberapa section yang masing-masing dikepalai oleh supervisor
dengan tugas yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan beberapa section yang dimiliki
oleh production Department:

8
2.3.4.1 Production Cheese Section
Production Cheese Section dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung
jawab dalam segala bentuk produksi keju, mulai dari susu yang berasal dari farm, proses
pasteurisasi sampai dengan proses pengemasan keju.

2.3.4.2 Quality Control Section


QC bertanggung jawab atas kualitas bahan baku dan produk yang dihasilkan oleh PT.
Greenfields Indonesia. QC terdiri atas QC monitoring inprocess, QC incubation,
QC monitoring line, dan QC warehouse. Secara umum tugas QC adalah melakukan
pengawasan terhadap mutu susu mulai dari bahan baku, bahan setengah jadi dan produk
akhir. QC melakukan pengawasa dengan cara mengambil sampel dari setiap proses
peroduksi susu, mulai dari bahan baku masuk sampai dengan habisnya masa shelf life
product yang menjadi keeping sample. Setelah pengambilan sampel, QC akan
berkoordinasi dengan laboratorium untuk mengetahui hasil analisanya dan membuat
kesimpulan untuk menentukan status produk yaitu “release”, “hold”, atau “reject”.

2.3.4.3 Production Processing Section


Production Processing di PT Greenfields masih berada di 2 tempat yaitu di Plant
Gunung Kawi dan Plant Palaan. Section ini menangani keseluruhan proses pengolahan
susu segar menjadi produk yang siap dikemas. Section Head bertanggung jawab atas
seluruh proses di UHT section, juga dibantu oleh seorang administrator yang bertugas
untuk mencatat seluruh hal yang berkaitan dengan administrasi bagian UHT dan juga
dibantu oleh seorang Process Engineer yang bertugas untuk menganalisis seluruh proses
yang ada di bagian UHT. Selain itu UHT terbagi atas pekerja di bagian blending atau
pencampuran bahan dan bagian process yang bertugas untuk sterilisasi produk.
Sementara untuk merawat dan memperbaiki mesin dilaksanakan oleh pekerja di bagian
maintenance.

9
2.3.4.4 Production Filling Section
Production filling bertanggung jawab atas proses pengisian (filling) dan pengemasan
produk (packing). Section head filling membawahi administrasi, pekerja dari PT
Greendfields Indonesia, dan pekerja dari perusahaan lain (outsourcing) yang bekerja
sebagai packer dan memiliki masa kerja hanya beberapa bulan sesuai perjanjian antar
kedua perusahaan.
Susu yang telah diproses di bagian UHT akan dialirkan ke bagian fillinf untuk
selanjutnya akan dimasukkan ke dalam kemasan yang berisi 1 liter, 500 ml, atau 200 ml.
Terdapat perbedaan perlakuan antara susu ESL dan UHT. Untuk susu ESL akan masuk
ke mesin yang menggunakan kemasan langsung berbentuk kotak sedangkan produk UHT
akan masuk ke mesin dengan kemasan yang berbentuk gulungan, yang lebih tebal karena
masa penyimpanan produk UHT lebih lama daripada produk ESL yaitu sekitar 9 bulan.

2.3.5 Engineering Department


Departemen produksi dikepalai oleh seorang Engineering Manager, sementara di
bawahnya terdapat beberapa section yang masing-masing dikepalai oleh supervisor
dengan tugas yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan beberapa section yang dimiliki
oleh Engineering Department:

2.3.5.1 Utility
Utility section adalah bagian dari Departemen Engineering yang menyediakan energi
untuk perusahaan meliputi air dari water treatment plant (WTP), steam dari boiler (boiler
systemand steam supply), pendingin (chiller cooling tower system), udara tekan
(compresed air) dari compressor system and supply, listrik (genset dan PLN), pengolahan
limbah dari Waste Water Treatment Plant (WWTP). Berikut ini merupakan beberapa
proses yang dilakukan oleh utility section:
1. Water Treatment Plant
Kebutuhan air diperoleh dari pengolahan air tanah yang berasal dari 2 sumur bor, dan
akan ditambah lagi 1 buah yang masih dalam proses pengerjaan. Proses pengolahan
air tanah adalah dengan cara memompa air tanah dari sumur dengan kedalaman 1000
meter kemudian disalurkan melalui pipa. Selanjutnya di lakukan filtrasi untuk
menghilangkan lumpur atau kotoran-kotoran lain yang terbawa, kemudian
ditampung dalam storage raw water berkapasitas 25 ton. Untuk mengatur laju alir
yang keluar tangki digunakan katup atau valve. Pompa yang digunakan untuk

