You are on page 1of 36

REFRAT PSIKIATRI

NEUROTRANSMITTER DALAM PSIKIATRI

Disusun Oleh:

Shelly Lavenia S G99141127 Amanda Yessica A G99141068


Clarissa Rayna S P G99141128 Finda Kartika G G99141069
Rizky Saraswati I G99141129 Mutiara Rizky A G99141070
Rizky Mas’ah G99141130 Aryo Seno G99141071
Muhammad Alfian G99141131 Nur Zahratul Jannah G99131007
Eksy Andhika W G99141067 Arif Rahman H G0001055

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………….. i

Daftar Isi …………………………………………………………………… ii

BAB I. Pendahuluan ……………………………………………………… 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Neurotransmitter …………………………………………. 3


B. Macam-macam Neurotransmitter ……………………………….. 4
C. Mekanisme Neurotransmitter ………………………………. 8
D. Target dan Efek Neurotransmitter ………………………………. 11
E. Neurotransmitter pada Psikiatri
1. Asetilkolin …………………………………………… 16
2. Norepinefrin dan Epinefrin ………………………………. 18
3. Glutamat ……………………………………………. 22
4. Dopamin ………………………………………………. 23
5. GABA ………………………………………………. 25
6. Serotonin …………………………………………………. 27

BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 32

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… iii


BAB I

PENDAHULUAN

Dalam berbagai tinjauan penelitian berbasis imunoneuropatobiologis menunjukkan


bahwa Neurotransmiter berperanan sangat penting dalam gangguan perilaku dan gangguan
psikiatrik. Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan perilaku dan pskiatrik
diantaranya adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain itu,
penelitian-penelitian juga menunjukan adanya kelompok neurotransmiter lain yang berperan
penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin,
vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa
cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal.
GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada pasien mania.
Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin normal. Dopamin
juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan agresivitas mania,
seperti juga pada skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan
epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamin
yang menurunkan kadardopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada skizofrenia.

Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan untuk


komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi ini, dikenal
sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai pembawa pesan,
mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesannya.
Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan
pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah
sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.

Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron.


Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan
datangnya potensial aksi. Neurotransmitter dalam bentuk zat kimia bekerja sebagai penghubung
antara otak ke seluruh jaringan saraf dan pengendalian fungsi tubuh. Secara sederhana, dapat
dikatakan neurotransmiter merupakan bahasa yang digunakan neuron di otak dalam
berkomunikasi. Neurotransmiter muncul ketika ada pesan yang harus di sampaikan ke bagian-
bagian lain.

Seluruh aktivitas kehidupan manusia yang berkenaan dengan otak di atur melalui tiga
cara, yaitu sinyal listrik pada neuron, zat kimiawi yang di sebut neurotransmitter dan hormon
yang dilepaskan ke dalam darah. Hampir seluruh aktivitas di otak memanfaatkan
neurotransmitter.

Maka dari itu kami akan membahas lebih lanjut mengenai neurotransmitter yang
berperanan sangat penting dalam gangguan perilaku dan gangguan psikiatrik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI NEUROTRANSMITTER

Neurotransmitter adalah zat yang menghantarkan sinyal-sinyal melintasi ruang syaraf


antara sel-sel syaraf atau neuron. Neurotransmitter merupakan zat biokimia yang terikat dengan
reseptor dari neuron post-sinaps. Neurotransmitter dapat di klasifikasikan berdasarkan
karakteristik fisiologi ataupun kimia. Neuron dapat distimulasi dengan neurotransmitter eksitasi
(excitatory neurotransmitter) dan dihambat oleh inhibitory neurotransmitter. Biasanya dalam
keadaan normal terdapat keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi (Nicoladie, 2014).

Untuk molekul yang akan diklasifikasikan sebagai suatu neurotransmitter, harus


memenuhi sejumlah kriteria (Tabel 1). Kriteria tersebut biasanya harus dipenuhi oleh berbagai
ilmu dasar dan penelitian riset klinis. Beberapa zat yang telah terbukti memenuhi sedikit kriteria
disebut sebagai neurotransmitter dugaan, berarti bahwa kriteria belum dibuktikan.

Tabel 1.

Kriteria untuk Neurotransmitter


1. Molekul disintesis dalam neuron
2. Molekul ditemukan dalam neuron prasinaptik dan dilepaskan pada depolarisasi
dalam jumlah yang bermakna secara fisiologis.
3. Jika diberikan secara eksogen sebagai suatu obat, molekul eksogen menyerupai
efek neurotransmitter endogen
4. Terdapat suatu mekanisme di dalam neuron atau celah sinaptik untuk
menghilangkan atau deaktivasi neurotransmitter

Secara fisiologi, neurotransmitter dapat dibagi menjadi excitatory (pencetus) dan


inhibitory (penghambat). Neurotransmitter excitatory menstimulasi neuron dengan cara
meningkatkan eksitabilitasnya ketika berikatan dengan reseptor pos sinaps, menjadikan neuron
memiliki potensial aksi lebih besar. Hal ini biasanya membuat membran potensial lebih dekat
menuju ambang eksitasi dengan mendepolarisasi neuron. Inhibitory neurotransmitter
menghambat neuron dengan menurunan eksitasi dengan membuat neuron cenderung memiliki
potensial aksi lebih kecil. Hal ini membuat neuron menjadi lebih jauh dari ambang dengan
menghiperpolarisasi neuron (Nicoladie, 2014).

Secara karakteristik kimia, neurotransmitter diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: asam


amino, amin biogenik, dan neuropeptida. Asam amino biasanya banyak didapatkan pada
makanan, contoh asam amino tersebut adalah glutamate, GABA, dan glycine. Neurotransmitter
ini dieksitasi dan diinhibisi secara ketat. Amin Biogenik disintesis di otak, contohnya dopamine,
norepinefrin, epinefrin, dan serotonin. Karena neurotransmitter ini menjala beberapa fungsi yang
berbeda, neurotransmitter ini terkadang dapat dieksitasi dan di inhibisi sesuai kebutuhan. Sebagai
contoh, dopamine berkaitan dengan motor control, dan fungsi kognitif. Norepinefrin dan
epinefrin berkaitan dengan stimulasi system saraf pusat dalam keadaan darurat dan stress.
Serotonin berkaitan dalam memodulasi dan meregulasi seperti mood, makan, minum dan
perilaku reproduksi (Nicoladie, 2014).

Klasifikasi selanjutnya adalah neuropeptida, karena termasuk dalam klasifikasi kimia


maka disebut peptide (rantai panjang asam amino). Contoh dari neuropeptide adalah substansi P,
endorphin, dan enkephalin. Substansi P berguna untuk menimbulkan nyeri. Endorphin dan
enkepalin digunakan untuk memblok transmisi nyeri (Nicoladie, 2014).