10
mengalirkan air adalah pompa submersible. Air yang dihasilkan Water Treatment
Plant adalah:
a. Process Water
Process water di hasilkan untuk memenuhi kebutuhan air minum karyawan,
persediaan air di tempat blending atau percampuran bahan baku produk, dan
untuk mesin TA flex. Untuk mendapatkan process water, air harus ditampung
dari storage tank ke dalam tangki sementara, kemudian di saring
menggunakan sand filter. Setelah itu dilakukan penjernihan menggunakan
sinar UV dan alat softener.
b. Chlorined Water
Air klorin atau chlorined water dihasilkan untuk pengolahan limbah CIP
(Cleaning In Place), toilet, cleaning room, decon room, pengairan
tanaman, wasteful, dan milking di farm. Tahapan dalam pembuatan chlorined
water dengan proses penyaringan menggunakan sand filter kemudian
dijernihkan menggunakan sinar UV dan alat softener. Air yang keluar dari sand
filter kemudian diijeksikan dengan calcium hipoclorit, lalu ditampung
dalam storage tank.
c. Soft Water
Soft water dihasilkan untuk penggunaan genset, boiler, cooling tower, dan ice
water. Untuk menghasilkan soft watermaka air dari storage tank dialirkan
melalui softener untuk menghilangkan kandungan logam magnesium dan
kalsium.
d. Steam
Steam yang diperlukan untuk proses produksi berasal
dari boiler dimana steam yang panasnya sudah diserap, sebagian kembali
dalam bentuk condensat dan sebagian lagi terbuang. PT. Greenfields Indonesia
mempunyai 2 perangkat boilerdigunakan untuk pembuatan hot water yang
digunakan CIP, selain itu digunakan untuk pemanasan
produk dalam proses thermisasi dan sterilisasi baik direct maupun indirect.
e. Cool Water
Air dingin ini dihasilkan dari cooling tower dan mesin pendingin choller. Untuk
mendapatkan cool water, soft water dari tangki dialirkan ke cooling tower yang
berfungsi sebagai pre-cooling kemudian dialirkan ke
dalam choller yang memiliki tiga compressor. Agar terjadi proses

11
pendinginan,air dilewatkan dalam pipa yang bersinggungan denga pipa yang
berisi HFC. Supaya air tidak membeku maka diinjeksikan propylene
glycol kedalamnya. Air yang keluar dari chiller memiliki temperature sekitar
4° C kemudian ditampung di storage tank dengan mempertahankan suhu di
dalamnya sebesar 1°C.
2. Waste Water Treatment Plant (WWTP)
Limbah yang dihasilkan oleh PT. Greenfields Indonesia ada bermacam-macam, salah
satunya adalah limbah cair. Limbah cair yang berasal dari CIP dan sisa pembersihan
secara manual yan berada dibagian Processing dan filling, sebelum ada dan sesudah
proses produksi berlangsung. Limbah ini langsung dibuang melalui saluran
pembuangan dan langsung dialirkan ke lagoon untuk proses lebih lanjut agar tidak
berbahaya terhadap lingkungan. Terdapat 3 lagoon di mana lagoon-lagoon itu
disusun dalam bentuk trap, dan limbah olahan yang terdapat pada lagoon terakhir
langsung dialirkan ke sungai dan tanah di sekitar perusahaan.

2.3.6 Supply Chain Department


Departemen supply chain dikepalai oleh seorang Head of Supply Chain South East
Asia, sementara di bawahnya terdapat beberapa section yang masing-masing dikepalai
oleh seorang manager dengan tugas yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan beberapa
section yang dimiliki oleh supply chain Department:

2.3.6.1 Supply Chain Planning Section


Planning Section dikepalai oleh seorang manager, sementara di bawahnya terbagi
berdasarkan tugas yang berbeda yaitu material planner, production planner, dan demand
& supply plan. Secara umum section ini bertanggung jawab untuk merencanakan dan
mengkoordinasikan jadwal produksi untuk memastikan produksi dan material produksi
berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan prosedur. Material planner
merencanakan kebutuhan material produksi dengan menggunakan tools Material
Requirements Planning sementara production planner menerapkan sistem yang berbeda
berdasarkan untuk masing-masing produk yang diproduksi oleh PT. Greenfields
Indonesia, untuk produk susu ESL, Cheese dan Yogurt diproduksi dengan sistem Make
to Order, sementara untuk produk UHT diproduksi dengan sistem Make to Stock.

12
2.3.6.2 Supply Chain Logistic Section
Logistic Section dikepalai oleh seorang manager, sementara proses fungsionalnya
diserahkan kepada Warehouse Supervisor, PT. Greenfields Indonesia memiliki beberapa
jenis gudang, beberapa di antaranya adalah Finish Good Warehouse, Raw Material
Warehouse, spare part warehouse, dan yang masih dalam proses pembuatan adalah
gudang untuk meletakkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses CIP. Proses
pergudangan menerapkan sistem FIFO untuk memasukkan dan mengeluarkan barang,
dengan didampingi oleh QC monitoring warehouse. Selain itu pergudangan PT.
Greenfields Indonesia juga sedikit menerapkan sistem kanban, yaitu dengan
memanfaatkan gudang supplier untuk menyimpan bahan baku sebelum dikirim ke
Greenfields.

2.3.7 EHS & Industrial Relation Department


Secara umum departemen ini bertanggung jawab untuk melakukan sosialisasi dan
pemahaman sistem manajemen lingkungan dan keamanan para karyawannya terhadap
penghasil limbah di perusahaan serta memberikan pelaporan kepada instansi yang
berkaitan dengan regulasi penanganan limbah.

2.3.8 HRGA Department


Departemen HRGA dikepalai oleh seorang manager, sementara di bawahnya
terdapat beberapa staff yang masing-masing memiliki tugas dan kewajiban yang berbeda.
Secara umum departemen ini bertanggung jawab untuk mengawasi dan
mengkoordinasikan pelaksanaan operasional / transaksional HRGA, termasuk
administrasi kepegawaian dan payroll support, rekrutmen, pengembangan dan evaluasi
kompetensi karyawan, manajemen penilaian kinerja, serta general affairs (GA), sesuai
dengan kebijakan, peraturan, dan prosedur yang berlaku.

2.3.9 F&A Department


Departemen Finance and Accounting dikepalai oleh seorang manager, bagian
accounting bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol serta melakukan
pengecekan data semua transaksi keuangan yang terjadi di perusahaan agar data dapat
selalu up to date dan akurat sehingga sistem dan prosedur akuntansi dapat berjalan
sempurna dan laporan keuangan dapat diselesaikan dengan benar, tepat dan akurat.
Sementara bagian finance bertanggung jawab untuk merencanakan, mengkoordinasikan,

13
mengatur penerimaan dan pemanfaatan dana perusahaan agar dana yang tersedia dikelola
secara efekfit dan efisien, sehingga terdapat keseimbangan antara kewajiban pembayaran
dan penerimaan perusahaan, serta memastikan bahwa semua pembayaran dilakukan
dengan benar setelah memenuhi syarat yang telah ditentukan dan piutang perusahaan
diselesaikan/dibayar tepat pada waktunya.

2.3.10 Sistem Manajemen PT. Greenfields Indonesia


PT. Greenfields Indonesia telah menerapkan beberapa sistem manajemen yang
menunjang kegiatan bisnisnya, di antaranya adalah:
1. SAP
SAP (System Application and Product in data Processing) merupakan sebuah
software Enterprise Resources Planning, yaitu suatu tools IT dan manajemen untuk
membantu perusahaan dalam merencanakan dan melakukan kegiatan operasionalnya
secara lebih efisien dan efektif.
2. ISO 22000
Standar mutu yang melingkupi sistem menejemen mutu dan sistem keamanan
pangan.
3. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Standar mutu tersebut telah disertifikasi oleh badan sertifikasi SAI Global dan IQNet
(The International Certification Network).
4. Good Manufacturing Practices (GMP)
Standar yang memuat persyaratan minimum yang harus dipenuhi oleh industri
makanan dalam kemasan terkait dengan keamanan pangan, kualitas, dan persyaratan
hukum.

2.4 PROSES PRODUKSI & TATA LETAK FASILITAS


Proses produksi susu di PT. Greenfields Indonesia memiliki beberapa tahapan.
Proses awalnya adalah penerimaan bahan baku, proses thermisasi, proses separasi, proses
blending, proses homogenisasi, proses sterilisasi, dan proses filling. Proses produksi susu
akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan oleh PT. Greenfields Indonesia adalah susu segar
yang berasal dari peternakan sendiri atau yang biasa disebut dengan Dairy Farm.

14
Susu segar yang akan masuk kedalam unit pengolahan harus diuji terlebih dahulu
oleh pihak QC atau Quality Control. Uji yang biasa dilakukan adalah uji
mikrobiologi yang meliputi coli, salmonella, jamur, dan TPC, selain itu juga
dilakukan uji fisik yang meliputi pH, warna, dan bau. Semua pengujian ini
diberlakukan agar kualitas susu segar yang masuk sudah sesuai dengan standar
kualitas yang diinginkan oleh pabrik.
2. Proses Thermisasi
Susu yang berada dalam balance tank selanjutnya akan melewati proses thermisasi.
Thermisasi adalah nama lain dari pasteurisasi. Pemanasan dilakukan pada holding
tube. Proses thermisasi dilakukan untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak dan
protein oleh mikroorganisme. Selain itu, thermisasi juga dapat digunakan untuk
membunuh bakteri patogen yang mungkin terkandung pada susu segar. Proses
thermisasi dilakukan pada susu 85°C selama kurang lebih 20 detik, kemudian
dilakukan pendinginan hingga temperatur 50°C. Setelah proses thermisasi, ada dua
macam perlakuan. Susu UHT Skimmed Milk dan Low Fat akan melalui proses
separasi terlebih dahulu sebelum dilakukan penyimpanan di dalam storage tank,
tetapi untuk susu Full Cream dan Choco Malt langsung menuju storage tank.
3. Proses Separasi
Proses separasi bertujuan untuk memisahkan komponen susu skim dan cream.
Kandungan susu segar terdiri dari 10% krim (lemak) dan 90% skim. Tahap separasi
susu segar menggunakan alat bernama separator dengan kecepatan 1600 rpm.
Separator bekerja dengan prinsip gaya sentrifugal, dimana berat jenis lebih besar
akan berada diluar. Bagian krim akan berada di tengah-tengah pusat rotasi karena
memiliki berat jenis yang lebih ringan daripada skim. Separator memiliki temperatur
55-60°C.
4. Proses Homogenisasi
Homogenisasi bertujuan untuk memecah globula lemak sampai berukuran sangat
kecil (kurang dari 2 mikron). Susu akan dipaksa masuk ke celah sempit sehingga
globula – globula lemak akan lebih kecil. Tekanan yang digunakan sebesar 150/50
bar. Homogenisasi bertujuan agar lemak dan susu dapat tercampur dengan baik.
Komponen susu juga dapat seimbang.
5. Proses Blending dan Mixing
Proses blending bertujuan untuk mencampur susu segar sebagai bahan baku utama
dengan bahan baku tambahan, seperti gula, bubuk coklat, dan lain sebagainya. Bahan