B. MACAM-MACAM NEUROTRANSMITER
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima
20% curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori
energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan
otak sangat rentan terhadap perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik
saja sudah dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak
otak secara permanen. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak jaringan
otak (Prince, Wilson, 2006)
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif dan 900 miliar
sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hinggá 10.000 cabang dendrit yang dapat
membangun sejumlah satu kuadrilion koneksi. Komunikasi.perkembangan otak pada minggu-
minggu pertama lahir diproduksi 250.000 neuroblast (sel saraf yang Belum matang), kecerdasan
mulai berkembang dengan terjadinya koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut
sinaps, makin banyak percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak
tersebut, dan kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi, tampa stimulasi yang baik, potensi ini
akan tersia-siakan.
Otak manusia, adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya proses berfikir,
berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian, secara garis besar, otak terbagi dalam 3 bagian
besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, sistem limbik dan batang otak, yang berkerja secara
simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk berfikir, berhitung, memori, bahasa, maka sistem
limbik berfugsi dalam mengatur emosi dan memori emosional, dan batang otak mengarur fungsi
vegetasi tubuh antara lain denyut jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik,
Ketiganya bekerja bersama saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga dapat
bekerja secara terpisah.
Otak manusia mengatur dan mengkordinir, gerakan, perilaku dan fungsi tubuh,
homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan,
keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain. Otak
terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan
melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang di
kenal sebagai potensial aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh
tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter.
Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinaps.
Tiga jenis utama neurotransmitter di dalam otak adalah amin biogenik, asam amino, dan
peptida. Amin biogenik adalah neurotransmitter yang paling terkenal dan yang paling dimengerti
karena mereka pertama kali ditemukan. Tetapi, mereka merupakan zat neurotransmitter hanya
dalam sedikit neuron. Neurotransmitter asam amino yang ditemukan kemudian, terutama karena
sulit dalam membedakan asam amino yang ada di sebagian besar protein dari asam amino yang
sama bertindak secara terpisah sebagai neurotransmitter. Neurotransmitter asam amino
ditemukan pada lebih dari 70 persen neuron. Neurotransmitter peptida adalah intermediet,
maksudnya bahwa persentasi neuron yang mengandung neurotransmitter peptida jauh melebihi
dua kategori lainnya dalam sejumlah kecil (kira-kira 200 sampai 300) neurotransmitter peptida
yang telah diidentifikasikan secara dugaan. Kriteria neurotransmitter yang sepenuhnya hanya
dipenuhi oleh sedikit peptida tersebut pada saat ini. Namun demikian, bukti-bukti yang
menyatakan bahwa neurotransmitter peptida dugaan tersebut adalah neurotransmitter, pada
kenyataannya adalah kuat.
1. Neurotransmitter Amin Biogenik. Enam neurotransmitter amin biogenik adalah dopamine,
norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkolin, dan histamine. Dopamin, epinefrin, dan
norepinefrin semuanya adalah sintesis dari prekursor amam amino yang sama yaitu tirosin,
dan diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis dari
prekursor asam amino triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok.
Serotonin juga dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT), dengan demikian, singkatan
untuk serotonin sering ditulis sebagai 5-HT. ciri umum dari semua neurotransmitter amin
biogenik adalah bahwa mereka disintesis di dalam akson terminal. Enzim yang diperlukan
untuk sintesisnya adalah disintesis di dalam badan sel tetapi ditransport menuruni akson,
sehingga produksi sesungguhnya dari neurotransmitter terjadi di tempat pelepasannya.
Sebagai akibat dari desain tersebut, suplai amin biogenik cepat menurun saat dilepaskan,
berbeda dengan neurotransmitter peptida yang harus dibuat di badan sel dan ditranspor turun
ke akson terminal.
2. Neurotransmitter Asam Amino. Asam amino paling dikenal sebagai pembangun blok
protein. Tetapi, beberapa asam amino berfungsi sebagai neurotransmitter. Dua
neurotransmitter asam amino yang utama adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan
glutamate. GABA adalah asam amino inhibitor, dan glutamate adalah asam amino eksitator.
Kadang-kadang diduga bahwa cara sederhana untuk melihat otak adalah sebagai
keseimbangan dari kedua neurotransmitter tersebut, dengan semua neurotransmitter amin dan
biogenik semata-mata terlibat dalam memodulasi keseimbangan tersebut. Penemuan terakhir
telah semakin meningkatkan kepentingan penelitian neurotransmitter asam amino. Penemuan
tersebut adalah observasi bahwa benzodiazepine bertindak terutama melalui mekanisme
GABAergik dan bahwa zat penting yang disalahgunakan phencyclidine (PCP), bekerja pada
reseptor glutamate. Observasi tersebut telah menyebabkan penelitian intensif tentang reseptor
tersebut dalam hubungan dengan gangguan psikiatrik utama, seperti gangguan kecemasan
dan skizofrenia.
3. Neurotransmiter Peptida. Peptida dibuat dari asam amino rantai pendek; jadi peptida
adalah protein yang pendek. Secara tidak tepat, rantai yang lebih kecil dari 100 asam amino
biasanya dianggap sebagai peptida, dan rantai yang lebih panjang dianggap sebagai protein.
Peptida berbeda dari 2 jenis sel neurotransmiter utama di mana peptida harus dibuat didalam
badan sel, di mana informasi genetik untuk membuat peptida terletak. Neurotransmiter
peptida biasanya pertama kali disintesis sebagai bentuk yang lebih panjang yang disebut
prepohormon dan di proses lebih lanjut selama transpornya ke akson terminal. Pertama,
prepohormon dipecah untuk membuat prohormon; selanjutnya prohormon di pecah untuk
membuat hormon akhir. Tidak seperti neurotransmiter amin biogenik, penambahan peptida
neuroaktif yang dilepaskan memerlukan waktu yang cukup lama. Neurotransmiter peptida
mungkin memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan neurotransmiter amin biogenik
atau neurotransmiter asam amino. Dalam hal tersebut, neurotransmiter peptida mungkin
bertindak sebagai peran neuromodulator pada beberapa sinapsis. Di samping pemecahan dari
bentuk panjang untuk membuat bentuk akhir dari peptida, modifikasi pascatranslasional
lainnya dapat memodifikasi struktur dan fungsi peptida. Modifikasi pascatranslasional
tersebut adalah termasuk reaksi biokimiawi tertentu seperti fosforilasi, glikosilasi, sulfasi,
pembentukan ikatan disulfida, dan amidasi terminal –COOH.

Tipe lain. Banyak kemajuan dalam pengetahuan dasar telah menyebabkan identifikasi
zat yang tampaknya terlihat bekerja sebagai neurotransmiter tetapi tidak memenuhi salah satu
kategori standar di atas. Tiga molekul yang dikenal dengan jumlah yang cukup adalah nitrit
oksida, adenosin, dan adenosin trifosfat (ATP).
Gambar 1. Tiga kelas neurotransmitter

C. MEKANISME NEUROTRANSMITTER

Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain dinamakan
sinapsis. Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam sitoplasma
tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan membran berisi neurotransmitter; yang disebut
vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut neuron pra-sinapsis.
Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila
impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula bergerak dan melebur dengan membran pra-
sinapsis. Kemudian vesikula akan melepaskan neurotransmitter. Neurotransmitter adalah suatu
zat kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke post-sinapsis.
Gambar 2. Lokasi, anatomi dan cara kerja sinapsis

Sinapsis ditemukan antara dua neuron, antara reseptor sensoris dan neuron sensoris, antara
neuron motoris dan sel otot yang dikontrolnya, dan antara neuron dengan sel kelenjar. Sel yang
menghantarkan sinyal disebut sel prasinapstik dan sel yang menerima sinyal disebut sel
paskasinapstik. Dalam melakukan transmisi atau penghantaran sinyal, sinapsis terdiri dari dua
jenis yaitu sinapsis elektrik dan kimia (Lita, 2006).

Sinapsis listrik memungkinkan potensial aksi merambat secara langsung dari satu sel
prasinaptik ke sel pascasinaptik. Sel-sel itu duhubungkan oleh persambungan longgar, yaitu
saluran antarsel yang mengalirkan ion potensial aksi local agar mengalir antarneuron. Impuls
merambat dari satu neuron ke neuron lain tanpa penundaan dan tanpa kehilangan kekuatan
sinyal. Pada sinaps listrik, membran prasinapsis dan pascasinapsis berada pada lokasi yang saling
berdekatan dan membentuk jalur gap junction dimana aliran listrik meloncat satu-persatu dari
satu sel ke sel lain.

Pada sinapsis kimiawi, sebuah celah sempit, atau celah sinaptik memisahkan sel
prasinaptik dan sel pascasinaptik. Ketika sinyal listrik potensial aksi tiba di terminal sinaptik
dirubah menjadi sinyal kimiawi yang mengalir melewati sinapsis, di mana sinyal kimiawi diubah
kembali menjadi sinyal listrik pada sel pascasinaptik. Sinyal listik potensial aksi diubah jadi
sinyal kimiawi dalam bentuk neurontransmiter yang terkandung dalam kantung yang terdapat
dalam sitoplasma ujung akson yang disebut vesikula sinaptik. Dalam satu vesikula sinaptik
terdapat ribuan molekul neurotransmiter. Neurotransmitter merupakan zat yang dibebaskan
sebagai messenger antar sel ke dalam celah sinaptik. Neurotransmiter merupakan senyawa kimia
pembawa pesan yang meneruskan informasi elektrik dari sebuah neuron ke neuron lain atau sel
efektor (Lita, 2006).

Sifat neurotransmiter adalah sebagai berikut:

 Disintesis di neuron presinaps


 Disimpan di vesikel dalam neuron presinaps
 Dilepaskan dari neuron di bawah kondisi fisiologis
 Segera dipindahkan dari sinaps melalui uptake atau degradasi
 Berikatan dengan reseptor menghasilkan respon biologis.

Gambar 3. Transmisi kimia

Depolarisasi membuka kanal Ca2+  Ca2+impuls memicu pelepasan


neurotransmitter  interaksi dengan kanal ion  interaksi dengan GPCR 
interaksi dengan autoreseptor  reuptake  removal neurotransmitter dengan
difusi  uptake/breakdown neurotransmitter oleh sel glia  pembentukan vesikel
baru.
Depolarisasi mengaktifkan kanal kalsium terminal sehingga Ca2+ masuk. Ca2+ yang
masuk menginisiasi eksositosis vesikel yang mengandung substansi transmiter. Vesikel-vesikel
tersebut melewatkan isinya ke daerah ekstraseluler, kemudian transmiter berdifusi sehingga
beberapa diantaranya berikatan dengan molekul reseptor pada membran postsinaps. Proses
pengikatan transmitter mengaktifkan ion channel yang berasosiasi dengan molekul reseptor,
membolehkan ion-ion yang permeabel untuk mengangkut arus postsinaps yang bergantung pada
gradien elektrokimia. Arus postsinaps memproduksi potensial postsinaps. Jika perubahan
potensial sudah cukup untuk mencapai titik potensial, maka dapat menginisiasi potensial aksi
(Zullies, 2011).

Secara umum dikatakan bahwa transmisi kimiawi lebih fleksibel dari transmisi elektrik,
transmisi kimiawi juga secara bebas membolehkan inhibitor sebagai. Sebagai tambahan,
transmiter kimia membolehkan serat presinaps kecil untuk merangsang sel postsinaps besar
secara kimiawi yang dapat mengaktifkan kanal postsinaps yang membawa arus postsinaps.

Dengan terbukanya kanal maka vesikel pembawa neurotransmitter dapat berdifusi pada
membran prasinapsis keluar menuju celah sinapsis.Neurotransmiter berdifusi melalui celah
sinapsis dan terikat pada reseptor ion channel pada membran post sinaps dan mengaktivasi
reseptor pada membran post sinaps.

Peristiwa synaptic yang meningkatkan kemungkinan permulaan potensial kerja pada sel
postsynaptic disebut eksitatori; sebaliknya, peristiwa yang mengurangi kemungkinan disebut
inhibisi. Aliran postsynaptic dengan potensial balik lebih positif daripada level awal
didefinisikan sebagai eksitator dan aliran postsynaptic dengan potensial balik pada sisi negatif
level awal disebut inhibitor. Aliran eksitator tersebut dibawa melalui channel yang permebel
terhadap Na+ atau Ca2+ dan K+ pula. Aliran inhibitor synaptic dibawa oleh channel yang
permeable pada K+ dan Cl-, sejak kedua dari ion ini memiliki potensial keseimbangan dalam
potensial sisa. Jika potensial balik untuk aktivitas transmitter menjadi sama dengan potensial
sisa, tidak ada aliran synaptic dan tidak ada perubahan potensial yang dihasilkan dari
bertambahnya konduktansi postsynaptic disebabkan oleh kerja substansi transmitter inhibitor,
jika potensial balik untuk kerja transmitter lebih positif daripada potensial sisa tapi lebih negatif
daripada permulaan, transmitter akan menghasilkan depolarisasi.
D. TARGET DAN EFEK NEUROTRANSMITTER
Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorangyang ada
antara lain Asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin. Lokasi dan fungsi masing
masing neurotransmiter dapat dilihat dibawah ini :

Tabel 2. Neurotransmitter Pada Sistem Saraf Pusat (Sumber: Mary C Towsend, 1998)

Neurotransmiter Lokasi/Fungsi Implikasinya pada


penyakit Jiwa
Kolinergik: Sistem saraf otonom simpatis dan Meningkatkan
Asetil kolin parasimpatis, terminal saraf presinapsis derajat depresi
parasimpatik, terminalpostsinapsis

Sistem saraf pusat : korteks serebral Menurunkan


hipokampus, struktur limbik, basal ganglia derajat penyakit alzeimer,
Fungsi : tidur, bangun persepsi nyeri , korea hutington, penyakit
pergerakan memori parkinson.
Monoamin Sistem syaraf otonom terminal saraf post Menurunkan
Norepinefrin sinapsis simpatis derajat depresi
Meningkatkan
Sistem saraf pusat: talamus, sistem limbik, derajat mania,
hipokampus, serebelum, korteks serebri keadaan
kecemasan,
Fungsi pernafasan, pikiran, persepsi, daya skizofrenia.
penggerak, fungsi kardiovaskuler, tidur dan
bangun
Dopamin Frontal korteks, sistem limbik, basal ganglia, Menurunkan
talamus, hipofisis posterior, medula spinalis derajat penyakit
parkinson dan
Fungsi: pergerakan dan koordinasi, depresi
emosional, penilaian, pelepasan prolaktin
Meningkatkan
derajat mania dan
skizofrenia
Serotonin Hipotalamus, talamus, sistem limbik, Menurunkan
korteksserebral, serebelum, medula spinalis derajat depresi

Fungsi : tidur, bangun, libido, nafsu makan, Meningkatkan


perasaan, agresi persepsi nyeri, koordinasi derajat kecemasan
dan penilaian
Histamin Hipotalamus Menurunkan
derajat depresi
Asam amino Hipotalamus, hipocampus, korteks, Menurunkan
GABA (gamma serebelum, basal ganglia, medula spinalis, derajat koreahuntington,
Amino butyric retina gangguan ansietas,
Acid) skizofrenia, dan
Fungsi kemunduran aktivitas tubuh berbagai jenis epilepsi
Glutamat dan Sel-sel piramid/ kerucut dari korteks, Menurunkan
aspartat serebelum dan sistem sensori aferen primer, tingkat derajat yang
hipocampus, talamus, hipotalamus, medula berhubungan
spinalis dengan gerakan
motor spastik
Fungsi: menilai informasi sensori, mengatur
berbagai motor dan reflek spinal
Neuropeptida Hipotalamus , talamus, struktur limbik dan Modulasi aktivitas
Endorfin dan batang otak, enkedalin juga ditemukan pada dopamin oleh opiod
enkefalin traktus gastrointestinal peptida dapat
menumpukkan
Fungsi modulasi (mengatur) nyeri dan berbagai ikatan
mengurangi peristaltik (enkefalin) terhadap gejala
skizofrenia
Substansi P Hipotalamus struktur limbik otak tengah, Menurunkan
batangotak, talamus, basal ganglia, dan derajat korea
medulaspinalis, juga ditemukan pada hutington
traktusgastrointestinal dan kelenjar saliva

Fungsi: pengaturan nyeri


Somatostatin Korteks serebral, hipokampus, talamus, Menurunkan
basal ganglia, batang otak, medula spinalis derajat penyakit
alzeimer
Fungsi: menghambat pelepasan Meningkatkan
norepinefrin, merangsang pelepasan derajat korea hutington
serotonin, dopamin danasetil kolin.