15
baku tambahan ditambahkan agar membuat susu lebih stabil dan menambah cita rasa
susu akhir.
Blending dimulai ketika air panas dengan temperatur 90°C telah mencapai volume
yang ditentukan. Bahan baku tambahan kemudian dimasukan secara manual kedalam
Breddo Mixer. Mixer dan blending tank terhubung dengan pipa agar mempermudah
percampuran. Hasil percampuran akan langsung dialirkan ke blanding tank
kemudian ke storage tank untuk disimpan pada temperatur 4°C.
6. Proses Sterilisasi
Susu yang telah disimpan di dalam storage tank memasuki proses sterilisasi dalam
alat sterilizer bernama TA-Flex. Proses sterilisasi adalah proses dimana susu
dipanaskan dalam temperatur dan waktu tertentu untuk membunuh semua jasad renik
agar tidak ada yang mencemari produk akhir. Proses sterilisasi pada susu UHT
menggunakan temperatur 135-150°C. Susu ESL memiliki kisaran temperatur yang
berbeda, yaitu antara 125-138°C. Susu sebelum masuk ke mesin TA-Flex melalui
filter dengan ukuran 200 mikron. Hal ini bertujuan untuk menyaring bahan – bahan
yang tidak larut dalam proses blending.
7. Proses Filling
Proses filling menggunakan kemasan aseptis. Kemasan asptis adalah kemasan yang
harus steril dan tidak tercemar mikroorganisme yang tidak diinginkan. Produk yang
berasal dari aseptic tank sudah steril, karena melewati proses thermisasi dan
sterilisasi. Kemasan yang digunakan pada produk susu UHT maupun susu ESL
melewati proses sterilisasi terlebih dahulu. Mesin A3 Flex dan PT Hex untuk
pengemasan UHT menggunakan metode peroxide bath, dimana kemasan UHT yang
masih berbentuk gulungan panjang dilewatkan kedalam peroxide bath kemudian
dilewatkan pada udara panas sehingga dapat menghilangkan peroxide.
Larutan yang digunakan untuk sterilisasi kemasan adalah H2O2 atau Hidrogen
Peroksida. Pada produk UHT kemasan disterisasi dengan larutan H2O2 dengam
temperatur antara 70-90°C. Kemasan yang telah dikontakkan dengan H2O2 kemudian
dipanaskan dengan temperatur antara 180-200°C. H2O2 harus dihilangkan karena
akan mempengaruhi rasa dan kemungkinan dapat menyebabkan kontaminasi. H2O2
digunakan karena memiliki kemampuan bakterisidal yang cukup tinggi sehingga
mampu menginaktifasi mikoroorganisme pada kemasan.
Sementara untuk layout tata letak fasilitas dapat dilihat di lampiran.

16
Berikut ini merupakan Gambar 2.2 yang menjelaskan diagram alir proses produksi:
Reception

Loading

Transportation

Unloading

Thermization

Blending

Sterilization

Filling & Packing

Warehousing

Shipment
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi

2.5 MANAJEMEN PERSONALIA


Tenaga kerja yang ada di PT. Greenfields Indonesia ada dua macam, yaitu tenaga
kerja bulanan dan tenaga kerja harian. Tenaga kerja bulanan dibagi kembali menjadi dua
macam, yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak. Tenaga kerja kontrak memiliki
kontrak kerja selama satu, dua, atau tiga tahun, bisa diperpanjang jika diperlukan. Sistem
pembayaran gaji dilakukan tiap bulan. Total jumlah tenaga kerja dari PT. Greenfields
Indonesia adalah 276 orang, 259 orang pegawai tetap dan 17 orang adalah pegawai
dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Pekerja lepas di PT. Greenfields Indonesia memanfaatkan sistem outsourcing dari
beberapa perusahaan, PT. Mitra Karya Sejahtera misalnya. Jam kerja PT. Greenfields
Indonesia dibagi menjadi dua. Pekerja di bagian administrasi (bagian kantor) bekerja
menggunakan sistem non shift. Jam bekerja mereka setiap hari Senin – Jumat sejak pukul

17
08:00 – 17:00. Pekerja dibagian non adminstratif seperti pekerja pada bagian produksi,
satpam, dan lain – lain bekerja dengan sistem shift. Waktu kerja mereka setiap hari Senin
– Minggu. Jadwal kerja Shift antara lain adalah sebagai berikut,
 Shift I : Jam 06:00 – 14:00 WIB
 Shift II : Jam 14:00 – 22:00 WIB
 Shift III : Jam 22:00 – 06:00 WIB
PT. Greenfields Indonesia juga tetap memperhatikan kesejahteraan pegawainya.
Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan pemberian beberapa fasilitas, seperti pakaian
seragam, jatah makan, tunjangan pegawai, dan koperasi karyawan.

2.6 PENGERTIAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Anwar Prabu Mangkunegara (2001:2) mengemukakan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah sebuah perencanaan, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan dari sebuah
organisasi.
Manajemen sumber daya manusia juga dapat diartikan pula sebagai pengelolaan dan
pendayagunaan sumber daya yang ada pada pegawai yang dikembangkan secara
maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan
individu pegawai.

2.7 TRAINING
Menurut Robbins, Stephen P, (2001:282), training adalah pelatihan formal yang
direncanakan secara matang dan mempunyai suatu format pelatihan yang terstruktur.
Menurut Bernardin dan Russell (1998:172), pelatihan didefinisikan sebagai berbagai
usaha pengenalan untuk mengembangkan kinerja tenaga kerja pada pekerjaan yang
dipikulnya atau juga sesuatu berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini biasanya berarti
melakukan perubahan perilaku, sikap, keahlian, dan pengetahuan yang khusus atau
spesifik. Agar pelatihan menjadi efektif maka di dalam pelatihan harus mencakup suatu
pembelajaraan atas pengalaman-pengalaman, pelatihan harus menjadi kegiatan
keorganisasian yang direncanakan dan dirancang di dalam menanggapi kebutuhan-
kebutuhan yang teridentifikasi.

18
Menurut Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (2001:259), pelatihan biasanya
dilaksanakan pada saat para pekerja memiliki keahlian yang kurang atau pada saat suatu
organisasi mengubah suatu system dan para perlu belajar tentang keahlian baru.

2.7.1 TUJUAN TRAINING


Menurut Hasibuan (2011:70) mengemukakan bahwa tujuan pelatihan hakikatnya
menyangkut hal-hal berikut :
1. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan, sehingga kualitas dan kuantitas
produksi semakin baik. Diiringi dengan perbaikan technical skill, human skill,
dan managerial skill karyawan.
2. Meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi
kemungkinan kerusakan mesin. Di samping itu juga bertujuan untuk menekan
biaya sehingga dapat bersaing dengan kompetitor.
3. Mengurangi kerusakan pada produk dan jalur produksi.
4. Mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya pengobatan
yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
5. Meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan kepada para customer,
karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya tarik yang penting bagi
calon pelanggan maupun stake holder.
6. Moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan keterampilan yang dimiliki
sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka lebih antusias untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
7. Kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar, karena
keahlian, keterampilan, dan potensi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya
didasarkan kepada keahlian dan prestasi kerja karyawam.
8. Balas jasa seperti gaji, upah, dan insentif karyawan akan meningkat karena
prestasi kerja mereka semakin besar.
9. Memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena mereka akan
memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.

19
2.7.2 LANGKAH-LANGKAH TRAINING
Tahapan-tahapan dalam melakukan training antara lain :
1. Orientasi
Tujuan dari orientasi adalah agar karyawan baru dapat mengetahui dan memahami
informasi dari latar belakang perusahaan dan produksi. Isi daripada orientasi antara lain :
 Informasi tentang benefit atau keuntungan yang akan didapatkan oleh karyawan
 Pekerjaan dan hal-hal rutin
 Struktur organisasi perusahaan dan operasionalnya
 Kebijakkan perusahaan dan slogan-slogan perusahaan tentang kualitas,
lingkungan, visi dan misi perusahaan
 Sistem-sistem yang ada dalam perusahaan
 Peraturan-peraturan dan disiplin perusahaan
 Keamananan dan keselamatan kerja dalam pekerjaan
 Pengenalan fasilitas perusahaan
Hal- hal penting yang harus dilakukan untuk karyawan baru agar proses orientasi dapat
berhasil dengan baik :
 Membuat mereka merasa di terima dan nyaman
 Membantu mereka memahami perusahaan/produksi dalam arti yang luas
 Menjelaskan kepada mereka apa yang akan diharapkan oleh perusahaan dalam hal
pekerjaan dan perilaku mereka.
2. Proses Pelatihan
Training atau pelatihan adalah suatu proses mengajar kepada karyawan untuk
mendapatkan kemampuan dasar (basic skill) yang diperlukannya dalam mengerjakan
tugas atau pekerjaan mereka. Terdapat lima proses yang harus dilakukan dalam
menyediakan materi training :
 Menganalisis kebutuhan
Identifikasikan kebutuhan pelatihan dan identifikasi tujuan dan kriteria pelatihan
 Merancang instruksi pelatihan
Membuat konten training program seperti jadwal training, manual bahan
training, dan bahan untuk ujian
 Validasi
Presentasikan terlebih dahulu konten training program tersebut kepada kelompok
yang kecil untuk mengetahui apakah penyajian materi training telah valid