Fungsi Dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh neuron-neuron


yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada regiostriata ganglia
basalis. Pengaruh dopamin biasanya sebagai inhibisi.(Guyton,1997: 714). Dopamin bersifat
inhibisi pada beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area. Sistem norepinefrin yang
bersifat eksitasi menyebar ke setiap area otak, sementara serotonin dan dopamin terutama ke
regio ganglia basalis dan sistem serotonin ke struktur garis tengah (midline) (Guyton,1997: 932).
Serotonin disekresikan oleh nukleus yang berasal dari rafe medial batang otak dan
berproyeksi di sebagian besar daerah otak, khususnya yang menuju radiks dorsalis medula
spinalis dan menuju hipotalamus. Serotonin bekerja sebagai bahan penghambat jaras rasa sakit
dalam medula spinalis, dan kerjanya di daerah sistem syaraf yang lebih tinggi diduga untuk
membantu pengaturan kehendak seseorang, bahkan mungkin juga menyebabkan tidur (Guyton
1997: 714).
Serotonin berasal dari dekarboksilasi triptofan, merupakan vasokontriksi kuat
danperangsang kontraksi otak polos. Produksi serotonin sangat meningkat pada karsinoidganas
penyakit yang ditandai sel-sel tumor penghasil serotonin yang tersebar luasdidalam jaringan
argentafin rongga abdomen (Martin David .1987:364).
Sistem respons fisiologik pada stress akut dan kronik, terdapat respon fight and flight
dimana berperan hormon epinefrin, norepinefrin dan dopamin, respon terhadap ancaman
meliputi penyesuaian perpaduan banyak proses kompleks dalam organ-organ vital seperti otak,
sistem kardiovaskular, otot, hati dan terlihat sedikit pada organ kulit, gastrointestinal dan
jaringan limfoid. (Martin, David, 1987:625).
Sistem norepinefrin dan sistem serotonin normalnya menimbulkan dorongan bagi sistem
limbik untuk meningkatkan perasaan seseorang terhadap rasa nyaman,menciptakan rasa bahagia,
rasa puas, nafsu makan yang baik, dorongan seksual yang sesuai, dan keseimbangan psikomotor,
tapi bila terlalu banyak akan menyebabkan serangan mania. Yang mendukung konsep ini adalah
kenyataan bahwa pusat-pusat reward dan punishment di otak pada hipotalamus dan daerah
sekitarnya menerima sejumlah besar ujung-ujung saraf dari sistem norepinefrin dan serotonin
(Guyton 1997:954).
Pada pasien penyakit jiwa seperti skizofrenia terdapat berbagai keadaan yangd iyakini
disebabkan oleh salah satu atau lebih dari tiga kemungkinan berikut:(1) terjadi hambatan
terhadap sinyal-sinyal saraf di berbagai area pada lobusprefrontalis atau disfungsi pada
pengolahan sinyal-sinyal; (2) perangsangan yang berlebihan terhadap sekelompok neuron yang
mensekresi dopamin dipusat-pusat perilakuotak, termasuk di lobus frontalis, dan atau; (3)
abnormalitas fungsi dari bagian-bagianpenting pada pusat-pusat sistem pengatur tingkah laku
limbik di sekeliling hipokampus otak (Guyton,1997:954).
Dopamin telah diduga kemungkinan penyebab skizofrenia secara tidak langsung karena
banyak pasien parkison yang mengalami gejala skizofrenia ketika diobati dengan obat yang
disebut L-DOPA. Obat ini melepaskan dopamin dalam otak, yang sangat bermanfaat dalam
mengobati parkinson, tetapi dalam waktu bersaman obat ini menekan berbagai bagian lobus
prefrontalis dan area yang berkaitan dengan lainnya. Telah diduga bahwa pada skizofrenia terjadi
kelebihan dopamin yang disekresikan oleh sekelompok neuron yang mensekresikan dopamin
yang badan selnya terletak tegmentum ventral dari mesensefalon, disebelah medial dan anterior
dari sistem limbik, khususnya hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan sebagian
lobus frefrontalis ini semua pusatpusatpengatur tingkah laku yang sangat kuat. Suatu alasan yang
sangat kuat. Suatualasan yang lebih meyakinkan untuk mempercayai skizofrenia mungkin
disebabkan produksi dopamin yang berlebihan ialah bahwa obat-obat yang bersifat efektif
mengobati skizofrenia seperti klorpromazin, haloperidol, dan tiotiksen semuanya menurunkan
sekresi dopamin pada ujung-ujung syaraf dopaminergik atau menurunkan efek dopamin pada
neuron yang selanjutnya (Guyton,1997:954 ).

D. NEUROTRANSMITTER PADA PSIKIATRI


1. Asetilkolin
Traktus kolinergik sistem saraf pusat. Sekelompok neuron kolinergik di nukleus
basalis Meynerti berjalan kekorteks serebral dan sistem limbik. Neuron kolinergik
tambahan di sistem retikularis berjalan ke korteks serebral, sistem limbik, hipotalamus,
dan talamus. Beberapa pasien dengan demensia tipe alzeimer atau sindrom down tampak
mengalami degenerasi spesifik pada neuron di dalam nukleus basalis meynerti.
Sinapsis kolinergik. Asetilkolin disinteesis di dalam akson terminal kolinergik
dari asetilkoenzim A (Asetil-KoA) dan kolin oleh enzim kolin asetiltransferase.
Asetilkolin di metabolisme di celah sinaptik oleh asetilkolinesterase, dan kolin yang
dihasilkannya diambil kembali ke dalam neuron parasinaptik dan didaur ulang untuk
membuat molekul asetilkolin yang baru.
Reseptor kolinergik. Dua subtipe utama reseptor kolinergik adalah muskarinik
dan nikotinik. Terdapat empat tipe reseptor muskarinik yang dikenali dengan berbagai
efek pada “turnover” fosfoinositol, produksi cAMP dan cGMP,dan aktivitas saluran ion
kalium. Reseptor muskarinik adalah diantagonis oleh atropin. Reseptor nikotinik adalah
saluran ion bergerbang ligan yang mempunyai tempat reseptor secara langsung pada
saluran ion sendiri. Reseptor nikotinik sesungguhnya terdiri dari empat subunit (α, β, γ,
δ). Reseptor nikotinik dapat bervariasi dalam jumlah masing-masing subunit tersebut;
jadi terdapat banyak subtipe reseptor nikotinik, yang didasarkan pada konfigurasi spesifik
dari subunit.
Asetilkolin dan obat. Penggunaan obat antikolinergik yang paling sering dalam
psikiatri adalah sebagai pengobatan kelainan motorik yang disebabkan oleh penggunaan
obt antipsikotik klasik (sebagai contoh, haloperidol). Kemanjuran obat untuk indikasi
tersebut ditentukan oleh keseimbangan antara aktivitas asetilkolin dan aktivitas dopamin
di dalam ganlia basalis. Penghamatan reseptor kolinergik muskarinik adalah efek
farmakodinamik yang umum dari banyak obat psikotropik. Penghambatan reseptor
tersebut menyebabkan efek samping yang sering dilihat, seperti pandangan kabur, mulut
kering, konstipasi, dan kesulitan memulai urinasi. Penghambatan reseptor kolinergik
sistem saraf pusat secara luas menyebabkan konfusi dan delirium. Obat yang
meningkatkan aktivitas kolinergik (sebagai contoh, tacrine [cognex]) telah dilaporkan
efektif dalam pengobatan demensia.
Asetilkolin dan psikopatologi. Hubungan yang paling sering dengan asetilkolin
adalah demensia tipe alzheimer dan tipe lainnya. Dengan identifikasi terakhir tentang
struktur protein dari berbagai reseptor muskarinik dan nikotinik, banyak peneliti bekerja
pada antagonis muskarinik dan nikotinik spesifik yang dapat membuktikan manfaat
dalam pengobatan demensia tipe alzheimer. Asetilkolin mungkin juga terlibat dalam
mood dan gangguan tidur (Kaplan).
Cummings dan Back menunjukkan bahwa defisit kolinergik dapat berkontribusi
pada gejala seperti psikosis, agitasi, apati, disinhibisi, dan perilaku motorik menyimpang
(Lancto, 2001). Defisit dalam sistem kolinergik terutama timbul pada basal otak depan
dan memproyeksikan ke korteks. Terdapat penurunan penanda kolinergik kolin
asetiltransferase (CHAT) dan asetilkolinesterase (ACHE) pada korteks, khususnya
korteks temporal; kehilangan bermakna dalam nukleus basalis Meynerti; dan
pengurangan densitas reseptor muskarinik 2 (M2) presinaptik. Peningkatan reseptor M2
muskarinik kolinergik telah ditemukan pada korteks frontal dan temporal pada pasien
Demensia dengan gejala psikotik (Robert, 2005).
Gejala Defisit: Kurangnya inhibisi, Berkurangnya fungsi memori, Euphoria,
Antisosial, Penurunan fungsi bicara. Gejala Berlebihan: Over-inhibisi, Anxietas &
Depresi dan Keluhan Somatic
Gambar 4. Diagram jalur noradrenergic