20
 Implementasikan program training
Lakukan training aktual kepada karyawan baru yang ditargetkan
 Evaluasi
Lakukan penilaian terhadap program training apakah berhasil atau gagal
Setelah melakukan program training, untuk mengetahui apakah Karyawan baru
tersebut siap dan memenuhi standar dasar (basic standard) yang dibutuhkan oleh
pekerjaannya, maka akan dilakukan ujian baik teori maupun praktek.
3. On the Job Training (OJT)
OJT (On the Job Training) adalah salah satu metode training dengan mengajarkan
karyawan baru tersebut di pekerjaan yang sebenarnya. Langkah-langkah dalam OJT
yakni sebagai berikut :
 Mempersiapkan karyawan baru yang akan dilatih.
 Mempersiapkan pekerjaan yang akan dilakukan oleh karyawan baru tersebut
 Lakukan percobaan untuk melakukan pekerjaan
b. Jelaskan langkah demi langkah secara perlahan
c. Lakukan perbaikan jika terjadi kesalahan
d. Jalankan pekerjaannya seperti biasa
e. Jangan membiarkan karyawan baru tersebut melakukan pekerjaannya
sendiri
 Follow up
a. Identifikasikan karyawan mana yang perlu bantuan
b. Perbaiki kesalahan mereka sebelum menjadi suatu kebiasaan
c. Kurangi pengawasan secara bertahap, periksa hasilnya (kualitas dan
kuantitas) dari waktu ke waktu.
d. Pujilah mereka bagi yang telah melakukan pekerjaan dengan baik.
e. Mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan supaya mencapai standar
kualitas dan kuantitas.

2.8 KIRKPATRICK FOUR LEVELS EVALUATION MODEL


a. Evaluasi Level 1 : Reaksi (Reaction)
Pada tingkat ini keberhasilan suatu pelatihan dapat dievaluasi dari reaksi atau respon
peserta pelatihan. Minat dan keaktifan peserta dalam pelatihan menjadi indikasi bahwa
peserta dapat mengikuti pelatihan dengan antusias dan penuh semangat. Kepuasan peserta

21
dalam mengikuti pelatihan juga menjadi indikasi bahwa pelatihan diikuti dengan suasana
yang menyenangkan. Di ujung pelatihan, dalam pelatihan yang bersifat
berkesinambungan, peserta menunjukkan minat yang tinggi untuk mengikuti pelatihan
lanjutan.
b. Evaluasi Level 2 : Evaluasi Belajar (Learning)
Kirkpatrick (1998:20) mengemukakan “learning can be defined as the extend to
which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a
result of attending the program”. Dengan demikian, efektifitas pelatihan, dalam level ini,
diukur dari dampaknya terhadap peserta. Apakah setelah pelatihan berakhir ada
perubahan dari aspek pengetahuan, ketrampilan atau perilaku kerja ke arah yang lebih
baik, sesuai tujuan diselenggarakannya pelatihan. Pengukuran hasil belajar dapat
dilakukan dengan membuat kelompok pembanding. Sekelompok peserta yang telah
diberikan pelatihan dievaluasi dan dibandingkan dengan kelompok pembanding yakni
kelompok peserta yang tidak diberikan pelatihan. Cara melakukan evaluasi pelatihan
lainnya adalah dengan melakukan pre test dan post test, yaitu peserta diberikan tes
terlebih dahulu sebelum pelatihan dijalankan dan sesudah pelatihan dijalankan.
c. Evaluasi Level 3 : Tingkah Laku (Behavior)
Evaluasi training level 3 ini lebih memfokuskan pada evaluasi pelatihan karyawan
dari aspek perubahan perilaku. Pada level 2, evaluasi pelatihan hanya menekankan
perubahan sikap (internal), pada level 3, evaluasi akan menilai apakah setelah mengikuti
pelatihan peserta mengalami perubahan perilaku yang berdampak pada kinerja.
Oleh karena itu, pada evaluai pelatihan pada level ini disebut sebagai evaluasi terhadap
outcomes pelatihan.
d. Evaluasi tahap 4 : Evaluasi Hasil (Result)
Evaluasi training pada level 4 menekankan pada hasil akhir (result) setelah
mengikuti diklat. Hasil akhir dalam hal ini dapat berupa indikator-indikator kinerja yang
nyata seperti kenaikan produktifitas, peningkatan laba, penurunan biaya, penurunan
tingkat kesalahan, peningkatan kualitas, penurunann keluhan pelanggan. Oleh karena
dampaknya yang langsung pada kinerja perusahaan, diklat yang berorientasi hasil
menjadi kegiatan yang sangat strategis. Oleh sebab itu, sebaiknya dalam penyusunan
proposal kegiatan diklat dapat diidentifikasi secara lebih konkret dampak dari
pelaksanaan diklat sehingga pelaksanaannya dapat lebih terarah.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN


Dalam penelitian ini digunakan dua metode dalam pengumpulan data. Adapun
metode praktik yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Adalah suatu metode yang digunakan dalam mendapatkan data dengan jalan studi
literatur di perpustakaan serta dengan membaca sumber-sumber data informasi
lainnya yang berhubungan dengan pembahasan. Sehingga dengan penelitian
kepustakaan ini diperoleh secara teori mengenai permasalahan yang dibahas.
2. Metode Penelitian lapangan (Field Research)
Metode ini digunakan dalam pengumpulan data, dimana penyelidik secara langsung
terjun pada proyek penelitian, sedangkan cara lain yang dipakai dalam Field
Research ini adalah observasi, yaitu suatu metode dalam memperoleh data dengan
mengadakan pengamatan langsung terhadap keadaan yang sebenarnya dalam
perusahaan.