Halusina
si
auditori
k
Skema 1. Mekanisme Alzheimer
2. Norepinefrin

Norepinefrin merupakan neurotransmitter yang berperan lebih banyak dan lebih


penting dibandingkan epinefrin. System norepinefrin biasa disebut system noradrenergic
sedangkan system epinefrin sering disebut system adrenergic. Kumpulan badan sel
noradrenergic (dan adrenergic) utama yang berjalan ke atas di dalam otak ada dalam
lokus seruleus di dalam pons. Akson neuron tersebut berjalan melalui serabut otak depan
medial ke korteks cerebral, system limbic, dan hypothalamus. Selain itu ditemukan juga
dalam konsentrasi tinggi di saraf simpatis.Norepinephrine dipindahkan dari celah synaps
dan kembali ke penyimpanan melalui proses reuptake aktif.Fungsi utamanya adalah
mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi, proses pembelajaran dan
memori. Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal
ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan
keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus
terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus
ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus
ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber
utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.Gejala Defisit : Ketumpulan.
Kurang energi (Fatique), Depresi. Gejala Berlebihan : Anxietas. kesiagaan berlebih.
Penurunan rasa awas, Paranoia, Kurang napsu makan. dan Paranoid.

Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC,
fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap
oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen
simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tersebut. Proses kognitif dapat
memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat
pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang
menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forebrain medial. Penurunan ini dapat
menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol (MHPG).
Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi
MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada
penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita
depresi yang di ECT (terapi kejang listrik). (Jaap, 2012)

Peran potensial peningkatan pelepasan NE dapat dilihat dalam konteks mekanisme


vasopressinergic pada model binatang depresi. mekanisme noradrenergik tersebut terlibat
dalam axis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA). Peran NE dalam merangsang axis HPA
telah dipelajari secara ekstensif. Pada manusia noradrenergik merangsang pelepasan
hormon adrenocorticotroph (ACTH) melalui α-1 reseptor di otak pada tingkat
paraventrikular inti (PVN) dari hipotalamus, dan tidak pada tingkat perifer dari
hipofisis.Peningkatan aktivasi noradrenergik berhubungan dengan penigkatan NE
plasma. NE berhubungan dengan gangguan depresi dan kecemasan. NE plasma
ditemukan menurun pada pasien dengan gangguan depresi mayor yang diobati dengan
selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI).(Chantal, 2011)

Pada metode pencitraan telah menunjukkan bahwa pasien dengan depresi memiliki
volume hipokampus yang lebih kecil dibandingkan dengan orang normal, dan
kemungkinan ada hubungan antara depresi dan neurogenesis hippocampus. Bukti juga
menunjukkan bahwa depresi berat mungkin melibatkan axis hipotalamus-hipofisis-
adrenal yang terlalu aktif yang menghasilkan sebuah efek mirip dengan respon
neuroendokrin untuk stress. Hormon, estrogen, juga telah terlibat dalam gangguan
depresi dan beserta pengobatannya. Keterlibatan sitokin pro-inflamasi dalam depresi
menunjukkan adanya konsentrasi yang lebih tinggi antara interleukin (IL) -6 di darah
dan tumor necrosis factor (TNF) -α pada pasien depresi dibandingkan orang normal.
Kemungkinan mekanisme terjadinya depresi diakibatkan adanya perubahan dalam
neurotransmisi glutamate, berkurangnya neurotransmisi asam gamma-butirat, kekurangan
sintesis neurosteroid, gangguan fungsi opioid endogen, ketidakseimbangan asetilkolin,
kelainan tiroksin, dan disfungsi struktur otak tertentu. Salah satu hipotesis yang tertua,
monoamin yang mendalilkan adalah adanya kekurangan serotonin (5-HT) dan / atau
norepinefrin (NE) di otak. Hampir semua efek antidepresan yang ada adalah
penghambatan reuptake 5-HT atau NE; antagonisme dari presinaptik, penghambatan 5-
HT atau reseptorNE atau penghambatan monoamine oxidase. Semua mekanisme ini
mengakibatkan peningkatan neurotransmisi dari 5-HT dan / atau NE.

Kekurangan 5-HT berhubungan dengan kecemasan, obsesif – kompulsif, kekurangan


neurotransmitter NE dikaitkan dengan penurunan kewaspadaan, energi yang
kurang,kurangnya perhatian, konsentrasi, dan kemampuan kognitif; sementara
disfungsional aktivitas dopamin (DA) terlibat dalam masalah motivasi, kesenangan, dan
reward. Peningkatan aktivitas 5-HT dapat dikaitkan dengan gejala tertentu seperti
kelelahan.

Beberapa buktimenunjukkan bahwaNEadalahneurotransmitterpentingutama


dalampatofisiologidanpengobatangangguan depresi. ProyeksiNEdarilokuscoeruleus
menujusistem limbik, terlibatdalam regulasiemosi.Banyakperbedaantelah
ditemukandalam elemensistemNEdiotakpostmortemdaripasien depresidengan pasien
sehat. Selain itu Agen terapiyang secara khususmeningkatkan
aktivitasNEadalahantidepresanyang efektif.

Jalurnoradrenergikdi otakmulai daribadan selyang terletak dilokus


coeruleusdanmenuju ke daerahotakyang berbedadansumsum tulang belakang.
Selainmenuju ke korteksfrontal yang paling utama, NEjuga menuju ke sistem limbik, dan
berbagai daerah sepertiamigdala, hipokampus, danhipotalamusyangterlibat dalamemosi
dankognisisertasejumlah fungsidimodifikasipada pasien depresisepertinafsu
makan,responterhadap nyeri, tingkatkesenangan, kepuasan seksual, dansikap dan perilaku
agresif. Pusat fungsional yang bersifat emosional dan somatik berhubungan dengan jalur
NE, dopamine dan 5-HT. sedangkan yang bersifat kognitif berhubungan dengan NE,
dopamine dan histamine tetapi tidak dengan 5-HT.

Norepinefrin dan obat. Obat yang paling berhubungan dengan noreepinefrin


adalah obat antidepresan klasik, obat trisiklik, dan inhibitor MAO (MAOIs). Obat
trisiklik menghambat ambilan norepinefrin dan (Serotonin) kembali ke neuron
prasinaptik dan MAOIs menghambat metabolisme norepinefrin (dan serotonin) di dalam
celah sinaptik. Karena antidepresan memerlukan waktu dua sampai empat minggu untuk
menunjukkan efek terapetiknya, adalah jelas bahwa bukan efek segera yang
menghasilkan efek bermanfaatnya. Tetapi, efek segera akhirnya dapat menyebabkan
suatu regulasi turun (down regulation) pada sejumlah reseptor adrenergik – β
pascasinaptik, dan regulasi turun tersebut pada reseptor adrenergik – β pascasinaptik
mungkin berhubungan dengan perbaikan klinis.
Sistem adrenergik – α juga terlibat dalam produksi beberapa peristiwa merugikan
yang dapat ditemukan pada banyak obat psikoterapeutik. Penghambatan reseptor
adrenergik – α1 adalah sering disertai dengan sedasi dan hipotensi postural. Obat lain
yang mempengaruhi sistem adrenergik adalah clonidine (catapres), yang merupakan
suatu antagonis reseptor α2. Reseptor adrenergik α2 biasanya berlokasi di neuron
prasinaptik, dan aktivitasi neuron tersebut meregulasi turun produksi dan pelepasan
norepinefrin. Clonidine telah digunakan untuk berbagai gangguan psikiatrik, termasuk
putus opioid.
Antagonis adrenergik – β, seperti propanolol (inderal) juga telah digunakan dalam
psikiatri. Pada umumnya, reseptor adrenergik – β berlokasi di pascasinaptik, dan inhibisi
aktivitasnya menyebabkan penurunan pembentukan cAMP di neuron pascasinaptik.
Antagonis adrenergik – β telah digunakan untuk mengobati fobia sosial (sebagai contoh
kecemasan dalam memainkan musik), akathsia (suatu gangguan pergerakkan yang
berhubungan dengan senyawa antipsikotik), dan tremor yang diinduksi lithium (Eskalith).
Noreepinefrin dan psikopatologi. Hipotesis amin biogenik untuk gangguan mood
didasarkan pada pengamatan bahwa obat trisikil dan MAOIs adalah efektif dalam
menghilangkan gejala depresi. Apa peranan relatif serotonin dan norepinefrin dalam
patologi depresi masih belum jelas. Obat yang mempengaruhi kedua neurotransmitter
adalah efektif, dan obat mempengaruhi terutama norepinefrin sebagai contoh,
desipramine (Norpramine) dan obat yang mempengaruhi terutama serotonin sebagai
contoh fluoxetine (prozac) adalah juga efektif. Tetapi, jika neuron noradrenergik
dihancurkan dalam model hewan percobaan, obat yang mempengaruhi serotonin tidak
mempunyai efeknya yang biasanya; dan jika neuron serotonergik dihancurkan, obat yang
mempengaruhi noreepinefrin tidak mempunyai efek biasanya. Hasil percobaan tersebut
menyatakan bahwa saling hubungan antara serotonin dan norepinefrin adalah belum
dimengerti dengan lengkap.
Gambar 5. Hubungan Norepinefrin, Dopamin, dan Serotonin
3. Glutamate

Glutamate adalah neurotransmitter utama dalam talamokortikal, sel pyramidal,


dan proyeksi kortikostriatal. Zat ini juga merupakan neurotransmitter utama di
hipokampus.

Reseptor glutamate terdapat lima jenis yaitu reseptor N-Methyl D Aspartat


(NMDA), a amino 3 hydroxy 5 methyl 4 isoxazole proprionic acid (AMPA) dan reseptor
kainite, yang menyebabkan depolarisasi sebagai efek samping utama pada reseptor
NMDA, reseptor AP4 (reseptor autoreseptor inhibitor), reseptor ACPD ( reseptor
metabotropik).

Kondisi patopsikologi utama yang sekarang diakitkan dengan system glutamate


adalah eksitotoksisitas dan skizofrenia. Eksiitotoksisitas adalah suatu hipotesis bahwa
stimulasi yang berlebihan pada reseptor glutamate menyebabkan konsentrasi kalsium
intraneuronal yang lama dan tinggi. Kondisi tersebut mengaktivasi banyak enzim,
khususnya protease, yang bersifatdestruksif terhadap integritas neuronal. Hubungan
dengan skizofrenia sebagian disebabkan oleh efek psikotomimetik yang diobservasi
pada PCP. Beberapa penelitian dasar menemukan bahwa glutamate dan dopamine
bersifat berlawanan, sehingga kemungkinan glutamate juga berhubungan dengan proses
patopsikologi penyakit Parkinson. Banyak percobaan menyatakan bahwa glutamate di
dalam hippocampus terlibat dalam dasar neurokimiawi dalam belajar dan ingatan.Fungsi
Utama Glutamat adalah pengaturan kemampuan memori dan memelihara ufngsi
automatik. Glutamat merupakan neurotransmitter excitatory utama pada otak dimana
hampir tiap area otak berisi glutamate. Glutamat memiliki konsentrasi tinggi di
corticostriatal dan di dalam sel cerebellar. Gangguan pada neurotrasmitter ini akan
berakibat gangguan atau penyakit bipolar afektif dan epilepsi.Gejala Defisit : Gangguan
memori, Low energy, Distractibilitas. Schizophrenia. Gejala Berlebihan : Kindling,
Seizures dan Bipolar affective disorder.

4. Dopamin
Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk skizofrenia
menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan dari terlalu banyaknya aktivitas
dopaminergik. Teori tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama, kecuali untuk
clozapine, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk
bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2 (D2). Kedua, obat-obatan yang
meningkatkan aktivitas dopaminergik, yang paling jelas adalah amfetamin, yang
merupakan salah satu psikotomimetik. Teori dasar tidak memperinci apakah
hiperaktivitas dopaminergik adalah karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin, terlalu
banyaknya reseptor dopamin, atau kombinasi mekanisme tersebut. Teori dasar juga tidak
menyebutkan apakah jalur dopamin di otak mungkin terlibat, walaupun jalur
mesokortikal dan mesolimbik paling sering terlibat. Neuron dopaminergik di dalam jalur
tersebut berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem
limbik dan korteks serebral.
Hipotesis dopaminergik tentang skizofrenia terus diperbaiki dan diperluas. Satu
bidang spekulasi adalah bahwa reseptor dopamin tipe 1 (D1) mungkin memainkan
peranan dalam gejala negatif, dan beberapa peneliti tertarik dalam menggunakan agonis
D1 sebagai pendekatan pengobatan untuk gejala tersebut. Reseptor dopamin tipe 5 (D5)
yang baru ditemukan adalah berhubungan dengan reseptor D1 dan dapat meningkatkan
penelitian. Dalam cara yang sama reseptor dopamin tipe 3 (D3) dan dopamin tipe 4 (D4)
adalah berhubungan dengan reseptor D2 dan akan merupakan sasaran penelitian karena
agonis dan antagonis spesifik adalah dikembangkan untuk reseptor tersebut. Sekurang-
kurangnya satu penelitian telah melaporkan suatu peningkatan reseptor D4 dalam sampel
otak postmortem dari pasien skizofrenik.
Walaupun hipotesis dopamin tentang skizofrenia telah merangsang penelitian
skizofrenia selama lebih dari dua dekade dan masih merupakan hipotesis neurokimiawi
yang utama, hipotesis tersebut memiliki dua masalah. Pertama, antagonis dopamin adalah
efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien yang teragitasi berat,
tidak tergantung pada diagnosis. Dengan demikian, adalah tidak mungkin untuk
menyimpulkan bahwa hiperaktivitas dopaminergik adalah unik untuk skizofrenia.
Sebagai contoh, antagonis dopamin juga digunakan untuk mengobati mania akut. Kedua,
beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin
meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respons dari pemaparan jangka panjang
dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada
pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.
Suatu peranan penting bagi dopamin dalam patofisilogi skizofrenia adalah
konsisten dengan penelitian yang telah mengukur konsentrasi plasma metabolit dopamin
utama, yaitu homovanillic acid. Beberapa penelitian sebelumnya telah menyatakan
bahwa, dalam kondisi eksperimental yang terkontrol cermat, konsentrasi homovanillic
acid plasma dapat mencerminkan konsentrasi homovanillic acid di sistem saraf pusat.
Penelitan tersebut telah melaporkan suatu hubungan positif antara konsentrasi
homovanillic acid praterapi yang tinggi dan dua faktor: keparahan gejala psikotik dan
respons terapi terhadap obat antipsikotik. Penelitian homovanillic acid plasma juga telah
melaporkan bahwa, setelah peningkatan sementara konsentrasi homovanillic acid plasma,
konsentrasi menurun secara mantap. Penurunan tersebut dihubungkan dengan perbaikan
gejala pada sekurangnya beberapa pasien.
Neurotransmitter lainnya. Walaupun dopamin adalah neurotransmitter yang telah
mendapatkan sebagian besar perhatian dalam penelitian skizofrenia, meningkatnya
perhatian juga telah ditujukan pada neurotransmitter lainnya. Mempertimbangkan
neurotransmitter lain adalah diharuskan untuk sekurangnys dua alasan. Pertama, karena
skizofrenia kemungkinan merupakan suatu gangguan yang heterogen, maka mungkin
bahwa kelainan pada neurotransmitter yang berbeda menyebabkan sindrom perilaku yang
sama. Sebagai contoh, zat halusinogenik yang mempengaruhi serotonin – sebagai contoh,
lysergic acid diethylamide (LSD) – dan dosis tinggi zat yang mempengaruhi dopamin –
sebagai contoh, amfetamin – dapat menyebabkan gejala psikotik yang sulit dibedakan
dari intoksikasi. Kedua, penelitian neurologi dasar telah jelas menunjukkan bahwa neuron
tunggal dapat mengandung lebih dari satu neurotransmitter dan mungkin memiliki
reseptor neurotransmitter untuk lebih dari setengah lusin neurotransmitter. Jadi, berbagai
neurotransmitter di otak adalah terlibat dalam hubungan interaksional kompleks, dan
fungsi yang abnormal dapat menyebabkan perubahan pada setiap zat neurotransmitter
tunggal.