23
3.2 DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Berikut merupakan diagram alir dalam pelaksanaan penelitian.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

24
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 PENGOLAHAN DATA


Pengambilan data dilakukan pada beberapa topik training tertentu, sebelum dan
sesudah training dilaksanakan. Berdasarkan data training yang telah dilakukan selama
periode November 2017, diketahui terdapat tiga topik training yang mengadakan pre test
dan post test untuk mengevaluasi tingkat keberhasilannya.
Setelah mengetahui data nilai pre test dan post test untuk masing-masing topik
training, maka selanjutnya dapat dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat
keberhasilan training tersebut. Nilai post test dianggap tidak lulus apabila kurang dari 70,
dan karyawan dianggap tidak lulus apabila nilai post test lebih rendah daripada nilai pre
test.

4.2 ANALISA DAN PEMBAHASAN


Evaluasi dilakukan berdasarkan metode evaluasi pelatihan yang dikemukakan
Kirkpatrick (1998:20), namun hanya sampai pada level 2 (evaluasi belajar) dari empat
level yang ada. Evaluasi belajar yang dipilih adalah dengan menggunakan pre test dan
post test.
Nilai post test yang dikategorikan tidak lulus ditandai dengan latar belakang
berwarna kuning. Sedangkan untuk karyawan yang memiliki nilai di bawah 70 dan nilai
post test lebih rendah daripada nilai pre test ditandai dengan latar belakang berwarna
merah. Berikut ini adalah hasil nilai pre test dan post test untuk topik training “Allergen
Awareness”, yang membahas mengenai zat-zat apa saja yang terkandung dalam produk
yang dapat menyebabkan alergi terhadap konsumen.

25
Tabel 4.1 Hasil training “Allergen Awareness”
Nama Nilai Pre Test Nilai Post Test
IMANUEL GIDION KURNIAWAN 80 80
EDY WINARTO 50 90
DARSONO 50 90
MUCHAMAD SOLICHIN 60 100
YULIONO HADI PRANOTO 40 100
TARMUJI 60 70
EDI SETIAWAN 80 80
BARA AFGAN 0 70
AVIDA NUR HIDAYAH 0 100
FRYSA ERIDANI 60 90
YULIANA 80 90
SUSETYO HADI PURWANTO 90 90
TEGUH ISTIONO 70 80
ARIEF MUSTHOFA, STP 90 90
EKA SUSILOWATI 80 90
RONA ROBERTY NAILUS SHOFY 90 90
NAWAF ARIFIN SHOLIH 90 90
DODY AGUS PRASMANA 50 100
JOKO YUSEFA 90 90
ANAS TAUFIQ 80 80
ACHMAD AGUNG ASRORI 50 90
BUDI SETIAWAN 70 70
JAMALUDIN 60 80
RAHPUAN KATK 70 90
MOHAMAD ERIK JUNAEDY 70 70
AMINUDIN 80 100
MUHAMAD ARIYANTO 80 80
DIDIK SETYONO ADI 60 90
TRI YOGA FARDIANTO 60 90
DANANG GALIH PRAYITNO 80 90
AGUS TRI ATMADI 70 80
ACHMADI IRVAN WIJAYA 60 100
EKA DIRINDA WANGSA 80 90
TEDDY SURYO PRAYOGO 60 50
ANDIK ATMAJA 60 90
ADIB FARRAS RAIHAN ANS ATSIRA 80 100
RIO OKTA PRIYAMBODO 40 90
DIDIK YULIANTO 60 70
EKO SAPUTRO 70 80
YULIANTO 70 80

26
Tabel 4.1 Hasil training “Allergen Awareness” (lanjutan)
Nama Nilai Pre Test Nilai Post Test
DEDI VEKTOR PRAMONO 50 100
SLAMET BUDIARTO 50 80
TRIO APRILIANTO 60 90
DHENY SATYA PRAYUDHA 60 80
SUYONO 60 60
MOHAMMAD SULKAN 40 70
IDO SIGIT TRIWINANTO 70 90
IMAM MUSLIM 60 100
RIZXI REDA ARIF 70 90
SUDARWANTO 80 70
SUGENG PURNAMA 20 100
EKA WAHYU OKTA R S 50 90
YUDIANTO 60 80
KIKI HANDOKO S 60 80

Berikut ini adalah hasil nilai pre test dan post test untuk topik training “Induksi
Safety, Hygiene, HRGA, dan Allergen”. Training ini membahas mengenai konsep-konsep
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dan hal-hal yang terkait dengan departemen
HRGA.
Tabel 4.2 Hasil training “Induksi Safety, Hygiene, HRGA, dan Allergen”
Nama Nilai Pre Test Nilai Post Test
ACHMAD JAINUL ROFIK 55 85
NORMA FABIAN S 55 75
ROCHMAD 30 75
TANTO SUPRIANTO 25 75
VIKY ADITYA 60 85
CANDRA ISWAHYUDI 70 75
DWI PRAYOGO 65 80
DIDIK HARDIYANTO 55 75
GALIH ZHENDY P 45 75
HERU SUMARDIONO 70 95
AGUS SETYAWAN 60 75
CHOIRUL ANAM 40 70
SUPRIYANTO 65 80
ERMI YULIASIH 50 100
HADI SANCOKO 56 85
DUDY ARIFAN 70 80
CHANDRA WAHYUDI 55 75
DENI HARI JAYA 30 85
RAGILLIONO PANCA ABADI 50 85
DENI KRISWANTO 40 75
HERWANTO 45 50
CAHYONO 50 95
HERI TRI SANTOSO 30 80
WITONO 30 75
HERI SUPRAPTO 50 80
MUKLAS ROWI 47 90

Berikut ini adalah hasil nilai pre test dan post test untuk topik training “Refreshment
FSSC & Allergen Awareness”. Topik ini membahas mengenai FSSC yang merupakan
standar produksi dan operasi di perusahaan, serta membahas zat-zat yang terkandung
dalam produk yang dapat menyebabkan alergi terhadap konsumen.