5. GABA
GABA merupakan neurotransmitter asam amino yang disintesis dari glutamat
oleh enzim glutamic acid decarboxylase (GAD) yang dibatasi oleh kecepatan (rate-
limiting) dan memerlukan piridoksin (vitamin B6) sebagai kofaktor. Jika dilepaskan
kedalam celah sinaptik, GABA diambil kedalam neuron prasinaptik dan glia yang
berdekatan, dimana GABA dimetabolisme oleh transaminase GABA yang berhubungan
dengan mitokondria (GABA-T). GABA adalah neurotransmitter utama pada neuron
intrinsik yang berfungsi sebagai mediator lokal untuk loop umpan balik inhibisi. GABA
(gamma-aminobutyric acid) memiliki efek inhibisi terhadap monoamin, terutama pada
sistem mesokorteks dan mesolimbic.
Terdapat dua jenis reseptor GABA, GABAA dan GABAB. Reseptor GABAB
adalah reseptor yang berhubungan dengan protein GABA, GABAA adalah saluran ion
klorida bergerbang ligan yang bekerja secara langsung. Reseptor GABAA mempunyai
tempat ikatan untuk GABA dan benzodiazepin. Benzodiazepin meningkatkan afinitas
reseptor GABA. Reseptor benzodiazepin kadang-kadang disebut reseptor omega.
carboline adalah suatu kelas obat yang merupakan agonis terbalik (inverse) dari reseptor
benzodiazepin, jadi aktifitasnya menyebabkan kecemasan dan konvulsi. Eratnya
hubungan antara GABA dengan benzodiazepin, penelitian klinis pada sistem GABAergik
telah dipusatkan pada peranan potensialnya dalam patopsikologis gangguan kecemasan.
Pada penderita depresi terdapat penurunan GABA. Stressor khronik dapat
mengurangi kadar GABA dan antidepresor dapat meningkatkan regulasi reseptor GABA.
Banyak pathway di otak menggunakan GABA dan merupakan Neurotransmitter utama
untuk sel Purkinje. GABA dipindahkan dari synaps melalui katabolism oleh GABA
transaminase.
Fungsi utama adalah menurunkan arousal dan mengurangi agresi, kecemasan dan
aktif dalam fungsi eksitasi. Gejala defisit : irritabilitas, hostilitas, tension and worry,
anxietas, seizure. Gejala berlebihan : Mengurangi rangsang selular, sedasi dan gangguan
memori

6. Serotonin

Tempat utama untuk badan sel seretonergik adalah di pons bagian atas dan otak
tengah, secara spesifik nuklei raphe median dan dorsal, locus ceruleous caudal, area
posrema dan area interpendicular. Neuron tersebut berhubungan ke ganglia basalis,
sistem limbik dan korteks cerebral. ). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan
dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan bertujuan.Fungsi Utama dari
Serotonin (5HT) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur status mood
dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi atau marah dan libido.Gejala
Defisit : Irritabilitas & Agresif, Depresi & Ansietas, Psikosis, Migren, Gangguan fungsi
seksual, Gangguan tidur & Gangguan kognitif, Gangguan makan. Obsessive compulsive
disorder (OCD). Gejala Berlebihan : Sedasi, Penurunan sifat dan fungsi aggresi Pada
kasus yang jarang: halusinasi

Sinapsis seretonergik. Seretonoim di sintesis di terminal aksonal. Asam amino


prekusor adalah tryptophan. Bebeda dengan katekolamin, tersedianya trypthopan adalah
suatu fungsi yang dibatasi kecepatan dan enzim tryptophan hidroxylase adalah tidak
dcibatasi kecepatan. Enzim inti yang terlibat dalam metabolisme seretonin adalah MAO
terutama MAOA dan metabolit utama adalah 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA).
Reseptor seretonergik. Empat tipe reseptor seretonergik sekrang telah diketahui,
yaitu 5-HT1, 5-HT2, 5-HT3, 5-HT4 dengan empat subtipe 5-HT1 (5-HT1A, 5-HT1B, 5-
HT1C, 5-HT1D). Pembagian rteseptor seretonin telah memulai usaha bermakna untuk
mempelajari distribusi subtipe seretonin dalam keadaan patologis dan untuk mendesain
obat yang spesifik dengan subtipe yang mungkin bermanfaat gteraupetik pada kondisi
ksusus. Sebagai contoh buspirone, suatu antidepresan yang efektif secara klinis adalah
agonis suatu 5-HT1A yang poten dan agonis 5-HT1A lainnya yang sedang
dikembangkan untuk pengobatan kecemasan dan depresi. Clozapine, suatu obat
antipsikotikyang atipikal mempunyai aktivitas yang bermakna sebagai antagonis resptor
5-HT2 dan observasi tersebut tyelah memulai usaha besar untuk mempelajari peranan
subtipe reseptor seretonon tersebut dan untuk mengembangkan obat yang merupakan
antagonis 5-HT2 untuk pengobatan skizofrenia. Antogonis reseptor 5-HT3 juga dibawah
penelitian sebagai senyawa antiansietas dan antipsikotik yang potensial. Dari penelitian
lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal
pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada
penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.Triptofan merupakan prekursor serotonin.
Triptofan juga menurun pada pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat
menurunkan mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai
riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga
dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood,
tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder
akibat berkurangnya triptofan.Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA
(hidroxyindolaceticacid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada
penderita depresi. Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha
bunuh diri.