27
Tabel 4.3 Hasil training “Refreshment FSSC & Allergen Awareness”
Nama Nilai Pre Test Nilai Post Test
DWI HARI PRAMONO 50 60
ANSORI 70 50
ROHMAT PAMUJI 50 60
DARSONO 60 50
HERI MUJI SANTOSO 60 80
YOYOK SUSANTO 80 80
DWI IKE SETYAWAN 70 70
ANANG SUBANDRIYO 70 70
WAHYU ANTON SUJARWO 50 60
MISDIYANTO 60 40
SUPRAYITNO 60 80
ARIF H. 70 90
SUHARTONO 60 70
LADIONO 70 70
ROY WAHONO 70 80
YOGO ADI PRESETYO 50 70
MAMIK SLAMET 50 60
MOCH SUNAN 60 40
HERI SUKOCO 60 70
DADING SATKWANTONO 60 90
DWI PRASTYO ADHI 80 100
ROUFU ROKHIM 70 90
DONI ARIFIANTO 50 50
M FARID MULTAZAM 50 40

Berdasarkan data yang telah didapatkan, pada topik training “Allergen Awareness”
dari 54 peserta terdapat 2 nilai post test yang berada di bawah standar (3,7 %), dan 2
karyawan yang memiliki nilai post test lebih rendah daripada nilai pre test (3,7 %).
Selanjutnya pada topik training “Induksi Safety, Hygiene, HRGA, dan Allergen” dari
26 peserta terdapat 1 nilai post test yang berada di bawah standar (3,85 %), dan tidak ada
karyawan yang memiliki nilai post test lebih rendah daripada nilai pre test.
Pada topik training “Refreshment FSSC & Allergen Awareness” dari 24 peserta
terdapat 10 nilai post test yang berada di bawah standar (41,6 %), dan 5 karyawan yang
memiliki nilai post test lebih rendah daripada nilai pre test (20,83 %).

28
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Analisis hasil training berdasarkan nilai post test dan pre test dilakukan sesuai dengan
standar nilai yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu nilai post test tidak boleh
berada di bawah 70 dan peserta training harus memiliki nilai post test yang lebih
tinggi daripada nilai pre test. Berdasarkan data yang telah didapatkan, pada topik
training “Allergen Awareness” dari 54 peserta terdapat 2 nilai post test yang berada
di bawah standar (3,7 %), dan 2 karyawan yang memiliki nilai post test lebih rendah
daripada nilai pre test (3,7 %). Selanjutnya pada topik training “Induksi Safety,
Hygiene, HRGA, dan Allergen” dari 26 peserta terdapat 1 nilai post test yang berada
di bawah standar (3,85 %), dan tidak ada karyawan yang memiliki nilai post test lebih
rendah daripada nilai pre test. Pada topik training “Refreshment FSSC & Allergen
Awareness” dari 24 peserta terdapat 10 nilai post test yang berada di bawah standar
(41,6 %), dan 5 karyawan yang memiliki nilai post test lebih rendah daripada nilai
pre test (20,83 %).
2. Evaluasi training dilakukan berdasarkan metode evaluasi yang dikemukakan oleh
Kirkpatrick. Metode ini terdiri dari empat level, yaitu Reaction, Learning, Behaviour,
dan Result. Level yang digunakan hanya sampai pada level kedua (learning), dimana
pada level ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan peserta training
terhadap materi training yang diberikan.
5.2 SARAN
Berikut ini merupakan saran yang dapat diterapakan pada PT. Greenfields Indonesia.
1. Perusahaan sebaiknya menindaklanjuti apabila terdapat peserta training yang
memiliki hasil di bawah standar.
2. Perusahaan sebaiknya mencari penyebab mengapa ada peserta yang nilainya berada
di bawah standar.
3. Perusahaan dapat menerapkan keseluruhan dari empat level yang ada pada metode
Kirkpatrick untuk melakukan evaluasi dan perbaikan secara keseluruhan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Prabu Mangkunegara, 2001. Manajemen Sumber Daya Perusahaan, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.

Bernardin, John H dan Joyce A. Russel. 1998. Human Resource Management: An


Experiental
Approach. Mc Graw-Hill.

Gomez-Mejia, Balkin, Cardy. ( 2001). Managing Human Resources, International


Edition,
Prentice Hall, Inc.,New Jersey.

Hasibuan, Malayu S.P. 2011. MANAJEMEN: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta:
PT
Aksara.

Kirkpatrick, Donald L., Evaluating Training Programs: The Four Levels, 2ed, Berret-
Koehler
Publisher, San Fransisco, 1998.

Robbins, Stephen P., 2001. Organizational Behaviour. United States, Prentice Hall.

30

You might also like