Seretonin dan obat-obatan. Obat trisiklik dan MAOIs masing-masing


menghambat ambilan dan metabolisme seretonin jadi meningkatkan konsentrasi seretonin
pada celah sinaptik. Fluxetine adalah obat pertama dalam kerlas inhibitor spesifik
ambilan seretonin yang efektif dalam pengobatan depresi. Obat lain dalam kelas tersebut
adalah paroxetine (Paxil) dan sertraline (Zoloft) dan semua obat tersebut adalah
berhubungan dengan efek samping yang minimal, khususnya bila dibandingkan dengan
obat trisiklik dan MAOIs. Obat seretonergik lain yang telah digunakan dalam psikiatri
adalah L-tryptophan. Karena konsentrasi obat ini adaklah suatu fungsi yang membatasi
kecepatan sisntesis seretonin, ingesti l-tryptophan dapat meningkatkan konsentrasi
seretonin dalam SSP. L-tryptophan telah di tarik pada tahun 1990 di AS oleh FDA karena
adanya kontaminan dari proses produksi pada salah satu tempat pembuatan menyebabkan
sinrom eosinofilia-mialgia pada beberapa pasien yang menggunakan obat. Seretonin juga
terlibat dalam mekanisme pada sekurangnya 2 zat utama yang disalahgunakan, lysergid
acid diethylamide (LSD) dan3,4-methylenedyoxymethamphetamine (MDMA), yang juga
dikenal sebagai ekstasi. Sistem seretonin adalah tempat utama kerka LSD tetapi
bagaimana tepatnya LSD mengeluarkan efeknya tetap tidak jelas. MDMA mempunyai
efek ganda sebagai suatu penghambat ambilan terhadap seretonin dan sebagai suatun
induktor pelepas masif kandungan seretonin dan neuron seretonergik.

Seretonin dan psikopatologi. Hubungan utama seretonin dan psikopatologis


adalah dengan depresi, seperti yang dinyatakan dalam hiupotesis amin biogenik pada
ganggian mood. Hipotesis tersebut secara sederhana menyatakan bahwa depresi
berhubungan dengan seretonin yang terlalu rendah dan bahwa mania berhubungan
dengan seretonin yang terlalu banyak. Hipotesis permiosif menyatakan bahwa kadar
seretonin yang rendah meningkatkan kadar abnormal epinefrin untuk menyebabkan
depresi atau mania. Drngan diperkenalkannya berbagai obat baru, seretonin adalah salah
satu budang penelitian yang paling menggembirakan dalam gangguan kecemasan dan
skizifrenia disamping
peranannya dalam depresi.
Gambar 6. Mekanisme konversi 5-HTP menjadi Serotonin pada SSRI

Patofisiologi seretonin pada depresi

Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter


aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi
impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di
celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di
post sinaps sistem saraf pusat.

Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu
reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme
biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.

Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena


menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan
neurotransmisi serotogenik).

Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah


neurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin,
asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau
beberapa neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem
limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan
neurotransmisi serotogenik.
2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi
aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor
presinaptik.
3. Menurunnya aktivitas dopamin.
4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.

Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi


akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis
yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI
(Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari
neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang
menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase.

Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang


menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas
neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan
serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada
sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem
serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan
pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer)
yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian
maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi
lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi.
BAB III
PENUTUP

Neurotransmitter adalah zat yang menghantarkan sinyal-sinyal melintasi ruang syaraf


antara sel-sel syaraf atau neuron. Neurotransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat
menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke post-sinapsis. Sel yang menghantarkan
sinyal disebut sel prasinapstik dan sel yang menerima sinyal disebut sel pascasinapstik. Dalam
melakukan transmisi atau penghantaran sinyal, sinapsis terdiri dari dua jenis yaitu sinapsis
elektrik dan kimia.

Neurotransmitter dapat di klasifikasikan berdasarkan karakteristik fisiologi ataupun


kimia. Neuron dapat distimulasi dengan neurotransmitter eksitasi (excitatory neurotransmitter)
dan dihambat oleh inhibitory neurotransmitter. Biasanya dalam keadaan normal terdapat
keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi.

Ada beberapa neurotransmitter yang berperan dalam bidang psikiatri antara lain :
asetilkolin, norepinefrin, glutamate, dopamine, GABA, serotonin.

Asetilkolin memiliki target di sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis yaitu
terminal saraf presinapsis parasimpatik, terminalpostsinapsis dan di sistem saraf pusat yaitu di
korteks serebralhipokampus, struktur limbik, basal ganglia. Fungsinya tidur, bangun persepsi
nyeri, pergerakan memori. Kaitan nya dalam psikiatri yaitu dapat meningkatkanderajat depresi,
menurunkanderajat penyakit alzeimer, korea hutington, penyakitparkinson.

Norepinefrin memiliki target di sistem syaraf otonom terminal saraf postsinapsis


simpatis, dan di sistem saraf pusat: talamus, sistem limbik,hipokampus, serebelum, korteks
serebri. Fungsinya mengatur pernafasan, pikiran, persepsi, dayapenggerak, fungsi
kardiovaskuler, tidur danbangun. Pengaruhnya dalam bidang psikiatri yaitu menurunkanderajat
depresi, meningkatkanderajat mania,keadaankecemasan,skizofrenia.

Dopamin memiliki target di frontal korteks, sistem limbik, basal ganglia,talamus,


hipofisis posterior, medula spinalis. Memiliki fungsi dalam pergerakan dan koordinasi,
emosional,penilaian, pelepasan prolactin. Kaitan nya dalam psikiatri yaitu dapat menurunkan,
derajat penyakitparkinson dandepresi, meningkatkanderajat mania danskizofrenia.
Serotonin memiliki target di hipotalamus, talamus, sistem limbik, korteksserebral,
serebelum, medula spinalis dan berungsi mengatur tidur, bangun, libido, nafsu makan,perasaan,
agresi persepsi nyeri, koordinasi danpenilaian. Di bidang psikiatri dapat menurunkan derajat
depresi, meningkatkanderajat kecemasan.

GABA (gamma amino butyric acid) bekerja di hipotalamus, hipocampus, korteks,


serebelum,basal ganglia, medula spinalis, retina. Fungsi nya berkaitan dengan kemunduran
aktivitas tubuh. Dalam hal psikiatri dapat menurunkanderajat koreahuntington, gangguan
ansietas,skizofrenia, danberbagai jenis epilepsi.

Glutamat bekerja di sel-sel piramid/kerucut dari korteks, serebelumdan sistem sensori


aferen primer, hipocampus,talamus, hipotalamus, medula spinalis, berfungsi menilai informasi
sensori, mengaturberbagai motor dan reflek spinal. Di bidang psikiatri berkaitan dalam
menurunkantingkat derajat yangberhubungan dengan gerakan motor spastik.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A. C. & J. E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Terjemahan: Irawati
Setiawan. EGC. Jakarta.

Jaap G. Goekoop et al. 2012. Increased plasma norepinephrine concentration in psychotic


depression. Ther Adv Psychopharmacol; 2(2): 51–63. Chantal Moret and Mike
Briley.2011. The importance of norepinephrine in depression. Neuropsychiatr Dis Treat;
7(Suppl 1): 9–13

Kaplan H, Sadock B, & Grebb J. 2010. Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I, p225-
227.
Lancto KL et al, 2001, Role of Serotonin in the BPSD, The Journal of Neuropsychiatry and Clinical
Neurosciences, 13, p.5-21.
Lita, Feriyawati .(2006). Anatomi Sistem Saraf . Diakses pada tanggal 6 Mei 2015
dari library.usu.ac.id/download/fk/06001194.pdf
Nicoladie T (2014). Neurotransmitter. A tutorial Study Guide. Ebook Series. ISBN
9781301268610. https://odcom-c13e1fd956dc1c6c4f4624e2a90088e2.read.overdrive.com/
Ridwan.(2011). Saraf. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011
dariwww.sith.itb.ac.id/profile/pakAR/SARAF.pdf
Robert PH et al, 2005, Grouping for BPSD: clinical and biological aspects, European Psychiatry, 20:
p.490–496
Sadock BJ, Sadock VA, Pedro R. 2009. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry,
9th Edition, Lippincott Williams & Wilkins
Townsend C. Mary, 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC ; Jakarta.

Zullies, Ikawati. (2011). Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf. Diakses pada tanggal 6 Mei
2011 dari zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp.../basic-of-cns-pharmacotherapy.pdf

You might also like